Share

Harus Memiliki Pewaris

Author: Mr.Dopamine
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
"Oh... Aku..." Luna bingung harus memberi jawaban apa atas pertanyaan menyudutkan itu. Dia merasa malu karen memang diam-diam terpesona dengan tubuh Bian. "Aku..." Ucapannya terhenti di udara saat ketukan di pintu menginterupsi, menyelamatkannya dari kewajiban untuk menjelaskan.

"Masuk." Bian memberi perintah.

Nathan berdiri di ambang pintu. Menatap Luna sebelum mengalihkannya pada Bian. "Ada panggilan untuk Anda, Tuan."

"Ambilkan pakaianku," titahnya pada Luna. Tanpa kata, Luna memasangkan bajunya. Lalu Nathan melintasi ruangan untuk membantu Bian mendorong kursi roda.

"Istirahatlah, tidak usah menungguku."

Luna tidak menjawab. Dalam hati dia berharap pria itu memiliki urusan yang banyak agar mereka tidak perlu melewati malam ini bersama.

"Ibuku?" Bian bertanya pada Nathan setelah mereka keluar dari kamar.

"Ya." Mereka memasuki ruang kerja pria itu. Nathan segera menghubungi Nyonya Sagara.

Di layar muncul wajah Nyonya Sagara, wanita anggun dengan tatapan tegas.

"
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Putri Nuriasari
ku kira bima hanya pura-pura lumpuh ternyata beneran, oh my
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Tidak Punya Pilihan

    Luna buru-buru memejamkan mata begitu mendengar suara. Itu pasti Bian dan Nathan. Dugaannya tidak meleset sama sekali. Nathan membantu Bian untuk berbaring di atas ranjang. "Selamat malam, Tuan," kata pria itu. "Istirahatlah," Bian menyahut. Luna menahan napas saat mendengar pintu ditutup. Detik berikutnya, Luna hampir menjerit saat tangan Bian dengan manisnya melingkar di perutnya. Jantungnya jedag jedug dengan ritme tidak teratur. Sekujur tubuhnya seolah terbakar tatkala merasakan hembusan hangat napas Bian lehernya. Apa-apaan ini! Bian memeluknya juga membenamkan kepalanya di ceruk leher Luna. Luna semakin merasa tidak nyaman. Pelukan dan hembusan napas Bian memberikan reaksi berlebihan kepadanya. Perlahan, ia lepaskan tangan Bian dari perutnya lalu kemudian ia menjauhkan kepala dari hembusan napas suaminya. Tidak ada nada protes dari Bian, artinya Bian sudah tertidur. Luna bernapas lega, tapi kemudian ia dibuat kaget lagi. Pria ini benar-benar sangat hobi membuatnya sen

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Selamat Pagi

    Pagi itu, sinar matahari masuk ke kamar melalui celah tirai, perlahan mengusir kegelapan malam. Luna membuka mata dan merasakan kehangatan di sisi tubuhnya. Dia menoleh dan melihat Bian masih tertidur di sampingnya, wajahnya terlihat lebih lembut saat tertidur. Luna terpesona sejenak, membiarkan matanya menjelajahi setiap detail wajah suaminya. Sulit untuk mengabaikannya. Pipinya tampak halus, dengan sedikit bayangan di bawah mata yang menunjukkan kelelahan. Hidungnya tampak tegas namun tidak terlalu tajam, memberikan keseimbangan yang sempurna pada wajahnya. Alisnya tebal dan hitam, melengkung indah, menciptakan ekspresi tenang yang jarang terlihat ketika dia terjaga. Bulu matanya yang panjang dan lentik menambah keanggunan wajahnya, membuatnya tampak lebih lembut dan damai. Rahang Bian terlihat kokoh dan maskulin, memberikan kesan kekuatan dan keteguhan yang kontras dengan kelembutan di fitur lainnya. Bibirnya yang sedikit terbuka menunjukkan kelembutan dan ketenangan yang berb

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Lumayan

    "Bagaimana perasaanmu setelah menjadi seorang suami?" Alih-alih langsung melakukan terapi, Bian dan Julian justru masih berbincang-bincang. Bian melirik sahabatnya itu sekilas, lalu memalingkan wajah, menatap kosong ke kejauhan. "Apa kamu dan dia?" "Kami belum melakukannya." Bian tahu apa yang dimaksud oleh Julian. Julian terkekeh mendengar jawabannya dan Bian mendengus tidak suka. "Malam pengantin berlalu begitu saja?" Julian menaik turunkan alisnya. Nadanya sengaja menggoda Bian. "Kita bisa mulai?" Bian tidak ingin membahas masalah ranjangnya dengan orang lain, terutama Julian, orang yang memaparkan kemungkinan yang ia alami. Mereka pernah merangsang hasrat seksualnya dengan menonton hal berkonten dewasa. Bian tidak merasakan apa-apa sama sekali. "Kamu dan Luna tidur satu ranjang?" "Apa kamu pernah melihat ada pengantin baru yang tidur di tempat terpisah." "Aku memang tidak pernah melihat, tapi hal semacam itu sering terjadi. Kau tidak pernah mendengarnya?" "Aku tid

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Menyingkir

    Bian memasuki kamar dengan tubuh berkeringat setelah sesi terapinya. Luna, yang sedang duduk di tepi ranjang, langsung berdiri dan menghampirinya. "Aku ingin mandi." Luna terkejut mendengar permintaan langsung itu, tapi dia segera mengangguk. Dia bergegas mengambil handuk dari kamar mandi dan kembali ke Bian. "Aku akan menyiapkan air untukmu." Bian hanya menganggukkan kepala. Tidak berapa lama, Luna muncul kembali, mendorong kursi rodanya menuju kamar mandi. Luna menunggu perintah selanjutnya, mengamati Bian yang tanpa merasa malu melepaskan kaos yang melekat di tubuhnya, memperlihatkan kulit dan ototnya yang benar-benar sehat dan bugar. Bian melemparkan kaosnya begitu saja dan kini hanya tersisa celana pendek ketat di sana, mempertontonkan kaki panjang telanjang, terhampar nyata di hadapannya. Semalam dia tidak melepaskan celana Bian karena Nathan datang di waktu yang tepat. Sekarang, siapa yang akan menyelamatkannya. Haruskah ia membantu Bian melepaskannya? Membayangka

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Mas Bian

    Luna menelan salivanya dengan gugup. Dirinya tidak menyangka bahwa perkataannya yang sok menantang itu justru malah akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Tiba-tiba sebuah ketukan di pintu terdengar. "Ketukan penyelamat," Luna bergumam sambil menghela napas lega. Bian mendengar gumaman Luna dan menoleh padanya dengan alis terangkat. "Ketukan penyelamat?" Luna langsung menutup mulutnya dengan tangan, wajahnya memerah. "Ah, maafkan aku... Maksudku, aku tidak bermaksud..." Bian tidak langsung menjawab, hanya memandangi Luna dengan tatapan datar yang sulit ditebak. "Masuk," bersamaan dengan perintah Bian. Julian membuka pintu dan melambai dengan santai. "Maaf, mengganggu waktunya. Nathan sudah berangkat ke kantor jadi aku berinisiatif untuk menemuimu kemari." "Hai, perkenalkan aku Julian, dokter dan juga terapis suamimu." Mengabaikan Bian, Julian kini justru mengajak Luna berkenalan. Luna melirik Bian, meminta persetujuan apakah dia boleh menyambut uluran tangan pria

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kau Mendapatkannya

    "Apa yang harus kulakukan?" tanya Luna pada Julian, berusaha mengabaikan hatinya yang bereaksi berlebihan."Sebenarnya Bian tidak membutuhkan terapis lagi. Hanya saja dia masih membutuhkan pijatan dan latihan teratur dalam beberapa minggu ke depan untuk memastikan kesembuhannya sepenuhnya. Dan harus ada orang yang mengawasi hal itu."Luna dan Julian tampak berdiskusi, sementara Bian menatap keduanya dengan tatapan menusuk, menghujam seperti laser.Luna menelan ludah, "Maksudmu, aku harus memijatnya setiap hari?" Bayangan ia harus menyentuh tubuh Bian setiap hari membuat bulu kuduknya berdiri."Kenapa? Apakah itu pikiran yang terlalu menjijikkan untukmu, Luna?""Tidak... Tidak... Tentu saja tidak. Hanya saja aku tidak pernah benar-benar memijat orang." Wajahnya merona saat mengatakan hal itu. Jangan sampai Bian tahu apa yang mengotori otaknya."Bukan perkara sulit," Julian menengahi. "Aku akan mengajarkan tekhnik dasarnya padamu. Jika kamu memang bekerja cekatan dengan tanganmu, ini ti

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Pijatan

    Luna bisa merasakan jantungnya berpacu bagaikan kereta api, karena ini aneh. Ini lebih dari sekadar aneh.Kedua tangannya goyah ketika ditempatkan di atas punggung Bian yang telanjang dan ia menarik napas dalam-dalam, berdoa semoga pria itu tidak bisa menebak betapa gugup dirinya. Berdoa semoga dirinya tidak canggung ketika mulai melakukan persis seperti yang diajarkan Julian kepadanya. Tidak sulit, katanya kepada diri sendiri. Pijat memang suatu keterampilan, pekerjaan yang dilakukan oleh ribuan orang setiap hari.Meskipun bayangan akan menyentuh kulit Bian membuat mulutnya kering karena takut, tampaknya Luna tidak mungkin menghindarinya. Bian berjanji akan memberikan uangnya. Mereka sudah sepakat. Ini akan menjadi pengalaman pertamanya menyentuh seorang pria? la menurunkan kedua tangannya ke kulit mengilap itu dan berusaha mengalihkan pikirannya tentang cafe yang akan dia bangun.Pertama-tama yang harus dia lakukan adalah menyelesaikan kuliahnya sebelum membangun cafe. Bukan waktu

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Jika Tuannya Mas Bian

    "Luna!!"Panggilan itu langsung membuat Luna menoleh. Dia mengenali suara itu. Miya, sahabatnya."Jadi kamu sungguh sudah menikah?"Manik Luna membeliak, ia mengira pernikahan antara dirinya dan Bian dirahasiakan."Bagaimana kamu tahu?""Jadi itu memang benar?" Miya semakin histeris. "Kamu sungguh mengkhianati Juan demi pria tua kaya raya yang sekarat."Wajah Luna berubah masam. Dirinya difitnah. "Aku tidak berkhianat dan tidak aku tidak menikah dengan pria tua." Melainkan pria lumpuh yang pesonanya ampun-ampunan, ia menambahkan dalam hati. "Jadi kamu menikah dengan siapa?" Miya menelisik mobil mahal yang ada di hadapan mereka. Gadis itu semakin mendekat dan mengintip ke dalam kaca. "Pasti bukan orang sembarangan. Jadi, kamu sungguh meninggalkan keluargamu saat sedang terpuruk." "Siapa yang menyebarkan gosip itu padamu? Ana?""Siapa lagi." Miya menegakkan tubuhnya, berbalik menghadap Luna. "Aku tidak akan termakan ucapannya. Omong-omong, kenapa suamimu tidak mau turun? Wajahnya buru

Latest chapter

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Happy Ending

    Tepuk tangan kembali menggema, kali ini lebih meriah. Luna menatap Bian dengan mata berkaca-kaca, tidak mampu berkata apa-apa selain tersenyum. Ia mengambil mikrofon kecil yang disodorkan salah satu tamu, mencoba menguasai dirinya."Terima kasih, Mas Bian," katanya, suaranya sedikit bergetar tetapi tetap penuh ketulusan. "Kamu selalu tahu bagaimana caranya membuatku merasa istimewa. Aku tidak pernah meminta apa-apa selain cinta darimu, dan kamu memberiku lebih dari itu. Kamu memberiku keluarga, kebahagiaan, dan cinta yang tak pernah habis. Aku juga mencintaimu, lebih dari apa yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata."Seketika suasana terasa semakin emosional. Beberapa tamu bahkan terlihat menyeka air mata mereka, terharu oleh keintiman yang mereka saksikan. Dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya, Bian menggenggam tangan Luna lebih erat. "Ayo kita potong kuenya," katanya, membawa mereka kembali ke momen yang lebih santai.Setelah mereka memotong kue bersama, suasana berub

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Lah Takdirku

    Luna terus menelusuri setiap halaman buku jurnal yang diberikan Bian kemarin. Tulisan tangan suaminya terasa seperti suara dari hatinya sendiri, mengalir dengan kejujuran dan kerinduan yang tak terbendung. Setiap kata menggambarkan perjalanan emosional seorang pria yang berusaha keras mencari istri yang hilang, menanggung penyesalan yang mendalam atas kegagalannya selama setahun penuh. Air mata membasahi pipinya, tetapi senyumnya tetap bertahan. Ini bukan tangisan sedih; ini adalah tangisan karena cinta yang begitu nyata, begitu tulus.Ketika pintu kamar mereka terbuka, Luna mendongak, mendapati sosok Bian berdiri di sana. Cahaya dari luar ruangan menyinari pria itu, menegaskan aura ketenangan yang selalu menyelimutinya. "Hei, aku memberikan jurnal ini bukan untuk membuatmu menangis, Sayang," ujarnya, melangkah masuk dan langsung duduk di depannya. Dengan lembut, ia mengusap pipi Luna, menghapus jejak air mata yang masih tersisa. Sentuhan itu bukan hanya lembut, tetapi juga penuh ci

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bahagia Selamanya

    “Sikapmu mencurigakan!” Luna tertawa ringan saat ia memukul lembut dada suaminya, namun segera menyerah dalam pelukannya. Dekapan Bian selalu berhasil meredakan segala kekhawatiran yang memenuhi pikirannya. Hangat, nyaman—seolah seluruh dunia berhenti berputar, memberikan mereka momen yang hanya milik mereka berdua. Luna menyandarkan kepalanya di dada Bian, merasakan detak jantungnya yang stabil, menenangkan. Tidak ada tempat ternyaman selain berada di sisinya, seolah Bian adalah oksigen yang ia butuhkan untuk bertahan hidup. Membayangkan hidup tanpa pria itu terasa tak mungkin lagi, dan setiap kali ada keraguan yang muncul, ia segera tenggelamkan dalam ketenangan pelukannya.“Kamu tahu aku mencintaimu,” bisik Bian di telinga Luna, suaranya rendah namun penuh keyakinan, mengirimkan getaran lembut yang langsung menusuk ke dalam hati Luna. Bian tidak perlu bersuara keras untuk menunjukkan betapa ia sangat menyayangi istrinya—bisikan itu saja sudah cukup untuk mengukir janji tanpa kata-

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Kamu Yang Terindah

    “Kita tidak bisa mencampuri hubungan mereka,” ucap Bian, suaranya tenang namun penuh ketegasan. Dia telah mendengar cerita sebenarnya dari Luna—bagaimana Julian tidak menyentuh Sarena sama sekali, bagaimana situasi rumit itu hanyalah bayang-bayang dari ketidakpastian. Tetapi justru karena dia mengetahui kebenarannya, Bian merasa tidak berhak mengambil peran dalam keputusan yang hanya bisa diambil oleh Sarena sendiri. Hatinya berat, namun ia tahu apa yang harus dilakukan.“Sarena sudah jauh lebih dewasa. Dia pasti bisa menyikapi semua ini,” lanjutnya, seolah kata-kata itu diucapkan untuk menenangkan diri sendiri lebih dari sekadar memberi penegasan kepada istrinya. Dia ingin yang terbaik untuk Sarena, tanpa intervensi yang malah akan mengaburkan pilihan yang sebenarnya. Tapi, sebagai kakak, ada kekhawatiran yang tak bisa sepenuhnya ditepiskan. Ia tahu apa yang telah dilewati Julian, dan sebentuk kasih yang tak terucap tumbuh di hatinya.“Biarkan dia yang mengambil keputusan, Luna.” D

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Tentang Sarena

    “Mas…” panggilan lembut Luna meluncur, berusaha menuntut perhatian suaminya yang tengah tenggelam di depan layar laptop. Ada kelembutan sekaligus sedikit tuntutan dalam suaranya, seolah mengingatkan bahwa ia tidak suka diabaikan.Bian menoleh dengan cepat, menyadari bahwa istrinya menginginkan sesuatu lebih dari sekadar jawaban biasa. Senyuman manisnya muncul, memupus segala letih yang terasa. “Ya, Luna, ada apa? Kamu butuh sesuatu, Sayang?” tanyanya dengan nada penuh perhatian.Luna tersenyum kecil, meski seulas kekhawatiran berbayang di matanya. “Tidak, Mas. Aku hanya ingin berbincang.” Kata-katanya sederhana, tetapi tersirat sebuah keinginan untuk didengar dan dimengerti. “Mas sedang sibuk atau bagaimana?” Ia tak ingin mengganggu, tetapi ia juga membutuhkan suaminya untuk bersamanya, sepenuhnya.Bian menatapnya dengan tatapan lembut penuh kasih sayang, mendengar nada halus yang menyiratkan beban dalam kalimat Luna. Meski pekerjaannya belum selesai, ia tak akan pernah meninggalkan i

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Julian Yang Malang

    Luna meremas tangan Sarena dengan lembut, mencoba meyakinkannya untuk terus bercerita. Tatapan penasaran yang dalam terpancar dari matanya, tak dapat disembunyikan oleh ekspresi tenangnya. “Lalu, apa sebenarnya masalahnya?” desaknya lagi, penuh rasa ingin tahu. Mengapa Sarena terlihat begitu sedih padahal ia dan Julian saling mencintai? Bukankah dua orang yang saling mencintai seharusnya menikah dan hidup bahagia?Namun, di dalam hatinya, Luna tahu bahwa pernyataannya itu tak sepenuhnya benar. Pernikahannya dengan Bian tidak dimulai dari cinta sejati; mereka menikah karena keputusan keluarga yang berujung pada pernikahan yang dipaksakan. Namun, seiring berjalannya waktu, cinta perlahan tumbuh di antara mereka. Takdir telah menenun kisah mereka dengan cara yang tak terduga, membawa mereka dari konflik menuju kedamaian, dari kecurigaan menjadi kepercayaan. Sekarang, mereka berada di tempat yang disebut dengan "akhir bahagia" – titik di mana cinta mereka telah melewati segala ujian."Aku

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Dia Akan Menikahimu?

    Luna tersenyum lembut sambil mendekat ke Felicia, gadis kecil yang tampak sibuk dengan pensil warna di tangan. "Hai, Felicia..." sapanya, duduk di sebelah gadis kecil itu. "Apa yang sedang kamu buat, Sayang?" tanyanya dengan hangat, matanya tertuju pada kertas penuh warna di hadapan Felicia.Felicia menoleh dengan senyum lebar. "Ini Ibu, sedang memakai baju pengantin! Dan ini Ayah Julian," jawabnya penuh antusias, telunjuk mungilnya menunjuk tiap karakter yang ia gambar. Matanya berbinar dengan bangga, seolah-olah memperkenalkan dunia imajinasinya kepada Luna.Luna tertawa kecil, matanya menelusuri gambar yang terlihat penuh cinta. "Dan ini kamu, ya?" ujarnya, menunjuk pada sosok kecil di antara gambar Sarena dan Julian. Felicia mengangguk dengan bersemangat, matanya menyorot kebahagiaan murni anak-anak."Hm, kalau ini?" Luna menunjukkan objek kecil di samping mereka yang mirip dengan keranjang bayi. Alisnya terangkat penasaran.Felicia tersenyum ceria, tatapannya polos namun mengandu

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Bagaimana Denganmu Luna Sayang

    Setelah masalah Julian dan Sarena selesai, sesuai janjinya pada sahabatnya, Bian, dia membawa adik sahabatnya itu pulang. Dia akan melamar Sarena di hadapan sahabatnya, meminta restu Bian dan Luna.Julian dan Sarena kembali memasuki rumah, membawa serta Felicia yang menggenggam tangan mereka dengan erat. Begitu tiba di ruang tamu, Luna menyambut dengan senyum lebar, matanya berkilau penuh kegembiraan saat melihat adiknya akhirnya kembali. “Ah... akhirnya kamu pulang,” ucap Luna, memeluk Sarena erat-erat. "Aku sangat merindukanmu."Sarena balas memeluk, bibirnya melengkung lembut. “Aku juga merindukanmu, Luna. Sangat rindu. Ah... comelnya.” Sarena menoel pipi bayi tembem yang ada di gendongan Luna. Dia mengambil alih Mikayla dan menciumnya. "Adik bayinya lucu 'kan," ia menunjukkannya pada Felicia. Felicia mengangguk dan dengan malu-malu menyentuh pipi Mikayla."Hai, Felicia, selamat datang," Luna merentangkan tangannya, memeluk gadis kecil itu. Sarena sudah pernah membahas tentang Feli

  • Terikat Pernikahan Dengan CEO Dingin   Lega

    Sarena menarik napas dalam, suaranya berubah lembut dan penuh kenangan ketika ia mulai bercerita. "Felicia… dia kebahagiaanku, Julian. Dia seperti sinar matahari yang muncul setelah badai, yang menghangatkan dan memberi arti baru dalam hidupku." Kata-katanya mengalir dengan tulus, mengisyaratkan seberapa besar perasaan dan perjuangannya selama ini. Di dalam setiap kata, Sarena menanamkan makna dari cinta seorang ibu yang tanpa syarat, sebuah cinta yang ia pilih dengan seluruh hatinya, walau penuh pengorbanan. Sorot matanya berkabut saat ia memandang Julian, mengungkapkan cinta dan kerinduan yang begitu dalam.Julian menggenggam tangan Sarena dengan lembut, merasakan beban yang selama ini ia bawa sebagai pria yang tiba-tiba diberi kesempatan kedua untuk mengenal putrinya. "Sekarang, dia juga bagian dari kehidupanku," ucapnya dengan suara bergetar, nyaris berbisik, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa kehadiran Felicia nyata, bahwa ini bukan mimpi belaka. "Kita akan merawat

DMCA.com Protection Status