"Ayo, menikah denganku! Aku serius. Di Indonesia seusia kita bahkan sudah banyak yang punya anak!" Tidak seharusnya Aya mendengar kalimat diluar nalar itu diusianya yang masih 20 tahun. Saat dia sedang pusing-pusingnya memikirkan kuliahnya dan kerja parttime di Adelaide, Australia. Dan lagi! Laki-laki sebaya di depannya ini tahu seperti apa masa lalu Aya. Aya yang menjauh dari Indonesia, mengubur semua ingatan buruknya, dan berperang dengan ketakutannya sendiri. Laki-laki ini pasti tahu. Jadi tidak mungkin dia sampai punya perasaan ke Aya, bahkan berniat menikahnya. Ini jelas-jelas diluar nalar. Aya tahu mereka teman SMA. Punya banyak ingatan yang bisa dijadikan bahan berdebat. Tapi, hubungan mereka bukan hubungan romantis yang penting untuk dikenang oleh otak dan hati. Jadi kenapa? Datang tiba-tiba di depannya begini. Di saat Aya sudah menjauh sejauh ini...
View MoreHari ke-dua MOS di SMA PP. Dan agendanya masih sama saja dengan yang kemarin. Adel sampai sebel dan pingin bolos aja. Tapi Aya jelas akan mencekik Adel kalau dia melakukan niatnya itu.“Yaelah, Del. MOS aja bolos. Apalagi ntar kalau udah masuk kelas. Mau bolos berapa kali tuh. Inget! Sekolah di SMA PP itu nggak murahh!”Adel dongkol abis dengan sindiran Aya tadi pagi. Sebel!! Dia menjejakkan kakinya tanda mulai pegel setelah nyaris dua jam digaringin di bawah terik matahari. Apalagi matahari Jogja lagi semangat banget nyiksa anak-anak di lapangan SMA PP. Tampang mereka udah menyatakan kalau sebentar lagi mereka pasti pingsan. Mana gara-gara telat tadi pagi, dia suruh nulis esai lagi. Dia kemaren udah nggak tidur gara-gara nulis 100 surat pernyataan kalau dia nggak bakal telat lagi lho. Agh…I hate ospek! Bibirnya merepet begitu pemandu ospeknya mulai teriak-teriak.Apa aku pura-pura pingsan aja ya? “…NGERTI NGGAK, DEK?!”“SIAP. DIMENGERTI!”Sialan! Untung nih ya kakak pemandunya gan
Senin. Adit paling nggak ngeh sama hari itu. Bukannya dia menyalahkan makhluk jenius yang ngasih nama hari Senin setelah Minggu dan sebelum Selasa. Sama sekali nggak. Juga bukan karena Senin adalah hari upacara se-Indonesia yang membuatnya wajib fardhu ain ikut upacara. Nggak bisa bolos seperti yang kebanyakan dilakukan teman-temannya. Iyalah! Dia kan selalu jadi pemimpin upacara. Langsung dicari via speaker sama Kepala sekolah kalau batang hidungnya nggak nongol. Hari senin adalah hari di mana mood Adit bisa langsung berantakan kalau sampai rumah. Nggak peduli kalau di rumah tuh ada omelet bikinan Mama. Nggak peduli kalau dirumah tuh udah ada bejibun oleh-oleh Papa setelah dua minggu dinas di Jakarta. Atau nggak peduli kalau di rumah sudah ada moge gress yang mejeng di garasi. Ehem…kayaknya yang terakhir nggak bakal terjadi deh.Adit meniup poni tamparnyanya setelah melepas helm. Dilirik matic biru yang terpakir manis disamping motornya. Agh…harusnya tadi dia terima aja ajakan si
SMA Penabur Pelita sudah cukup ramai. Banyak panitia MOS yang bersliweran di halaman. Beberapa juga terburu memakan sarapan mereka sebelum ikutan pontang-panting di hari pertama MOS itu. Para petugas kebersihan ngrumpi sambil ngomel gara-gara guguran daun yang kayaknya nggak pernah berkurang walau udah disapu belasan kali—maklum musim kerontang gini. Ehm… Kelihatan juga beberapa anak baru yang berdiri kebingungan di gerbang sekolah. Mereka sudah pasang tampang mirip orang yang mau liat atraksi orang kesurupan. Aya bergegas ke lantai dua. Kelas barunya. Tepatnya di kelas XII IPA 2, kelas tertua. Hem…karena posisinya dilantai dua, bisa ngencengin adik kelas nih. Haha. Niatnya sih nglemparin tasnya lalu buru-buru turun buat bantuin anak OSIS lainnya. Tapi belum juga niatnya kesampaian, sesosok malaikat pencabut nyawa mendelik menatapnya. Plus dengan posisi tangan yang siap-siap melolosin tulang Aya satu persatu. Nyaris Aya merapalkan ayat kursi sebelum dia nyadar kalau sosok itu tak
Kaki mungil itu melesak cepat diantara pengunjung kantin yang masih berjubel. Sedikit diangkat rok semata kakinya, takut kalau kesrimpet langkahnya yang terburu. Padahal lima menit lagi bel masuk akan berdering. Tapi sepertinya anak-anak SMA PP itu masih enggan beranjak dari tempat duduk kantin yang sebenarnya biasa saja. Gadis itu berhenti melangkah saat mencapai dapur Bu Marni. Dia tersenyum ringan melihat wanita paruh abad itu masih sibuk menggoreng timus—makanan khas jawa yang terbuat dari ketela yang digoreng. “Ibu…” “Oh, Mbak Aya ya? Mau ambil uang jualan ya, Mbak?” Aya mengangguk cepat. Kucir kudanya bergoyang mengikuti gerak kepalanya. Diambilnya wadah pukis yang diletakkan di bawah meja. “Besok bawa lebih banyak aja, Mbak. Siang kemaren aja sudah langsung ludes.” “Siap, Bu.” Aya tertawa. Disentuhkan ujung telunjukknya ke alis, hormat. Dia melambaikan tangan setelah memasukkan uang pemberian Bu Ma
“Ckckck….lo ngapain, Za? Serius amat ngeliatin Adit.” Reza tersentak. Buru-buru menoleh ke sumber suara. Roy tengah berdiri sambil membawa semangkok bakso dan es teh. Cowok yang kesohor playboynya itu tersenyum menyeringai. “Eh, geser dong! Kursinya pada penuh nih.” Reza tambah manyun. Well, sekarang dia bener-bener diapit dua Rajawali SMA PP. Si Intelek Adit dan the most wanted boy, Roy. Cowok tajir, sama-sama keren kayak Adit, Koordinator Keolahragaan OSIS sekaligus kapten basket SMA, tapi playboy dan rada bengal. Kenapa hidup gue jadi dikelilingi sama anak-anak OSIS gini sih! Kesell! “Eh, Dit…gue denger lo kalah saing nih sama cewek lo?” Roy tertawa. Adit yang memang sedang posisi senggol bacok langsung mendengus mendengar komentar Roy. “Heh, siapa yang cewek gue?! Nggak usah ngadi-ngadi deh, Roy!!!” Muka Adit memerah. Bukan karena malu, tapi karena emosi.Roy tertawa. “At
Rasanya tuh mirip liat kambing dikulitin pas lebaran haji. Reza mulai merasa nggak nyaman dengan sikap Adit yang menurutnya overreactive banget. Gimana nggak over coba! Gara-gara Adit mendapat peringkat dua, alias satu peringkat tepat di bawah Aya, dia langsung uring-uringan dari pagi. Melotot pada semua orang yang nyapa dia dan menghentakkan kakinya sejak sampai di kantin tadi. Reza-lah yang kena efek paling parah. Dia sampai nggak sanggup menelan bakso sarapannya gara-gara Adit memelototinya dari tadi. Berasa cowok spike itu yang mau nelen Reza.Aditya Pandu Aji. Siapa sih di Penabur Pelita yang nggak kenal cowok well built dengan mata elang dan rambut licin yang nggak pernah absen diminyakin. Kulitnya yang kecoklatan gara-gara dipanggang matahari pas jadi Paskibraka Kabupaten membuatnya kelihatan maskulin. Yah, itu sih bagi mereka punya mata minus dan nggak pakai kacamata. Kalau aslinya sih sebenernya biasa aja. Kalau Aya ditanya gimana pendapatnya soal Adit pasti jawabannya bakal
Yogyakarta....Petikan gitar mengalun lembut. Kres di nada ke lima dilanjutkan petikan lembut kunci G, A, F dan seterusnya membuat suasana malam itu makin syahdu. Ditemani cahaya lampu PAR (Parabolic Aluminized Reflector) di sebuah bar bilangan Kaliurang, seorang gadis menyanyikan lagu lawas Blank Space dari Taylor Swift. Hujan rintik merembes turun dari balik kaca. Menimbulkan uap dingin yang juga mengembun di balik kaca.Dihadapan si Gadis, belasan pasangan duduk dengan dunia mereka. Si Gadis juga tidak ambil pusing apa mereka mendengarkan atau tidak. Dia hanya menjalankan tugasnya karena dia dibayar di tempat ini. Yah, jujur dia merasa risih juga harus duduk di panggung dan hanya ditemani sebuah gitar. Meski kadang ada satu dua orang bermain duet dengannya, tetap saja dia merasa risih. Risih dengan polesan wajahnya yang menurutnya terlalu menor. Juga bajunya yang kurang bahan. Memperlihat bahu mungil dan tungkai jenjangnya. Gadis itu menggigit ujung bibir. Mungkin memang saatn
Summer, Adelaide-South Australia “Ayo, menikah denganku.” Aya tersedak. Dia melotot mendapati laki-laki disebelahnya menatapnya dengan pandangan serius. Kortisol di tubuhnya seketika berlimpah. Membuat jantung mungilnya memompa lebih cepat. Bukan karena salting, lebih karena takut sekaligus khawatir. Musim panas kali ini masih di suhu 30 derajat. Tidak cukup panas sampai bisa memelintir otak cowok ini sampai dia berhalusinasi. Apa istilahnya kalau bukan halusinasi? Cowok dengan kulit yang lebih coklat dibanding kali terakhir Aya bertemu itu lebih normal kalau mengajak Aya debat atau berantem dibanding tiba-tiba (banget) mengajaknya menikah. Dan..helooww…. dari mana kamus menikah muncul di kepalanya itu? “Kamu gabut?” Aya menelisik raut laki-laki di depannya. Tidak bertemu lebih dari setahun membuatnya banyak berubah. Dia yang cuma memakai polo dan jeans kelabu, menyeruput santai kopinya. Baiklah! Aya sempat mengakui kalau tubuhnya berget
Summer, Adelaide-South Australia “Ayo, menikah denganku.” Aya tersedak. Dia melotot mendapati laki-laki disebelahnya menatapnya dengan pandangan serius. Kortisol di tubuhnya seketika berlimpah. Membuat jantung mungilnya memompa lebih cepat. Bukan karena salting, lebih karena takut sekaligus khawatir. Musim panas kali ini masih di suhu 30 derajat. Tidak cukup panas sampai bisa memelintir otak cowok ini sampai dia berhalusinasi. Apa istilahnya kalau bukan halusinasi? Cowok dengan kulit yang lebih coklat dibanding kali terakhir Aya bertemu itu lebih normal kalau mengajak Aya debat atau berantem dibanding tiba-tiba (banget) mengajaknya menikah. Dan..helooww…. dari mana kamus menikah muncul di kepalanya itu? “Kamu gabut?” Aya menelisik raut laki-laki di depannya. Tidak bertemu lebih dari setahun membuatnya banyak berubah. Dia yang cuma memakai polo dan jeans kelabu, menyeruput santai kopinya. Baiklah! Aya sempat mengakui kalau tubuhnya berget...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments