Beranda / Young Adult / Take a Chance with Me! / 7. Orientasi Hati (1)

Share

7. Orientasi Hati (1)

Penulis: amie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-11 09:30:54

Hari ke-dua MOS di SMA PP. Dan agendanya masih sama saja dengan yang kemarin. Adel sampai sebel dan pingin bolos aja. Tapi Aya jelas akan mencekik Adel kalau dia melakukan niatnya itu.

“Yaelah, Del. MOS aja bolos. Apalagi ntar kalau udah masuk kelas. Mau bolos berapa kali tuh. Inget! Sekolah di SMA PP itu nggak murahh!”

Adel dongkol abis dengan sindiran Aya tadi pagi. Sebel!! Dia menjejakkan kakinya tanda mulai pegel setelah nyaris dua jam digaringin di bawah terik matahari. Apalagi matahari Jogja lagi semangat banget nyiksa anak-anak di lapangan SMA PP. Tampang mereka udah menyatakan kalau sebentar lagi mereka pasti pingsan. Mana gara-gara telat tadi pagi, dia suruh nulis esai lagi. Dia kemaren udah nggak tidur gara-gara nulis 100 surat pernyataan kalau dia nggak bakal telat lagi lho. Agh…I hate ospek! Bibirnya merepet  begitu pemandu ospeknya mulai teriak-teriak.

Apa aku pura-pura pingsan aja ya?  

“…NGERTI NGGAK, DEK?!”

“SIAP. DIMENGERTI!”

Sialan! Untung nih ya kakak pemandunya ganteng, coba kalau nggak? Adel pasti udah shock dan milih pingsan beneran diteriakan dengan suara lima oktaf gitu. Seenggaknya liat tampang kakak kelasnya yang rada mirip produk anaknya Om Ahmad Dhani  tuh jadi adeeeeem gitu.

“DEK! Kamu…”

Adel celingukan. Siapa? Aku ya?

“Iya dek, kamu. Yang rambutnya panjang.”

Adel gigit bibir. Apalagi sekarang?! Salah apa coba? Perasaan dari tadi dia manut-manut aja tuh. Disuruh apapun manut aja. Kok sekarang diminta maju sih. Adel melirik tajam cowok yang di dadanya tersampir name card: Roy.

“Sebutin nama, kelas! Trus abis itu ambil kardus minum buat temen-temenmu di lab kimia lantai dua!”

Mulut Adel nganga. Shock. Helloooo… dia ini murid baru lho, Mas. MURID BARU! Mana tau dia di mana lab kimia. Kalau nggak inget dia lagi di posisi ospek, udah dia semprot tuh orang.  Untung aja Adel nggak khilaf dengan nyembur-nyembur di depan tuh orang sambil neriakin: “Emang gue babu lo!? Emak gue aja nggak pernah main perintah ke gue!”

Tapi yang namanya ospek ya tetep ospek. Di mana hanya terdapat dua pasal di dalamnya. Pasal satu, kakak kelas selalu benar. Pasal dua, kalau salah kembali ke pasal satu, Huff!! Mau nggak mau, niat nggak niat, ikhlas nggak ikhlas, Adel akhirnya melangkah pergi meski dengan bibir mengerucut. Sialan banget tuh orang. Untung ya, Kak, tampangmu tuh rada mirip artis. Coba kalau nggak. Boro-boro mau nurut, kayaknya tuh kakak kelas bakalan disantet ntar malem sama Adel deh.

“Jalannya yang cepet dong dek! Buruan!”

Adel mengangguk pelan. Oh, jelas dalam hati tuh anak sudah merapal mantra tercanggih buat ngutuk orang terkutuk itu. Sok banget jadi senior! Huh!!!  

***

Roy menoleh saat Cahya menyodok rusuknya. “Diliat dari tampangnya sih, lo naksir adek yang tadi ya?” kata Cahya setelah berhasil menarik Roy menepi dan menyuruh adek-adek mereka isirahat.

Roy tertawa. “Keliatan jelas ya?”

“Iyalah. Sejak kapan playboy kayak lo nggak ngelirik cewek macam tadi. Tapi, mata lo jeli ya. Manis juga anak itu.” Cahya menatap punggung Adel yang berlari-lari kecil dari kejauhan.

“Ya, begitulah.”

“Tapi, Bro, dia kan masih kelas satu. Masa’ anak seuprit gitu mau lo embat. Lo nggak kena phedofilia kan?”

Roy menjitak kepala kawannya itu tanpa ampun. “Sialan lo. Justru anak segitu yang masih pure,” sahutnya sambil tertawa.

Cahya geleng-geleng kepala. Si Playboy ini mulai menebar jarring.  Ya emang sih dari segi manapun Roy memang punya modal buat jadi cowok playboy. Tampangnya sih kata anak-anak yang kena sindrom korea mirip sama salah satu artis korea yang namanya…yang namanya… Oke Cahya nggak inget dan nggak tau. Bokap dia aja punya show room mobil di 3 kota besar Indonesia. So…jangan tanya gimana cewek-cewek nggak klepek-klepek liat dia dan Rocky-nya yang merah menyala.  Tampang keren, bodi tinggi berkilau, kapten basket, mobil kece, senyum penuh pesona. Kurang apa coba? Mungkin cuma cewek-cewek yang udah abnormal yang nggak klepek-klepek kalau liat cowok satu ini. Cewek nerd bin freak yang bisanya cuma baca bukuuuu doang.

“Aduh…” Aya nyaris saja terjungkal bersama kardus makanan yang dibawanya kalau Roy nggak menyangga  lengannya. “Ah…maaf.”

Cahya mengulum senyum. Ya, misalnya kayak cewek yang sekarang sedang memunguti botol mineral yang jatuh menggelinding di depan Cahya. Roy tengah membantunya.

Roy meliukkan bibir, berusaha menebar pesonanya pada sekrestaris OSIS yang terkenal  kalem itu. “Kamu nggak pa-pa?”

“Nggak pa-pa kok,” Aya buru-buru meraih botol-botol yang sudah dipungut Roy. Dia segera berlalu setelah mengucapkan terima kasih. Mengabaikan Roy yang sebenarnya mau cuap-cuap dengannya.

Bab terkait

  • Take a Chance with Me!   0. Glimmers ...

    Summer, Adelaide-South Australia “Ayo, menikah denganku.” Aya tersedak. Dia melotot mendapati laki-laki disebelahnya menatapnya dengan pandangan serius. Kortisol di tubuhnya seketika berlimpah. Membuat jantung mungilnya memompa lebih cepat. Bukan karena salting, lebih karena takut sekaligus khawatir. Musim panas kali ini masih di suhu 30 derajat. Tidak cukup panas sampai bisa memelintir otak cowok ini sampai dia berhalusinasi. Apa istilahnya kalau bukan halusinasi? Cowok dengan kulit yang lebih coklat dibanding kali terakhir Aya bertemu itu lebih normal kalau mengajak Aya debat atau berantem dibanding tiba-tiba (banget) mengajaknya menikah. Dan..helooww…. dari mana kamus menikah muncul di kepalanya itu? “Kamu gabut?” Aya menelisik raut laki-laki di depannya. Tidak bertemu lebih dari setahun membuatnya banyak berubah. Dia yang cuma memakai polo dan jeans kelabu, menyeruput santai kopinya. Baiklah! Aya sempat mengakui kalau tubuhnya berget

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Take a Chance with Me!   1. Prolog

    Yogyakarta....Petikan gitar mengalun lembut. Kres di nada ke lima dilanjutkan petikan lembut kunci G, A, F dan seterusnya membuat suasana malam itu makin syahdu. Ditemani cahaya lampu PAR (Parabolic Aluminized Reflector) di sebuah bar bilangan Kaliurang, seorang gadis menyanyikan lagu lawas Blank Space dari Taylor Swift. Hujan rintik merembes turun dari balik kaca. Menimbulkan uap dingin yang juga mengembun di balik kaca.Dihadapan si Gadis, belasan pasangan duduk dengan dunia mereka. Si Gadis juga tidak ambil pusing apa mereka mendengarkan atau tidak. Dia hanya menjalankan tugasnya karena dia dibayar di tempat ini. Yah, jujur dia merasa risih juga harus duduk di panggung dan hanya ditemani sebuah gitar. Meski kadang ada satu dua orang bermain duet dengannya, tetap saja dia merasa risih. Risih dengan polesan wajahnya yang menurutnya terlalu menor. Juga bajunya yang kurang bahan. Memperlihat bahu mungil dan tungkai jenjangnya. Gadis itu menggigit ujung bibir. Mungkin memang saatn

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Take a Chance with Me!   2. Aditya

    Rasanya tuh mirip liat kambing dikulitin pas lebaran haji. Reza mulai merasa nggak nyaman dengan sikap Adit yang menurutnya overreactive banget. Gimana nggak over coba! Gara-gara Adit mendapat peringkat dua, alias satu peringkat tepat di bawah Aya, dia langsung uring-uringan dari pagi. Melotot pada semua orang yang nyapa dia dan menghentakkan kakinya sejak sampai di kantin tadi. Reza-lah yang kena efek paling parah. Dia sampai nggak sanggup menelan bakso sarapannya gara-gara Adit memelototinya dari tadi. Berasa cowok spike itu yang mau nelen Reza.Aditya Pandu Aji. Siapa sih di Penabur Pelita yang nggak kenal cowok well built dengan mata elang dan rambut licin yang nggak pernah absen diminyakin. Kulitnya yang kecoklatan gara-gara dipanggang matahari pas jadi Paskibraka Kabupaten membuatnya kelihatan maskulin. Yah, itu sih bagi mereka punya mata minus dan nggak pakai kacamata. Kalau aslinya sih sebenernya biasa aja. Kalau Aya ditanya gimana pendapatnya soal Adit pasti jawabannya bakal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Take a Chance with Me!   3. Kesal

    “Ckckck….lo ngapain, Za? Serius amat ngeliatin Adit.” Reza tersentak. Buru-buru menoleh ke sumber suara. Roy tengah berdiri sambil membawa semangkok bakso dan es teh. Cowok yang kesohor playboynya itu tersenyum menyeringai. “Eh, geser dong! Kursinya pada penuh nih.” Reza tambah manyun. Well, sekarang dia bener-bener diapit dua Rajawali SMA PP. Si Intelek Adit dan the most wanted boy, Roy. Cowok tajir, sama-sama keren kayak Adit, Koordinator Keolahragaan OSIS sekaligus kapten basket SMA, tapi playboy dan rada bengal. Kenapa hidup gue jadi dikelilingi sama anak-anak OSIS gini sih! Kesell! “Eh, Dit…gue denger lo kalah saing nih sama cewek lo?” Roy tertawa. Adit yang memang sedang posisi senggol bacok langsung mendengus mendengar komentar Roy. “Heh, siapa yang cewek gue?! Nggak usah ngadi-ngadi deh, Roy!!!” Muka Adit memerah. Bukan karena malu, tapi karena emosi.Roy tertawa. “At

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Take a Chance with Me!   4. Aya

    Kaki mungil itu melesak cepat diantara pengunjung kantin yang masih berjubel. Sedikit diangkat rok semata kakinya, takut kalau kesrimpet langkahnya yang terburu. Padahal lima menit lagi bel masuk akan berdering. Tapi sepertinya anak-anak SMA PP itu masih enggan beranjak dari tempat duduk kantin yang sebenarnya biasa saja. Gadis itu berhenti melangkah saat mencapai dapur Bu Marni. Dia tersenyum ringan melihat wanita paruh abad itu masih sibuk menggoreng timus—makanan khas jawa yang terbuat dari ketela yang digoreng. “Ibu…” “Oh, Mbak Aya ya? Mau ambil uang jualan ya, Mbak?” Aya mengangguk cepat. Kucir kudanya bergoyang mengikuti gerak kepalanya. Diambilnya wadah pukis yang diletakkan di bawah meja. “Besok bawa lebih banyak aja, Mbak. Siang kemaren aja sudah langsung ludes.” “Siap, Bu.” Aya tertawa. Disentuhkan ujung telunjukknya ke alis, hormat. Dia melambaikan tangan setelah memasukkan uang pemberian Bu Ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Take a Chance with Me!   5. Awal Kata tanpa Rasa

    SMA Penabur Pelita sudah cukup ramai. Banyak panitia MOS yang bersliweran di halaman. Beberapa juga terburu memakan sarapan mereka sebelum ikutan pontang-panting di hari pertama MOS itu. Para petugas kebersihan ngrumpi sambil ngomel gara-gara guguran daun yang kayaknya nggak pernah berkurang walau udah disapu belasan kali—maklum musim kerontang gini. Ehm… Kelihatan juga beberapa anak baru yang berdiri kebingungan di gerbang sekolah. Mereka sudah pasang tampang mirip orang yang mau liat atraksi orang kesurupan. Aya bergegas ke lantai dua. Kelas barunya. Tepatnya di kelas XII IPA 2, kelas tertua. Hem…karena posisinya dilantai dua, bisa ngencengin adik kelas nih. Haha. Niatnya sih nglemparin tasnya lalu buru-buru turun buat bantuin anak OSIS lainnya. Tapi belum juga niatnya kesampaian, sesosok malaikat pencabut nyawa mendelik menatapnya. Plus dengan posisi tangan yang siap-siap melolosin tulang Aya satu persatu. Nyaris Aya merapalkan ayat kursi sebelum dia nyadar kalau sosok itu tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Take a Chance with Me!   6. Senin

    Senin. Adit paling nggak ngeh sama hari itu. Bukannya dia menyalahkan makhluk jenius yang ngasih nama hari Senin setelah Minggu dan sebelum Selasa. Sama sekali nggak. Juga bukan karena Senin adalah hari upacara se-Indonesia yang membuatnya wajib fardhu ain ikut upacara. Nggak bisa bolos seperti yang kebanyakan dilakukan teman-temannya. Iyalah! Dia kan selalu jadi pemimpin upacara. Langsung dicari via speaker sama Kepala sekolah kalau batang hidungnya nggak nongol. Hari senin adalah hari di mana mood Adit bisa langsung berantakan kalau sampai rumah. Nggak peduli kalau di rumah tuh ada omelet bikinan Mama. Nggak peduli kalau dirumah tuh udah ada bejibun oleh-oleh Papa setelah dua minggu dinas di Jakarta. Atau nggak peduli kalau di rumah sudah ada moge gress yang mejeng di garasi. Ehem…kayaknya yang terakhir nggak bakal terjadi deh.Adit meniup poni tamparnyanya setelah melepas helm. Dilirik matic biru yang terpakir manis disamping motornya. Agh…harusnya tadi dia terima aja ajakan si

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09

Bab terbaru

  • Take a Chance with Me!   7. Orientasi Hati (1)

    Hari ke-dua MOS di SMA PP. Dan agendanya masih sama saja dengan yang kemarin. Adel sampai sebel dan pingin bolos aja. Tapi Aya jelas akan mencekik Adel kalau dia melakukan niatnya itu.“Yaelah, Del. MOS aja bolos. Apalagi ntar kalau udah masuk kelas. Mau bolos berapa kali tuh. Inget! Sekolah di SMA PP itu nggak murahh!”Adel dongkol abis dengan sindiran Aya tadi pagi. Sebel!! Dia menjejakkan kakinya tanda mulai pegel setelah nyaris dua jam digaringin di bawah terik matahari. Apalagi matahari Jogja lagi semangat banget nyiksa anak-anak di lapangan SMA PP. Tampang mereka udah menyatakan kalau sebentar lagi mereka pasti pingsan. Mana gara-gara telat tadi pagi, dia suruh nulis esai lagi. Dia kemaren udah nggak tidur gara-gara nulis 100 surat pernyataan kalau dia nggak bakal telat lagi lho. Agh…I hate ospek! Bibirnya merepet begitu pemandu ospeknya mulai teriak-teriak.Apa aku pura-pura pingsan aja ya? “…NGERTI NGGAK, DEK?!”“SIAP. DIMENGERTI!”Sialan! Untung nih ya kakak pemandunya gan

  • Take a Chance with Me!   6. Senin

    Senin. Adit paling nggak ngeh sama hari itu. Bukannya dia menyalahkan makhluk jenius yang ngasih nama hari Senin setelah Minggu dan sebelum Selasa. Sama sekali nggak. Juga bukan karena Senin adalah hari upacara se-Indonesia yang membuatnya wajib fardhu ain ikut upacara. Nggak bisa bolos seperti yang kebanyakan dilakukan teman-temannya. Iyalah! Dia kan selalu jadi pemimpin upacara. Langsung dicari via speaker sama Kepala sekolah kalau batang hidungnya nggak nongol. Hari senin adalah hari di mana mood Adit bisa langsung berantakan kalau sampai rumah. Nggak peduli kalau di rumah tuh ada omelet bikinan Mama. Nggak peduli kalau dirumah tuh udah ada bejibun oleh-oleh Papa setelah dua minggu dinas di Jakarta. Atau nggak peduli kalau di rumah sudah ada moge gress yang mejeng di garasi. Ehem…kayaknya yang terakhir nggak bakal terjadi deh.Adit meniup poni tamparnyanya setelah melepas helm. Dilirik matic biru yang terpakir manis disamping motornya. Agh…harusnya tadi dia terima aja ajakan si

  • Take a Chance with Me!   5. Awal Kata tanpa Rasa

    SMA Penabur Pelita sudah cukup ramai. Banyak panitia MOS yang bersliweran di halaman. Beberapa juga terburu memakan sarapan mereka sebelum ikutan pontang-panting di hari pertama MOS itu. Para petugas kebersihan ngrumpi sambil ngomel gara-gara guguran daun yang kayaknya nggak pernah berkurang walau udah disapu belasan kali—maklum musim kerontang gini. Ehm… Kelihatan juga beberapa anak baru yang berdiri kebingungan di gerbang sekolah. Mereka sudah pasang tampang mirip orang yang mau liat atraksi orang kesurupan. Aya bergegas ke lantai dua. Kelas barunya. Tepatnya di kelas XII IPA 2, kelas tertua. Hem…karena posisinya dilantai dua, bisa ngencengin adik kelas nih. Haha. Niatnya sih nglemparin tasnya lalu buru-buru turun buat bantuin anak OSIS lainnya. Tapi belum juga niatnya kesampaian, sesosok malaikat pencabut nyawa mendelik menatapnya. Plus dengan posisi tangan yang siap-siap melolosin tulang Aya satu persatu. Nyaris Aya merapalkan ayat kursi sebelum dia nyadar kalau sosok itu tak

  • Take a Chance with Me!   4. Aya

    Kaki mungil itu melesak cepat diantara pengunjung kantin yang masih berjubel. Sedikit diangkat rok semata kakinya, takut kalau kesrimpet langkahnya yang terburu. Padahal lima menit lagi bel masuk akan berdering. Tapi sepertinya anak-anak SMA PP itu masih enggan beranjak dari tempat duduk kantin yang sebenarnya biasa saja. Gadis itu berhenti melangkah saat mencapai dapur Bu Marni. Dia tersenyum ringan melihat wanita paruh abad itu masih sibuk menggoreng timus—makanan khas jawa yang terbuat dari ketela yang digoreng. “Ibu…” “Oh, Mbak Aya ya? Mau ambil uang jualan ya, Mbak?” Aya mengangguk cepat. Kucir kudanya bergoyang mengikuti gerak kepalanya. Diambilnya wadah pukis yang diletakkan di bawah meja. “Besok bawa lebih banyak aja, Mbak. Siang kemaren aja sudah langsung ludes.” “Siap, Bu.” Aya tertawa. Disentuhkan ujung telunjukknya ke alis, hormat. Dia melambaikan tangan setelah memasukkan uang pemberian Bu Ma

  • Take a Chance with Me!   3. Kesal

    “Ckckck….lo ngapain, Za? Serius amat ngeliatin Adit.” Reza tersentak. Buru-buru menoleh ke sumber suara. Roy tengah berdiri sambil membawa semangkok bakso dan es teh. Cowok yang kesohor playboynya itu tersenyum menyeringai. “Eh, geser dong! Kursinya pada penuh nih.” Reza tambah manyun. Well, sekarang dia bener-bener diapit dua Rajawali SMA PP. Si Intelek Adit dan the most wanted boy, Roy. Cowok tajir, sama-sama keren kayak Adit, Koordinator Keolahragaan OSIS sekaligus kapten basket SMA, tapi playboy dan rada bengal. Kenapa hidup gue jadi dikelilingi sama anak-anak OSIS gini sih! Kesell! “Eh, Dit…gue denger lo kalah saing nih sama cewek lo?” Roy tertawa. Adit yang memang sedang posisi senggol bacok langsung mendengus mendengar komentar Roy. “Heh, siapa yang cewek gue?! Nggak usah ngadi-ngadi deh, Roy!!!” Muka Adit memerah. Bukan karena malu, tapi karena emosi.Roy tertawa. “At

  • Take a Chance with Me!   2. Aditya

    Rasanya tuh mirip liat kambing dikulitin pas lebaran haji. Reza mulai merasa nggak nyaman dengan sikap Adit yang menurutnya overreactive banget. Gimana nggak over coba! Gara-gara Adit mendapat peringkat dua, alias satu peringkat tepat di bawah Aya, dia langsung uring-uringan dari pagi. Melotot pada semua orang yang nyapa dia dan menghentakkan kakinya sejak sampai di kantin tadi. Reza-lah yang kena efek paling parah. Dia sampai nggak sanggup menelan bakso sarapannya gara-gara Adit memelototinya dari tadi. Berasa cowok spike itu yang mau nelen Reza.Aditya Pandu Aji. Siapa sih di Penabur Pelita yang nggak kenal cowok well built dengan mata elang dan rambut licin yang nggak pernah absen diminyakin. Kulitnya yang kecoklatan gara-gara dipanggang matahari pas jadi Paskibraka Kabupaten membuatnya kelihatan maskulin. Yah, itu sih bagi mereka punya mata minus dan nggak pakai kacamata. Kalau aslinya sih sebenernya biasa aja. Kalau Aya ditanya gimana pendapatnya soal Adit pasti jawabannya bakal

  • Take a Chance with Me!   1. Prolog

    Yogyakarta....Petikan gitar mengalun lembut. Kres di nada ke lima dilanjutkan petikan lembut kunci G, A, F dan seterusnya membuat suasana malam itu makin syahdu. Ditemani cahaya lampu PAR (Parabolic Aluminized Reflector) di sebuah bar bilangan Kaliurang, seorang gadis menyanyikan lagu lawas Blank Space dari Taylor Swift. Hujan rintik merembes turun dari balik kaca. Menimbulkan uap dingin yang juga mengembun di balik kaca.Dihadapan si Gadis, belasan pasangan duduk dengan dunia mereka. Si Gadis juga tidak ambil pusing apa mereka mendengarkan atau tidak. Dia hanya menjalankan tugasnya karena dia dibayar di tempat ini. Yah, jujur dia merasa risih juga harus duduk di panggung dan hanya ditemani sebuah gitar. Meski kadang ada satu dua orang bermain duet dengannya, tetap saja dia merasa risih. Risih dengan polesan wajahnya yang menurutnya terlalu menor. Juga bajunya yang kurang bahan. Memperlihat bahu mungil dan tungkai jenjangnya. Gadis itu menggigit ujung bibir. Mungkin memang saatn

  • Take a Chance with Me!   0. Glimmers ...

    Summer, Adelaide-South Australia “Ayo, menikah denganku.” Aya tersedak. Dia melotot mendapati laki-laki disebelahnya menatapnya dengan pandangan serius. Kortisol di tubuhnya seketika berlimpah. Membuat jantung mungilnya memompa lebih cepat. Bukan karena salting, lebih karena takut sekaligus khawatir. Musim panas kali ini masih di suhu 30 derajat. Tidak cukup panas sampai bisa memelintir otak cowok ini sampai dia berhalusinasi. Apa istilahnya kalau bukan halusinasi? Cowok dengan kulit yang lebih coklat dibanding kali terakhir Aya bertemu itu lebih normal kalau mengajak Aya debat atau berantem dibanding tiba-tiba (banget) mengajaknya menikah. Dan..helooww…. dari mana kamus menikah muncul di kepalanya itu? “Kamu gabut?” Aya menelisik raut laki-laki di depannya. Tidak bertemu lebih dari setahun membuatnya banyak berubah. Dia yang cuma memakai polo dan jeans kelabu, menyeruput santai kopinya. Baiklah! Aya sempat mengakui kalau tubuhnya berget

DMCA.com Protection Status