Share

1. Prolog

Penulis: amie
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-07 09:07:47

Yogyakarta....

Petikan gitar mengalun lembut.  Kres di nada ke lima dilanjutkan petikan lembut  kunci G, A, F dan seterusnya membuat suasana malam itu makin syahdu. Ditemani cahaya lampu PAR (Parabolic Aluminized Reflector) di sebuah bar bilangan Kaliurang, seorang gadis menyanyikan lagu lawas Blank Space  dari Taylor Swift. Hujan rintik merembes turun dari balik kaca. Menimbulkan uap dingin yang juga mengembun di balik kaca.

Dihadapan si Gadis,  belasan pasangan duduk dengan dunia mereka. Si Gadis juga tidak ambil pusing apa mereka mendengarkan atau tidak. Dia hanya menjalankan tugasnya karena dia dibayar di tempat ini.  Yah, jujur dia merasa risih juga harus duduk di panggung dan hanya ditemani sebuah gitar. Meski kadang ada satu dua orang bermain duet dengannya, tetap saja dia merasa risih. Risih dengan polesan wajahnya yang menurutnya terlalu menor. Juga bajunya yang kurang bahan. Memperlihat bahu mungil dan tungkai jenjangnya. Gadis itu menggigit ujung bibir. Mungkin memang saatnya aku berhenti! Makin ke sini makin nggak nyaman.

 “Kamu bisa lho nambah jam kalau mau. Suaramu bagus.”

Si Gadis mengulum senyum. Dia sudah mengganti atribut panggungnya dengan jaket kedodoran yang ia bawa dari rumah. Fiew! Dia sudah cukup prihatin dengan malam minggu yang selalu ia habiskan di luar hingga dini hari. Jadi, dia tidak akan mengambil jam part time tambahan di tempat seperti ini. No way!

 Kalau nggak kepaksa aku juga nggak bakal mau, kalii!!

 “Ini gajimu bulan ini. Ngomong-ngomong orang tuamu tahu kan kalau kamu kerja di sini?”

 Si Gadis tertegun. Detik berikutnya, dia nyengir kecil sambil memeberesi tas selempangnya sedikit gugup.

  “Eeee… mungkin.”

 “Menurut, Om sih….”

“Om, makasih ya buat hari ini,” potong si Gadis cepat. Buru-buru dia berlari keluar dan menutup pintu ruang kerja manager bar tempatnya parttime. Membiarkan laki-laki paruh baya itu menghela napas mahfum.

Si Gadis menghela napas begitu sampai di parkiran yang  makin sepi. Meski banyak mobil yang berjajar, sudah tidak ada satu pun orang yang berlalu lalang. Maklum sih, jam 2 dini hari. Kepala si Gadis mendongak. Menghitung kerlip malam yang sedikit kabur.

Kadang setiap manusia itu punya rahasia yang tidak bisa ia ceritakan ke siapapun. Bahkan pada diri sendiri pun dia kadang tidak mau tahu. Atau lebih tepatnya, pura-pura lupa kalau dia menyimpan rahasia yang tidak-akan-diceritakan-pada-siapapun. Itu haknya sih. Apalagi jika rahasia itu mempengaruhi seluruh hidupnya. Pasti dia akan menyimpannya rapat-rapat. Menguncinya dalam pikiran yang terdalam sampai dia lupa. Iya kan?

***

Kelas XI IPA 2, SMA Penabur Pelita, Yogyakarta

                Jantung Adit berdebar menatap wanita  di depannya. Hanya menatap kucir kudanya sebenarnya. Perutnya juga terasa kram mendadak. Diketukkan jarinya ke meja gugup. Ini  ngungkulin orang mau nembak aja  deh. Pandanganya beralih pada cewek dengan kucir asal yang duduk di meja sampingnya. Mbelgedes!!  Pake mantra apaan dia bisa pasang tampang datar sok nggak peduli  gitu sih. Adit kembali menghentakkan  kakinya di kaki meja, keki.   Sialan!

                “Nah, anak-anak…test kali ini kalian bisa nggak nebak yang menduduki mahkota 10 besar di kelas kalian?” Wanita yang sejak tadi  ditatap Adit dengan mata bengis itu  tersenyum sumringah menatap kelas perwaliannya.

                Ya memang, meski peringkat sudah tidak berlaku di kurikulum terbaru Indonesia, SMA Penabur Pelita yang merupakan SMA swasta masih memberlakukannya. Itu karena setiap 10 besar di masing-masing kelas berhak mendapatkan beasiswa dan potongan uang daftar ulang tiap tahunnya. Lumayan kan.

                Kelas gaduh. Suaranya langsung disahut simpang siur dari penjuru kelas.

                “Palingan juga sama kayak tahun kemarin, Bu. Itu-itu doang. Nggak pernah kegeser.”

                “Kalau mahkota pertama dan kedua bisa dipastiin kalau nggak Aya ya Adit,” Chika mendesah pelan.

                “Iya. Bu…tapi kalau kali ini saya yakin bisa masuk sepuluh besar,” sahut suara lain.

                “Alah pede amat! Sepuluh dari bawah maksudnya?” Royan berseru menghina.

                “Lho kan sama-sama sepuluhnya…” Galih membela diri.

                “Kalau saya bisa masuk sepuluh besar, Bu, babe bakal nyembelih sapi kayaknya.”

                Adit mengabaikan suara nggak penting itu. Dia sudah  beneran nafsu  melarin tubuh tuh guru 10 kali lipat dari tubuhnya yang emang udah melar dari sononya.  Damn it!  Kenapa dari tadi cuma itu doang sih yang dibahas. Kenapa nggak langsung aja dikatain siapa yang duduk di first place dan second place. Gue atau cewek dengan kucir asal yang rada freak itu. Sekali lagi dia melirik cewek yang ternyata hanya tersenyum tipis menanggapi sahutan kawannya.

                “Ehm…gimana kalau kita main teka-teki  lagi. Bagi yang bisa jawab, ibu kasih tau deh dia dapet peringkat berapa?”

                Yaelah, guru satu ini!!! Adit beneran gemes. Nggak masalah deh kalau teka-tekinya fantastik  plus bikin otak terasah dikit. Lha teka-teki guru ini coba…nggak nyambung blas. Misalnya: Kenapa undur-undur jalannya mundur? Waktu ditanya kayak gitu, Adit jelas-jelas mikir kemana-mana.

                Secara logika hewan selalu berjalan maju, undur-undur berjalan mundur pasti dia punya sistem tubuh sendiri atau rangka tubuh sendiri yang menggerakkannya secara otomatis ke belakang. Sumpeh ya, nyaris aja Adit buka suara menjelaskan hipotesanya yang sungguh terlalu. Tapi sayangnya dia keduluan sama Tian, cowok yang hobi molor di kelas. Coba  apa jawabannya.

                “Ya kalau jalannya maju, ntar namanya jadi uju-uju dong, Bu. Jalanya nyamping ntar namanya amping-amping. Kan lugu bu. Lucu tur wagu.”

                Java soundsnya langsung disambut gelak sekelas. Tapi herannya Bu Naim, malah membenarkan jawaban ngaco Tian sambil menahan tawa. Walah….! Apa hubungannya nama sama cara berjalan coba. Coba kalau Carolus Linnaeus[1] denger tuh alasan, pasti dia bakal bangkit dari kubur buat nyembit cowok yang hobi ngasal itu. Adit manyun sebel.

                Entahlah! Otak cowok itu memang rada kelainan. Mungkin gegara waktu kecil sering dicecokin jamu sama eyangnya, jadi pikirannya agak menyimpang dari jalan yang lurus (baca: jalan pikiran orang-orang pada umumnya). Reza, sohib sebangku Adit bahkan sampai melongo nggak ngerti begitu Adit merepet soal jawaban Tian—masih aja masalah undur-undur.              

                “Dit, kayaknya lo musti dibawa ke rumah sakit deh?”

                “Hah?! Buat apa?!”

                “Di X-ray. Kali aja otak lo kepelintir.”

                Adit melotot. Siap menggampar Reza dengan tangannya. Tapi buru-buru diurungkan niatnya begitu mendengar suara Bu Naim kembali.

                 “So…kita mulai aja ya pembagian rapot tengah semesternya ya,” Bu Naim menebar senyum. Pipinya yang over chubby menenggelamkan mata sipitnya. “Ehm…oke….dan juara pertama untuk term kali ini adalah….”

[1] Bapak ilmu taksonomi, yaitu ilmu tentang pembagian kelas makhluk hidup, misalnya monera protita, fungi, plantae dan animalia

Bab terkait

  • Take a Chance with Me!   2. Aditya

    Rasanya tuh mirip liat kambing dikulitin pas lebaran haji. Reza mulai merasa nggak nyaman dengan sikap Adit yang menurutnya overreactive banget. Gimana nggak over coba! Gara-gara Adit mendapat peringkat dua, alias satu peringkat tepat di bawah Aya, dia langsung uring-uringan dari pagi. Melotot pada semua orang yang nyapa dia dan menghentakkan kakinya sejak sampai di kantin tadi. Reza-lah yang kena efek paling parah. Dia sampai nggak sanggup menelan bakso sarapannya gara-gara Adit memelototinya dari tadi. Berasa cowok spike itu yang mau nelen Reza.Aditya Pandu Aji. Siapa sih di Penabur Pelita yang nggak kenal cowok well built dengan mata elang dan rambut licin yang nggak pernah absen diminyakin. Kulitnya yang kecoklatan gara-gara dipanggang matahari pas jadi Paskibraka Kabupaten membuatnya kelihatan maskulin. Yah, itu sih bagi mereka punya mata minus dan nggak pakai kacamata. Kalau aslinya sih sebenernya biasa aja. Kalau Aya ditanya gimana pendapatnya soal Adit pasti jawabannya bakal

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Take a Chance with Me!   3. Kesal

    “Ckckck….lo ngapain, Za? Serius amat ngeliatin Adit.” Reza tersentak. Buru-buru menoleh ke sumber suara. Roy tengah berdiri sambil membawa semangkok bakso dan es teh. Cowok yang kesohor playboynya itu tersenyum menyeringai. “Eh, geser dong! Kursinya pada penuh nih.” Reza tambah manyun. Well, sekarang dia bener-bener diapit dua Rajawali SMA PP. Si Intelek Adit dan the most wanted boy, Roy. Cowok tajir, sama-sama keren kayak Adit, Koordinator Keolahragaan OSIS sekaligus kapten basket SMA, tapi playboy dan rada bengal. Kenapa hidup gue jadi dikelilingi sama anak-anak OSIS gini sih! Kesell! “Eh, Dit…gue denger lo kalah saing nih sama cewek lo?” Roy tertawa. Adit yang memang sedang posisi senggol bacok langsung mendengus mendengar komentar Roy. “Heh, siapa yang cewek gue?! Nggak usah ngadi-ngadi deh, Roy!!!” Muka Adit memerah. Bukan karena malu, tapi karena emosi.Roy tertawa. “At

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Take a Chance with Me!   4. Aya

    Kaki mungil itu melesak cepat diantara pengunjung kantin yang masih berjubel. Sedikit diangkat rok semata kakinya, takut kalau kesrimpet langkahnya yang terburu. Padahal lima menit lagi bel masuk akan berdering. Tapi sepertinya anak-anak SMA PP itu masih enggan beranjak dari tempat duduk kantin yang sebenarnya biasa saja. Gadis itu berhenti melangkah saat mencapai dapur Bu Marni. Dia tersenyum ringan melihat wanita paruh abad itu masih sibuk menggoreng timus—makanan khas jawa yang terbuat dari ketela yang digoreng. “Ibu…” “Oh, Mbak Aya ya? Mau ambil uang jualan ya, Mbak?” Aya mengangguk cepat. Kucir kudanya bergoyang mengikuti gerak kepalanya. Diambilnya wadah pukis yang diletakkan di bawah meja. “Besok bawa lebih banyak aja, Mbak. Siang kemaren aja sudah langsung ludes.” “Siap, Bu.” Aya tertawa. Disentuhkan ujung telunjukknya ke alis, hormat. Dia melambaikan tangan setelah memasukkan uang pemberian Bu Ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Take a Chance with Me!   5. Awal Kata tanpa Rasa

    SMA Penabur Pelita sudah cukup ramai. Banyak panitia MOS yang bersliweran di halaman. Beberapa juga terburu memakan sarapan mereka sebelum ikutan pontang-panting di hari pertama MOS itu. Para petugas kebersihan ngrumpi sambil ngomel gara-gara guguran daun yang kayaknya nggak pernah berkurang walau udah disapu belasan kali—maklum musim kerontang gini. Ehm… Kelihatan juga beberapa anak baru yang berdiri kebingungan di gerbang sekolah. Mereka sudah pasang tampang mirip orang yang mau liat atraksi orang kesurupan. Aya bergegas ke lantai dua. Kelas barunya. Tepatnya di kelas XII IPA 2, kelas tertua. Hem…karena posisinya dilantai dua, bisa ngencengin adik kelas nih. Haha. Niatnya sih nglemparin tasnya lalu buru-buru turun buat bantuin anak OSIS lainnya. Tapi belum juga niatnya kesampaian, sesosok malaikat pencabut nyawa mendelik menatapnya. Plus dengan posisi tangan yang siap-siap melolosin tulang Aya satu persatu. Nyaris Aya merapalkan ayat kursi sebelum dia nyadar kalau sosok itu tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Take a Chance with Me!   6. Senin

    Senin. Adit paling nggak ngeh sama hari itu. Bukannya dia menyalahkan makhluk jenius yang ngasih nama hari Senin setelah Minggu dan sebelum Selasa. Sama sekali nggak. Juga bukan karena Senin adalah hari upacara se-Indonesia yang membuatnya wajib fardhu ain ikut upacara. Nggak bisa bolos seperti yang kebanyakan dilakukan teman-temannya. Iyalah! Dia kan selalu jadi pemimpin upacara. Langsung dicari via speaker sama Kepala sekolah kalau batang hidungnya nggak nongol. Hari senin adalah hari di mana mood Adit bisa langsung berantakan kalau sampai rumah. Nggak peduli kalau di rumah tuh ada omelet bikinan Mama. Nggak peduli kalau dirumah tuh udah ada bejibun oleh-oleh Papa setelah dua minggu dinas di Jakarta. Atau nggak peduli kalau di rumah sudah ada moge gress yang mejeng di garasi. Ehem…kayaknya yang terakhir nggak bakal terjadi deh.Adit meniup poni tamparnyanya setelah melepas helm. Dilirik matic biru yang terpakir manis disamping motornya. Agh…harusnya tadi dia terima aja ajakan si

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Take a Chance with Me!   7. Orientasi Hati (1)

    Hari ke-dua MOS di SMA PP. Dan agendanya masih sama saja dengan yang kemarin. Adel sampai sebel dan pingin bolos aja. Tapi Aya jelas akan mencekik Adel kalau dia melakukan niatnya itu.“Yaelah, Del. MOS aja bolos. Apalagi ntar kalau udah masuk kelas. Mau bolos berapa kali tuh. Inget! Sekolah di SMA PP itu nggak murahh!”Adel dongkol abis dengan sindiran Aya tadi pagi. Sebel!! Dia menjejakkan kakinya tanda mulai pegel setelah nyaris dua jam digaringin di bawah terik matahari. Apalagi matahari Jogja lagi semangat banget nyiksa anak-anak di lapangan SMA PP. Tampang mereka udah menyatakan kalau sebentar lagi mereka pasti pingsan. Mana gara-gara telat tadi pagi, dia suruh nulis esai lagi. Dia kemaren udah nggak tidur gara-gara nulis 100 surat pernyataan kalau dia nggak bakal telat lagi lho. Agh…I hate ospek! Bibirnya merepet begitu pemandu ospeknya mulai teriak-teriak.Apa aku pura-pura pingsan aja ya? “…NGERTI NGGAK, DEK?!”“SIAP. DIMENGERTI!”Sialan! Untung nih ya kakak pemandunya gan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Take a Chance with Me!   0. Glimmers ...

    Summer, Adelaide-South Australia “Ayo, menikah denganku.” Aya tersedak. Dia melotot mendapati laki-laki disebelahnya menatapnya dengan pandangan serius. Kortisol di tubuhnya seketika berlimpah. Membuat jantung mungilnya memompa lebih cepat. Bukan karena salting, lebih karena takut sekaligus khawatir. Musim panas kali ini masih di suhu 30 derajat. Tidak cukup panas sampai bisa memelintir otak cowok ini sampai dia berhalusinasi. Apa istilahnya kalau bukan halusinasi? Cowok dengan kulit yang lebih coklat dibanding kali terakhir Aya bertemu itu lebih normal kalau mengajak Aya debat atau berantem dibanding tiba-tiba (banget) mengajaknya menikah. Dan..helooww…. dari mana kamus menikah muncul di kepalanya itu? “Kamu gabut?” Aya menelisik raut laki-laki di depannya. Tidak bertemu lebih dari setahun membuatnya banyak berubah. Dia yang cuma memakai polo dan jeans kelabu, menyeruput santai kopinya. Baiklah! Aya sempat mengakui kalau tubuhnya berget

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • Take a Chance with Me!   7. Orientasi Hati (1)

    Hari ke-dua MOS di SMA PP. Dan agendanya masih sama saja dengan yang kemarin. Adel sampai sebel dan pingin bolos aja. Tapi Aya jelas akan mencekik Adel kalau dia melakukan niatnya itu.“Yaelah, Del. MOS aja bolos. Apalagi ntar kalau udah masuk kelas. Mau bolos berapa kali tuh. Inget! Sekolah di SMA PP itu nggak murahh!”Adel dongkol abis dengan sindiran Aya tadi pagi. Sebel!! Dia menjejakkan kakinya tanda mulai pegel setelah nyaris dua jam digaringin di bawah terik matahari. Apalagi matahari Jogja lagi semangat banget nyiksa anak-anak di lapangan SMA PP. Tampang mereka udah menyatakan kalau sebentar lagi mereka pasti pingsan. Mana gara-gara telat tadi pagi, dia suruh nulis esai lagi. Dia kemaren udah nggak tidur gara-gara nulis 100 surat pernyataan kalau dia nggak bakal telat lagi lho. Agh…I hate ospek! Bibirnya merepet begitu pemandu ospeknya mulai teriak-teriak.Apa aku pura-pura pingsan aja ya? “…NGERTI NGGAK, DEK?!”“SIAP. DIMENGERTI!”Sialan! Untung nih ya kakak pemandunya gan

  • Take a Chance with Me!   6. Senin

    Senin. Adit paling nggak ngeh sama hari itu. Bukannya dia menyalahkan makhluk jenius yang ngasih nama hari Senin setelah Minggu dan sebelum Selasa. Sama sekali nggak. Juga bukan karena Senin adalah hari upacara se-Indonesia yang membuatnya wajib fardhu ain ikut upacara. Nggak bisa bolos seperti yang kebanyakan dilakukan teman-temannya. Iyalah! Dia kan selalu jadi pemimpin upacara. Langsung dicari via speaker sama Kepala sekolah kalau batang hidungnya nggak nongol. Hari senin adalah hari di mana mood Adit bisa langsung berantakan kalau sampai rumah. Nggak peduli kalau di rumah tuh ada omelet bikinan Mama. Nggak peduli kalau dirumah tuh udah ada bejibun oleh-oleh Papa setelah dua minggu dinas di Jakarta. Atau nggak peduli kalau di rumah sudah ada moge gress yang mejeng di garasi. Ehem…kayaknya yang terakhir nggak bakal terjadi deh.Adit meniup poni tamparnyanya setelah melepas helm. Dilirik matic biru yang terpakir manis disamping motornya. Agh…harusnya tadi dia terima aja ajakan si

  • Take a Chance with Me!   5. Awal Kata tanpa Rasa

    SMA Penabur Pelita sudah cukup ramai. Banyak panitia MOS yang bersliweran di halaman. Beberapa juga terburu memakan sarapan mereka sebelum ikutan pontang-panting di hari pertama MOS itu. Para petugas kebersihan ngrumpi sambil ngomel gara-gara guguran daun yang kayaknya nggak pernah berkurang walau udah disapu belasan kali—maklum musim kerontang gini. Ehm… Kelihatan juga beberapa anak baru yang berdiri kebingungan di gerbang sekolah. Mereka sudah pasang tampang mirip orang yang mau liat atraksi orang kesurupan. Aya bergegas ke lantai dua. Kelas barunya. Tepatnya di kelas XII IPA 2, kelas tertua. Hem…karena posisinya dilantai dua, bisa ngencengin adik kelas nih. Haha. Niatnya sih nglemparin tasnya lalu buru-buru turun buat bantuin anak OSIS lainnya. Tapi belum juga niatnya kesampaian, sesosok malaikat pencabut nyawa mendelik menatapnya. Plus dengan posisi tangan yang siap-siap melolosin tulang Aya satu persatu. Nyaris Aya merapalkan ayat kursi sebelum dia nyadar kalau sosok itu tak

  • Take a Chance with Me!   4. Aya

    Kaki mungil itu melesak cepat diantara pengunjung kantin yang masih berjubel. Sedikit diangkat rok semata kakinya, takut kalau kesrimpet langkahnya yang terburu. Padahal lima menit lagi bel masuk akan berdering. Tapi sepertinya anak-anak SMA PP itu masih enggan beranjak dari tempat duduk kantin yang sebenarnya biasa saja. Gadis itu berhenti melangkah saat mencapai dapur Bu Marni. Dia tersenyum ringan melihat wanita paruh abad itu masih sibuk menggoreng timus—makanan khas jawa yang terbuat dari ketela yang digoreng. “Ibu…” “Oh, Mbak Aya ya? Mau ambil uang jualan ya, Mbak?” Aya mengangguk cepat. Kucir kudanya bergoyang mengikuti gerak kepalanya. Diambilnya wadah pukis yang diletakkan di bawah meja. “Besok bawa lebih banyak aja, Mbak. Siang kemaren aja sudah langsung ludes.” “Siap, Bu.” Aya tertawa. Disentuhkan ujung telunjukknya ke alis, hormat. Dia melambaikan tangan setelah memasukkan uang pemberian Bu Ma

  • Take a Chance with Me!   3. Kesal

    “Ckckck….lo ngapain, Za? Serius amat ngeliatin Adit.” Reza tersentak. Buru-buru menoleh ke sumber suara. Roy tengah berdiri sambil membawa semangkok bakso dan es teh. Cowok yang kesohor playboynya itu tersenyum menyeringai. “Eh, geser dong! Kursinya pada penuh nih.” Reza tambah manyun. Well, sekarang dia bener-bener diapit dua Rajawali SMA PP. Si Intelek Adit dan the most wanted boy, Roy. Cowok tajir, sama-sama keren kayak Adit, Koordinator Keolahragaan OSIS sekaligus kapten basket SMA, tapi playboy dan rada bengal. Kenapa hidup gue jadi dikelilingi sama anak-anak OSIS gini sih! Kesell! “Eh, Dit…gue denger lo kalah saing nih sama cewek lo?” Roy tertawa. Adit yang memang sedang posisi senggol bacok langsung mendengus mendengar komentar Roy. “Heh, siapa yang cewek gue?! Nggak usah ngadi-ngadi deh, Roy!!!” Muka Adit memerah. Bukan karena malu, tapi karena emosi.Roy tertawa. “At

  • Take a Chance with Me!   2. Aditya

    Rasanya tuh mirip liat kambing dikulitin pas lebaran haji. Reza mulai merasa nggak nyaman dengan sikap Adit yang menurutnya overreactive banget. Gimana nggak over coba! Gara-gara Adit mendapat peringkat dua, alias satu peringkat tepat di bawah Aya, dia langsung uring-uringan dari pagi. Melotot pada semua orang yang nyapa dia dan menghentakkan kakinya sejak sampai di kantin tadi. Reza-lah yang kena efek paling parah. Dia sampai nggak sanggup menelan bakso sarapannya gara-gara Adit memelototinya dari tadi. Berasa cowok spike itu yang mau nelen Reza.Aditya Pandu Aji. Siapa sih di Penabur Pelita yang nggak kenal cowok well built dengan mata elang dan rambut licin yang nggak pernah absen diminyakin. Kulitnya yang kecoklatan gara-gara dipanggang matahari pas jadi Paskibraka Kabupaten membuatnya kelihatan maskulin. Yah, itu sih bagi mereka punya mata minus dan nggak pakai kacamata. Kalau aslinya sih sebenernya biasa aja. Kalau Aya ditanya gimana pendapatnya soal Adit pasti jawabannya bakal

  • Take a Chance with Me!   1. Prolog

    Yogyakarta....Petikan gitar mengalun lembut. Kres di nada ke lima dilanjutkan petikan lembut kunci G, A, F dan seterusnya membuat suasana malam itu makin syahdu. Ditemani cahaya lampu PAR (Parabolic Aluminized Reflector) di sebuah bar bilangan Kaliurang, seorang gadis menyanyikan lagu lawas Blank Space dari Taylor Swift. Hujan rintik merembes turun dari balik kaca. Menimbulkan uap dingin yang juga mengembun di balik kaca.Dihadapan si Gadis, belasan pasangan duduk dengan dunia mereka. Si Gadis juga tidak ambil pusing apa mereka mendengarkan atau tidak. Dia hanya menjalankan tugasnya karena dia dibayar di tempat ini. Yah, jujur dia merasa risih juga harus duduk di panggung dan hanya ditemani sebuah gitar. Meski kadang ada satu dua orang bermain duet dengannya, tetap saja dia merasa risih. Risih dengan polesan wajahnya yang menurutnya terlalu menor. Juga bajunya yang kurang bahan. Memperlihat bahu mungil dan tungkai jenjangnya. Gadis itu menggigit ujung bibir. Mungkin memang saatn

  • Take a Chance with Me!   0. Glimmers ...

    Summer, Adelaide-South Australia “Ayo, menikah denganku.” Aya tersedak. Dia melotot mendapati laki-laki disebelahnya menatapnya dengan pandangan serius. Kortisol di tubuhnya seketika berlimpah. Membuat jantung mungilnya memompa lebih cepat. Bukan karena salting, lebih karena takut sekaligus khawatir. Musim panas kali ini masih di suhu 30 derajat. Tidak cukup panas sampai bisa memelintir otak cowok ini sampai dia berhalusinasi. Apa istilahnya kalau bukan halusinasi? Cowok dengan kulit yang lebih coklat dibanding kali terakhir Aya bertemu itu lebih normal kalau mengajak Aya debat atau berantem dibanding tiba-tiba (banget) mengajaknya menikah. Dan..helooww…. dari mana kamus menikah muncul di kepalanya itu? “Kamu gabut?” Aya menelisik raut laki-laki di depannya. Tidak bertemu lebih dari setahun membuatnya banyak berubah. Dia yang cuma memakai polo dan jeans kelabu, menyeruput santai kopinya. Baiklah! Aya sempat mengakui kalau tubuhnya berget

DMCA.com Protection Status