Sang Pemburu Nyawa

Sang Pemburu Nyawa

By:  Qolamul98  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
14Chapters
1.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Jezin, seorang pemburu nyawa dengan wajah super tampan yang hanya memburu para gadis dengan ciuman mautnya. Jezin adalah peri pemburu gadis yang dikirim dari dunia peri untuk mengeksekusi para gadis yang menyakiti hati pria. Namun saat melakukan aksinya, ia bertemu dengan Reni, seorang gadis cuek yang tidak terbuai oleh ketampanan Jezin seperti gadis lain. Harga diri Jezin terluka. Dan ia tertantang untuk menaklukkan Reni. Akankah Jezin berhasil membuat Reni tertarik padanya? Atau dia harus membuang kesombongannya selama ini yang tidak bisa ditolak oleh gadis manapun?

View More

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
14 Chapters

01

Hujan baru saja mengguyur bumi dengan derasnya. Burung berkicau riang menari kesana-kemari. Kabut menutupi sebagian puncak pengunungan.  Namun ada yang aneh. Kabut pekat pun mengepul dari balik kayu besar yang menjulang tinggi.  Sosok tampan dengan setelan serba hitam keluar dari dalam kabut. Tatapan tajam, rahang yang kokoh, hidung mancung serta kulit putihnya bercahaya dari balik setelan hitam yang ia kenakan.  Dia melirik jam tangan yang melingkar di lengan kirinya. Bukan jam pada umumnya. Jam itu memperlihatkan foto seorang gadis dengan waktu yang terus berjalan mundur.  Dia menarik ujung bibirnya membentuk senyum. Tampan, namun terlihat menakutkan.  Dia melangkahkan kaki panjangnya. Mencari sosok yang diperlihatkan oleh jam miliknya.  Pandangannya mengunci seorang gadis yang sedang memainkan ponselnya. Mengenakan seragam sekolah dengan tas tersampir di bahunya.  "Malang sekali nasibnya. H
Read more

02

Jezin duduk di taman dengan menaikkan satu kakinya diatas lututnya. Sangat angkuh. Mulutnya sibuk mengulum lolipop yang ada di tangannya. Matanya tak lepas dari pintu masuk kantor penyiar. Mengabsen semua orang yang keluar masuk dari sana. Sudah dua jam dia duduk di sana. Tapi belum ada tanda-tanda keberadaan sosok yang ia cari. "Apa Peri lemot itu memberiku alamat palsu?" Jezin mulai jengkel. Ia melangkahkan kaki panjangnya ke arah kantor penyiar itu. Ia memutuskan mencarinya langsung di dalam. "Awas saja kalau Remo berani mempermainkanku. Akan aku cium dia sampai kejang-kejang. Tidak akan ada hari esok baginya."Jezin mengeluarkan senyum pembunuhnya. Masuk ke kantor penyiar itu dengan tatapan tajamnya. Seorang gadis dari meja informasi mengikuti Jezin dengan pandangannya. Ia seakan tersihir oleh wajah tampan bak lukisan itu. Jezin tak peduli dan melewatinya begitu saja. "Maaf, Tuan. A
Read more

03

Kali ini Jezin sudah tidak mau menghabiskan waktunya menunggu di taman. Ia memilih langsung menghampiri Seli di meja informasi. "Selamat datang, Tuan. Senang bertemu dengan Anda kembali. " Seli mengembangkam senyum manisnya. "Saya ingin bertemu gadis itu." Tanpa basa-basi, Jezin mengutarakan niatnya. "Gadis mana yang Tuan maksud?" Seli bertanya tenang. Meski ia tau, Renilah gadis yang ingin ditemui Jezin. "Gadis yang aku temui beberapa hari yang lalu.""Maaf, Tuan. Anda harus menyebutkan nama orang yang ingin Anda temui. Banyak tamu yang datang sili berganti. Dan saya tidak bisa mengingat semua karyawan yang ditemui oleh setiap tamu.""Haruskah aku masuk ke dalam dan menyeretnya sendiri?" Nada Jezin terdengar mengancam. "Anda tidak di izinkan masuk tanpa persetujuan orang yang ingin Anda temui, Tuan." Seli berusaha tenang. Bukan tanpa sebab Seli bersikap begitu. Ia juga sempat mendapat ancaman dari Reni j
Read more

04

Di dunia peri. Ratu peri duduk di kursi kebesarannya penuh wibawa. Para peri pun tampak duduk berkumpul dengan tenang. Mereka semua menggunakan pakaian serba putih. Dan didukung nuansa sekeliling pun serba putih. Tampak bercahaya. Jezin masuk entah dari pintu mana. Terlihat seperti noda diantara mereka dengan pakaian serba hitam yang ia kenakan. Kontras. Duduk dengan angkuhnya di kursi yang masih kosong. Memang diperuntukkan untuknya. Melipat lengannya di depan dada. "Aiich. Apa aku harus datang setiap kalian sedang menikmati teh kayangan. Aku sangat sibuk, tidak punya waktu untuk mendengar keluh kesah kalian." Jezin protes. Dia tampak tidak menyukai pertemuan itu. "Perhatikan kata yang keluar dari mulut Anda, Peri Pemburu. Anda sedang di depan Ratu Peri." Salah satu peri paruh baya tidak suka dengan sikap Jezin. "Bukan hanya Anda yang sibuk, Peri Pemburu. Kami juga sangat sibuk. Tapi ini adalah undangan r
Read more

05

Reni mondar-mandir di depan pintu apartemen Gery sambil mengotak-atik telfon genggam miliknya. Sesekali ia menempelkan benda pipih itu ke telinganya. Namun tak ada respon dari ujung sana.  Sudah tiga hari setelah kejadian itu. Dan Gery masih tidak bisa dihubungi. Dia juga tidak ada di apartemennya. Reni sangat cemas dibuatnya.  "Ayolah Gery. Jangan lakukan ini. Aku khawatir sama kamu." Reni berbicara sendiri masih mengotak-atik telfon genggamnya.  Sudah hampir tiga jam dia menunggu di sana. Namun Gery belum memperlihatkan batang hidungnya.  Gery pribadi yang arogan. Tidak suka diusik. Cenderung kasar, dan tidak suka miliknya dimiliki orang lain. Maklum, dia tumbuh dalam lingkup keluarga kaya. Ibunya sangat memanjakan dirinya. Di usianya yang sudah menginjak 28 tahun, dia masih seenaknya masuk kerja. Kerja saat dia ingin saja.  Namun dia sangat baik pada Reni. Gery satu-satunya sandaran Reni saat ayahnya meninggal dunia
Read more

06

"Apa yang kamu lakukan disini?" Muka Reni berubah tegang.  "Apa maksud kamu, Nona? Tentu saja saya datang untuk memenuhi undangan wawancara saya." Jezin berdiri balas menatap Reni dengan wajah tanpa bersalah. Senyum kemenangan terukir di wajah tampannya.  Reni kelimpungan. Ia tidak menyangka pria mesum yang berdiri di depannya ini adalah tamu kehormatan di kantornya.  Reni memegang kepalanya bingung. Ingin rasanya dia membatalkan sesi wawancara ini. Tapi bagaimana bisa? Dia hanya seorang penyiar disini. Dia tidak punya hak. Lagi pula, dia akan langsung ditendang dari kantor jika melakukan kesalahan dengan tamu terhormat ini.  "Buat diri Anda nyaman Tuan. Perkenalkan, ini Reni. Penyiar terbaik di stasiun kami. Reni yang akan menemani Anda dalam sesi wawancara, Tuan." Produser menghampiri Reni dan Jezin.  Reni hanya diam membatu. Jezin merespon dengan senyuman miringnya.  "Kenapa, Reni?" Produser melihat waj
Read more

07

"Aku tidak serendah apa yang otak mesummu pikirkan." Reni menatap Jezin dengan wajah memerah. Rasa takutnya entah menguap kemana.  Jezin ikut berdiri sejajar dengan Reni. Meraba pelan pipinya yang meninggalkan rasa perih.  "Benarkah? Lalu seperti apa dirimu? Gadis yang masih tersegel? Hah, bukankah sudah tidak ada gadis seperti itu di dunia manusia?" nada Jezin penuh dengan ejekan.  "Jangan samakan aku dengan orang mesum sepertimu. Apa kau mengira dengan wajahmu itu kau bisa mendekati gadis manapun yang kau mau? Kau salah. Itu tidak berpengaruh bagiku. Bahkan wajahmu itu terlihat menjijikkan dimataku." Dari balik dinding cermin, produser dan para kru melihat kekacauan itu. Mereka saling melempar tatapan penasaran apa yang terjadi di dalam sana. Mereka pun bergegas menghampiri Reni dan Jezin.  "Apa yang terjadi, Ren?" Produser sampai lebih dulu. Disusul dengan kru yang lain.  "Maaf, Pak. Saya tidak bisa melanjut
Read more

08

"Kamu dipecat."Rey meletakkan sebuah amplop putih di atas mejanya. Mata Reni tertuju pada amplop itu, sudah dapat ia pastikan apa isi dari amplop tersebut. "Anda tidak bisa memecat saya semudah itu, Pak. Kinerja saya baik. Dan yang terjadi hari ini bukan sepenuhnya salah saya." Reni memberanikan diri menatap Rey. Menyuarakan ketidak adilan yang ia alami. "Lalu apa itu salah saya?" Rey bersandar di kursi kebesarannya. Matanya meneliti raut cemas Reni. "Apa kau tau bagaimana kita sangat menantikan wawancara ini? Para kru bahkan sampai lembur untuk mempersiapkan banyak hal agar wawancara ini berjalan lancar. Tapi kau tidak memikirkan kerja keras mereka dan mengacaukan semuanya." "Pak, Tuan Jezin bukan orang baik. Dia mengatakan hal-hal yang melecehkan saya. Dia adalah iblis yang bersembunyi di balik wajah rupawannya. Dia memanfaatkan kekuasaannya untuk melecehkan orang-orang lemah. Bapak jangan tertipu."Brak... Rey men
Read more

09

Reni menghampiri posko keamanan apartment setelah turun dari mobil Seli. Ia menyuruh Seli untuk pulang duluan. Reni kasian jika Seli juga harus terlibat lebih dalam.Meski Seli merasa tidak tega membiarkan Reni sendiri, namun dia akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu karena paksaan Reni. "Selamat sore, Pak.""Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" Pria paruh baya itu menjawab Reni ramah. "Saya ingin ke apartment Tuan Jezin, Pak.""Dengan Nona Reni?"Reni mengerutkan keningnya heran. Bagaimana petugas keamanan di apartment elit ini mengenal namanya? "Tuan Jezin berpesan, jika dia akan kedatangan tamu wanita yang bernama Reni." Pria itu menjelaskan setelah melihat wajah keheranan Reni. Reni tersenyum hambar mendengar penjelasan pria itu.Reni jalan bersisian dengan pria yang seumuran dengan ayahnya itu. Pria paruh baya itu lalu menekan tombol lift dan mempersilahkan Reni masuk
Read more

10

Reni berusaha mengumpulkan kesadarannya saat merasa tubuhnya diguyur air. Ia tertidur setelah lelah menangis dan melawan rasa dingin di pojok kamar mandi. Ia mengerjap, mendapati sosok kakak tirinya di bawah cahaya lampu yang tengah berdiri terus menyiraminya. Lely tersenyum puas melihat Reni meringkuk lemah di lantai yang dingin itu. Tanpa peduli dengan keadaan Reni, ia terus menyiramnya dengan shower hingga Reni bangkit dari lantai.Jam sudah menunjuk pukul 7 pagi. Sudah waktunya Reni menyiapkan sarapan untuk kakak dan mamanya.. "Apa kau pikir karena terkurung di sini kau akan bebas dari rutinitasmu?" Lely melempar shower yang ada di tangannya ke sembarang arah. "Cepat turun dan siapkan sarapan kami! Aku lapar," titahnya berlalu keluar. Reni masih berusaha bangkit dari lantai. Ia merasa sekujur tubuhnya sakit. Dan wajahnya perih. Ia tertatih meninggalkan kamar mandi yang semalaman menjadi saksi kepedihannya. K
Read more
DMCA.com Protection Status