Jezin, seorang pemburu nyawa dengan wajah super tampan yang hanya memburu para gadis dengan ciuman mautnya. Jezin adalah peri pemburu gadis yang dikirim dari dunia peri untuk mengeksekusi para gadis yang menyakiti hati pria. Namun saat melakukan aksinya, ia bertemu dengan Reni, seorang gadis cuek yang tidak terbuai oleh ketampanan Jezin seperti gadis lain. Harga diri Jezin terluka. Dan ia tertantang untuk menaklukkan Reni. Akankah Jezin berhasil membuat Reni tertarik padanya? Atau dia harus membuang kesombongannya selama ini yang tidak bisa ditolak oleh gadis manapun?
View MoreBola mata Reni membesar mendengar penuturan Rey. Kakinya bergetar. Ia seakan tidak bisa berdiri tegak."Apa sekarang kau puas karena sudah mengorbankan teman-temanmu demi harga dirimu itu? Aku kasihan dengan mereka yang memiliki teman tanpa rasa peduli seperti dirimu." Rey tersenyum mengejek menampilkan deretan giginya."Kau masih tau di mana pintu keluar kan? Aku rasa kita sudah tidak punya alasan lagi untuk bertemu."Reni berbalik dan keluar dari ruangan Rey. Ia kehilangan kata-kata untuk melawan dan menuntut pekerjaan teman-temannya dikembalikan.Reni berjalan gontai keluar dari gedung itu. Ia berhenti sejenak tepat di depan gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Kepalanya sedikit mendongak memandang gedung itu hingga ke lantai paling atas.Gedung itu hanya memiliki 12 lantai, namun terkesan mewah dengan interior bangunan ala kebarat-baratan. Tidak semua dari bangunan itu digunakan untuk penyiaran radio. Ada beberapa
Langkah Reni terhenti mendengar ancaman dari Jezin. Ia mengepalkan tangannya geram dan berbalik. "Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan!" prilaku dan kata-kata sopan Reni sirna seketika. Jezin yang mendengar itu tertawa hambar. Tadinya ia sangat percaya diri Reni akan menerima semuanya dengan suka rela demi mempertahankan pekerjaan teman-temannya. Namun kali ini ia lagi-lagi mendapat penolakan. "Apa kau pikir semua bisa kau dapatkan dengan uang? Kau salah." Reni kembali melanjutkan langkahnya setelah menampilkan wajah mengejek pada Jezin yang terus menatapnya dengan mata elang. "Jadilah pria yang bertabat, Tuan Jezin yang terhormat," ucap Reni sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Jezin. Jezin melipat kedua lengannya di depan dada sembari tersenyum kecut. Ia mencoba berusaha tenang mendapat penolakan yang kesekian kalinya dari Reni. Yang baginya, itu adalah sebuah penghinaan. Tapi ada yang
Suara bel apartemen Jezin menggema memenuhi ruangan. Tapi si empunya dengan santai mengabaikan bel yang bunyi berkali-kali. Ia masih sibuk merapikan kemeja hitam yang ia kenakan di depan cermin. Bibirnya menampilkan senyum tipis. Sempurnah.Jezin lalu berjalan menghampiri pintu yang sedari tadi memanggil-manggil dirinya. Jezin tau pasti, siapa yang berdiri di depan pintu apartemennya.Beberapa jam sebelumnya, ia sudah mendapat telfon dan mendengar kalau Reni akan datang untuk menepati janjinya. Ia merasa kemenangan kembali berpihak padanya.Jezin membuka pintu dan menampilkan wajah datarnya. Ia meneliti setiap wajah Reni yang melemparkan senyum manis padanya.Memar diwajah Reni mulai memudar. Dan sudah tidak ada lagi luka baru. Semenjak kejadian itu, Jezin selalu mengikuti Reni diam-diam. Bukan hanya ke kediaman Gery, tapi Jezin pun mengikuti Reni pulang ke rumahnya. Jezin tidak mau, Reni kembali mendapatkan luka seperti terakhir kali.
"Ger, aku..." suara Reni bergetar. Ia menyebut nama Gery lembut. Menambah gejolak hasrat Gery yang kian membara.Gery mengecup ringan telinga Reni setelah berbisik. Lalu kembali memandang wajah Reni yang sedang memejamkan matanya.Tatapannya tertutup kabut gairah. Ia sudah tidak bisa menahan hasratnya untuk tidak menerkam gadis yang ada di dalam dekapannya.Gery mulai mengecup kening Reni lembut. Lalu bibirnya turun menyentuh ujung hidung Reni. Namun sebuah suara di dapur menghentikan aksinya.Prank. Prank.Kedua makhluk yang sedang terbuai api asmara itu kaget. Mereka saling memandang beberapa saat tanpa mengeluarkan suara. Lalu memutuskan menghampiri asal suara tersebut."Jangan mendekat, Ren. Banyak pecahan kaca," Gery yang sampai lebih dulu menahan Reni yang mengekor dibelakangnya.Bola mata Reni membesar. "Siapa yang menjatuhkan barang-barang ini?"Beberapa gelas dan teko kaca hanc
Reni berusaha mengumpulkan kesadarannya saat merasa tubuhnya diguyur air. Ia tertidur setelah lelah menangis dan melawan rasa dingin di pojok kamar mandi.Ia mengerjap, mendapati sosok kakak tirinya di bawah cahaya lampu yang tengah berdiri terus menyiraminya.Lely tersenyum puas melihat Reni meringkuk lemah di lantai yang dingin itu. Tanpa peduli dengan keadaan Reni, ia terus menyiramnya dengan shower hingga Reni bangkit dari lantai.Jam sudah menunjuk pukul 7 pagi. Sudah waktunya Reni menyiapkan sarapan untuk kakak dan mamanya.."Apa kau pikir karena terkurung di sini kau akan bebas dari rutinitasmu?" Lely melempar shower yang ada di tangannya ke sembarang arah."Cepat turun dan siapkan sarapan kami! Aku lapar," titahnya berlalu keluar. Reni masih berusaha bangkit dari lantai. Ia merasa sekujur tubuhnya sakit. Dan wajahnya perih.Ia tertatih meninggalkan kamar mandi yang semalaman menjadi saksi kepedihannya. K
Reni menghampiri posko keamanan apartment setelah turun dari mobil Seli. Ia menyuruh Seli untuk pulang duluan. Reni kasian jika Seli juga harus terlibat lebih dalam.Meski Seli merasa tidak tega membiarkan Reni sendiri, namun dia akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu karena paksaan Reni."Selamat sore, Pak.""Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" Pria paruh baya itu menjawab Reni ramah."Saya ingin ke apartment Tuan Jezin, Pak.""Dengan Nona Reni?"Reni mengerutkan keningnya heran. Bagaimana petugas keamanan di apartment elit ini mengenal namanya?"Tuan Jezin berpesan, jika dia akan kedatangan tamu wanita yang bernama Reni." Pria itu menjelaskan setelah melihat wajah keheranan Reni.Reni tersenyum hambar mendengar penjelasan pria itu.Reni jalan bersisian dengan pria yang seumuran dengan ayahnya itu. Pria paruh baya itu lalu menekan tombol lift dan mempersilahkan Reni masuk
"Kamu dipecat."Rey meletakkan sebuah amplop putih di atas mejanya. Mata Reni tertuju pada amplop itu, sudah dapat ia pastikan apa isi dari amplop tersebut."Anda tidak bisa memecat saya semudah itu, Pak. Kinerja saya baik. Dan yang terjadi hari ini bukan sepenuhnya salah saya." Reni memberanikan diri menatap Rey. Menyuarakan ketidak adilan yang ia alami."Lalu apa itu salah saya?" Rey bersandar di kursi kebesarannya. Matanya meneliti raut cemas Reni. "Apa kau tau bagaimana kita sangat menantikan wawancara ini? Para kru bahkan sampai lembur untuk mempersiapkan banyak hal agar wawancara ini berjalan lancar. Tapi kau tidak memikirkan kerja keras mereka dan mengacaukan semuanya.""Pak, Tuan Jezin bukan orang baik. Dia mengatakan hal-hal yang melecehkan saya. Dia adalah iblis yang bersembunyi di balik wajah rupawannya. Dia memanfaatkan kekuasaannya untuk melecehkan orang-orang lemah. Bapak jangan tertipu."Brak...Rey men
"Aku tidak serendah apa yang otak mesummu pikirkan." Reni menatap Jezin dengan wajah memerah. Rasa takutnya entah menguap kemana. Jezin ikut berdiri sejajar dengan Reni. Meraba pelan pipinya yang meninggalkan rasa perih. "Benarkah? Lalu seperti apa dirimu? Gadis yang masih tersegel? Hah, bukankah sudah tidak ada gadis seperti itu di dunia manusia?" nada Jezin penuh dengan ejekan. "Jangan samakan aku dengan orang mesum sepertimu. Apa kau mengira dengan wajahmu itu kau bisa mendekati gadis manapun yang kau mau? Kau salah. Itu tidak berpengaruh bagiku. Bahkan wajahmu itu terlihat menjijikkan dimataku." Dari balik dinding cermin, produser dan para kru melihat kekacauan itu. Mereka saling melempar tatapan penasaran apa yang terjadi di dalam sana. Mereka pun bergegas menghampiri Reni dan Jezin. "Apa yang terjadi, Ren?" Produser sampai lebih dulu. Disusul dengan kru yang lain. "Maaf, Pak. Saya tidak bisa melanjut
"Apa yang kamu lakukan disini?" Muka Reni berubah tegang. "Apa maksud kamu, Nona? Tentu saja saya datang untuk memenuhi undangan wawancara saya." Jezin berdiri balas menatap Reni dengan wajah tanpa bersalah. Senyum kemenangan terukir di wajah tampannya. Reni kelimpungan. Ia tidak menyangka pria mesum yang berdiri di depannya ini adalah tamu kehormatan di kantornya. Reni memegang kepalanya bingung. Ingin rasanya dia membatalkan sesi wawancara ini. Tapi bagaimana bisa? Dia hanya seorang penyiar disini. Dia tidak punya hak. Lagi pula, dia akan langsung ditendang dari kantor jika melakukan kesalahan dengan tamu terhormat ini. "Buat diri Anda nyaman Tuan. Perkenalkan, ini Reni. Penyiar terbaik di stasiun kami. Reni yang akan menemani Anda dalam sesi wawancara, Tuan." Produser menghampiri Reni dan Jezin. Reni hanya diam membatu. Jezin merespon dengan senyuman miringnya. "Kenapa, Reni?" Produser melihat waj
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments