Share

03

Author: Qolamul98
last update Last Updated: 2021-11-02 22:23:21

Kali ini Jezin sudah tidak mau menghabiskan waktunya menunggu di taman. Ia memilih langsung menghampiri Seli di meja informasi. 

"Selamat datang, Tuan. Senang bertemu dengan Anda kembali. " Seli mengembangkam senyum manisnya. 

"Saya ingin bertemu gadis itu." Tanpa b**a-basi, Jezin mengutarakan niatnya.

"Gadis mana yang Tuan maksud?" Seli bertanya tenang. Meski ia tau, Renilah gadis yang ingin ditemui Jezin. 

"Gadis yang aku temui beberapa hari yang lalu."

"Maaf, Tuan. Anda harus menyebutkan nama orang yang ingin Anda temui. Banyak tamu yang datang sili berganti. Dan saya tidak bisa mengingat semua karyawan yang ditemui oleh setiap tamu."

"Haruskah aku masuk ke dalam dan menyeretnya sendiri?" Nada Jezin terdengar mengancam. 

"Anda tidak di izinkan masuk tanpa persetujuan orang yang ingin Anda temui, Tuan." Seli berusaha tenang. Bukan tanpa sebab Seli bersikap begitu. Ia juga sempat mendapat ancaman dari Reni jika dia berani menerima Jezin sebagai tamunya. 

"Aku tidak butuh izin dari siapa pun, Nona." Jezin tersenyum nakal. Membuat Seli makin hanyut dengan ketampanannya. 

Jezin mulai melangkah meninggalkan meja informasi. Ia tidak main-main dengan ancamannya. 

Seli yang melihat itu hanya bisa mengejarnya dari belakang. 

"Tuan, sebutkan nama orang yang akan Anda temui. Akan saya panggilkan untuk Anda." 

Seli sempat mengeluh saat Reni melarangnya menerima Jezin saat ingin bertemu dirinya. Seli merasa sangat lemah jika dihadapkan dengan makhluk tampan itu. Namun Reni memberinya saran, agar menanyakan namanya. Bisa ia pastikan, Jezin belum tau namanya. 

Jezin kesal mendengar Seli terus menanyakan nama yang belum sempat ia tanyakan. Ia merutuki dirinya sendiri. Bodoh. 

Untuk menghindar dari Seli, Jezin masuk ke lift dan menekan tombol lift acak. Ia bahkan tidak tau gedung ini sampai lantai berapa. Dan juga, ia tidak tau di lantai mana Reni bersembunyi darinya.

"Bagaimana aku akan membuka pintu ini? " Jezin mendorong-dorong pintu lift. Ini pertama kali baginya menggunkan lift. 

"Gadis itu membuatku mengalami banyak hal. Awas saja sampai aku menangkapnya."

Dia bersiap untuk menjentikkan jarinya. Berniat mengepul menjadi asap andalannya, namun pintu lift tiba-tiba terbuka. 

Sepasang kekasih yang tengah menautkan jari mereka berdiri di depan Jezin bersiap masuk ke dalam lift. 

"Apa kau bersembunyi dariku karena sedang bersamanya?"

Reni tercekat melihat Jezin berdiri di dalam lift. Menambah poin kemenangan yang terukir jelas di wajah Jezin. 

"Siapa dia?" Tanya pria tampan berbadan tegap, berkulit coklat yang berdiri di samping Reni. 

"Aku tidak mengenalnya." Jawab Reni singkat. 

"Benarkah kau tidak mengenalku sayang?" Jezin mendekat ke arah Reni. Ia keluar dari lift. 

"Jezin, kekasihnya." Jezin mengulurkan tangannya ke pria yang berdiri di samping Reni. Mengabaikan tatapan menikam Reni yang ditujukan padanya. 

Reni terbelalak mendengar pengakuan Jezin. Sudah pasti kekasihnya tidak kalah terkejut. 

"Bohong. Dia bahkan tidak mengenal namaku. Dia hanya mengaku-ngaku. Aku sama sekali tidak mengenalnya." Reni berusaha menjelaskan. Ia melihat wajah pacarnya sudah merah menahan amarah. 

"Kurang ajar. Kau pasti seorang penguntit." Gery, kekasih Reni melayangkan tinjunya ke wajah tampan Jezin. Jezin terhuyung dibuatnya. 

Jezin masih dengan senyum mengejeknya meraba ujung bibirnya. "Berani sekali dia memukul seorang peri." Batin Jezin. "Haruskah aku membakarnya beserta gedung ini."

"Enyah kau dari sini atau akan aku remukkan tulang-tulangmu." Gery menarik kerah baju Jezin. Jezin hanya tersenyum lepas mendengar ancaman Gery. 

Jezin melepaskan cekalan Geri dari kerah bajunya. Menghempas tangan Gery tak kalah kasarnya. Lalu merogoh kantong celana hitam yang ia kenakan. 

"Sayang, haruskah aku memperlihatkan video kebersamaan kita pada pria ini. Yah, jika itu maumu, aku tidak keberatan."

Reni mengerutkan kening. Sedikit penasaran dengan apa yang dimiliki Jezin di dalam ponsel Itu. Menunggu hingga Jezin menyodorkan ponsel padanya. 

Gery ikut melihat apa yang ada di sana. Mereka berdua terbelalak tak percaya. Lagi-lagi Jezin tersenyum penuh kemenangan. 

"Ini bohong. Aku sama sekali tidak mengenalnya, Gery." Reni berusaha menjelaskan. 

Gery manahan amarahnya. Memandang Reni tidak percaya. "Itu jelas-jelas kamu, Ren. Kau selingkuh dengannya?"

"Tidak. Aku bersumpah, ini semua bohong."

"Bukti ini sudah cukup menjelaskan semuanya. Dasar perempuan murahan." Gery berlalu meninggalkan Reni yang masih tak percaya dengan yang ia lihat. Berusaha menahan Gery untuk percaya padanya. Namun Gery tidak peduli. 

"Apa kau suka hadiahku sayang?" 

Reni berbalik melihat asal suara itu. Tatapannya penuh dengan kebencian. 

Jezin hanya tersenyum puas menanggapi tatapan tajam Reni. Ia sangat puas dengan hasil manipulatifnya. 

Selama berhari-hari, Jezin dan Remo belajar cara menggunakan handphone pintar. Mereka mendalami peran mereka layaknya manusia biasa. Berbaur dengan manusia, dan mengamati mereka cara menggunakan benda itu. Remo sampai harus mendapat cibiran dari orang yang ia minta untuk mengajarinya. 

Apa kau dari zaman purba? Bagaimana bisa kau tidak tau cara menggunakan handphone. Apa kau mengalami keterbelakangan mental? Sungguh terlalu.

Berkat kerja kerasnya mereka berhasil membuat video Rani yang menggandeng mesra tangan Jezin dan mengaku sebagai kekasihnya. Mereka menghabiskan waktu bersama. Tertawa bersama dengan sangat bahagia. 

Jelas saja itu bukan Reni. Hanya seorang gadis yang berhasil tergoda oleh Jezin. Dan disulap memiliki wajah menyerupai wajah Reni. 

"Entah kenapa kau terlihat sangat cantik saat marah." Goda Jezin. Tatapan Reni seakan bisa menembus jantungnya. 

"Bagaimana kau bisa melakukan ini?" Tanya Reni. 

"Aku hanya ingin mengabadikan kebersamaan kita. Saat-saat itu adalah saat terindah. Bukankah kau juga merasa demikian?"

"Omong kosong. Aku tidak mengenalmu. Aku tidak menyukaimu. Aku tidak mungkin menjadi kekasihmu. Aku membencimu." Emosi Reni membuncah. Ia setengah berteriak. 

Mereka mulai menarik perhatian orang-orang sekitar mereka. 

"Perhatikan video itu baik-baik! Apa kau menemukan kebencian pada tatapan matamu? Kau menatapku dengan penuh cinta. Kau bahkan mengatakan dengan lembut bahwa kau mencintaiku."

"Aku tidak mungkin mencintai orang sepertimu." 

"Apa yang tidak kau sukai dariku? Aku jelas jauh lebih segalanya dari pacarmu itu." Tatapan mata Jezin berubah serius. Entah kenapa ia merasa jengkel mendengar penolakan berkali-kali dari Reni. 

"Kau tidak ada apa-apanya dibanding Gery." Reni membalas tatapan Jezin penuh kebencian. 

Reni masuk ke dalam lift. Ia berniat meninggalkan makhluk yang sangat ia benci itu. Namun Jezin pun mengekor di belakangnya. 

"Kau tidak bisa kabur tanpa menepati janjimu."

"Katakan apa yang kau inginkan! Dan berhenti muncul di hadapanku."

"Tidak sulit. Kau hanya perlu terus menjadi kekasihku. Dan akhiri hubunganmu dengan pria itu."

"Hahaha. Apa kau sangat tergila-gila padaku? Tapi teruslah bermimpi, karena aku tidak berniat melakukan itu." Lift berhenti di basement. Reni langsung menghampiri mobilnya. Ia benar-benar ingin segera pergi jauh dari Jezin. 

Tapi itu hanya angan belaka. Nyatanya Jezin ikut masuk ke mobil Reni. 

"Keluar atau aku lapor polisi." Ancam Reni. 

"Polisi bukan tandinganku."

"Waw. Apa kau seorang malaikat yang turun dari langit." 

"Yah, kurang lebih seperti itu."

"Aku tidak berniat bercanda denganmu. Keluar!" Suara Reni terdengar tegas. 

"Kau sudah berjanji akan melakukan hal yang aku inginkan. Kau ingin ingkar janji sekarang?"

"Teruslah bermimpi."

"Baiklah. Maka jangan salahkan aku dengan apa yang akan aku lakukan. "

Jezin keluar dari mobil Reni. Ini pertama kalinya seorang Jezin, Sang penakluk wanita terkesan mengemis cinta. Ia tidak ingin melukai harga dirinya dengan itu.

Dia adalah peri tertampan di dunia peri. Bagaimana bisa saat ini hanya untuk memberi pelajaran seorang gadis ia sampai rela malakukan banyak hal. Terlebih di dunia manusia. 

"Kau pikir bisa lari dariku? Akan ku pastikan hari berikutnya lebih menyedihkan bagimu dari hari ini." Jezin melangkah dengan gaya angkuhnya meninggalkan Reni. Ia mengeluarkan senyum sinisnya lalu menjentikkan jarinya. Dan keluarlah kepulan asap menggantikan sosoknya. 

Related chapters

  • Sang Pemburu Nyawa   04

    Di dunia peri.Ratu peri duduk di kursi kebesarannya penuh wibawa. Para peri pun tampak duduk berkumpul dengan tenang. Mereka semua menggunakan pakaian serba putih. Dan didukung nuansa sekeliling pun serba putih. Tampak bercahaya.Jezin masuk entah dari pintu mana. Terlihat seperti noda diantara mereka dengan pakaian serba hitam yang ia kenakan. Kontras.Duduk dengan angkuhnya di kursi yang masih kosong. Memang diperuntukkan untuknya. Melipat lengannya di depan dada."Aiich. Apa aku harus datang setiap kalian sedang menikmati teh kayangan. Aku sangat sibuk, tidak punya waktu untuk mendengar keluh kesah kalian." Jezin protes. Dia tampak tidak menyukai pertemuan itu."Perhatikan kata yang keluar dari mulut Anda, Peri Pemburu. Anda sedang di depan Ratu Peri." Salah satu peri paruh baya tidak suka dengan sikap Jezin."Bukan hanya Anda yang sibuk, Peri Pemburu. Kami juga sangat sibuk. Tapi ini adalah undangan r

    Last Updated : 2021-11-03
  • Sang Pemburu Nyawa   05

    Reni mondar-mandir di depan pintu apartemen Gery sambil mengotak-atik telfon genggam miliknya. Sesekali ia menempelkan benda pipih itu ke telinganya. Namun tak ada respon dari ujung sana. Sudah tiga hari setelah kejadian itu. Dan Gery masih tidak bisa dihubungi. Dia juga tidak ada di apartemennya. Reni sangat cemas dibuatnya. "Ayolah Gery. Jangan lakukan ini. Aku khawatir sama kamu." Reni berbicara sendiri masih mengotak-atik telfon genggamnya. Sudah hampir tiga jam dia menunggu di sana. Namun Gery belum memperlihatkan batang hidungnya. Gery pribadi yang arogan. Tidak suka diusik. Cenderung kasar, dan tidak suka miliknya dimiliki orang lain. Maklum, dia tumbuh dalam lingkup keluarga kaya. Ibunya sangat memanjakan dirinya. Di usianya yang sudah menginjak 28 tahun, dia masih seenaknya masuk kerja. Kerja saat dia ingin saja. Namun dia sangat baik pada Reni. Gery satu-satunya sandaran Reni saat ayahnya meninggal dunia

    Last Updated : 2021-11-04
  • Sang Pemburu Nyawa   06

    "Apa yang kamu lakukan disini?" Muka Reni berubah tegang. "Apa maksud kamu, Nona? Tentu saja saya datang untuk memenuhi undangan wawancara saya." Jezin berdiri balas menatap Reni dengan wajah tanpa bersalah. Senyum kemenangan terukir di wajah tampannya. Reni kelimpungan. Ia tidak menyangka pria mesum yang berdiri di depannya ini adalah tamu kehormatan di kantornya. Reni memegang kepalanya bingung. Ingin rasanya dia membatalkan sesi wawancara ini. Tapi bagaimana bisa? Dia hanya seorang penyiar disini. Dia tidak punya hak. Lagi pula, dia akan langsung ditendang dari kantor jika melakukan kesalahan dengan tamu terhormat ini. "Buat diri Anda nyaman Tuan. Perkenalkan, ini Reni. Penyiar terbaik di stasiun kami. Reni yang akan menemani Anda dalam sesi wawancara, Tuan." Produser menghampiri Reni dan Jezin. Reni hanya diam membatu. Jezin merespon dengan senyuman miringnya. "Kenapa, Reni?" Produser melihat waj

    Last Updated : 2021-11-07
  • Sang Pemburu Nyawa   07

    "Aku tidak serendah apa yang otak mesummu pikirkan." Reni menatap Jezin dengan wajah memerah. Rasa takutnya entah menguap kemana. Jezin ikut berdiri sejajar dengan Reni. Meraba pelan pipinya yang meninggalkan rasa perih. "Benarkah? Lalu seperti apa dirimu? Gadis yang masih tersegel? Hah, bukankah sudah tidak ada gadis seperti itu di dunia manusia?" nada Jezin penuh dengan ejekan. "Jangan samakan aku dengan orang mesum sepertimu. Apa kau mengira dengan wajahmu itu kau bisa mendekati gadis manapun yang kau mau? Kau salah. Itu tidak berpengaruh bagiku. Bahkan wajahmu itu terlihat menjijikkan dimataku." Dari balik dinding cermin, produser dan para kru melihat kekacauan itu. Mereka saling melempar tatapan penasaran apa yang terjadi di dalam sana. Mereka pun bergegas menghampiri Reni dan Jezin. "Apa yang terjadi, Ren?" Produser sampai lebih dulu. Disusul dengan kru yang lain. "Maaf, Pak. Saya tidak bisa melanjut

    Last Updated : 2021-11-10
  • Sang Pemburu Nyawa   08

    "Kamu dipecat."Rey meletakkan sebuah amplop putih di atas mejanya. Mata Reni tertuju pada amplop itu, sudah dapat ia pastikan apa isi dari amplop tersebut."Anda tidak bisa memecat saya semudah itu, Pak. Kinerja saya baik. Dan yang terjadi hari ini bukan sepenuhnya salah saya." Reni memberanikan diri menatap Rey. Menyuarakan ketidak adilan yang ia alami."Lalu apa itu salah saya?" Rey bersandar di kursi kebesarannya. Matanya meneliti raut cemas Reni. "Apa kau tau bagaimana kita sangat menantikan wawancara ini? Para kru bahkan sampai lembur untuk mempersiapkan banyak hal agar wawancara ini berjalan lancar. Tapi kau tidak memikirkan kerja keras mereka dan mengacaukan semuanya.""Pak, Tuan Jezin bukan orang baik. Dia mengatakan hal-hal yang melecehkan saya. Dia adalah iblis yang bersembunyi di balik wajah rupawannya. Dia memanfaatkan kekuasaannya untuk melecehkan orang-orang lemah. Bapak jangan tertipu."Brak...Rey men

    Last Updated : 2021-11-19
  • Sang Pemburu Nyawa   09

    Reni menghampiri posko keamanan apartment setelah turun dari mobil Seli. Ia menyuruh Seli untuk pulang duluan. Reni kasian jika Seli juga harus terlibat lebih dalam.Meski Seli merasa tidak tega membiarkan Reni sendiri, namun dia akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu karena paksaan Reni."Selamat sore, Pak.""Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" Pria paruh baya itu menjawab Reni ramah."Saya ingin ke apartment Tuan Jezin, Pak.""Dengan Nona Reni?"Reni mengerutkan keningnya heran. Bagaimana petugas keamanan di apartment elit ini mengenal namanya?"Tuan Jezin berpesan, jika dia akan kedatangan tamu wanita yang bernama Reni." Pria itu menjelaskan setelah melihat wajah keheranan Reni.Reni tersenyum hambar mendengar penjelasan pria itu.Reni jalan bersisian dengan pria yang seumuran dengan ayahnya itu. Pria paruh baya itu lalu menekan tombol lift dan mempersilahkan Reni masuk

    Last Updated : 2021-11-22
  • Sang Pemburu Nyawa   10

    Reni berusaha mengumpulkan kesadarannya saat merasa tubuhnya diguyur air. Ia tertidur setelah lelah menangis dan melawan rasa dingin di pojok kamar mandi.Ia mengerjap, mendapati sosok kakak tirinya di bawah cahaya lampu yang tengah berdiri terus menyiraminya.Lely tersenyum puas melihat Reni meringkuk lemah di lantai yang dingin itu. Tanpa peduli dengan keadaan Reni, ia terus menyiramnya dengan shower hingga Reni bangkit dari lantai.Jam sudah menunjuk pukul 7 pagi. Sudah waktunya Reni menyiapkan sarapan untuk kakak dan mamanya.."Apa kau pikir karena terkurung di sini kau akan bebas dari rutinitasmu?" Lely melempar shower yang ada di tangannya ke sembarang arah."Cepat turun dan siapkan sarapan kami! Aku lapar," titahnya berlalu keluar. Reni masih berusaha bangkit dari lantai. Ia merasa sekujur tubuhnya sakit. Dan wajahnya perih.Ia tertatih meninggalkan kamar mandi yang semalaman menjadi saksi kepedihannya. K

    Last Updated : 2021-12-03
  • Sang Pemburu Nyawa   11

    "Ger, aku..." suara Reni bergetar. Ia menyebut nama Gery lembut. Menambah gejolak hasrat Gery yang kian membara.Gery mengecup ringan telinga Reni setelah berbisik. Lalu kembali memandang wajah Reni yang sedang memejamkan matanya.Tatapannya tertutup kabut gairah. Ia sudah tidak bisa menahan hasratnya untuk tidak menerkam gadis yang ada di dalam dekapannya.Gery mulai mengecup kening Reni lembut. Lalu bibirnya turun menyentuh ujung hidung Reni. Namun sebuah suara di dapur menghentikan aksinya.Prank. Prank.Kedua makhluk yang sedang terbuai api asmara itu kaget. Mereka saling memandang beberapa saat tanpa mengeluarkan suara. Lalu memutuskan menghampiri asal suara tersebut."Jangan mendekat, Ren. Banyak pecahan kaca," Gery yang sampai lebih dulu menahan Reni yang mengekor dibelakangnya.Bola mata Reni membesar. "Siapa yang menjatuhkan barang-barang ini?"Beberapa gelas dan teko kaca hanc

    Last Updated : 2022-01-05

Latest chapter

  • Sang Pemburu Nyawa   14

    Bola mata Reni membesar mendengar penuturan Rey. Kakinya bergetar. Ia seakan tidak bisa berdiri tegak."Apa sekarang kau puas karena sudah mengorbankan teman-temanmu demi harga dirimu itu? Aku kasihan dengan mereka yang memiliki teman tanpa rasa peduli seperti dirimu." Rey tersenyum mengejek menampilkan deretan giginya."Kau masih tau di mana pintu keluar kan? Aku rasa kita sudah tidak punya alasan lagi untuk bertemu."Reni berbalik dan keluar dari ruangan Rey. Ia kehilangan kata-kata untuk melawan dan menuntut pekerjaan teman-temannya dikembalikan.Reni berjalan gontai keluar dari gedung itu. Ia berhenti sejenak tepat di depan gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Kepalanya sedikit mendongak memandang gedung itu hingga ke lantai paling atas.Gedung itu hanya memiliki 12 lantai, namun terkesan mewah dengan interior bangunan ala kebarat-baratan. Tidak semua dari bangunan itu digunakan untuk penyiaran radio. Ada beberapa

  • Sang Pemburu Nyawa   13

    Langkah Reni terhenti mendengar ancaman dari Jezin. Ia mengepalkan tangannya geram dan berbalik. "Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan!" prilaku dan kata-kata sopan Reni sirna seketika. Jezin yang mendengar itu tertawa hambar. Tadinya ia sangat percaya diri Reni akan menerima semuanya dengan suka rela demi mempertahankan pekerjaan teman-temannya. Namun kali ini ia lagi-lagi mendapat penolakan. "Apa kau pikir semua bisa kau dapatkan dengan uang? Kau salah." Reni kembali melanjutkan langkahnya setelah menampilkan wajah mengejek pada Jezin yang terus menatapnya dengan mata elang. "Jadilah pria yang bertabat, Tuan Jezin yang terhormat," ucap Reni sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Jezin. Jezin melipat kedua lengannya di depan dada sembari tersenyum kecut. Ia mencoba berusaha tenang mendapat penolakan yang kesekian kalinya dari Reni. Yang baginya, itu adalah sebuah penghinaan. Tapi ada yang

  • Sang Pemburu Nyawa   12

    Suara bel apartemen Jezin menggema memenuhi ruangan. Tapi si empunya dengan santai mengabaikan bel yang bunyi berkali-kali. Ia masih sibuk merapikan kemeja hitam yang ia kenakan di depan cermin. Bibirnya menampilkan senyum tipis. Sempurnah.Jezin lalu berjalan menghampiri pintu yang sedari tadi memanggil-manggil dirinya. Jezin tau pasti, siapa yang berdiri di depan pintu apartemennya.Beberapa jam sebelumnya, ia sudah mendapat telfon dan mendengar kalau Reni akan datang untuk menepati janjinya. Ia merasa kemenangan kembali berpihak padanya.Jezin membuka pintu dan menampilkan wajah datarnya. Ia meneliti setiap wajah Reni yang melemparkan senyum manis padanya.Memar diwajah Reni mulai memudar. Dan sudah tidak ada lagi luka baru. Semenjak kejadian itu, Jezin selalu mengikuti Reni diam-diam. Bukan hanya ke kediaman Gery, tapi Jezin pun mengikuti Reni pulang ke rumahnya. Jezin tidak mau, Reni kembali mendapatkan luka seperti terakhir kali.

  • Sang Pemburu Nyawa   11

    "Ger, aku..." suara Reni bergetar. Ia menyebut nama Gery lembut. Menambah gejolak hasrat Gery yang kian membara.Gery mengecup ringan telinga Reni setelah berbisik. Lalu kembali memandang wajah Reni yang sedang memejamkan matanya.Tatapannya tertutup kabut gairah. Ia sudah tidak bisa menahan hasratnya untuk tidak menerkam gadis yang ada di dalam dekapannya.Gery mulai mengecup kening Reni lembut. Lalu bibirnya turun menyentuh ujung hidung Reni. Namun sebuah suara di dapur menghentikan aksinya.Prank. Prank.Kedua makhluk yang sedang terbuai api asmara itu kaget. Mereka saling memandang beberapa saat tanpa mengeluarkan suara. Lalu memutuskan menghampiri asal suara tersebut."Jangan mendekat, Ren. Banyak pecahan kaca," Gery yang sampai lebih dulu menahan Reni yang mengekor dibelakangnya.Bola mata Reni membesar. "Siapa yang menjatuhkan barang-barang ini?"Beberapa gelas dan teko kaca hanc

  • Sang Pemburu Nyawa   10

    Reni berusaha mengumpulkan kesadarannya saat merasa tubuhnya diguyur air. Ia tertidur setelah lelah menangis dan melawan rasa dingin di pojok kamar mandi.Ia mengerjap, mendapati sosok kakak tirinya di bawah cahaya lampu yang tengah berdiri terus menyiraminya.Lely tersenyum puas melihat Reni meringkuk lemah di lantai yang dingin itu. Tanpa peduli dengan keadaan Reni, ia terus menyiramnya dengan shower hingga Reni bangkit dari lantai.Jam sudah menunjuk pukul 7 pagi. Sudah waktunya Reni menyiapkan sarapan untuk kakak dan mamanya.."Apa kau pikir karena terkurung di sini kau akan bebas dari rutinitasmu?" Lely melempar shower yang ada di tangannya ke sembarang arah."Cepat turun dan siapkan sarapan kami! Aku lapar," titahnya berlalu keluar. Reni masih berusaha bangkit dari lantai. Ia merasa sekujur tubuhnya sakit. Dan wajahnya perih.Ia tertatih meninggalkan kamar mandi yang semalaman menjadi saksi kepedihannya. K

  • Sang Pemburu Nyawa   09

    Reni menghampiri posko keamanan apartment setelah turun dari mobil Seli. Ia menyuruh Seli untuk pulang duluan. Reni kasian jika Seli juga harus terlibat lebih dalam.Meski Seli merasa tidak tega membiarkan Reni sendiri, namun dia akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu karena paksaan Reni."Selamat sore, Pak.""Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" Pria paruh baya itu menjawab Reni ramah."Saya ingin ke apartment Tuan Jezin, Pak.""Dengan Nona Reni?"Reni mengerutkan keningnya heran. Bagaimana petugas keamanan di apartment elit ini mengenal namanya?"Tuan Jezin berpesan, jika dia akan kedatangan tamu wanita yang bernama Reni." Pria itu menjelaskan setelah melihat wajah keheranan Reni.Reni tersenyum hambar mendengar penjelasan pria itu.Reni jalan bersisian dengan pria yang seumuran dengan ayahnya itu. Pria paruh baya itu lalu menekan tombol lift dan mempersilahkan Reni masuk

  • Sang Pemburu Nyawa   08

    "Kamu dipecat."Rey meletakkan sebuah amplop putih di atas mejanya. Mata Reni tertuju pada amplop itu, sudah dapat ia pastikan apa isi dari amplop tersebut."Anda tidak bisa memecat saya semudah itu, Pak. Kinerja saya baik. Dan yang terjadi hari ini bukan sepenuhnya salah saya." Reni memberanikan diri menatap Rey. Menyuarakan ketidak adilan yang ia alami."Lalu apa itu salah saya?" Rey bersandar di kursi kebesarannya. Matanya meneliti raut cemas Reni. "Apa kau tau bagaimana kita sangat menantikan wawancara ini? Para kru bahkan sampai lembur untuk mempersiapkan banyak hal agar wawancara ini berjalan lancar. Tapi kau tidak memikirkan kerja keras mereka dan mengacaukan semuanya.""Pak, Tuan Jezin bukan orang baik. Dia mengatakan hal-hal yang melecehkan saya. Dia adalah iblis yang bersembunyi di balik wajah rupawannya. Dia memanfaatkan kekuasaannya untuk melecehkan orang-orang lemah. Bapak jangan tertipu."Brak...Rey men

  • Sang Pemburu Nyawa   07

    "Aku tidak serendah apa yang otak mesummu pikirkan." Reni menatap Jezin dengan wajah memerah. Rasa takutnya entah menguap kemana. Jezin ikut berdiri sejajar dengan Reni. Meraba pelan pipinya yang meninggalkan rasa perih. "Benarkah? Lalu seperti apa dirimu? Gadis yang masih tersegel? Hah, bukankah sudah tidak ada gadis seperti itu di dunia manusia?" nada Jezin penuh dengan ejekan. "Jangan samakan aku dengan orang mesum sepertimu. Apa kau mengira dengan wajahmu itu kau bisa mendekati gadis manapun yang kau mau? Kau salah. Itu tidak berpengaruh bagiku. Bahkan wajahmu itu terlihat menjijikkan dimataku." Dari balik dinding cermin, produser dan para kru melihat kekacauan itu. Mereka saling melempar tatapan penasaran apa yang terjadi di dalam sana. Mereka pun bergegas menghampiri Reni dan Jezin. "Apa yang terjadi, Ren?" Produser sampai lebih dulu. Disusul dengan kru yang lain. "Maaf, Pak. Saya tidak bisa melanjut

  • Sang Pemburu Nyawa   06

    "Apa yang kamu lakukan disini?" Muka Reni berubah tegang. "Apa maksud kamu, Nona? Tentu saja saya datang untuk memenuhi undangan wawancara saya." Jezin berdiri balas menatap Reni dengan wajah tanpa bersalah. Senyum kemenangan terukir di wajah tampannya. Reni kelimpungan. Ia tidak menyangka pria mesum yang berdiri di depannya ini adalah tamu kehormatan di kantornya. Reni memegang kepalanya bingung. Ingin rasanya dia membatalkan sesi wawancara ini. Tapi bagaimana bisa? Dia hanya seorang penyiar disini. Dia tidak punya hak. Lagi pula, dia akan langsung ditendang dari kantor jika melakukan kesalahan dengan tamu terhormat ini. "Buat diri Anda nyaman Tuan. Perkenalkan, ini Reni. Penyiar terbaik di stasiun kami. Reni yang akan menemani Anda dalam sesi wawancara, Tuan." Produser menghampiri Reni dan Jezin. Reni hanya diam membatu. Jezin merespon dengan senyuman miringnya. "Kenapa, Reni?" Produser melihat waj

DMCA.com Protection Status