Share

06

Author: Qolamul98
last update Last Updated: 2021-11-07 20:14:23

"Apa yang kamu lakukan disini?" Muka Reni berubah tegang. 

"Apa maksud kamu, Nona? Tentu saja saya datang untuk memenuhi undangan wawancara saya." Jezin berdiri balas menatap Reni dengan wajah tanpa bersalah. Senyum kemenangan terukir di wajah tampannya. 

Reni kelimpungan. Ia tidak menyangka pria mesum yang berdiri di depannya ini adalah tamu kehormatan di kantornya. 

Reni memegang kepalanya bingung. Ingin rasanya dia membatalkan sesi wawancara ini. Tapi bagaimana bisa? Dia hanya seorang penyiar disini. Dia tidak punya hak. Lagi pula, dia akan langsung ditendang dari kantor jika melakukan kesalahan dengan tamu terhormat ini. 

"Buat diri Anda nyaman Tuan. Perkenalkan, ini Reni. Penyiar terbaik di stasiun kami. Reni yang akan menemani Anda dalam sesi wawancara, Tuan." Produser menghampiri Reni dan Jezin. 

Reni hanya diam membatu. Jezin merespon dengan senyuman miringnya. 

"Kenapa, Reni?" Produser melihat wajah ditekuk Reni. 

"Tidak ada apa-apa, Pak."

"Lakukan wawancaranya dengan baik. Buat Tuan Jezin merasa nyaman."

"Baik, Pak."

Produser sedikit membungkuk ke arah Jezin, lalu berlalu meninggalkan mereka berdua. Jezin semakin di atas angin. Dia kembali duduk dengan angkuhnya. 

"Aku tidak ingin melakukan wawancara ini sebelum kau menepati janjimu yang kau ingkari." Jezin membuka suara. 

"Bagus. Itu artinya saya tidak akan buang-buang waktu saya dengan Anda, Tuan."

"Dan itu artinya, kau akan menanggung semua akibatnya sendiri. Apa kau tau, aku adalah tamu yang sangat dinanti di stasiun radio ini. Jika sesi wawancaraku batal disini, sudah bisa dipastikan, berita buruk tentang stasiun radio ini akan tersebar di seluruh pelosok." Jezin melipat kedua lengannya di depan dada. Sangat puas melihat kebingungan Reni yang terbingkai jelas di wajahnya. 

"Bagaimana, Nona? Haruskah aku keluar sekarang?"

Reni berpikir keras. Matanya manatap Jezin penuh amarah. Bagaimana mungkin dia menerima tawaran konyol ini, sedangkan ia baru saja berbaikan dengan Gery. Bisa-bisa Gery benar-benar salah paham padanya. 

"Baiklah. Mungkin saya akan melakukan sesi wawancara ini di stasiun radio lain." Melihat tidak ada reaksi dari Reni, Jezin bangkit dari duduknya. Berjalan menuju pintu. 

"Baiklah. Saya akan menjadi kekasih Anda. Tapi hanya selama 3 hari." Reni memejamkan matanya. Berat mengambil keputusan itu. 

Jezin berbalik. Tertawa pelan, menambah kesan rupawan di wajahnya. 

"Kenapa saya harus melakukan wawancara menyebalkan ini hanya untuk berkencan denganmu selama 3 hari? 1 bulan. Jadi kekasihku selama 1 bulan." Jezin berdiri pas disamping Reni. 

Lagi-lagi Reni menatapnya tajam. Jezin tak peduli. Ia mengeluarkan selembar kertas dari saku setelan hitamnya. 

"Aku dengar, manusia membutuhkan hal seperti ini agar tidak ingkar janji."

Manusia? Terus kamu apa? Setan? Batin Reni. 

Reni mengambil kertas itu dari tangan Jezin. Sebuah surat perjanjian.

1. Tidak boleh menolak bertemu dengan Jezin. 

2. Tidak boleh menemui Gery selama berkencan dengan Jezin. 

3. Tidak boleh membantah. 

Jika tidak mematuhi aturan di atas, maka Jezin akan membuat Reni kehilangan pekerjaannya dan memastikan tidak bisa menemukan pekerjaan lagi. 

"Apa ini? Semua menguntungkan Anda dan merugikan saya." Reni meletakkan surat itu pas di depan Jezin. Ia sedikit menggebrak meja. 

"Saya tidak akan memaksa kamu untuk setuju Nona. Tanda tangan jika setuju, atau saya keluar dari sini jika kamu keberatan."

Kepala Reni seakan ingin meledak. Ingin sekali dia menenggelamkan pria di depannya ini. Namun dia tak berdaya, satu-satunya jalan adalah tanda tangani suratnya. 

Jezin tersenyum puas melihat Reni membubuhkan tanda tangan di atas kertas yang ia bawa tadi. Hatinya bersorak penuh kemenangan. 

"Keputusan yang bijak. Apa kau suka hadiahku? Kau sangat cantik dengan itu " Jezin menggoda Reni tersenyum nakal. 

Reni menunduk melihat gaunnya. Harga dirinya seakan terkoyak. Dia sangat menyukai gaun itu, sangat pas di tubuhnya. Dia mengira hadiah itu dari Gery. Ternyata dari pria mesum yang sangat dia benci. Reni sudah tidak bisa berkutik. Jezin menguasai dunianya. 

Reni pun memulai siaran dengan perasaan berkecamuk. Terlebih selama lebih 1 jam kedepan harus melihat wajah yang sangat ia benci. Dengan nada bicara yang dibuat selembut mungkin, dan senyum semanis madu. Hanya untuk memuaskan para pendengar. 

"Tuan Jezin, kalau tidak salah ini adalah wawancara pertama Anda dengan media asing. Apa alasan Anda menerima melakukan wawancara dengan kami?" Wawancara mereka sudah setengah jalan. 

"Brand saya berkembang pesat disini. Jadi saya pikir, tidak ada salahnya jika orang mengenal sosok dibalik brand yang sangat mereka cintai itu."

Hah. Dasar pria mesum sombong. Batin Reni. 

"Apa Anda akan menetap disini, Tuan Jezin?"

"Yah. Untuk saat ini, saya berniat menetap disini." 

"Apa alasan Anda, Tuan? Seperti yang kita tau, Anda lahir dan besar di Eropa, dan semua kesuksesan Anda berawal dari sana."

"Saya jatuh cinta dengan negara ini. Saya ingin menetap dan menenukan belahan jiwa saya disini." Jezin menatap Reni penuh arti. Reni yang menyadari itu mencibir tak suka. 

"Wah, sahabat pendengar radio Berbagi Kisah, Tuan Jezin dengan wajahnya yang tampan, kaya raya, dan murah hati ini mencari belahan jiwanya di negara kita. Itu sebuah kehormatan bagi negara kita tercinta. Siapa tau salah satu dari pendengar setia radio berbagi kisah adalah belahan jiwa Tuan Jezin. Hehehe." Reni berusaha mencairkan suasana. 

"Bagaimana jika belahan jiwa saya penyiar radionya?" Jezin lagi-lagi menggoda Reni. 

"Wah. Itu sebuah kehormatan bagi saya, Tuan. Tapi saya sudah memiliki kekasih."

"Sayang sekali. Sepertinya saya terlambat."

Reni memutar bola matanya muak dengan sandiwara yang dia mainkan. 

"Baik, sahabat pendengar berbagi kisah. Kita akan jeda sejenak. Selamat menikmati lagu yang akan kami putarkan. "

Reni menekan salah satu tombol yang ada di depannya setelah mendapat sinyal cut dari sutradara. Bertujuan meredam suara dari ruangan penyiar agar tidak terdengar oleh rekan-rekannya di ruang audio mixer yang hanya terhalang dinding kaca. 

Pandangan Jezin terus melekat pada Reni. Ia menyadari Reni berusaha mengacuhkan dirinya. Dengan sibuk membaca ulang script yang ada di depannya dan sesekali membalas chat yang masuk di ponselnya. 

"Apa kau tidak tau jika tamu adalah raja? Begini caramu memperlakukan rajamu?"

Reni mengangkat kepalanya. Menatap ke arah sumber suara. 

"Bagaimana saya harus memperlakukan Anda? Haruskah saya mengangkat gelas itu ke mulut Anda? Mengantar Anda ke toilet? Atau Anda ingin saya melepas sepatu Anda, Tuan Jezin yang terhormat?" Reni membalas dengan senyuman palsu dengan nada mengejek. 

Jezin yang membaca raut jengkel Reni tersenyum puas. 

"Tidak. Kau tidak perlu menjadi babuku. Kau hanya perlu bersikap manis di depanku layaknya seorang kekasih."

"Anda harus tidur dulu sebelum bermimpi, Tuan."

"Hahaha. Sepertinya kau tidak membaca surat yang baru saja kau tanda tangani."

Reni memejamkan matanya kesal. Ia merasa kepalanya berasap karena amarah. 

"Anda ingin kopi yang baru, Tuan? Saya akan mengganti kopi Anda." Reni seakan robot yang memiliki tombol di punggungnya. Bisa dikontrol sesuka hati oleh pemiliknya. Wajahnya seketika menampilkan senyum manis. 

"Apa kau tuli? Kau tidak perlu menjadi babuku. Kau hanya perlu menampilkan wajah manismu itu."

"Melayani juga bentuk bersikap manis pada pasangan Anda, Tuan." Reni masih menampilkan senyum palsunya. 

"Benarkah? Lalu, apa kau juga melayani pacarmu itu seperti ini? Atau kau bahkan melayaninya juga di ranjangnya?" Jezin menggeser kursinya mendekat ke Reni. Berbisik ke telinga Reni membuat bulu kuduk Reni berdiri tegak. 

Reni menggeser kursinya menjauh dari Jezin. Senyum palsu yang tadinya menghiasi wajahnya seketika terganti dengan amarah yang memuncak. Wajahnya memerah. Ia berdiri dan sebuah tamparan keras ia layangkan ke wajah Jezin. 

Jezin tertawa miring. Wajah piciknya terbaca. Ia merasa pipinya panas akibat tamparan tangan kecil Reni. 

"Aku tidak serendah apa yang otak mesummu pikir."

Related chapters

  • Sang Pemburu Nyawa   07

    "Aku tidak serendah apa yang otak mesummu pikirkan." Reni menatap Jezin dengan wajah memerah. Rasa takutnya entah menguap kemana. Jezin ikut berdiri sejajar dengan Reni. Meraba pelan pipinya yang meninggalkan rasa perih. "Benarkah? Lalu seperti apa dirimu? Gadis yang masih tersegel? Hah, bukankah sudah tidak ada gadis seperti itu di dunia manusia?" nada Jezin penuh dengan ejekan. "Jangan samakan aku dengan orang mesum sepertimu. Apa kau mengira dengan wajahmu itu kau bisa mendekati gadis manapun yang kau mau? Kau salah. Itu tidak berpengaruh bagiku. Bahkan wajahmu itu terlihat menjijikkan dimataku." Dari balik dinding cermin, produser dan para kru melihat kekacauan itu. Mereka saling melempar tatapan penasaran apa yang terjadi di dalam sana. Mereka pun bergegas menghampiri Reni dan Jezin. "Apa yang terjadi, Ren?" Produser sampai lebih dulu. Disusul dengan kru yang lain. "Maaf, Pak. Saya tidak bisa melanjut

    Last Updated : 2021-11-10
  • Sang Pemburu Nyawa   08

    "Kamu dipecat."Rey meletakkan sebuah amplop putih di atas mejanya. Mata Reni tertuju pada amplop itu, sudah dapat ia pastikan apa isi dari amplop tersebut."Anda tidak bisa memecat saya semudah itu, Pak. Kinerja saya baik. Dan yang terjadi hari ini bukan sepenuhnya salah saya." Reni memberanikan diri menatap Rey. Menyuarakan ketidak adilan yang ia alami."Lalu apa itu salah saya?" Rey bersandar di kursi kebesarannya. Matanya meneliti raut cemas Reni. "Apa kau tau bagaimana kita sangat menantikan wawancara ini? Para kru bahkan sampai lembur untuk mempersiapkan banyak hal agar wawancara ini berjalan lancar. Tapi kau tidak memikirkan kerja keras mereka dan mengacaukan semuanya.""Pak, Tuan Jezin bukan orang baik. Dia mengatakan hal-hal yang melecehkan saya. Dia adalah iblis yang bersembunyi di balik wajah rupawannya. Dia memanfaatkan kekuasaannya untuk melecehkan orang-orang lemah. Bapak jangan tertipu."Brak...Rey men

    Last Updated : 2021-11-19
  • Sang Pemburu Nyawa   09

    Reni menghampiri posko keamanan apartment setelah turun dari mobil Seli. Ia menyuruh Seli untuk pulang duluan. Reni kasian jika Seli juga harus terlibat lebih dalam.Meski Seli merasa tidak tega membiarkan Reni sendiri, namun dia akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu karena paksaan Reni."Selamat sore, Pak.""Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" Pria paruh baya itu menjawab Reni ramah."Saya ingin ke apartment Tuan Jezin, Pak.""Dengan Nona Reni?"Reni mengerutkan keningnya heran. Bagaimana petugas keamanan di apartment elit ini mengenal namanya?"Tuan Jezin berpesan, jika dia akan kedatangan tamu wanita yang bernama Reni." Pria itu menjelaskan setelah melihat wajah keheranan Reni.Reni tersenyum hambar mendengar penjelasan pria itu.Reni jalan bersisian dengan pria yang seumuran dengan ayahnya itu. Pria paruh baya itu lalu menekan tombol lift dan mempersilahkan Reni masuk

    Last Updated : 2021-11-22
  • Sang Pemburu Nyawa   10

    Reni berusaha mengumpulkan kesadarannya saat merasa tubuhnya diguyur air. Ia tertidur setelah lelah menangis dan melawan rasa dingin di pojok kamar mandi.Ia mengerjap, mendapati sosok kakak tirinya di bawah cahaya lampu yang tengah berdiri terus menyiraminya.Lely tersenyum puas melihat Reni meringkuk lemah di lantai yang dingin itu. Tanpa peduli dengan keadaan Reni, ia terus menyiramnya dengan shower hingga Reni bangkit dari lantai.Jam sudah menunjuk pukul 7 pagi. Sudah waktunya Reni menyiapkan sarapan untuk kakak dan mamanya.."Apa kau pikir karena terkurung di sini kau akan bebas dari rutinitasmu?" Lely melempar shower yang ada di tangannya ke sembarang arah."Cepat turun dan siapkan sarapan kami! Aku lapar," titahnya berlalu keluar. Reni masih berusaha bangkit dari lantai. Ia merasa sekujur tubuhnya sakit. Dan wajahnya perih.Ia tertatih meninggalkan kamar mandi yang semalaman menjadi saksi kepedihannya. K

    Last Updated : 2021-12-03
  • Sang Pemburu Nyawa   11

    "Ger, aku..." suara Reni bergetar. Ia menyebut nama Gery lembut. Menambah gejolak hasrat Gery yang kian membara.Gery mengecup ringan telinga Reni setelah berbisik. Lalu kembali memandang wajah Reni yang sedang memejamkan matanya.Tatapannya tertutup kabut gairah. Ia sudah tidak bisa menahan hasratnya untuk tidak menerkam gadis yang ada di dalam dekapannya.Gery mulai mengecup kening Reni lembut. Lalu bibirnya turun menyentuh ujung hidung Reni. Namun sebuah suara di dapur menghentikan aksinya.Prank. Prank.Kedua makhluk yang sedang terbuai api asmara itu kaget. Mereka saling memandang beberapa saat tanpa mengeluarkan suara. Lalu memutuskan menghampiri asal suara tersebut."Jangan mendekat, Ren. Banyak pecahan kaca," Gery yang sampai lebih dulu menahan Reni yang mengekor dibelakangnya.Bola mata Reni membesar. "Siapa yang menjatuhkan barang-barang ini?"Beberapa gelas dan teko kaca hanc

    Last Updated : 2022-01-05
  • Sang Pemburu Nyawa   12

    Suara bel apartemen Jezin menggema memenuhi ruangan. Tapi si empunya dengan santai mengabaikan bel yang bunyi berkali-kali. Ia masih sibuk merapikan kemeja hitam yang ia kenakan di depan cermin. Bibirnya menampilkan senyum tipis. Sempurnah.Jezin lalu berjalan menghampiri pintu yang sedari tadi memanggil-manggil dirinya. Jezin tau pasti, siapa yang berdiri di depan pintu apartemennya.Beberapa jam sebelumnya, ia sudah mendapat telfon dan mendengar kalau Reni akan datang untuk menepati janjinya. Ia merasa kemenangan kembali berpihak padanya.Jezin membuka pintu dan menampilkan wajah datarnya. Ia meneliti setiap wajah Reni yang melemparkan senyum manis padanya.Memar diwajah Reni mulai memudar. Dan sudah tidak ada lagi luka baru. Semenjak kejadian itu, Jezin selalu mengikuti Reni diam-diam. Bukan hanya ke kediaman Gery, tapi Jezin pun mengikuti Reni pulang ke rumahnya. Jezin tidak mau, Reni kembali mendapatkan luka seperti terakhir kali.

    Last Updated : 2022-01-31
  • Sang Pemburu Nyawa   13

    Langkah Reni terhenti mendengar ancaman dari Jezin. Ia mengepalkan tangannya geram dan berbalik. "Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan!" prilaku dan kata-kata sopan Reni sirna seketika. Jezin yang mendengar itu tertawa hambar. Tadinya ia sangat percaya diri Reni akan menerima semuanya dengan suka rela demi mempertahankan pekerjaan teman-temannya. Namun kali ini ia lagi-lagi mendapat penolakan. "Apa kau pikir semua bisa kau dapatkan dengan uang? Kau salah." Reni kembali melanjutkan langkahnya setelah menampilkan wajah mengejek pada Jezin yang terus menatapnya dengan mata elang. "Jadilah pria yang bertabat, Tuan Jezin yang terhormat," ucap Reni sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Jezin. Jezin melipat kedua lengannya di depan dada sembari tersenyum kecut. Ia mencoba berusaha tenang mendapat penolakan yang kesekian kalinya dari Reni. Yang baginya, itu adalah sebuah penghinaan. Tapi ada yang

    Last Updated : 2022-02-10
  • Sang Pemburu Nyawa   14

    Bola mata Reni membesar mendengar penuturan Rey. Kakinya bergetar. Ia seakan tidak bisa berdiri tegak."Apa sekarang kau puas karena sudah mengorbankan teman-temanmu demi harga dirimu itu? Aku kasihan dengan mereka yang memiliki teman tanpa rasa peduli seperti dirimu." Rey tersenyum mengejek menampilkan deretan giginya."Kau masih tau di mana pintu keluar kan? Aku rasa kita sudah tidak punya alasan lagi untuk bertemu."Reni berbalik dan keluar dari ruangan Rey. Ia kehilangan kata-kata untuk melawan dan menuntut pekerjaan teman-temannya dikembalikan.Reni berjalan gontai keluar dari gedung itu. Ia berhenti sejenak tepat di depan gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Kepalanya sedikit mendongak memandang gedung itu hingga ke lantai paling atas.Gedung itu hanya memiliki 12 lantai, namun terkesan mewah dengan interior bangunan ala kebarat-baratan. Tidak semua dari bangunan itu digunakan untuk penyiaran radio. Ada beberapa

    Last Updated : 2022-02-23

Latest chapter

  • Sang Pemburu Nyawa   14

    Bola mata Reni membesar mendengar penuturan Rey. Kakinya bergetar. Ia seakan tidak bisa berdiri tegak."Apa sekarang kau puas karena sudah mengorbankan teman-temanmu demi harga dirimu itu? Aku kasihan dengan mereka yang memiliki teman tanpa rasa peduli seperti dirimu." Rey tersenyum mengejek menampilkan deretan giginya."Kau masih tau di mana pintu keluar kan? Aku rasa kita sudah tidak punya alasan lagi untuk bertemu."Reni berbalik dan keluar dari ruangan Rey. Ia kehilangan kata-kata untuk melawan dan menuntut pekerjaan teman-temannya dikembalikan.Reni berjalan gontai keluar dari gedung itu. Ia berhenti sejenak tepat di depan gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Kepalanya sedikit mendongak memandang gedung itu hingga ke lantai paling atas.Gedung itu hanya memiliki 12 lantai, namun terkesan mewah dengan interior bangunan ala kebarat-baratan. Tidak semua dari bangunan itu digunakan untuk penyiaran radio. Ada beberapa

  • Sang Pemburu Nyawa   13

    Langkah Reni terhenti mendengar ancaman dari Jezin. Ia mengepalkan tangannya geram dan berbalik. "Lakukan apa pun yang ingin kamu lakukan!" prilaku dan kata-kata sopan Reni sirna seketika. Jezin yang mendengar itu tertawa hambar. Tadinya ia sangat percaya diri Reni akan menerima semuanya dengan suka rela demi mempertahankan pekerjaan teman-temannya. Namun kali ini ia lagi-lagi mendapat penolakan. "Apa kau pikir semua bisa kau dapatkan dengan uang? Kau salah." Reni kembali melanjutkan langkahnya setelah menampilkan wajah mengejek pada Jezin yang terus menatapnya dengan mata elang. "Jadilah pria yang bertabat, Tuan Jezin yang terhormat," ucap Reni sebelum benar-benar menghilang dari pandangan Jezin. Jezin melipat kedua lengannya di depan dada sembari tersenyum kecut. Ia mencoba berusaha tenang mendapat penolakan yang kesekian kalinya dari Reni. Yang baginya, itu adalah sebuah penghinaan. Tapi ada yang

  • Sang Pemburu Nyawa   12

    Suara bel apartemen Jezin menggema memenuhi ruangan. Tapi si empunya dengan santai mengabaikan bel yang bunyi berkali-kali. Ia masih sibuk merapikan kemeja hitam yang ia kenakan di depan cermin. Bibirnya menampilkan senyum tipis. Sempurnah.Jezin lalu berjalan menghampiri pintu yang sedari tadi memanggil-manggil dirinya. Jezin tau pasti, siapa yang berdiri di depan pintu apartemennya.Beberapa jam sebelumnya, ia sudah mendapat telfon dan mendengar kalau Reni akan datang untuk menepati janjinya. Ia merasa kemenangan kembali berpihak padanya.Jezin membuka pintu dan menampilkan wajah datarnya. Ia meneliti setiap wajah Reni yang melemparkan senyum manis padanya.Memar diwajah Reni mulai memudar. Dan sudah tidak ada lagi luka baru. Semenjak kejadian itu, Jezin selalu mengikuti Reni diam-diam. Bukan hanya ke kediaman Gery, tapi Jezin pun mengikuti Reni pulang ke rumahnya. Jezin tidak mau, Reni kembali mendapatkan luka seperti terakhir kali.

  • Sang Pemburu Nyawa   11

    "Ger, aku..." suara Reni bergetar. Ia menyebut nama Gery lembut. Menambah gejolak hasrat Gery yang kian membara.Gery mengecup ringan telinga Reni setelah berbisik. Lalu kembali memandang wajah Reni yang sedang memejamkan matanya.Tatapannya tertutup kabut gairah. Ia sudah tidak bisa menahan hasratnya untuk tidak menerkam gadis yang ada di dalam dekapannya.Gery mulai mengecup kening Reni lembut. Lalu bibirnya turun menyentuh ujung hidung Reni. Namun sebuah suara di dapur menghentikan aksinya.Prank. Prank.Kedua makhluk yang sedang terbuai api asmara itu kaget. Mereka saling memandang beberapa saat tanpa mengeluarkan suara. Lalu memutuskan menghampiri asal suara tersebut."Jangan mendekat, Ren. Banyak pecahan kaca," Gery yang sampai lebih dulu menahan Reni yang mengekor dibelakangnya.Bola mata Reni membesar. "Siapa yang menjatuhkan barang-barang ini?"Beberapa gelas dan teko kaca hanc

  • Sang Pemburu Nyawa   10

    Reni berusaha mengumpulkan kesadarannya saat merasa tubuhnya diguyur air. Ia tertidur setelah lelah menangis dan melawan rasa dingin di pojok kamar mandi.Ia mengerjap, mendapati sosok kakak tirinya di bawah cahaya lampu yang tengah berdiri terus menyiraminya.Lely tersenyum puas melihat Reni meringkuk lemah di lantai yang dingin itu. Tanpa peduli dengan keadaan Reni, ia terus menyiramnya dengan shower hingga Reni bangkit dari lantai.Jam sudah menunjuk pukul 7 pagi. Sudah waktunya Reni menyiapkan sarapan untuk kakak dan mamanya.."Apa kau pikir karena terkurung di sini kau akan bebas dari rutinitasmu?" Lely melempar shower yang ada di tangannya ke sembarang arah."Cepat turun dan siapkan sarapan kami! Aku lapar," titahnya berlalu keluar. Reni masih berusaha bangkit dari lantai. Ia merasa sekujur tubuhnya sakit. Dan wajahnya perih.Ia tertatih meninggalkan kamar mandi yang semalaman menjadi saksi kepedihannya. K

  • Sang Pemburu Nyawa   09

    Reni menghampiri posko keamanan apartment setelah turun dari mobil Seli. Ia menyuruh Seli untuk pulang duluan. Reni kasian jika Seli juga harus terlibat lebih dalam.Meski Seli merasa tidak tega membiarkan Reni sendiri, namun dia akhirnya melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu karena paksaan Reni."Selamat sore, Pak.""Selamat sore, Nona. Ada yang bisa saya bantu?" Pria paruh baya itu menjawab Reni ramah."Saya ingin ke apartment Tuan Jezin, Pak.""Dengan Nona Reni?"Reni mengerutkan keningnya heran. Bagaimana petugas keamanan di apartment elit ini mengenal namanya?"Tuan Jezin berpesan, jika dia akan kedatangan tamu wanita yang bernama Reni." Pria itu menjelaskan setelah melihat wajah keheranan Reni.Reni tersenyum hambar mendengar penjelasan pria itu.Reni jalan bersisian dengan pria yang seumuran dengan ayahnya itu. Pria paruh baya itu lalu menekan tombol lift dan mempersilahkan Reni masuk

  • Sang Pemburu Nyawa   08

    "Kamu dipecat."Rey meletakkan sebuah amplop putih di atas mejanya. Mata Reni tertuju pada amplop itu, sudah dapat ia pastikan apa isi dari amplop tersebut."Anda tidak bisa memecat saya semudah itu, Pak. Kinerja saya baik. Dan yang terjadi hari ini bukan sepenuhnya salah saya." Reni memberanikan diri menatap Rey. Menyuarakan ketidak adilan yang ia alami."Lalu apa itu salah saya?" Rey bersandar di kursi kebesarannya. Matanya meneliti raut cemas Reni. "Apa kau tau bagaimana kita sangat menantikan wawancara ini? Para kru bahkan sampai lembur untuk mempersiapkan banyak hal agar wawancara ini berjalan lancar. Tapi kau tidak memikirkan kerja keras mereka dan mengacaukan semuanya.""Pak, Tuan Jezin bukan orang baik. Dia mengatakan hal-hal yang melecehkan saya. Dia adalah iblis yang bersembunyi di balik wajah rupawannya. Dia memanfaatkan kekuasaannya untuk melecehkan orang-orang lemah. Bapak jangan tertipu."Brak...Rey men

  • Sang Pemburu Nyawa   07

    "Aku tidak serendah apa yang otak mesummu pikirkan." Reni menatap Jezin dengan wajah memerah. Rasa takutnya entah menguap kemana. Jezin ikut berdiri sejajar dengan Reni. Meraba pelan pipinya yang meninggalkan rasa perih. "Benarkah? Lalu seperti apa dirimu? Gadis yang masih tersegel? Hah, bukankah sudah tidak ada gadis seperti itu di dunia manusia?" nada Jezin penuh dengan ejekan. "Jangan samakan aku dengan orang mesum sepertimu. Apa kau mengira dengan wajahmu itu kau bisa mendekati gadis manapun yang kau mau? Kau salah. Itu tidak berpengaruh bagiku. Bahkan wajahmu itu terlihat menjijikkan dimataku." Dari balik dinding cermin, produser dan para kru melihat kekacauan itu. Mereka saling melempar tatapan penasaran apa yang terjadi di dalam sana. Mereka pun bergegas menghampiri Reni dan Jezin. "Apa yang terjadi, Ren?" Produser sampai lebih dulu. Disusul dengan kru yang lain. "Maaf, Pak. Saya tidak bisa melanjut

  • Sang Pemburu Nyawa   06

    "Apa yang kamu lakukan disini?" Muka Reni berubah tegang. "Apa maksud kamu, Nona? Tentu saja saya datang untuk memenuhi undangan wawancara saya." Jezin berdiri balas menatap Reni dengan wajah tanpa bersalah. Senyum kemenangan terukir di wajah tampannya. Reni kelimpungan. Ia tidak menyangka pria mesum yang berdiri di depannya ini adalah tamu kehormatan di kantornya. Reni memegang kepalanya bingung. Ingin rasanya dia membatalkan sesi wawancara ini. Tapi bagaimana bisa? Dia hanya seorang penyiar disini. Dia tidak punya hak. Lagi pula, dia akan langsung ditendang dari kantor jika melakukan kesalahan dengan tamu terhormat ini. "Buat diri Anda nyaman Tuan. Perkenalkan, ini Reni. Penyiar terbaik di stasiun kami. Reni yang akan menemani Anda dalam sesi wawancara, Tuan." Produser menghampiri Reni dan Jezin. Reni hanya diam membatu. Jezin merespon dengan senyuman miringnya. "Kenapa, Reni?" Produser melihat waj

DMCA.com Protection Status