Rahasia di Balik Akad Nikahku

Rahasia di Balik Akad Nikahku

last updateLast Updated : 2023-07-19
By:  Novita Sadewa  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings. 3 reviews
56Chapters
8.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Perjuangan dua anak manusia yang sama-sama terusir dari keluarga karena sebuah akad yang sama sekali tidak mereka inginkan. Gendis Anandita Respati dan Maulana Ibra Rendiatama, harus hidup serba sederhana di pinggiran kota untuk menekan pengeluaran. Kejadian yang menimpanya adalah sebuah kesialan bagi mereka karena harus meninggalkan kehidupan yang serba berkecukupan. Tragedi di sebuah penginapan di kota Jogjakarta yang masih menyimpan seribu tanya membuat Lana diliputi kebimbangan. Keadaan Gendis pun tak kalah memprihatinkan, menangis, tertawa dalam kesendirian adalah hal yang kerap dia lakukan. Perceraian adalah hal yang sangat diinginkan oleh Gendis. Namun, tidak dengan Lana, meski dia tahu itu tidak mudah, tapi dia masih mempunyai akal sehat. Bagaimana mungkin meninggalkan seseorang yang terlunta-lunta karena kesalahan yang dia perbuat? Baginya, jika akad sudah terucap maka janji tidak hanya pada sesama manusia. Akan tetapi pada Tuhan. Bersama mereka hidup tanpa rasa, hingga akhirnya bergandeng tangan mengungkap peristiwa dan fakta kejadian di Jogjakarta.

View More

Latest chapter

Free Preview

1. Gadis yang kau anggap gila itu istriku

1. Gadis yang kau anggap gila itu, istriku"Orang gila ... orang gila ... orang gila." Sayup kudengar suara dari depan gang di mana aku tinggal. Aku bergegas turun dari motor karena memang baru pulang mencari pekerjaan. Terlihat beberapa anak kecil sedang berkerumun di sana, di tengahnya tampak seorang sedang duduk meringkuk, memeluk lutut di bawah lampu remang jalan gang depan kontrakan. Kuparkir motor di tepi jalan lalu bergegas aku menghampirinya. "Anak-anak, nggak boleh gitu, ya. Kakak ini nggak gila, ini istri abang, dia sedang sakit. Sedang berobat, jadi jangan diganggu, kasihan," terangku dengan pandangan yang tak bisa lepas dari Gendis Anandita Respati, Gadis yang masih belum genap 21 tahun itu adalah anak dari keluarga yang cukup terpandang dari kota Solo. Namun, dia harus terusir dari keluarganya karenaku. Ya, karenaku. Entah sengaja atau tidak, aku lah penyebab dari apa yang dia alami saat ini. Melamun, menangis, kemudian tertawa dalam keheningan, dan kesendirian.Gendis

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Yuli Umina Shishasha
ayooo Thor di tunggu pisan lanjutan ceritanya...
2023-06-11 15:48:38
1
user avatar
Tiraya
ditunggu lanjutannyaaaaaa
2023-03-14 20:36:28
0
user avatar
Ahmad Saihu
endingnya belum tuntas
2023-09-13 07:00:02
0
56 Chapters

1. Gadis yang kau anggap gila itu istriku

1. Gadis yang kau anggap gila itu, istriku"Orang gila ... orang gila ... orang gila." Sayup kudengar suara dari depan gang di mana aku tinggal. Aku bergegas turun dari motor karena memang baru pulang mencari pekerjaan. Terlihat beberapa anak kecil sedang berkerumun di sana, di tengahnya tampak seorang sedang duduk meringkuk, memeluk lutut di bawah lampu remang jalan gang depan kontrakan. Kuparkir motor di tepi jalan lalu bergegas aku menghampirinya. "Anak-anak, nggak boleh gitu, ya. Kakak ini nggak gila, ini istri abang, dia sedang sakit. Sedang berobat, jadi jangan diganggu, kasihan," terangku dengan pandangan yang tak bisa lepas dari Gendis Anandita Respati, Gadis yang masih belum genap 21 tahun itu adalah anak dari keluarga yang cukup terpandang dari kota Solo. Namun, dia harus terusir dari keluarganya karenaku. Ya, karenaku. Entah sengaja atau tidak, aku lah penyebab dari apa yang dia alami saat ini. Melamun, menangis, kemudian tertawa dalam keheningan, dan kesendirian.Gendis
Read more

2. Sama-sam dijebak

2. Sama-sama dijebakAku duduk menyamai Gendis yang saat ini tersedu di bawah lampu jalan."Kenapa keluar malam-malam? Sudah Abang bilang kalau butuh apa-apa telepon atau kirim pesan ke Abang," ucapku. Namun seperti biasa, dia hanya diam tak menjawab.Akhirnya aku menghela napas dalam."Pulang, ya, Ndis," ajakku lembut. Ya, selama hidup bersama beberapa minggu, aku tak pernah berkata dengan nada tinggi, memperlakukannya sebaik dan selembut mungkin. Sebisa mungkin untuk tidak menambah keadaannya semakin parah dan semakin patah.Ia tak menjawab, hanya tatapan nyalang yang dia berikan sebagai jawaban setiap kali aku mengajaknya bicara. Dia sangat membenciku, sangat. Baginya, aku lah penyebab kehancuran sekaligus penyebab terusirnya dia dari keluarga, terpisah dari orang-orang tercinta. Aku baginya, hanyalah orang yang tidak mempunyai hati. Menjauhkan seorang gadis dan dibenci oleh keluarga, atau bahkan dia sudah memiliki kekasih dan harus berpisah karena ulahku? Entahlah.Dengan lancang
Read more

3. Perdebatan tangah malam

3. Perdebatan tengah malamKutinggalkan kamar Gendis setelah lampu kumatikan. Menenangkan diri di teras rumah dan memandang langit kelam sudah menjadi rutinitas setiap mata sulit untuk diajak kompromi. Tak ada cemilan ataupun kopi, hanya ada angan yang terus merajut segala pertanyaan dan merangkai jawabannya sendiri.Kontrakan kami berada di paling ujung dan sepi ditambah sebelah belum ada penghuni. Sengaja, aku memilih rumah yang paling ujung dan sepi. Aku tidak mau terlalu banyak berinteraksi karena perjuanganku mendapat tempat tinggal ini bukan main-main sekaligus penuh tragedi. Awalnya, pemilik kontrakan bertanya perihal surat nikah yang belum aku punya karena memang kami hanya menikah secara siri. Mereka terus mempertanyakan bukti agar kami bisa tinggal bersama. Ya, daerah ini jauh dari perkotaan, gaya hidupnya pun masih kolot dan status masih sangat dijunjung tinggi. Kutunjukkan foto ijab kabul yang kebetulan ada beberapa di ponsel, kemudian meyakinkan dengan berkata bahwa k
Read more

4. Perubahan sikap Gendis

4. Perubahan sikap GendisSeberkas sinar mentari menerobos jendela kaca yang berada di sebelah tempat tidur. Silaunya mengenai mata dan membuatnya harus mengerjap. Aku baru bisa tenang setelah adzan subuh berkumandang. Tanpa sengaja tidur di atas sajadah setelah melakukan pengakuan dosa dan memohon ampunan dengan derai air mata. Ya, aku begitu menjunjung tinggi kehormatan wanita namun hanya dalam waktu sekejap mata aku juga telah menghancurkannya. Bagaimana rasa bersalahku tidak berlipat ganda? Apakah ini yang dinamakan, apa yang paling tidak disukai justru akan terjadi? Entah.Kugerakkan kepala ke kanan dan ke kiri untuk mengurangi rasa kaku di leher. Setelahnya, kulirik jam dinding yang terpasang di dinding kamar. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan, sungguh aku sudah sangat kesiangan. Aku bangkit melipat sajadah dan sarung. Mengganti pakaian dengan kaos agar lebih nyaman. Kemudian bergegas ke dapur membuat sarapan.Dengan sedikit berlari aku menuju dapur, namun langkahk
Read more

5. Bimbang

5. Bimbang"Hem." Akhirnya aku menjawab. Terlalu dini menyebut sebuah cinta karena jujur aku tidak pernah merasakan apa-apa. Hanya tanggung jawab yang aku junjung tinggi ditengah kesalahan yang aku perbuat. Itu saja. Namun, mau tidak mau dia adalah istriku sekarang. Mengatakan tidak mencintai jauh lebih tidak mungkin lagi. Karena akan melukai perasaan Gendis sekaligus hubungan pernikahan kami dan Mbak Aya tidak akan pernah rela membiarkan aku tidak bahagia dengan orang yang tidak aku cintai. Tangan yang sebelumnya memeluk pinggangku erat, berubah merenggang kemudian terlepas. Mbak Aya terperangah atas jawabanku. Aku tahu. Perlahan aku mengurai pelukan. "Apa artinya Mbak bagimu? Lana?"Aku mengernyit bingung."Hah? Apa maksudmu, Mbak? Mbak Aya adalah kakakku satu-satunya. Satu-satunya.""Kakak?! Hanya itu?" tanyanya seraya menghapus sudut matanya kasar, membuatku semakin tak mengerti. Kupegang kedua pundaknya agar bisa menatap wajahnya lebih lekat. "Kau adalah wanita kedua yang be
Read more

6. Mas Boy 1

6. Mas Boy?Bau khas yang sangat tidak aku sukai menyapa indera penciuman begitu aku membuka mata. Ya, bau obat dan rumah sakit. Aku terbaring di ranjang dan ruangan serba putih, sendirian, tak ada seseorang di ruangan ini yang bisa aku tanyai.Kugerakkan perlahan tangan dan kaki. Bergerak. Beruntung, itu tandanya aku tidak mengalami patah tulang atau yang lebih mengerikan lagi kelumpuhan. Aku mencoba untuk duduk. Ah, kepalaku masih berat mungkin masih perlu pemanasan dan tunggu beberapa saat. "Mas, jangan banyak gerak dulu," ucap seorang perawat yang tiba-tiba datang kemudian membantuku untuk kembali berbaring. "Mas tadi mengalami kecelakaan."Ingatanku kembali pada kejadian di jalan berlubang yang menyebabkan aku hilang keseimbangan. "Saya udah mendingan, saya mau pulang saja," ucapku pada perawat tersebut."Eh, nggak boleh, Mas, kita sudah menghubungi keluarga Mas, kebetulan tadi saat kejadian ponsel Mas-nya berbunyi terus. Akhirnya kami beri tahu dan beliau yang bertanggung j
Read more

7. Mas Boy 2

Tawanya pecah begitu mendengar jawabanku. "Apa Danuarta sudah tidak mampu lagi memberi anaknya pekerjaan?" "Bukan, bukan begitu. Ini tidak ada hubungannya dengan Papa saya. Saya hanya ingin mandiri saja," terangku. Aku tak bisa mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Dia adalah satu-satunya orang yang aku segani. Mau ditaruh mana muka ini jika sampai profesor tahu apa yang sudah aku perbuat terhadap anak gadis orang. Ia pun mengangguk pelan. "Jadi benar, kamu mau bergabung bersama kami?"Cepat aku mengangguk. "Yasudah, berkas yang saya suruh untuk siapkan sudah ada?""Ada, ada di dalam tas saya. Masih saya suruh ambil perawat tadi."Pucuk dicinta ulam pun tiba, perawat yang aku suruh mengambil tas akhirnya datang tak lama setelah Profesor bertanya. "Ini, Mas tasnya," ucapnya padaku seraya menyerahkan tas yang aku tunggu-tunggu."Makasih."Aku pun segera memeriksa isi di dalamnya dan alhamdulillah semua masih utuh. Aku bisa bernapas lega, setidaknya tidak ada yang memanfaatkan
Read more

8. Habis kesabaran

Setelah dua malam rawat inap, aku berkeras untuk pulang. Saat badan diistirahatkan namun pikiran harus bekerja keras, maka hasilnya akan lebih parah. Uang pemberian Mbak Aya sebesar 20 juta sedangkan biaya rumah sakit akan membengkak karena tidak ada bantuan sama sekali mengingat aku korban tabrak lari, sehingga aku harus berpikir ulang jika harus tidur nyaman di tempat ini sampai kondisi benar-benar membaik seperti apa kata pihak rumah sakit.Awalnya, pihak rumah sakit melarang dan menyuruhku untuk tetap tinggal, setidaknya sampai dokter datang, tapi kepalang tanggung, aku sudah berjanji akan pulang pagi ini pada Gendis yang sempat mengirim pesan dan bertanya apa masih lama di kota. Lagi pula lukaku tidak begitu parah, hanya luka di tangan, lecet-lecet di kaki, dan kepala sedikit saja. Untuk apa harus dirawat begitu lama. Ini terlalu berlebihan. Bagiku pihak rumah sakit seringkali tidak berpikir biaya yang harus pasien keluarkan.Tak mau menunggu atau membuang waktu, aku pun bergega
Read more

9. Habis kesabaran 2

Gendis mengandung.Pandanganku mengabur, harus kah aku bahagia atau justru menangis? Benarkah dosa belum berakhir? Betapa menyedihkannya anak yang terlahir akibat dosa? Tuhan ... sesungguhnya aku tidak ingin ini terjadi. Semua pertanyaan-pertanyaan itu hanya bisa kuucap dalam hati karena lidah ini benar-benar kelu, seperti ada yang mencekik leherku, hingga tak sepatah kata pun bisa keluar dari mulutku selayaknya lelaki sejati yang telah berbuat salah kemudian bersujud meminta maaf.Hening, hanya ada suara isak tangis Gendis yang tak kunjung mereda."Kita, akan merawatnya, Gendis," ucapku setelah hampir satu jam kami sama-sama diam. Kuusap punggungnya pelan, ingin memeluknya untuk saling menguatkan, namun aku urung melakukannya karena dia bisa saja naik pitam.Kali ini tidak ada penolakan seperti biasa saat tangan ini menyentuhnya, tapi entah mengapa aku justru tidak suka. Sikapnya seperti orang yang sudah putus asa. Dia hanya diam seribu bahasa, menatap jendela kaca dengan tatapan ko
Read more

10. Perubahan sikap Gendis

Sejak kejadian pagi itu, perubahan mulai terjadi. Ada pendar ketakutan dan kecanggungan di mata Gendis, yang sejujurnya bukan itu harapanku.Aku menginginkan dia tenang dan nyaman di tengah kondisinya yang sekarang.Setiap pagi sudah ada kopi dan sarapan di meja makan. Entah dari mana dia mendapat uang untuk belanja, selama bersama aku tak pernah bertanya apakah dia punya uang atau tidak karena memang tidak ada kesempatan untuk itu dan entah dari mana juga dia belajar memasak empat sehat lima sempurna seperti yang sudah terhidang di meja saat ini?"Gendis, dari mana kamu dapat uang untuk belanja?" tanyaku saat dia meletakkan segelas susu di atas meja untukku."Uang sisa, saku dari Ayah saat aku magang di Jogja masih ada sedikit, Abang," jawabnya seraya menundukkan kepala.Aku mengangguk paham. Kemudian kuberikan sepuluh lembar uang seratus ribuan pemberian Mbak Aya. "Simpan uangmu, pakai yang itu untuk beli kebutuhan kalau Abang sedang tidak ada di rumah.""Tapi, Bang. Aku —""Kalau
Read more
DMCA.com Protection Status