Pesona Tuan Argantara

Pesona Tuan Argantara

last updateLast Updated : 2024-08-12
By:  Fitry Pit  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
3 ratings. 3 reviews
50Chapters
1.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

"Om, nikah yuk!" . Satu kalimat yang aku ucap kan berhasil membuat om Arga terkejut. Tapi itu hanya seper sekian detik. karena sesaat kemudian pria itu berlalu dari sana. Mungkin dia berpikir aku sedang bercanda. itu lah sebab nya dia pergi dan tidak menganggap serius ucapan ku. Sementara Rania yang berada di samping ku tertawa terbahak-bahak. Bagaimana tidak? aku yang seumuran dengan nya justru ingin menjadi ibu sambung nya. "Lo sakit ya, Bell. Masa iya lo ngajak nikah bokap gue. Ogah gue punya mama tiri kayak lo," "kok gitu sih, Ran. Harus nya lo dukung gue buat nikah sama orang yang gue cintai," "iya sih, tapi nggak harus bokap gue juga kali. umur kalian itu beda jauh," "umur hanyalah angka," "sok bijak lo," Akankah perbedaan usia kedua nya akan membuat cinta Arabella bertepuk sebelah tangan? Dan apakah yang harus Bella lakukan saat mantan istri Arga kembali hadir di tengah-tengah mereka? Haruskah ia bertahan atau memilih pergi?

View More

Latest chapter

Free Preview

Bab 1 : Masih di bawah umur

Pov Arabella Allahuakbar Allahuakbar "Subhanallah, suara calon imam ku sungguh menggetarkan hati," Aku buru-buru mengambil wudhu lalu memakai mukenah. Suara lantunan adzan yang sangat merdu itu, membuat aku mengenali siapa pemilik suara itu. "Tumben mau ke mesjid?" tanya papa, ketika aku tiba di lantai bawah. Bersamaan dengan dia yang juga ingin ke mesjid. Aku hanya cengengesan mendengar pertanyaan papa. Karena biasanya, jangan kan ke mesjid. Aku bahkan sering bolong shalat di rumah. Padahal papa sering kali mengingatkan aku, jika meninggalkan shalat adalah dausa besar. Di iringi dengan berbagai ceramah nya, dia terus menasehati aku. Tapi, memang dasar nya aku yang bandel dan tidak ingin di atur, mengabaikan semua nasehat yang papa katakan. Ibarat katanya, masuk kuping kanan keluar kuping kiri. "Alhamdulillah, pa. Sekarang aku lagi di kelilingi sama malaikat. Maka nya, begitu mendengar suara azan langsung gas ke mesjid," jawabku. "Jadi biasa nya di kelilingi apa?"

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Arjun
selamat aku suka itu
2024-06-29 00:07:23
0
user avatar
Nurul Septiani
ceritanya menarik
2024-06-28 21:38:33
1
user avatar
Arjun
bagus tuan
2024-06-18 12:38:16
0
50 Chapters

Bab 1 : Masih di bawah umur

Pov Arabella Allahuakbar Allahuakbar "Subhanallah, suara calon imam ku sungguh menggetarkan hati," Aku buru-buru mengambil wudhu lalu memakai mukenah. Suara lantunan adzan yang sangat merdu itu, membuat aku mengenali siapa pemilik suara itu. "Tumben mau ke mesjid?" tanya papa, ketika aku tiba di lantai bawah. Bersamaan dengan dia yang juga ingin ke mesjid. Aku hanya cengengesan mendengar pertanyaan papa. Karena biasanya, jangan kan ke mesjid. Aku bahkan sering bolong shalat di rumah. Padahal papa sering kali mengingatkan aku, jika meninggalkan shalat adalah dausa besar. Di iringi dengan berbagai ceramah nya, dia terus menasehati aku. Tapi, memang dasar nya aku yang bandel dan tidak ingin di atur, mengabaikan semua nasehat yang papa katakan. Ibarat katanya, masuk kuping kanan keluar kuping kiri. "Alhamdulillah, pa. Sekarang aku lagi di kelilingi sama malaikat. Maka nya, begitu mendengar suara azan langsung gas ke mesjid," jawabku. "Jadi biasa nya di kelilingi apa?"
Read more

Bab 2 : Spek suami idaman

Mendengar suaraku, papa buru-buru menyembunyikan bingkai foto yang di tatap nya tadi. Raut terkejut tidak bisa di sembunyikan nya, begitu dia mengetahui kehadiran ku.Tangan nya terangkat ke wajah, seperti menghapus air mata. Setelah itu barulah papa berbalik menatap ke arahku."Sudah pulang, nak? Papa pikir kamu masih lama di rumah Rania," ucap papa tersenyum ke arahku. Aku tau, itu hanyalah alasan nya. Agar aku tidak menanyakan apa yang di lakukan nya tadi. Juga tidak ingin membuatku bersedih.Meskipun tanpa di katakan apapun. Akutau, Papa pasti sedang merindukan mama. Setiap kali rindu itu datang. Dia pasti akan menatap lama foto mama, sambil menitikkan air mata nya.Entah sebesar apa rasa cinta yang di miliki papa. Hingga dia masih setia menunggu mama kembali. Masih setia mencintai wanita itu, meskipun dia sudah menorehkan luka padanya.Aku sendiri bahkan tidak pernah mengharapkan nya lagi. Dia yang memilih pergi, bahkan tanpa menoleh sedikitpun pada kami. Lalu, kenapa aku harus m
Read more

Bab 3 : Membeli bakso

"Radit," ucapku saat mengetahui bahwa yang memanggil ku tadi adalah Radit. "Mau masuk kelas, ya. Bareng aja, yuk," ucap Radit Aku hanya mengangguk, tanpa berniat menolak niat baik nya. Lagipula kami memang satu kelas. Sementara Rania yang berada di sampingku, sudah gregetan sama si Radit. Dia tidak suka pada pria itu. Karena Radit selalu bersikap sok ganteng di sekolah ini. Padahal menurut Rania, wajah pria itu biasa-biasa saja. Namanya Raditya, dia anak orang kaya. Ayahnya merupakan salah satu donatur tetap di sekolah ini. Tampang nya juga lumayan sih menurutku, banyak cewek-cewek di sini yang mengejarnya. Tapi tidak termasuk aku dan Rania, ya! Mungkin itu salah satu alasan dirinya bersikap demikian. Meskipun begitu, dia tidak sombong. Dan berteman dengan siapa pun, meskipun dia menjadi salah satu cowok terpopuler di sekolah ini. "Kok lo iyain sih, Bell," ucap Rania berbisik padaku. "Loh, apa salah nya? Lagipula kita memang mau ke kelas, kan," balas ku yang juga berbi
Read more

Bab 4 : Om, nikah yuk!

"Banyak amat lo beli baksonya. Emang habis?" tanya ku melihat Rania yang menenteng dua buah bakso di tangan nya. "Ya nggak lah! Ini gue beli buat papa satu," jawab Rania. "Kirain," jawabku cengengesan. "Lo sih, kebiasaan. Suudzon mulu," "Kok sepi rumah lo, Ran," ucapku begitu tiba di rumah nya. "Papa belum pulang kerja. Lagi lembur katanya," jawab Rania. Tidak lama setelah Rania mengatakan itu. Mobil om Arga mulai terlihat memasuki perkarangan rumah. "Itu om Arga udah pulang!" ucapku pada Rania. Membuat dia mengalihkan pandangan nya, begitu indra pendengar nya mendengar suara deru mobil om Arga. "Darimana, sayang," tanya om Arga pada Rania, begitu dia turun dari mobil nya. "Habis beli bakso, pa. Ini aku juga beli buat papa satu," balas Rania. "Aku nggak di tanya, om. Aku kan juga kepingin di panggil sayang," ucapku sambil mengedipkan mata genit. Tapi om Arga mana peduli dengan tingkah ke kanak-kanakan ku. "Kan tadi saya udah tanya ke Rania. Lagian kalian pasti pe
Read more

Bab 5 : Hah!

"Ups maaf, nggak sengaja," ucap seorang gadis yang fans berat sama Radit. Namanya Stella. Stella tertawa setelah mengatakan itu, di sambut gelak tawa oleh kedua sahabat nya, Rara dan Dini. Yang selalu mengekor kemana pun Stella pergi. Layak nya anak buah, Rara dan Dini selalu patuh dengan apa yang di katakan dan di perintahkan Stella. Karena Stella adalah anak orang kaya. Jadi tidak ada yang berani menegur atau pun menolah apa yang dia inginkan dan katakan. Mereka bertiga sering kali membully siswi-siswi yang mencoba mendekati Radit. Tapi berbeda dengan ku, bukan kami yang mencoba mendekati pemuda itu. Tapi dia sendiri. Tapi seperti nya Stella tetap menyalahkan kami. Terutama aku, karena tadi Radit juga duduk di sampingku. Aku memperhatikan seragam sekolah ku yang Basah terkena tumpahan jus yang dilakukan Stella. Aku tahu dia sengaja melakukan nya, tapi aku tidak ingin berdebat, lebih baik aku mengalah saja. "Iya, nggak papa. Lain kali hati-hati," jawabku yang memang tidak
Read more

Bab 6 : Restu dari Rania

Menjadi anak tunggal itu ternyata tidak menyenangkan. Apalagi jika setelah pulang sekolah seperti ini. Aku pasti sendirian di rumah, karena papa belum pulang kerja. Jika tidak ke pergi rumah Rania, aku pasti akan merasa kesepian di sini. Benar-benar sepi dan hampa. Coba saja papa nikah lagi, pasti aku akan punya adik yang lucu, dan bisa aku ajak main. Dan pastinya aku bakal betah di rumah. Tidak keluyuran ke rumah Rania setiap hari. Kehidupan memang tidak selalu berjalan seperti apa yang kita ingin kan. Padahal aku sangat ingin memiliki keluarga yang utuh dan bahagia. Tapi Tuhan tidak berkenan mengabulkan itu. Manusia mungkin punya rencana. Tapi Allah lah yang berkehendak. Sebaik apapun rencana yang kita rancang, jika Allah tidak menghendaki nya, maka semua nya akan sia-sia. "Apa aku buat cake aja, ya," ucapku tiba-tiba. Dari pada bosan, rebahan tidak jelas. Lebih baik aku buat cake aja. Nanti aku bisa nyuruh Rania mencicipi nya. Karena memang kebetulan aku sangat suka mem
Read more

Bab 7 : Tentang mama

"Gimana rasanya, pa?" tanyaku, menghidangkan beberapa cake yang aku buat tadi siang, beserta secangkir kopi untuk papa. "Enak! Putri papa ini memang punya bakat luar biasa. Bisa membuat kue enak, sama seperti_" papa terdiam, tidak melanjutkan ucapan nya. Tapi aku tau, kalimat apa yang ingin keluar dari mulut papa. Dia pasti ingin mengatakan jika aku mempunyai bakat yang sama dengan mama. Ya, dulu mama ku juga sangat pintar dan enak membuat cake. Bahkan papa sendiri berniat membuat kan sebuah toko kue untuk mama. Sebagai kado Anniversary pernikahan mereka. Manusia hanya bisa berencana. Pada akhirnya semua itu hanya tinggal harapan. Kado indah yang sudah papa siap kan ternyata sia-sia. Tepat satu minggu sebelum anniversary pernikahan mereka, mama pergi. Membuat papa hancur, sehancur-hancur nya. Mama selingkuh, dia memilih pergi dan ingin hidup bersama selingkuhan nya. Tanpa memikirkan aku. Tanpa peduli jika dia
Read more

Bab 8 : Firasat

Papa terdiam mendengar pengakuan yang keluar dari mulut ku. Bisa aku pastikan, jika papa pasti terlihat syok dan tidak percaya. "Nak Arga, tetangga kita?" tanya papa. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. "Ayah nya Rania," tanya nya lagi yang tidak percaya. "Iya, papa," "Apa? Kau pasti bercanda kan, nak!" ucap papa, menolak untuk percaya. "Aku mengatakan yang sebenarnya. Jika papa tidak percaya, ya sudah," ucapku yang tidak ingin meyakinkan papa. "Tapi... Apa kau yakin," "Yakin bagaimana?" tanya ku bingung. "Umur kalian beda jauh nak. Papa hanya tidak ingin suatu saat nanti kau menyesal setelah bersama dengan nya. Papa tidak ingin jika nanti sampai kau menelantarkan keluarga mu, dan menjalani hubungan gelap bersama pria lain. Hanya karena kau masih terlihat muda, dan suami mu sudah berumur," ucap papa mengingat kan.
Read more

Bab 9 : PAPA!

Sepanjang perjalanan aku selalu merasa gelisah. Entah apa penyebab nya, aku pun merasa bingung sendiri. "Kenapa dari tadi diam mulu, Bell. Lo sakit, ya," tanya Rania melihat ku hanya diam, sejak memasuki mobil. "Nggak, gue baik-baik aja, kok," balas ku. "Kalo baik-baik aja, ngomong dong. Jangan diam mulu dari tadi, capek ini gue ngomong sendiri," omel nya yang tidak bisa diam dari tadi. Membuat ku tersenyum dengan tingkah laku nya. Aku dan Rania berencana akan menonton di bioskop lebih dulu. Baru lah setelah itu kami akan jalan-jalan ke tempat lain. Yang pasti hari ini adalah waktu nya bersenang-senang. Apalagi Rania baru saja di kasih black card milik om Arga. Membuat gadis itu sumringah. Pun dengan aku, karena dia pasti akan membayar semua tagihan belanja ku nanti. "Lo tunggu di sini aja ya, gue mau beli minuman sama popcorn dulu," ucap nya meninggalkan aku. Aku yang sedang si
Read more

Bab 10 : Permintaan papa

Aku menunggu dengan perasaan takut di depan ruangan papa. Khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada nya. Mataku juga terlihat sembab, karena tidak henti-hentinya menangis sedari tadi. Sekarang aku mengerti, kenapa perasaan ku merasa gelisah sebelum nya. Mungkin itu adalah pertanda jika sesuatu yang buruk akan terjadi pada papa. Melihat papa terbaring di atas lantai saat aku pulang, membuat aku kesulitan untuk bernafas. Untung saja suara teriakan ku yang nyaring, membuat Rania bergegas menghampiri ku. Lalu memanggil om Arga, agar secepatnya membawa papa ke rumah sakit. Sedangkan aku yang masih syok, tidak bisa berbuat apa pun. Aku hanya diam saat Rania menarik tangan ku dan membawa ku menyusul om Arga yang membawa papa. "Minum dulu, Bell," ucap Rania, tapi aku menolak. Memikirkan keadaan papa, membuat aku tidak bernafsu apapun. Walau hanya sekedar meneguk air putih. "Tenang, ya! Om Baskara pasti akan baik-baik aja," ucap nya berusaha menenangkan aku. "Tapi bagaimana jika t
Read more
DMCA.com Protection Status