Beranda / Rumah Tangga / Pesona Tuan Argantara / Bab 2 : Spek suami idaman

Share

Bab 2 : Spek suami idaman

Penulis: Fitry Pit
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-25 21:47:15

Mendengar suaraku, papa buru-buru menyembunyikan bingkai foto yang di tatap nya tadi. Raut terkejut tidak bisa di sembunyikan nya, begitu dia mengetahui kehadiran ku.

Tangan nya terangkat ke wajah, seperti menghapus air mata. Setelah itu barulah papa berbalik menatap ke arahku.

"Sudah pulang, nak? Papa pikir kamu masih lama di rumah Rania," ucap papa tersenyum ke arahku. Aku tau, itu hanyalah alasan nya. Agar aku tidak menanyakan apa yang di lakukan nya tadi. Juga tidak ingin membuatku bersedih.

Meskipun tanpa di katakan apapun. Akutau, Papa pasti sedang merindukan mama. Setiap kali rindu itu datang. Dia pasti akan menatap lama foto mama, sambil menitikkan air mata nya.

Entah sebesar apa rasa cinta yang di miliki papa. Hingga dia masih setia menunggu mama kembali. Masih setia mencintai wanita itu, meskipun dia sudah menorehkan luka padanya.

Aku sendiri bahkan tidak pernah mengharapkan nya lagi. Dia yang memilih pergi, bahkan tanpa menoleh sedikitpun pada kami. Lalu, kenapa aku harus mengharapkan dia kembali?

"Tadi niatnya sih begitu. Tapi tiba-tiba teringat papa yang sendirian di rumah. Jadi nya tidak tega ninggalin papa lama-lama. Papa pasti kesepian sendiri," balasku.

Aku melangkahkan kaki mendekati papa. Lalu menjatuhkan diriku di sampingnya, aku sandarkan kepalaku di bahunya.

Meyakinkan papa, bahwa saat ini papa tidak sendirian. Ada aku di sini yang tidak akan pernah ninggalin papa.

"Bella sayang papa," ucapku memeluk tubuh tua nya dengan erat.

"Papa tau. Papa juga sayang putri papa yang bandel ini. Yang selalu membuat papa pusing," ucap papa terkekeh, sambil mengusap puncak kepalaku. Membuat aku juga terkekeh.

"Ish, papa. Yang di ingat kok cuma di bagian itu sih," ucapku pura-pura kesal.

"Emang iya kan? Terkadang di suruh shalat subuh, susah banget di bangunin. Di nasehati bukan nya dengar, malah buru-buru pergi,"

"Itu karena aku ada urusan, pa,"

"Alasan. Padahal selalu begitu," balas papa tersenyum.

"Ya udah, lain kali aku akan dengarin kalau papa lagi nasehati. Kalau perlu aku rekam, biar nggak lupa," papa menggelengkan kepala mendengar jawabanku. Tidak habis pikir dengan aku yang selalu bisa menjawab nya.

Sesaat kemudian, wajah murungnya tidak lagi aku lihat. Sekarang berganti dengan wajah ceria, bahkan terkadang tertawa dengan tingkah absurd ku.

Ya, memang inilah yang aku inginkan. Aku ingin papa terus tersenyum dan bahagia. Aku bahkan terkadang bersikap konyol, juga terus mengajak nya bicara. Juga membuat nya kesal, agar papa tidak terus larut dalam kesedihan nya.

"Papa udah minum ubat?" tanyaku kemudian. Karena papaku miliki riwayat tekanan darah tinggi.

"Udah,"

"Kapan?" tanyaku lagi.

"Tadi," aku menatap penuh silidik ke arah papa.

"Papa nggak bohong kan?" bukan tanpa alasan aku bertanya seperti itu. Karena papa sering mengabaikan kesehatan nya sendiri. Bahkan terkadang dia sengaja tidak meminum obatnya.

"Ya Allah, masa kamu nggak percaya sih sama papa sendiri," ucap papaku terlihat kesal.

"Ya udah, aku percaya. Aku cuma tidak ingin penyakit papa kambuh. Aku tidak ingin terjadi sesuatu sama papa," ucapku lirih di akhir kalimat.

"Iya, nak. Papa tau itu. Sebaik nya sekarang kamu istirahat, besok sekolah, kan," ucap papa lembut. Aku hanya mengangguk kan kepala. Menuruti apa yang papa katakan.

**

**

Selesai sarapan, aku bergegas ke rumah Rania, yang hanya berjarak beberapa meter saja.

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumussalam. Masuk Bel," ucap Rania duduk di atas sofa.

Aku segera menghampiri nya. Ya, karena memang biasanya aku berangkat ke sekolah bareng Rania. Kami satu sekolah, juga satu kelas.

"Ellah! Masih duduk santai ini tuan putri. Nggak sekolah?" tanyaku menghampiri nya.

"Sekolah lah. Emang nggak liat, ini udah pakai seragam?"

"Ya udah kalau gitu, ayok," ajakku. Takut terlambat, karena hari ini senin.

"Bentar, nunggu bokap dulu," ucap Rania.

"Berangkat bareng om Arga?"

"Iya, mobil gue lagi di servis di bengkel. Emang lo nggak liat tadi, mobil gue nggak ada di garasi," ucap Rania.

"Bukan nggak liat, tapi nggak merhatiin," balas ku.

"Sama aja,"

Sesaat kemudian, om Arga keluar menghampiri kami.

Aku terpaku melihat penampilan nya. Meskipun menggunakan pakaian formal seperti biasanya. Entah kenapa di mataku, semakin hari dia semakin tampan saja.

Memang ya! Pesona duda tidak terbantahkan. Di tambah dengan usia nya yang sudah dewasa.

"Awas, air liur lo netes," aku buru-buru menghapus nya, tapi tidak ada. Ternyata Rania ngerjain aku. Membuat ku menatap kesal ke arah nya.

"Lo sih, masa natap bokap gue sampai sebegitu nya,"ucapnya menertawakan aku.

"Habisnya bokap lo. Makin hari makin tambah ganteng aja. Gimana nggak meleleh aku" ucapku secara terang-terangan, tanpa rasa malu sedikit pun. Ya, jika menyangkut om Arga seperti nya rasa malu ku sudah hilang.

"Sama dong, kayak anaknya," ucap Rania mengibas rambutnya, bertingkah sok cantik. Karena tadi aku mengatakan bapak nya ganteng.

"Nggak usah bertingkah sok cantik. Lo dan monyet sama jeleknya," ejek kan ku membuat Rania kesal. Baru saja dia ingin membalas nya, tiba-tiba saja om Arga berdehem.

"Udah siap?" tanya om Arga pada kami, seperti nya dia ingin segera berangkat.

"Udah, pa,"

"Belum, om," ucap ku bersamaan dengan Rania.

"Apanya yang belum siap?" tanya om Arga menaikkan sebelas alis nya.

"Belum siap natap om Arga. Baru juga satu menit. Masih pengen natap lebih lama lagi," ucapku berani.

Membuat mata Rania mendelik ke arahku. Dia pasti tidak percaya aku berani mengatakan itu pada papa nya. Apalagi dia tau betapa dingin nya om Arga. Membuat siapa pun segan padanya. Tapi tidak denganku.

Bahkan terkadang aku berani mengatakan secara terang-terangan, jika aku suka pada nya. Tapi om Arga mana peduli ucapan anak kecil seperti ku. Ya, dia pasti menganggap aku anak kecil.

"Kalau mau natap lama-lama, harus nunggu halal dulu,"

Hah?

Aku tidak percaya ini, om Arga membalas ucapanku. Biasanya dia hanya diam, atau memilih pergi dari pada mendengar ocehan ku yang tidak berfaedah.

"Kalau nunggu halal, lama om," balas ku kemudian.

"Makanya, sekolah yang benar. Harus jadi anak baik, biar nggak lama," ucap om Arga.

Aku ingin bertanya lagi, apa maksud nya? tapi tiba-tiba om Arga segera beranjak keluar. Membuat aku mengurungkan niat untuk bertanya.

Sekolah kami dan kantor om Arga searah. Sehingga dia tidak perlu putar balik lagi setelah mengantarkan kami.

Aku memilih duduk di kursi belakangnya. Begitu pun dengan Rania, tadi nya aku pikir dia akan duduk di depan bersama om Arga.

"Kenapa duduk di belakang? Mending lo duduk di depan dah, nemenin om Arga,"

"Serah gue lah mau duduk di mana," balas nya yang membuatku kesal.

"Gue serius Rania, kasian bokap lo di depan sendirian. Entar dia mikir kita nganggap dia supir lagi," balas ku.

"Udah lah, ngak usah suudzon. Papa nggak ada pikiran kayak gitu, mending lo diam dan duduk manis aja, ya,"

Aku memilih diam, tidak ingin berdebat pagi-pagi. Apalagi om Arga sudah mulai menjalankan mobil nya. Jangan sampai nanti dia marah dan menurunkan aku di tengah jalan.

Kan nggak lucu, gadis secantik aku di tinggalin di tengah jalan. Dan harus jalan kaki ke sekolah. Sebagai seorang yang menumpang, aku harus bersikap baik. Biar besok di kasih tumpangan lagi. Kan enak, bisa hemat, nggak perlu ngeluarin duit. Alias gratis, hehehe.

Akhirnya setelah beberapa saat mobil berhenti di depan gerbang sekolah.

Aku  yang ingin turun, mengurungkan niat saat melihat Rania mengulurkan tangan ke arah om Arga. Aku pikir dia mau salim, tapi aku salah. Ternyata...

"Pa, minta uang jajan," ucapan nya membuat aku tercengang. Benar-benar ini anak ya!

Setelah itu barulah aku melihat dia mulai mencium punggung tangan om Arga. Aku pun melakukan hal yang sama.

"Ini," aku terkejut begitu om Arga menyodorkan beberapa lembar uang merah padaku.

"Buat jajan kamu," ucap om Arga.

"Nggak usah, om. Aku udah di kasih jajan sama papa tadi. Tapi... Kalau om maksa nggak papa deh," ucap ku mengambil uang yang di sodorkan om Arga tadi.

"Rejeki, nggak bisa di tolak," ucapku cengengesan.

"Makasih ya om. Om Arga baik banget deh! Udah ganteng, kaya, paham agama lagi. Membuat aku tambah cinta. Benar-benar spek suami idaman," ucapku berusaha tersenyum semanis mungkin. Barangkali nanti om Arga terpikat dengan senyumanku.

Ngarap!

"Lo ya Bel. Nggak takut lo ngomong ke gitu terus ke papa. Udah tau papa dingin amat. Masih aja mancing-mancing dia, kalau sampai papa marah, habis lo," ucap Rania begitu turun dari mobil.

"Emang nya aku mancing apa? Aku cuma bilang cinta. Emang salah?"

"Tau ah," balasnya.

"Bella, tunggu," panggilan itu menghentikan langkah ku.

Bab terkait

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 3 : Membeli bakso

    "Radit," ucapku saat mengetahui bahwa yang memanggil ku tadi adalah Radit. "Mau masuk kelas, ya. Bareng aja, yuk," ucap Radit Aku hanya mengangguk, tanpa berniat menolak niat baik nya. Lagipula kami memang satu kelas. Sementara Rania yang berada di sampingku, sudah gregetan sama si Radit. Dia tidak suka pada pria itu. Karena Radit selalu bersikap sok ganteng di sekolah ini. Padahal menurut Rania, wajah pria itu biasa-biasa saja. Namanya Raditya, dia anak orang kaya. Ayahnya merupakan salah satu donatur tetap di sekolah ini. Tampang nya juga lumayan sih menurutku, banyak cewek-cewek di sini yang mengejarnya. Tapi tidak termasuk aku dan Rania, ya! Mungkin itu salah satu alasan dirinya bersikap demikian. Meskipun begitu, dia tidak sombong. Dan berteman dengan siapa pun, meskipun dia menjadi salah satu cowok terpopuler di sekolah ini. "Kok lo iyain sih, Bell," ucap Rania berbisik padaku. "Loh, apa salah nya? Lagipula kita memang mau ke kelas, kan," balas ku yang juga berbi

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Pesona Tuan Argantara   Bab 4 : Om, nikah yuk!

    "Banyak amat lo beli baksonya. Emang habis?" tanya ku melihat Rania yang menenteng dua buah bakso di tangan nya. "Ya nggak lah! Ini gue beli buat papa satu," jawab Rania. "Kirain," jawabku cengengesan. "Lo sih, kebiasaan. Suudzon mulu," "Kok sepi rumah lo, Ran," ucapku begitu tiba di rumah nya. "Papa belum pulang kerja. Lagi lembur katanya," jawab Rania. Tidak lama setelah Rania mengatakan itu. Mobil om Arga mulai terlihat memasuki perkarangan rumah. "Itu om Arga udah pulang!" ucapku pada Rania. Membuat dia mengalihkan pandangan nya, begitu indra pendengar nya mendengar suara deru mobil om Arga. "Darimana, sayang," tanya om Arga pada Rania, begitu dia turun dari mobil nya. "Habis beli bakso, pa. Ini aku juga beli buat papa satu," balas Rania. "Aku nggak di tanya, om. Aku kan juga kepingin di panggil sayang," ucapku sambil mengedipkan mata genit. Tapi om Arga mana peduli dengan tingkah ke kanak-kanakan ku. "Kan tadi saya udah tanya ke Rania. Lagian kalian pasti pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Pesona Tuan Argantara   Bab 5 : Hah!

    "Ups maaf, nggak sengaja," ucap seorang gadis yang fans berat sama Radit. Namanya Stella. Stella tertawa setelah mengatakan itu, di sambut gelak tawa oleh kedua sahabat nya, Rara dan Dini. Yang selalu mengekor kemana pun Stella pergi. Layak nya anak buah, Rara dan Dini selalu patuh dengan apa yang di katakan dan di perintahkan Stella. Karena Stella adalah anak orang kaya. Jadi tidak ada yang berani menegur atau pun menolah apa yang dia inginkan dan katakan. Mereka bertiga sering kali membully siswi-siswi yang mencoba mendekati Radit. Tapi berbeda dengan ku, bukan kami yang mencoba mendekati pemuda itu. Tapi dia sendiri. Tapi seperti nya Stella tetap menyalahkan kami. Terutama aku, karena tadi Radit juga duduk di sampingku. Aku memperhatikan seragam sekolah ku yang Basah terkena tumpahan jus yang dilakukan Stella. Aku tahu dia sengaja melakukan nya, tapi aku tidak ingin berdebat, lebih baik aku mengalah saja. "Iya, nggak papa. Lain kali hati-hati," jawabku yang memang tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Pesona Tuan Argantara   Bab 6 : Restu dari Rania

    Menjadi anak tunggal itu ternyata tidak menyenangkan. Apalagi jika setelah pulang sekolah seperti ini. Aku pasti sendirian di rumah, karena papa belum pulang kerja. Jika tidak ke pergi rumah Rania, aku pasti akan merasa kesepian di sini. Benar-benar sepi dan hampa. Coba saja papa nikah lagi, pasti aku akan punya adik yang lucu, dan bisa aku ajak main. Dan pastinya aku bakal betah di rumah. Tidak keluyuran ke rumah Rania setiap hari. Kehidupan memang tidak selalu berjalan seperti apa yang kita ingin kan. Padahal aku sangat ingin memiliki keluarga yang utuh dan bahagia. Tapi Tuhan tidak berkenan mengabulkan itu. Manusia mungkin punya rencana. Tapi Allah lah yang berkehendak. Sebaik apapun rencana yang kita rancang, jika Allah tidak menghendaki nya, maka semua nya akan sia-sia. "Apa aku buat cake aja, ya," ucapku tiba-tiba. Dari pada bosan, rebahan tidak jelas. Lebih baik aku buat cake aja. Nanti aku bisa nyuruh Rania mencicipi nya. Karena memang kebetulan aku sangat suka mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Pesona Tuan Argantara   Bab 7 : Tentang mama

    "Gimana rasanya, pa?" tanyaku, menghidangkan beberapa cake yang aku buat tadi siang, beserta secangkir kopi untuk papa. "Enak! Putri papa ini memang punya bakat luar biasa. Bisa membuat kue enak, sama seperti_" papa terdiam, tidak melanjutkan ucapan nya. Tapi aku tau, kalimat apa yang ingin keluar dari mulut papa. Dia pasti ingin mengatakan jika aku mempunyai bakat yang sama dengan mama. Ya, dulu mama ku juga sangat pintar dan enak membuat cake. Bahkan papa sendiri berniat membuat kan sebuah toko kue untuk mama. Sebagai kado Anniversary pernikahan mereka. Manusia hanya bisa berencana. Pada akhirnya semua itu hanya tinggal harapan. Kado indah yang sudah papa siap kan ternyata sia-sia. Tepat satu minggu sebelum anniversary pernikahan mereka, mama pergi. Membuat papa hancur, sehancur-hancur nya. Mama selingkuh, dia memilih pergi dan ingin hidup bersama selingkuhan nya. Tanpa memikirkan aku. Tanpa peduli jika dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-31
  • Pesona Tuan Argantara   Bab 8 : Firasat

    Papa terdiam mendengar pengakuan yang keluar dari mulut ku. Bisa aku pastikan, jika papa pasti terlihat syok dan tidak percaya. "Nak Arga, tetangga kita?" tanya papa. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. "Ayah nya Rania," tanya nya lagi yang tidak percaya. "Iya, papa," "Apa? Kau pasti bercanda kan, nak!" ucap papa, menolak untuk percaya. "Aku mengatakan yang sebenarnya. Jika papa tidak percaya, ya sudah," ucapku yang tidak ingin meyakinkan papa. "Tapi... Apa kau yakin," "Yakin bagaimana?" tanya ku bingung. "Umur kalian beda jauh nak. Papa hanya tidak ingin suatu saat nanti kau menyesal setelah bersama dengan nya. Papa tidak ingin jika nanti sampai kau menelantarkan keluarga mu, dan menjalani hubungan gelap bersama pria lain. Hanya karena kau masih terlihat muda, dan suami mu sudah berumur," ucap papa mengingat kan.

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-03
  • Pesona Tuan Argantara   Bab 9 : PAPA!

    Sepanjang perjalanan aku selalu merasa gelisah. Entah apa penyebab nya, aku pun merasa bingung sendiri. "Kenapa dari tadi diam mulu, Bell. Lo sakit, ya," tanya Rania melihat ku hanya diam, sejak memasuki mobil. "Nggak, gue baik-baik aja, kok," balas ku. "Kalo baik-baik aja, ngomong dong. Jangan diam mulu dari tadi, capek ini gue ngomong sendiri," omel nya yang tidak bisa diam dari tadi. Membuat ku tersenyum dengan tingkah laku nya. Aku dan Rania berencana akan menonton di bioskop lebih dulu. Baru lah setelah itu kami akan jalan-jalan ke tempat lain. Yang pasti hari ini adalah waktu nya bersenang-senang. Apalagi Rania baru saja di kasih black card milik om Arga. Membuat gadis itu sumringah. Pun dengan aku, karena dia pasti akan membayar semua tagihan belanja ku nanti. "Lo tunggu di sini aja ya, gue mau beli minuman sama popcorn dulu," ucap nya meninggalkan aku. Aku yang sedang si

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-05
  • Pesona Tuan Argantara   Bab 10 : Permintaan papa

    Aku menunggu dengan perasaan takut di depan ruangan papa. Khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada nya. Mataku juga terlihat sembab, karena tidak henti-hentinya menangis sedari tadi. Sekarang aku mengerti, kenapa perasaan ku merasa gelisah sebelum nya. Mungkin itu adalah pertanda jika sesuatu yang buruk akan terjadi pada papa. Melihat papa terbaring di atas lantai saat aku pulang, membuat aku kesulitan untuk bernafas. Untung saja suara teriakan ku yang nyaring, membuat Rania bergegas menghampiri ku. Lalu memanggil om Arga, agar secepatnya membawa papa ke rumah sakit. Sedangkan aku yang masih syok, tidak bisa berbuat apa pun. Aku hanya diam saat Rania menarik tangan ku dan membawa ku menyusul om Arga yang membawa papa. "Minum dulu, Bell," ucap Rania, tapi aku menolak. Memikirkan keadaan papa, membuat aku tidak bernafsu apapun. Walau hanya sekedar meneguk air putih. "Tenang, ya! Om Baskara pasti akan baik-baik aja," ucap nya berusaha menenangkan aku. "Tapi bagaimana jika t

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-07

Bab terbaru

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 50 : Bertemu keluarga baru mama

    POV Arabella"Mas, ini benar rumah nya?" Tanya ku pada mas Arga begitu dia menghentikan mobil nya. Yang di balas anggukan kepala oleh nya.Aku menatap iri pada rumah bercat putih yang ada di depan ku. Bukan karena rumah nya yang begitu besar. Tapi pada sebuah keluarga yang hidup bahagia di dalam sana.Keluarga yang aku rindukan. Tapi tidak pernah terwujud, karena salah satu tiang dari bahagia itu telah pergi. Dan dia memilih tempat lain untuk dia jadikan rumah yang kokoh."Ayo kita turun," ucapan mas Arga menyadarkan aku dari lamunan yang hanya ada di mimpi ku.Aku segera turun dengan mas Arga yang berjalan di sisiku. Begitu tiba di depan pintu, terlihat mama yang menyambut kedatangan kami dengan senyum bahagia."Akhirnya kalian tiba juga, mama pikir kalian tidak jadi datang," ucap mama merangkul ku ke dalam. Aku hanya diam tanpa menolak rangkuman nya.Aku ingin berdamai dengan masa lalu yang terasa menyakitkan itu. Setelah banyak nya nasehat yang mas Arga berikan padaku.Mencoba mem

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 49 : Mas, ini benar rumah nya?

    "Gimana penampilan aku, mas,"Tanya Bella begitu aku keluar dari ruang ganti. Untuk sesaat, aku terpaku melihat penampilan Bella yang terlihat saat manis dan anggun di balik gaun berwarna crem yang dia kenakan, juga pasmina nya yang berwarna senada. "Kok bengong sih, mas! Gaun ini terlihat tidak cocok, ya? Padahal ini pilihan kamu sendiri," Ucapan Bella yang bernada sedih, menyadarkan aku dari kekaguman ku. "Cantik!' balas ku singkat. "Bella apa gaun nya ini yang cantik?" Tanya wanita itu lagi. "Gaun nya memang terlihat cantik, tapi akan terlihat lebih cantik ketika kau yang mengenakan nya. Kau terlihat sangat cantik dengan gaun yang kau kenakan ini. Terlihat manis dan anggun," "Udah?" Tanya Bella membuat aku mengernyit bingung. "Apa nya yang sudah?" Balas ku balik bertanya. "Gombalan nya," ucap Bella membuat aku tersenyum. "Sebenarnya Belum. Masih banyak stok yang tersimpan di otak ku," balas ku membuat Bella tercengang. "Ada-ada saja kamu, mas! Aneh tau, nggak? D

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 48: my little wife

    "Tuan, ini berkas nya," ucap sekretaris ku menyerah kan berkas yang sebelum nya aku minta."Terimakasih. Kau bisa keluar sekarang," balas ku setelah mengambil berkas yang di berikan sekretaris ku."Baik, tuan. Saya permisi," balas nya lagi segera berlalu dari sana.Aku mulai membuka berkas itu dan membaca nya dengan seksama. Sebelum aku menandatangani nya.Dret... Dret... DretFokus ku tiba-tiba teralihkan saat terdengar nada dering dari ponsel milikku. Aku segera meraih ponselku yang tergeletak di atas meja, dan membaca nama penelpon. Aku tersenyum saat tebakan ku ternyata benar."My little wife," gumam ku membaca nama kontak Bella yang aku simpan di ponselku."Assalamualaikum, mas," ucap salam suara lembut dari seberang sana."Waalaikum salam,""Mas Arga masih di kantor, ya?" "Iya, mungkin sebentar lagi aku pulang. Ada apa, Bella?""Ini, Bella mau nanya, mas. Tadi ada kiriman paket buat Bella, katanya dari mas Arga. Emang nya benar ya, mas?" Tanya Bella dari seberang sana.Karena s

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 47 : Undangan makan malam

    "Itu sepertinya Rania. Ada perlu apa dia memanggil," ucap Bella. Aku hanya menggeleng, karena memang tidak bisa menebak apa tujuan Rania mengetuk pintu kamar kami. "Ada apa Rania?" Tanya Bella begitu membuka pintu. "Ada seorang wanita paruh paya di bawah. Dia datang ingin bertemu dengan bunda," balas Rania. "Siapa?" Tanya ku yang menyusul dari belakang Bella. "Rania juga nggak tau, pa! Tapi katanya, dia ibu nya bunda," jawab Rania. "Emang nya benar, Bun?" Tambahnya lagi menatap ke arah Bella. Membuat yang di tatap mendadak diam. "Mungkin itu memang ibu kamu, Bella. Ayo kita temui dia," ajak ku padanya. "Tapi aku tidak mau bertemu dengan nya, mas!" Tolak Bella menatap sendu padaku. Membuat Rania juga menatap bingung ke arahku. Seolah dia menuntut jawaban 'Ada apa dengan Bunda?' Karena perjalan hidup kedua gadisku ini hampir sama. Mereka sama-sama di tinggalkan oleh wanita yang seharus nya memberikan kasih sayang pada mereka. Tapi aku yakin, di balik kepergian ibunya Bel

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 47 :

    Dua hari sudah berlalu sejak kedatangan Dania. Sejak saat itu pula aku melihat wajah Bella sudah tidak seceria biasa nya. Dia lebih banyak murung bahkan jarang bicara padaku, kecuali yang di perlukan saja. "Ada apa denganmu?" Tanya ku menatap intens ke arah Bella. "Aku tidak apa-apa, mas. Memang nya ada yang salah dengan ku," tanya nya balik. "Ada," "Perasaan kamu aja mungkin," balas Bella mengalihkan pandangan nya ke arah lain. "Hadap sini, Bella! Jangan menatap ke arah lain," perintahkan ingin menatap kedua matanya. Ingin tau apa yang saat ini di rasakan nya. Bukankah mata tidak bisa berbohong? Apa yang di sembunyikan oleh hati biasanya akan nampak di matanya. Aku menyentuh kedua pipi Bella dengan tanganku, hingga wajah gadis itu menghadap ke arahku. Aku tatap mata nya dengan lembut, mata yang selalu menatap ku penuh cinta selama ini. "Apa yang saat ini kau rasakan?" "Aku merasa deg-degan, mas! Jangan menatap ku seperti itu!" Balas nya polos, membuat aku terkekeh pe

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 46 :

    POV Argantara Sudah satu jam lebih aku berusaha memejamkan mataku, berharap rasa kantuk itu segera menyerang ku. Tapi aku tidak kunjung tertidur. Pikiranku masih berkelana kemana-mana. Percakapan ku dengan mantan istriku sebelumnya, Dania. Masih terus tergiang dalam ingatanku. Rasanya aku tidak percaya jika ibuku sanggup melakukan itu. Memang awalnya ibuku kurang setuju saat aku mengutarakan keinginan ku untuk menikah dengan Dania. Dia sempat menentang hubungan kami, apalagi saat itu aku masih sangat muda. Tapi, karena kesalahan fatal yang terjadi antara aku dan Dania, maka ibu tidak ada pilihan lain selain merestui hubungan kami. Setelah kami menikah, aku melihat sikap ibu sangat baik pada Dania. Dia menyayangi dan juga terlihat sangat perhatian pada Dania. Apalagi saat itu Dania sedang mengandung. Ibu bahkan tidak membiarkan Dania melakukan apapun sendiri. Dia benar-benar menyayangi Dania layaknya anak sendiri. Itulah yang aku lihat saat kami masih hidup bersama dulu. Membuat

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 44 : Aku masih mencintaimu

    "Ibuku? Apa maksudmu menuduh ibuku?" Tanya mas Arga dengan raut wajah terkejut sekaligus marah.Dia pasti marah mendengar tuduhan yang di lontarkan Tante Rania. Ya, tuduhan! Mas Arga tidak akan mungkin percaya begitu saja kalimat yang keluar dari mulut Tante Dania."Aku tidak menuduh, tapi aku mengatakan fakta yang sebenarnya. Bukan kah itu yang dari tadi ingin kau dengar jawaban nya? Kau ingin tau alasan apa yang membuat ku pergi meninggalkan kalian kan? Dan itulah alasannya! Alasan nya karena ibumu, Arga!" Ucap Tante Dania bangkit dan menyentuh tangan mas Arga. Seraya menunjukkan tatapan sendunya.Deg! Dada ku rasanya bergumuruh hebat melihat Tante Dania dengan lancangnya menyentuh tangan mas Arga. Ingin rasanya aku berlari dan menarik tangan nya agar menjauh dari suamiku.Tapi aku harus menahan diri. Ingin tau apa yang akan mas Arga lakukan. Apakah dia akan merasa marah dengan tindakan Tante Dania? Atau kah dia akan terlihat biasa saja?"Jangan menyentuhku!" Sentak mas Arga menari

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 43 : Ibumu!

    "Sebaiknya kau pulang dulu, Dania! Kau bisa datang lain waktu untuk bertemu Rania. Saat ini dia pasti syok dengan kedatanganmu yang tiba-tiba. Karena saat ini Rania merasa hidup nya sudah sempurna tanpa kehadiran ibu kandungnya. Apalagi sudah ada Bella yang hadir di tengah-tengah kami," ucap mas Arga. "Kau datang menemui nya setelah sekian lama. Dan ini adalah kali pertama Rania melihat wajahmu, dia pasti tidak menyangka jika ibu yang telah meninggalkan nya dulu datang karena merindukan nya. Dia masih labil, jadi biarkan dia merasa tenang dulu," tambah mas Arga lagi sedikit menyindir lawan bicaranya "A-apa katamu? Pertama kali? Jadi kamu tidak pernah memperkenalkan aku pada Rania?" Tanya Tante Dania terkejut. "Jangankan memperkenal, aku bahkan sudah membakar habis semua fotomu. Lagi pula untuk apa Rania mengenal ibunya? Jika ibunya sendiri tidak menginginkan nya?" Balas mas Arga tajam. Membuat mata Tante Dania berkaca-kaca. Dan tanpa aba-aba, air mata itu mengalir dengan begitu

  • Pesona Tuan Argantara   Bab 42 : Kau gila!

    "Kau pasti berbohong!" Tuding Tante Dania terkejut. "Aku tidak berbohong, Dania! Aku mengatakan yang sebenarnya. Aku memang sudah menikah! jelas mas Arga. "Tapi aku tidak percaya! Kau pasti bercanda kan, Ar? Kau tidak mungkin sudah menikah," balas Tante Dania lagi yang menolak percaya penjelasan mas Arga. "Aku pria normal, Dania! Aku butuh seorang istri! Aku menginginkan keluarga yang utuh! Begitu pun Rania yang juga membutuhkan seorang ibu," "Kau tidak normal Arga! Kau gila! Bagaimana bisa kau menikahi seorang gadis yang seusia putrinya! Kau menikah dengan seorang gadis yang masih SMA," hardik Tante Dania menggelengkan kepala nya. "Lalu dimana salahnya, Tante? Apa pernikahan kami di larang secara hukum dan agama? Tidak bukan? Bahkan pernikahan kami sah di mata hukum dan di hadapan Allah! Apa saya harus memperlihatkan buku nikah kami sekarang? Barulah Tante akan percaya!" Tegasku dengan berani. "Kau masih sangat muda! Masih kecil! Harusnya kau sekolah yang benar, bukan nya suda

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status