Tanpa sengaja Naura mendengar suaminya menyebut nama perempuan lain saat berdoa. Dari sanalah semua terungkap, Naura mulai curiga hingga akhirnya terbongkar semua kisah masa lalu sang suami. Naura kira nama perempuan itu adalah perempuan di masa lalunya ternyata nama itu adalah nama anak sang suami dari istri keduanya. Bagaimana kehidupan rumah tangga Naura? Apa yang dilakukannya?
View More"Jaga dia dimanapun berada Ya Allah, titip dan temani Zahra selalu."
Antara sadar dan tidak aku terhenyak seketika mendengar doa yang dipanjatkan suamiku di atas sejadah, kulirik jam di atas nakas menunjukan pukul tiga dini hari. Hal yang biasa dilakukan suamiku yaitu shalat tengah malam. Tapi kali ini ada yang membuatku terkejut hingga mata ini mendadak awas.
Khawatir salah mendengar, aku mencoba tetap tenang bersembunyi di balik selimut memastikan suamiku akan menyebut kembali nama perempuan lain, bukan namaku atau nama ibunya sekalipun. Zahra? Nama siapa yang disebutnya?
Lama menunggu tapi Mas Raihan tak menyebut nama itu lagi. Kuhempas jauh pikiran negatif yang mendadak hadir, mungkin aku salah mendengar. Perlahan aku bangkit tentu saja membuat Mas Raihan menoleh.
"Sudah bangun?" tanyanya dengan senyum yang selalu membuatku selalu jatuh cinta.
"Sudah Mas, kenapa gak bangunkan aku. Kita bisa sholat sama-sama."
Mas Raihan tersenyum, lalu bangkit dan berjalan menuju ke arahku. Terduduk di sampingku, lalu ia menatap wajah ibu begitu lekat. Ada sesuatu yang berbeda dari tatapannya.
"Ada apa sih, Mas. Kok menatap aku kayak gitu?"
"Nggak apa-apa, kamu cantik kalau bangun tidur."
"Ish, mulai gombal. Udah ah, gak bakalan bener kalau Mas Raihan udah kayak gitu, aku ke air dulu."
"Habis ke air?" tanyanya penuh arti.
Aku tak menjawab pertanyaan Mas Raihan yang disertai tatapan genit, berjalan menuju kamar mandi. Menatap diri di cermin, mendadak pikiranku kembali kacau. Lima tahun menikah dengan Mas Raihan, meski belum dikaruniai buah hati tapi Mas Raihan tak pernah sedikitpun membuatku kecewa, bahagiaku di atas kebahagiaannya. Tapi kenapa ada nama perempuan lain yang disebutnya dalam doa malam ini, sekian malam selalu kulewati dengannya tak pernah ku dengar nama itu disebut.
Hani, Lani dan Kiana adalah tiga perempuan yang sempat mewarnai hari-hari Mas Raihan saat muda dulu, ya ketiga nama itu Mas Raihan ceritakan. Tidak sempat berpacaran dengan mereka hanya saja sempat dekat dan sempat terbesit untuk menikahi salah satu di antara mereka. Sedangkan Zahra? Ah, nama itu belum pernah Mas Raihan ceritakan atau sengaja Mas Raihan tak menceritakan hal itu.
Ketukan pintu membuyarkan lamunan, bayangan akan peristiwa singkat tapi mampu membangkitkan insting terpekaku menjadi seorang istri, aku mengusap wajah.
"Kamu baik-baik saja, kan sayang?"
"Iya, Mas. Biasa mules jadi senyap," ucapku berbohong saat Mas Raihan bertanya dari luar.
Segera kuselesaikan aktivitas di dalam kamar mandi agar Mas Raihan tak mencurigaiku. Bibir ini mengguratkan senyum di antara hati yang penuh tanya, ingin rasanya kutanyakan langsung pada lelaki yang sudah memberikan aku banyak kebahagiaan meski pernikahan kami terjadi karena sebuah perjodohan.
Ya, aku dijodohkan dengan Mas Raihan. Orang tua Mas Raihan adalah sahabat dekat orang tuaku, mereka dulu satu gengs di sekolah. Lama tak bertemu lalu media sosial kembali mempertemukan mereka dan menyadari mereka sudah memiliki anak gadis dan bujangan. Hingga perjodohan itu terjadi, tapi sikap Mas Raihan tak ada yang janggal atau menolak justru dia sangat hangat hingga membuatku tak menolak perjodohan ini.
"Sayang, Mas berangkat lebih pagi hari ini."
Aku sedikit mengerutkan dahi, ucapan Mas Raihan sesaat setelah aku sembahyang membuat pikiranku kembali tak benar.
"Kenapa?" tanyanya lagi.
"Nggak apa-apa, Mas. Kok tumben, ini kan hari Jumat biasanya agak siang."
"Ya, kebetulan ada kerjaan yang harus segera selesai daripada besok Mas harus masuk, nanti istri Mas yang cantik manyun gara-gara weekend masuk kerja," ucapnya seraya mencubit pipi ini.
Wanita mana yang tak terbuai dengan kalimat itu, aku pun menahan malu mendengarnya tapi pipi ini mungkin sudah memancarkan warna pink kemerah-merahan yang menggambarkan suasana hati. Ah, bagaimana bisa aku berpikir Mas Raihan memiliki wanita idaman lain sementara sikapnya selama ini tak ada yang berubah sedikitpun.
"Sini," ajaknya menarik tanganku agar ikut duduk di tepi ranjang.
"Aku lepas mukena dulu, Mas."
"Gak perlu, aura kecantikan kamu lebih terpancar saat memakai mukena."
Lagi, hati ini bak dibawa terbang ke langit ke tujuh, terbuai dan sungguh melenakan. Lelaki itu menatapku penuh cinta, fiks tadi aku hanya cemburu. Bisa saja tadi aku salah mendengar, membuang semua itu dan menikmati waktu ini bersama lelaki yang namanya selalu tersemat di dalam hati ini.
"Hati-hati di rumah ya, kalau mau keluar jangan lupa kabari aku," pesannya sesaat sebelum berangkat bekerja.
"Siap komandan, hati-hati juga untuk kamu Mas. Jaga hatiku tetap di hati kamu," ucapku.
Ada senyum di wajahnya yang kubaca dengan sesuatu yang aneh. Ah, lagi-lagi insting ini berkata lain tapi aku harus coba menepisnya. Lambaian tangan dan ucapan salam menuntaskan perpisahan pagi ini, aku kembali masuk ke dalam rumah baru tiba di ruang tamu langkah ini terhenti saat mendengar sebuah sepeda motor terparkir di luar pagar.
"Hanifa," gumamku.
"Assalamualaikum, Mbak."
"Waalaikumsalam, Mas Raihan baru saja berangkat. Ada apa?" tanyaku.
"Aku bukan mau ke Mas Raihan kok, Mbak. Aku mau ke Mbak," ucapnya.
"Oh, ayo masuk."
Aku pun mengajak Hanifa, adik Mas Raihan satu-satunya. Tampilan sudah rapi dan sangat berbeda dari biasanya, Hanifa masih kuliah di semester lima. Dia memang sering main ke rumah, tapi kali ini beda kenapa sepagi ini sudah datang.
"Mbak, aku boleh pinjam dress warna pink. Kebetulan aku gak punya, hari ini ada acara spesial soalnya dresscode nya pink."
Pink
Tetiba aku teringat Mas Raihan pun barusan pakai baju Pink? Apa ini sebuah kebetulan atau?
"Acara apa dek?" tanyaku.
"Launching butik kakak kelas waktu di SMA, mbak. Dia baru balik dari luar negeri terus buka butik gitu. Aku pengen banget ketemu dia," jelasnya dengan gembira.
"Oh, sebentar Mbak ambilkan."
Tanpa menunggu lama aku pun mengambil baju yang akan kupinjamkan kebetulan ada beberapa baju dengan warna yang diinginkan Hanifa, tubuh kami memang tak jauh berbeda, Hanifa memang sering meminjam baju, kerudung, sepatu, tas dan itu semua tak aku permasalahkan. Aku yang hanya anak tunggal, merasa bersyukur diberikan kesempatan merasakan punya adik apalagi Hanifa adalah anak yang baik.
"Terima kasih ya, Mbak."
Aku hanya mengangguk dan tersenyum, Hanifa pamit mengganti bajunya. Sementara aku kembali memikirkan kejanggalan pagi ini, teringat tadi pagi Mas Raihan menanyakan kemeja pink hadiah ulang tahunnya dariku dua tahun yang lalu, kemeja yang hanya dipakai saat aku memakai baju yang sama kebetulan baju itu memang aku pesan berpasangan. Aku tak menaruh curiga apapun tapi saat Hanifa datang dan dia pun menggunakan baju yang sama mendadak pikiran ini kembali berkecamuk. Ada apa dengan hati ini?
Dering ponsel menarikku dari lamunan, itu dering ponsel Hanifa. Aneh, biasanya aku paling tak peduli tapi kali ini merasa penasaran dengan penelpon yang sejak tadi melakukan panggilan terus. Perlahan aku dekati tas Hanifa, lalu mencari ponselnya dan saat menemukannya.
Mata ini membulat sempurna menatap nama kontak yang melakukan panggilan pada Hanifa "Kak Zahra"?
"Mas."Clarissa akhirnya mengalahkan egonya untuk tidak menyapa suaminya, sejak obrolan tentang ibu Raihan. Clarissa memilih untuk bungkam, percakapan dengan Kania tadi malam sungguh membuat Clarissa kian bertambah pusing. Kenapa pada akhirnya orang-orang di masa lalu kembali hadir saat kehidupan mereka sudah membaik."Iya, dek." "Mas, soal ibu."Raihan menatap Clarissa dalam, dia sudah pasrah dengan apapun keputusan Clarissa karena mungkin Raihan sadar bahwa selama ini keluarganya sama sekali tak pernah peduli padanya. Lalu mendadak kembali hadir setelah semua yang dilalui oleh mereka berdua. Raihan sadar tak mudah jadi Clarissa yang dinikahinya secara sembunyi-sembunyi, melewati masa sulit saat Raihan di penjara. Clarissa sempat ingin menyerah tapi akhirnya tetap bertahan, menemani Raihan hingga titik sekarang dan mereka sudah meresmikan pernikahan secara negara juga. Semua kepahitan hidup yang sudah dilewati oleh Raihan tak lepas dari dukungan dan kehadiran Clarissa, kini semua
"Kamu gak perlu jawab, dek. Harusnya aku tak perlu bertanya hal itu."Raihan berdiri lesu, lalu berjalan meninggalkan Clarissa yang masih mematung terdiam mendengar pertanyaan suaminya disusul pernyataan barusan. Belum sempat dijawab, Raihan sudah mengambil kesimpulan sendiri. Tapi jika bertanya dalam hatinya pun mungkin memang hal itu, bagaimana tidak sama sekali tak terbayang jika harus ada orang lain dalam kehidupan mereka tinggal satu atap. Selama ini meski sederhana Clarissa merasa tenang menjalani hidup bersama Raihan dan dua orang anaknya. Di tepi ranjang Raihan terduduk, pandangannya jauh ke luar kamar lewat jendela yang sengaja dibuka setiap pagi hingga sore oleh Clarissa agar udara berganti katanya. Raihan kembali mengulang pertemuan itu, pertemuan yang sama sekali tak pernah ia bayangkan. Selama lima tahun, Raihan mengira keluarganya sudah hidup bahagia hingga lupa pada dirinya, mereka sama sekali tak peduli dengan kehidupan Raihan. Tapi ternyata Tuhan pun menghukum perbu
"Ada apa, Mas?" Clarissa segera menghampiri Raihan yang baru saja pulang dengan wajah lesu, tubuh lemas terhempas ke sofa tengah rumah, kepala menyandar pada sofa, matanya terpejam. Clarissa seolah melihat sesuatu yang begitu berat tengah terjadi pada lelaki yang dia perjuangkan hidupnya selama ini. Berawal menjadi istri simpanan, hingga akhirnya menjadi istri satu-satunya dengan ujian yang tak mudah. Nyaris menyerah dan pasrah dengan keadaan yang menghampirinya. Sejak ketahuan menikah lagi, lalu Raihan jatuh miskin Clarissa membuktikan jika dia mencintai Raihan bukan hanya sekedar pada hartanya, awalnya meragu karena tiga tahun Raihan harus mendekam di penjara artinya Clarissa harus bersusah payah membiayai hidupnya anak semata wayangnya. Kegagalan berumah tangga yang dialami yang Mama membuat Clarissa akhirnya memilih bertahan dan berjuang berkorban membesarkan Kania, putri kesayangannya. Seminggu sekali mengunjungi Raihan memberikan semangat bahkan membantu Raihan untuk bertemu
Bismillah... Ketemu lagi di cerita ini ya, di season 2 kita akan bertemu dengan Raihan dan tentunya dengan kisah cinta pertamanya Zahra. Seperti apa kisahnya? Saksikan ya... *****"Mas Mas Raihan."Raihan sontak menoleh pada sumber suara yang memanggilnya, mata Raihan mencoba mengingat perempuan yang berada di seberang sana, perlahan dia menghampiri Raihan dengan wajah sumringah sementara Raihan masih mengamati wajah perempuan itu. Dan semakin dekat Raihan mulai mengenalinya. "Hanifa," lirih Raihan. "Iya, Mas. Ini aku Hanifa.""Ka-kamu?""Ya ampun, gak nyangka ketemu Mas Raihan disini, Mas kemana aja?" Raihan terlihat senang tapi raut wajahnya perlahan memudar, adik perempuannya itu sudah bukan gadis remaja yang selalu ia manja lagi. Tubuhnya sedikit kurus, dia berhijab dan wajahnya sedikit kusam. "Hanifa, harusnya Mas yang tanya kamu. Kamu, ibu, bapak kalian kemana saja selama Mas dipenjara?" tanya Raihan. Hanifa terdiam, wajahnya menunduk. Dia sadar betul dengan semua kesalaha
Aku tak menyangka perempuan itu datang sepagi ini, darimana dia tahu alamat rumah ini? Aku bisa saja mengusirnya dengan cepat tapi Mas Rafli tentu tak akan suka dengan hal itu, hingga terpaksa aku pun menemuinya. "Ada perlu apa?" tanyaku dingin."Mbak, aku tahu mbak dan Mas Raihan sudah bertemu jadi aku mohon jangan membalas sakit hatinya."Aku mengernyitkan dahi mendengar ucapannya, tetiba datang kesini hanya untuk memperingatkan aku tidak membalas sakit hati yang suaminya torehkan ah tidak-tidak dia pun ikut menorehkannya. "Tiga tahun rasanya cukup untuk membuat Mas Raihan akhirnya sadar atas apa yang sudah dia lakukan sama Mbak Naura, begitupun untukku cukup rasanya menerima dia apa adanya dalam keadaan dia tertahan di jeruji besi. Kini aku mohon sama Mbak jangan balas semuanya, lupakanlah mbak semuanya, lagi pula mbak sudah punya suami baru kan."Lagi, ucapannya melantur ke hal yang sama sekali tak pernah aku mengerti alam berpikir hal itu. "Tunggu, maksud kamu datang kesini se
Menjadi bagian dalam perjalanan seorang perempuan dari keluarga terpandang tak pernah aku bayangkan sama sekali sebelumnya, aku yang hanya orang kampung lahir dan besar dari keluarga sederhana di sebuah kampung yang sangat jauh dari ibu kota tak pernah sedikitpun bermimpi untuk mendapatkan pasangan dari orang kota apalagi sampai bermimpi mempunya istri orang kaya raya.Hidup besar di kampung dalam sebuah keluarga yang sederhana tapi penuh cinta dan kebahagiaan, lahir dan besar dari orang tua yang sangat begitu perhatian, penuh cinta kasih dan bahkan begitu agamis membuat aku dan adikku satu-satunya tumbuh menjadi pribadi yang diharapkan banyak orang, ya katanya begitu. Di tengah keterbatasan ekonomi setidaknya bapak dan Ema masih punya slot kena pujian orang karena punya anak Sholih dan Sholihah katanya, entahlah sepertinya kedua orang tuaku tak pernah peduli atas penilaian orang lain pada hidup kami hingga hal itu turun padaku. Aku tumbuh menjadi lelaki yang penyayang dan memiliki
"Naura.""Mas Raihan."Aku terpaku pada sosok di depan, lelaki yang telah menemaniku dan meninggalkan luka yang sudah perlahan menghilang sejak aku memutuskan membuka hati dan menerima Mas Rafli dalam hidupku. Lelaki yang tak pernah kusangka akan dipertemukan lagi, aku pikir tak akan bertemunya lagi bahkan sama sekali tak ingin aku membayangkan bisa melihatnya lagi. Sejak putusan cerai dikabulkan, lalu ku dengar Papa melaporkan Mas Raihan atas kasus korupsi, aku sudah mengubur semua tentang Mas raihan tak ingin mengingatnya lagi, tak ingin melihatnya bahkan tak pernah menampakan diri untuk menjenguk. Tapi hari ini setelah lebih dari tiga tahun takdir kembali mempertemukan kami, sudah lepaskah dia dari jerat hukum? Wajahnya yang sedikit tirus mungkin karena badannya yang tampak kurus, tapi rautnya tetap sama, masih terlihat seperti Mas Raihan yang dulu bersamaku. "Di bawa kemana Bu?" Suaranya membuyarkan semua lamunan yang mendadak hadir di pikiran, aku segera menguasai diri. "Oh,
Harusnya memang aku tak perlu cemburu atau merasa sakit saat melihat Naura dengan lelaki itu. Ah, siapa dia yang sudah menggantikan posisiku di dekatnya. Naura begitu terlihat bahagia, gelak tawanya berbanding terbalik dengan hatiku yang terluka. Sudah lama rasa itu tumbuh dan mencoba aku tepis, aku yang menikahinya dengan terpaksa lalu perlahan mencoba menerima dan mengkhianatinya nyatanya kali ini aku tak bisa menerima bahwa dia sudah memiliki penggantiku. Niat mencari keluargaku mendadak lenyap yang ada rasa penasaran yang bercokol dalam pikiran tentang kehidupan Naura sekarang, wajahnya begitu berbinar tak nampak sedikit pun kesedihan di wajahnya, dari jauh dan dalam diam aku memperhatikannya. Lelaki itu, ah siapa dia. Aku seperti tak asing lagi tapi dimana aku pernah bertemu dengannya? Tak kuat menahan sakit karena melihat keharmonisan mereka akhirnya langkah kaki ini menjauh dari rumah makan mewah itu. Kembali berjelaga menyusuri kota besar untuk memutuskan pulang, rasanya a
Ketukan palu itu membuat hidupku kian terpuruk, dua bulan yang lalu ketukan palu akan berakhirnya pernikahanku dengan Naura membuat aku masih bisa berdiri tegak dan merasa baik-baik saja, tapi ketukan palu kedua saat diri ini nyatanya diputuskan sebagai penjahat yang telah mengambil keuntungan dari perusahaan milik Naura rasanya hidup ini seolah sudah tak bisa berkilah lagi. Kecerobohan karena sebuah doa yang kupanjatkan untuk anakku, ah tidak-tidak memang bukan sepenuhnya untuk anakku ada hal lain yang tersemat di dalam doa itu, sebuah doa yang tentu saja mengandung sebuah dosa yang akhirnya membuat Naura tahu hal yang selama ini aku tutupi. Jika aku mencari pembenaran maka aku sejujurnya merasa tidak bersalah, semua yang terjadi padaku sungguh karena keegoisan orang tua ku dari jaman aku kecil hingga aku dewasa, tapi apa yang bisa kulakukan selain pada akhirnya menyadari bahwa semua sudah terjadi dan kini aku terbelenggu di jeruji besi yang dikelilingi para penjaga. Setiap hari a
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments