Di saat tengah semangat mengejar mimpi, Citra dipaksa menikah oleh keluarganya. Menikah dengan seorang pewaris tunggal dari keluarga kaya sekaligus musuh bebuyutannya. Dihadapi dengan sulitnya pilihan, mereka akhirnya membuat perjanjian. Pernikahan itu hanya sementara. Suatu hari nanti mereka akan bercerai. Namun, seiring berjalannya waktu, ada banyak hal baru yang terungkap. Sesuatu yang baru mereka ketahui, yang membuat mereka menyadari bahwa apa yang mereka anggap benar selama ini ternyata salah. Sesuatu itu menggoyahkan kesepakatan yang telah mereka buat di awal. Bagaimana kisah akhir pernikahan mereka? Bisakah mereka menepati perjanjian yang telah dibuat? Atau malah berakhir sebaliknya? AN: Ini cerita dengan konflik ringan. Jika kalian suka konflik yang berat, kalian bisa kunjungi cerita aku yang lainnya (Dendam Anak Tiri dan Mahligai yang Ternodai) di profil aku. Terima kasih.
View MoreAtala tak menyangka, Citra malah bertanya demikian. Kenapa gadis itu bertanya demikian?Atala tersenyum miring sambil membelai pipi mulus Citra dengan sisi telunjuknya membuat bulu kuduk Citra terasa meremang. Citra menoleh ke samping dan masih diam saja. Karena dia yakin lelaki itu tak akan berani berbuat serius."Kalau gue bilang, apa lo mau nurutin apa pun kemauan gue?" Atala berbisik.Mendengar pertanyaan itu Citra menatap Atala tajam. "Maksud lo apa?""Kenapa jadi nanya balik, sih, Sayang.""Jangan macam-macam."Tangan Atala sudah beralih ke pinggang Citra yang seketika di tepis oleh gadis itu. Atala tersenyum miring memperhatikan wajah dan sekujur tubuh mungil Citra. Atala benci melihat pemandangan di Mall tadi. Ada rasa tidak rela membayangkan gadis itu dibagi dengan lelaki lain. Dia yakin Dimas belum pernah mencicipi Citra. Tapi apakah benar begitu? Timbul pertanyaan baru di benaknya."Gue mau nanya.""Nanya apa?""Apa lo dan Dimas udah pernah ....?"Citra mengernyit. "Perna
"Jam segini baru pulang?"Langkah Citra di depan pintu yang menghubungkan garasi dengan ruang tengah tercekat. Gadis itu menoleh kaku ke arah sumber suara. Dilihatnya Atala berdiri tak jauh darinya sambil bersidekap dada.Gadis itu lalu meringis. "Katanya nggak akan pulang terlalu malam, ini udah jam sebelas loh.""Kan baru jam sebelas."Raut wajah Atala berubah mendengarnya. Dia pun mengangguk-angguk. "Oh jadi menurut lo jam sebelas itu belum terlalu malam?""Lo juga biasanya gitu kan? Lewat dari jam dua belas malam malah."Atala mengernyit heran. "Tadi kan katanya nggak akan pulang malam, sekarang gue protes lo malah cari pembelaan. Gimana, sih?""Ya udah sih, maaf. Kan sekarang gue udah di rumah.""Ya udah cepat masuk sana. Cuci kaki dan tangan, tidur."Citra tersenyum samar. "Iya.""Ngapain senyum-senyum gitu?" Atala memandangnya tak suka. "Jangan GR, gue cuman mau lo nepatin janji. Makanya besok-besok kalau nggak bisa pulang awal, jangan sok-sokan janji." Lelaki itu berjalan mel
"Sayang, kamu dengar aku nggak, sih?"Citra seketika mengerjap kaget saat Dimas menggoyangkan lengannya. "Hmm?" Gadis itu lalu menatap lelaki di hadapannya ini bingung.Melihat reaksi Citra demikian, Dimas berdecak. "Jadi kamu nggak dengerin aku ngomong panjang lebar dari tadi?" Dimas menatap tak percaya.Citra yang mulai menyadari kesalahannya, meringis. "Maaf, Sayang ... Aku ....""Kamu mikirin apa, sih, dari tadi? Mikirin suami kontrakmu itu, ya."Citra menghela napas. Dia tahu Dimas mulai marah. "Nggak, Sayang. Aku tuh cuman ....""Cuman apa? Sekarang aku sedang ada di depan mata kamu. Tapi aku ngerasa pikiran kamu tuh nggak ke aku, Cit. Apa yang lebih penting buat kamu daripada aku?"Citra yang pandangannya kini tertuju pada gelas kopi di meja, terdiam. Memang dia akui sejak tadi pikirannya ke mana-mana karena dia sibuk memikirkan Atala di rumah. Banyak hal yang dia pertanyakan. Bagaimana kondisi lelaki itu sekarang? Sedang apa dia sekarang? Sudah makan kah dia? Apakah sakitnya k
Sore harinya begitu Atala pulang, Citra orang yang pertama menyambut kepulangannya.Begitu terdengar mesin mobil di garasi dan suara Atala yang berbicara dengan Pak Agus, Citra yang duduk di ruang tamu sambil menscroll ponsel sejak tadi karena sengaja menunggu kepulangan lelaki itu langsung bergegas menghampiri garasi."Atala, lo nggak pa-pa?" Citra melirik tubuh lelaki itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dia menatap lekat lelaki itu. "Lo nggak sakit kan? Lo nggak hujan-hujanan kan?""Keadaan gue seperti yang lo lihat." Atala lalu berjalan masuk melewati Citra yang kemudian mengiringinya. "Baju gue nggak basah kan? Itu artinya gue nggak kehujanan.""Tapi tadi ada gerimis dikit. Bulan ini kan musim penghujan.""Ya, cuman gerimis. Waktu itu gue masih di kelas."Citra percaya dan merasa sedikit lega. Tapi diam-diam dia masih memperhatikan suaminya itu.Atala memang terlihat sudah sembuh, tapi ...."Tadi makan apa aja di kantin?" tanya Citra kemudian."Nasi putih, ayam goreng sama tel
Atala dipaksa Citra untuk sarapan. Bahkan juga dipaksa disuapi. Alasannya Citra mau memastikan kalau Atala makan dengan lahap dan cepat. Mereka makan di ruang tamu."Udah," ucap Atala ketika bubur itu tinggal sedikit lagi."Sedikit lagi, nih, habisin dong." Citra mengulurkan sesendok bubur terakhir itu ke mulut pria itu.Atala menggeleng."Sedikit lagi." Citra kekeh.Akhirnya Atala mengalah. Membuka mulutnya dan menikmati bubur terakhir itu. "Oke, kelar," ucapnya kemudian."Eh, belum.""Apalagi sih." Atala memelas."Minum susu dulu, nih." Citra mengulurkan segelas susu yang sudah tidak hangat itu pada Atala.Dengan malas-malasan Atala meminumnya hingga setengah. "Nih.""Habisin, dong."Atala memegangi perutnya. "Kenyang banget gue. Mau muntah gue.""Iya, deh." Citra mengalah kali ini."Gue berangkat dulu, ya." Lagi, Atala mengacak puncak kepala Citra. Dan Citra membiarkannya."Ingat, ya. Hati-hati jangan sampai tumbang di jalanan," pesan Citra."Iya." Atala mulai berdiri, berjalan kelu
Pagi itu sekitar setengah delapan Citra ingin menyiapkan sarapan untuk Atala. Dia ingin kali ini dia yang membuatkan bubur ayam untuk suaminya. Namun, gadis itu tersenyum melihat semangkok bubur ayam itu sudah tersedia di atas nampan di meja makan. Dia tahu Bi Rahma sudah menyiapkannya. "Eh, Non Citra mau sarapan?" Tiba-tiba Bi Rahma bertanya. Citra tersenyum. "Bentar dulu, Bi." Lalu pandangannya beralih pada semangkok bubur ayam dan segelas air putih di atas nampan itu. "Itu buat Atala, ya, Bi?" Harusnya dia tak perlu bertanya lagi karena sudah dua hari belakangan ini Bi Rahma selalu menyiapkannya untuk Atala. Hanya saja dia ingin berbasa-basi."Iya, Non. Non kalau mau sarapan, buburnya ada tuh udah siap semua. Tinggal nikmati saja. Bibi sekarang mau bawakan sarapan buat Tuan Atala. Biar nanti dia bangun bisa langsung makan," terang Bi Rahma yang kemudian mengangkat nampan itu. Namun, Citra menginterupsi."Eh, Bi, biar aku aja yang kasih." Citra memegangi nampan itu."Nggak pa-pa, N
Sejak Atala sakit, setiap tiga jam sekali, Citra menjenguk Atala di kamarnya. Dia ingin memastikan kapan lelaki itu sembuh. Dan dia ingin Atala segera sembuh.Kadang dia menemukan lelaki itu sedang tidur, kadang pula dia menemukan Atala sadar dan dia mencoba mengajak lelaki itu bicara tentang suatu hal.Seperti saat ini."Gue perhatiin lo rajin jengukin gue, kenapa? Kangen, ya?"Atala dan sifat percaya dirinya yang membuat Citra kesal mulai muncul.Dan tidak seperti biasa, Citra yang biasanya menanggapi pertanyaan semacam itu dengan kesal, kini malah terlihat santai saja. Gadis itu bahkan tersenyum membuat Atala bertanya-tanya dalam hati.Apakah gadis itu sedang bersandiwara? Tapi kan di sini tidak ada Papa, Eyang, Kak Shinta atau siapapun."Gue cuman nungguin kapan lo sembuh," jawab gadis itu akhirnya."Memangnya kenapa?""Ya masak lo sakit terus kan? Lo harus sembuh, dong. Biar Papa nggak kepikiran," jawab Citra.Atala yang berbaring sejak tadi, tersenyum tipis. "Biar Papa nggak kep
Setelah makan dan minum obat yang dilayani oleh Citra, Atala kembali tidur. Meski masih hangat, tapi Atala merasakan tubuhnya sudah lebih baik daripada tadi malam. Tubuhnya tidak lagi merasakan tak nyaman yang sulit dijelaskan.Sebenarnya pun Atala belum mau tidur, tapi efek obat tidur yang terdapat dalam kandungan obat yang diminumnya, Atala jadi tertidur.Karena lelaki itu tidur, Citra memilih meninggalkannya. Gadis itu lalu masuk ke kamarnya dan belajar. Namun, saat dia tengah belajar, pikirannya tidak sepenuhnya konsentrasi pada pelajaran itu. Dia memikirkan Atala yang sakit. Juga memikirkan ucapan-ucapan Papa. Wajah Atala yang dia suapkan makan tadi terus saja membayangi."Arghh!!" Citra yang merasa sulit fokus langsung menutup bukunya. Dia meletakkan buku itu ke atas meja belajarnya. "Atala kan udah mendingan, udah makan, udah minum obat juga kan? Papa udah datang. Sekarang dia lagi tidur. Jadi ya udah nggak ada yang perlu gue pikirin." Tapi Citra tetap merasa ada yang aneh. Tap
"Sudah lama Atala nggak demam begini lagi. Terakhir waktu dia lulus SMA.""Oh iya, Pa? Lama juga ya, Pa.""Iya. Karena Papa selalu suruh Atala minum vitamin buat jaga daya tahan tubuhnya. Papa nggak bisa mengurusinya sendiri kalau dia lagi demam. Makanya Papa nggak mau dia sakit. Momen Atala sakit ini membuat Papa selalu kepikiran."Citra menatap papa mertuanya yang duduk di hadapannya kini. Lalu dia melirik Atala yang masih tidur di kasur. "Atala ... selama ini ... selalu minum vitamin kok, Pa." Entahlah, Citra pun tak tahu apakah lelaki itu masih minum vitamin atau tidak. Dia bahkan tak tahu Atala mengidap penyakit hipotermia. Kalimat itu dia katakan agar Papa tidak curiga. "Cuman memang semalam hujannya lagi deras dan memang lagi waktunya Atala kena musibah." Citra kembali menatap papa mertuanya. "Yang sabar, ya, Pa. Tadi dokternya bilang nggak apa-apa, kok. Mungkin besok atau lusa Atala udah sembuh."Papa Johan yang menatap wajah anaknya sejak tadi beralih menatap menantunya. "Suda
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments