Share

6. Salah Kamar

"Jam segini biasanya gue nongkrong sama teman-teman atau jalan sama Rani," gumam Atala setelah melirik jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh, tujuh malam. Lalu duduk di pinggir ranjang. Bingung harus berbuat apa. Dia tiba-tiba merasa bosan.

Atala menatap wajah Cristiano Ronaldo yang menempel di dinding kamarnya yang bercat biru. Ruang kamar itu kini sudah tersedia dan ditata sedemikian rupa. Kamar itu juga lengkap dengan segala perlengkapan yang dia butuhkan termasuk lemari penyimpanan alat musik. Kamar itu sesuai dengan yang diimpikannya. 

Seperti yang tertera dalam surat perjanjian, Atala dan Citra akan tidur pisah kamar. Maka, Atala meminta dayang-dayangnya--yang sudah papanya persiapkan--alias mbak-mbak yang bekerja di rumah untuk membantu mereka menyiapkan kamar. Jadilah kamar ini.

Suara notifikasi ponsel di saku celana menyadarkan lamunannya, dia mengecek ponselnya.

From Rani (PPP): Hai, seharian ini kok nggak ngasih kabar? Gimana pernikahannya? Jadi? Sekarang lagi apa?

Ata menepuk jidatnya. "Gue lupa kasih kabar ke Rani. Tadi kan gue sempat cerita dikit ke dia."

Pria itu pun mulai mengetik pesan. 

To Rani (PPP): Pernikahan gue sama cewek itu jadi, sekarang kami resmi jadi suami-istri. Yah, tapi kami udah bikin perjanjian dulu, perjanjian kalau pernikahan ini cuman sementara. Soalnya tuh cewek nggak mau nikah sama gue. Sekarang gue lagi di rumah, bosan nih di kamar.

From Rani (PPP): Kalian sekamar? Istri lo sekarang lagi apa?

To Rani (PPP): Ya, enggaklah. Kami tidur pisah kamar. Mana gue tahu dia lagi ngapain. Tadi aja gue liat dia sempat nangis. Lebay deh tuh cewek. Kalau sekarang gue samperin lagi yang ada dia marah.

Malam itu dia habiskan dengan chatingan bersama Rani.

***

To Dimas: Kamu lagi ngapain?

Sementara di sebelah kamar Atala, Citra juga sedang sibuk menghubungi kekasihnya. Pesan itu sudah dia kirim sejak tadi sore, tapi belum dibaca juga. 

Dia menatap pesan itu sambil memeluk guling dalam ruang kamar yang temaram karena hanya mengandalkan lampu duduk. Ya, Citra sengaja tidak menghidupkan lampu utama.

"Mungkin dia lagi sibuk," gumam Citra yang sudah sangat paham akan kesibukan pacarnya sebagai mahasiswa kedokteran.

Gadis itu lalu meletakkan ponselnya di samping bantal kepalanya. Dia memeluk guling erat-erat seiring dengan perasaannya yang mendadak sedih. 

Ya, sejak tadi gadis itu berusaha menghibur diri dengan bermain ponsel, bolak-balik aplikasi, berharap bisa melupakan sejenak kesedihan yang menguasai diri. Namun, tetap saja kesedihan itu masih ada. Kesedihan bercampur penyesalan. Menyesal karena telah menerima perjodohan ini. Terlebih mengingat isi perjanjian yang dia dan Atala buat tadi, rasanya dia masih tidak terima.

Matanya memejam seiring dengan air mata yang terasa hangat mengaliri parit matanya. Dia kini telah menjadi istri Atala, Eyang Kakung baru saja meninggal. Semua terasa seperti mimpi. Citra berharap ini mimpi yang tidak lama lagi dia akan terbangun dan menyudahi mimpi buruk ini. 

Tangan Citra bergerak, mematikan lampu duduk yang tak jauh darinya membuat ruang kamar itu gelap gulita.

***

"Enggaaakkk!" 

Pagi itu Atala dibangunkan dengan teriakan kencang perempuan. Dia yang tengah tertidur nyenyak spontan bergegas duduk di atas ranjang, tapi nyawanya belum sepenuhnya terkumpul.

Belum sempat dia mencerna siapa yang berteriak dan ada apakah? Tubuhnya di dorong keras hingga bokongnya menghantam kerasnya lantai ubin kamar itu. Atala meringis merasakan bokongnya sakit bukan main. 

"Kurang ajar lo! Kurang ajar!"

Atala berusaha mengumpulkan nyawa. Mengucek-ucek matanya yang masih buram. Kepalanya berdenyut nyeri karena bangun mendadak.

Atala mengernyit kala melihat perempuan berambut pendek tengah berkacak pinggang duduk di atas kasur dan marah-marah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status