Share

7. Keributan di Pagi Hari

Atala mengernyit kala melihat perempuan berambut pendek tengah berkacak pinggang duduk di atas kasur dan marah-marah.

Siapa lagi kalau bukan Citra?

"Apaan, sih? Pagi-pagi udah teriak aja? Dorong-dorong gue lagi!" kesalnya setelah sadar apa yang terjadi.

Citra melotot mendengarnya. "Apaan-apaan? Lo tidur di kamar gue! Apa aja yang udah lo lakuin hah?!"

Atala terkejut mendengarnya. Dia memindai seluruh penjuru kamar itu. Iya, kamar itu memang kamar Citra, tapi bagaimana dia bisa masuk ke sini? Dia menatap Citra bingung. "Gu-gue kok bi-bisa ada di sini?"

"Harusnya gue yang tanya. Kenapa lo bisa masuk ke kamar gue? Lo pasti sengaja kan?! Dasar mesum!" 

Atala terdiam, mengingat apa yang terjadi tadi malam terakhir kali. Yang dia ingat dia masuk ke kamarnya lagi setelah dari toilet.

Ternyata dia masuk ke kamar Citra yang ada di sebelah kamarnya dan kebetulan kamar cewek itu gelap juga. Dia tak habis pikir kenapa dia bisa sampai salah masuk kamar. Dia salah masuk kamar, tapi dia gengsi untuk mengakuinya.

"Kenapa diam lo?" 

"Si-siapa yang masuk ke kamar lo, sih? Ini kamar gue. Lo kali yang salah masuk kamar." Atala pura-pura tidak tahu.

"Udah jelas lo yang salah masuk kamar gue. Ini kamar gue. Nggak liat lo! Lo pasti sengaja kan masuk ke kamar gue buat mesum. Kurang ajar banget!"

"Gue nggak sengaja!" Akhirnya Atala memilih mengaku. "Gue emang salah masuk kamar lo, tapi gue nggak sengaja. Pas gue masuk lampunya mati kan gue pikir ini kamar gue." Ata sudah berusaha jujur, tapi Citra masih tak percaya.

"Alasan aja lo. Mesum ya mesum aja!"

"Ih siapa juga yang mau mesum sama lo, lo kan boneka santet!" Atala berlagak jijik.

Citra terkekeh culas. "Lo pikir gue mau dimesumin sama lo? Gue juga nggak pernah mau nikah sama lo. Seandainya di dunia ini hanya ada lo dan kucing, lebih baik gue nikah sama kucing, deh. Sumpah gue!"

"Ya udah nikah sana sama kucing! Lagian siapa suruh tidur pintunya nggak dikunci!"

"Ih udah dia yang salah masuk kamar orang, nyalahin orang lain lagi!"

"Ya, kan kalau seandainya pintu kamar lo dikunci, gue nggak akan masuk!"

"Dasar mesum lo!"

"Dasar cewek nggak mau disalahin!"

"Ya udah lo ngapain masih di sini? Ini kan kamar gue. Pergi sana!"

Atala menatap Citra kesal. "Dasar boneka santet!" ucapnya sebelum akhirnya keluar dari kamar itu.

Sebelum Citra melemparnya dengan bantal guling dan berteriak. "Gantengan kucing daripada muka lo!"

***

Pagi itu wajah Citra terlihat begitu berseri-seri. Wajahnya tidak sedih dan murung seperti kemarin. Kesal yang dia rasakan tadi pagi karena Ata tidur di kamarnya pun seakan sirna.

Kenapa? Baru saja dia selesai mandi, Dimas, pacarnya menelepon, meminta maaf karena kemarin tidak sempat membalas pesannya karena sibuk. Dimas juga mengajaknya jalan hari ini. Di telepon tadi dia juga puas mengungkapkan keluh kesahnya yang dipendamnya dua hari ini pada sang kekasih.

Tentu saja Citra senang bukan main. Rencananya pagi itu, sebelum berangkat dan berdandan, dia ingin menyiapkan sarapan untuknya dan untuk Dimas. 

Namun, begitu dia tiba di dapur, makanan sudah tersaji di meja makan panjang itu. Bermacam aneka jenis lauk ada di sana. Citra terkesima melihatnya.

"Pagi, Non," sapa salah satu ART di rumah itu. "Mau sarapan, Non? Udah bibi siapin, tuh."

"Eng ... iya." Citra mengangguk menatap ART itu. Dilihat dari perawakannya, ART itu berusia separuh abad, tubuhnya tambun, tapi wajahnya yang bulat masih terlihat muda dan segar, ditambah kulitnya yang putih. Dia masih terlihat cantik. "Siapa yang masak?"

"Kami, Non," jawab ART bertubuh tambun itu.

Citra mengangguk-angguk, mengedar pandang sekeliling dapur. ART di sana tidak hanya seorang. Ada sekitar 3-4 orang. Mereka terlihat sibuk hilir-mudik berkemas. Ada yang menyapu dan mengepel dan mengemaskan ruang lainnya.

Citra menghela napas. Belum mengerti kenapa papa mertuanya itu menyiapkan dayang-dayang sebanyak ini.  Padahal dia dan Atala hanya tinggal berdua. Hanya untuk mengurusi rumah dan memasak, sebenarnya Citra bisa. Kalau pun butuh orang yang membantu paling-paling hanya seorang. 

Sampai hari ini dia bahkan belum merasa menyuruh para ART itu untuk melaksanakan tugas berat. Kalau seperti ini terus akan ada dua kemungkinan. Para dayang itu yang bersantai atau dirinya yang bersantai karena tidak ada pekerjaan yang harus dilakukan.

"Silakan makan, Non." Lagi, ART bertubuh tambun itu mempersilakan Citra duduk di kursi makan. Citra merasa ini sungguh berlebihan tapi demi menghargai dayang-dayangnya dan untuk menikmati fasilitas yang ada, dia pun menurut.

Gadis itu mengambil piring, lantas mengisinya dengan nasi dan lauk-pauk yang tersedia di sana.

Belum sempat dia menyuap, Atala muncul dan duduk di hadapannya. Sendok makan yang sudah berada di ujung mulut, terhenti. Melihat wajah laki-laki itu mengingatkannya dengan kejadian tadi pagi. Laki-laki itu tidur di kamarnya bahkan memeluknya. Membayangkan kembali adegan itu membuat nafsu makannya hilang seketika. Citra meletakkan sendok yang hendak disuapinya tadi kembali ke piring.

"Kenapa lo?" tegur Ata yang sudah menikmati makanannya. Laki-laki itu makan dengan kaki di angkat sebelah ke atas kursi. 

"Gue nggak nafsu makan liat muka lo."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status