Share

5. Perjanjian Baru

"Jangan-jangan cowok itu mau dinikahin sama gue karena supaya dibeliin rumah?" tiba-tiba pikiran buruk tentang Atala menyerang kepala Citra. Terlebih mengingat bagaimana wajah Atala yang tampak semringah tadi saat tahu dibelikan rumah mewah oleh papanya.

"Dia manfaatin gue? Iya, dia manfaatin gue! Kurang ajar!" Citra menjawab pertanyaannya sendiri. Tangis yang sejak tadi tertahan pun seketika pecah. Merasa amat miris. "Kenapa sih nasib gue begini banget?"

Kenapa takdirnya seperti ini?

Orang bilang takdir bisa diubah, tapi kenapa dia tidak bisa mengubah takdirnya? Dia bahkan tidak diberi kesempatan untuk mengubahnya sesuai dengan takdir yang dia harapkan. Dia tidak bisa memilih.

"Ehem!"

Suara dehaman yang keras membuyarkan lamunan Citra akan nasibnya. Bahu Citra agak tersentak. Cepat dia menghapus air matanya yang mengalir deras sejak tadi, lalu menutup album foto keluarganya yang dia pandangi sejak tadi. Yang membuatnya semakin rindu dengan momen-momen terdahulu bersama keluarga. Yang membuat kesedihannya menjadi.

Ya, sejak tadi gadis itu meratapi nasib sambil memandangi album foto dipangkuannya, sebelum akhirnya pikirannya kembali mengingat sikap senang Atala waktu dibelikan rumah ini.

Gadis berambut pendek dan berkacamata itu menoleh ke sumber suara. Terlihat Atala berdiri di depan pintu, menatapnya dengan pandangan mengejek. "Ngapain lo nangis?"

"Bukan urusan lo!" jawab Citra ketus sambil masih mengusap air matanya hingga kering tak bersisa. Tentu saja dia tak mau terlihat lemah, terlebih di depan lelaki yang dia benci.

"Lo nangis karena nikah sama gue?" tebak Atala sambil berjalan mendekati Citra.

Citra tak menjawab dan sibuk dengan matanya.

Pria itu terkekeh tak habis pikir. "Ngapain nangis, sih? Kan kita sama-sama tahu kalau pernikahan ini cuman sebentar. Begitu aja ditangisin. Cengeng banget, dasar cupu!"

Citra masih tak menggubris.

Dan itu membuat Atala kesal. "Eh, dari pada lo nangis, mending lo nikmatin dulu aja rumah dan fasilitas yang ada, mumpung masih jadi istri gue. Kapan lagi coba? Lo pasti nggak pernah kan menginjakkan kaki di rumah semewah ini, apalagi tinggal di sini. Jadi istri sementara gue selama setahun, lo bisa puas banget tinggal di sini. Lo tuh harusnya bersyukur, bukannya--"

"Lo nggak usah sok tahu tentang gue!" Citra sudah tak dapat membendung emosi, terlebih mendengar ucapan Atala yang begitu merendahkannya.

Sergahan itu membuat Atala terdiam.

"Lo nggak kenal siapa gue!" Citra melanjutkan. "Banyak hal yang gue pikirin. Apalagi Eyang gue baru aja meninggal. Dan gue bukan cewek matre yang mengharapkan semua kemewahan ini! Dan ingat perjanjian yang udah kita buat sebelumnya." Citra merasa puas setelah meluapkan segala kerisauannya.

Berbicara soal perjanjian, Atala teringat sesuatu, Citra juga.

"Oh iya perjanjian itu, gue baru mau ngasih tahu--"

"Gue juga," potong Citra. "Ada beberapa peraturan yang mau gue tambah dari perjanjian yang udah kita buat di rumah sakit tadi. Mau nggak mau lo harus setuju."

"Enak aja!" Atala tidak mau kalah. "Gue juga punya peraturan tambahan. Dan lo harus setuju!"

Citra mengernyit, coba memikirkan peraturan tambahan yang Ata maksud, tapi dia tidak bisa menebak dengan yakin. Dia jadi makin penasaran. Hingga akhirnya dia menengadahkan telapak tangannya. "Mana coba lihat?"

Atala pun mengambil surat perjanjiannya yang sudah dia ketik dan print, serta diberi materai yang tinggal ditandatangani kedua belah pihak.

Namun, ketika membaca isi perjanjian itu, Citra membelalak seakan tak setuju dengan isinya. Dia lalu memandang Atala tak suka.

"Kenapa lo?" Dahi Atala mengernyit.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status