Share

2. Membuat Perjanjian

"Apa, Pa? Papa mau jodohin aku sama perempuan pilihan Papa?"

Atala terkejut mendengar penuturan papanya. Sebelumnya, papanya memanggilnya ke ruang kerja karena ada hal penting yang ingin dibahas. Ternyata papanya memintanya menikah.

Dan tak hanya itu, yang membuat Atala lebih terkejut adalah papanya ingin menikahinya dengan Citra, cewek yang tidak pernah menyukainya sekaligus anak mendiang sahabat papanya dulu.

"Iya, kenapa? Kamu mau bantah?" tanya Johan yang duduk di kursi kerjanya sejak tadi.

Atala tertawa culas. "Papa nggak salah? Umurku masih sembilan belas tahun lho, Pa. Aku belum siap nikah. Aku masih pengin senang-senang, Pa. Lagian ini bukan zamannya Siti Nurbaya lagi, Pa. Astaga." Atala kehilangan kata-kata.

"Dengerin Papa selesai ngomong!" sergah Johan.

Atala terdiam.

"Duduk!" Johan menunjuk kursi di depannya.

Atala pun duduk dengan malas-malasan.

"Kamu itu satu-satunya anak Papa, Atala. Tapi kamu sama sekali nggak pernah buat Papa bangga. Selama masa sekolah, kamu hanya memberi Papa kabar buruk. Entah berapa kali Papa mendapat surat peringatan dari sekolah. Itu semua karena kamu yang suka buat masalah, senang menambah kasus, berantem lah, tawuran lah, dan nggak hanya itu, nilai raport kamu anjlok! Sekarang sudah dikuliahkan, malah di DO. Mau jadi apa kamu, Atala, Atala." Johan menggeleng-geleng tak habis pikir.

"Papa harusnya tahu di mana kapasitas otak anaknya. Papa harusnya nggak maksain aku buat kuliah." Atala tak mau kalah.

"Lalu mau jadi apa kamu, Atala? Mau sampai kapan kamu begini terus?" Jeda sejenak. "Orang-orang di luar sana banyak yang pengin di posisi kamu. Menjadi calon pewaris tahta, lahir di keluarga kaya raya. Orang-orang di luar sana menghormati kamu hanya karena kamu anak Papa. Anak orang kaya. Tapi mereka nggak tahu kelakuan kamu yang sebenarnya kan? Selama ini Papa mati-matian menutup aib kamu. Tapi apa balasanmu? Kamu nggak pernah bikin Papa bangga." Johan menepuk-nepuk dadanya. "Papa malu punya anak seperti kamu, Atala, asal kamu tahu!"

Sesungguhnya Atala sakit hati mendengar omongan papanya itu. Tapi dia hanya diam, tidak melawan. Toh, semuanya yang papanya katakan benar adanya. Tapi tentu dia juga punya alasan kenapa dia bersikap seperti itu selama ini dan papanya tak pernah tahu alasan itu.

"Dikuliahin nggak bisa. Kerja di luar juga nggak mau. Maunya kamu apa, Atala?" Lagi papanya bicara. "Kerjaan kamu cuman ngabisin harta orang tua, keluyuran nggak jelas. Kalau kamu begini terus, terpaksa Papa menikahkan kamu dengan perempuan pilihan Papa, Atala. Dan Papa harap kali ini kamu menurut, biar kamu bisa bersikap dewasa, biar kamu tahu bagaimana menjalani kehidupan dengan benar, biar kamu tahu kalau hidup ini keras. Paham kamu?"

"Jadi alasan Papa mau nikahkan aku hanya karena itu?"

Papa menggeleng. "Nggak hanya karena itu. Ada banyak alasan yang nggak bisa Papa kasih tahu kamu. Yang pasti Papa mau kamu harus menikah."

"Kalau pun Papa mau aku menikah. Aku bisa cari pilihan sendiri, nggak harus dengan pilihan Papa juga."

"Pilihan kamu nggak benar, Atala. Kamu harus nurut kali ini. Pilihannya hanya dua. Menikah dengan gadis pilihan Papa atau harta warisan buat kamu Papa hibahkan ke yayasan dan nama kamu Papa coret dari daftar kartu keluarga!"

Hasil perdebatan itu berakhir dengan Atala yang terpaksa menerima perjodohan papanya. Karena tak mau harta warisannya di hibahkan dan dia tak dapat harta sepesar pun. Dan sesungguhnya cowok itu punya alasan lain selain itu, kenapa dia mau dijodohkan dengan Citra. Yang orang-orang ketahui sebagai musuh bebuyutannya sejak masa sekolah.

Langkah Atala terhenti kala melihat perempuan itu duduk di ruang tunggu bersama temannya, Tasya.

Dia coba melangkah lagi lebih dekat. Berdeham lalu memanggil nama cewek itu.

Cewek itu menoleh. Tasya juga. "Ngapain lo ke sini?!"

Nah, kan? Cewek itu memang tak pernah bersikap baik padanya. Atala tahu setelah ini cewek itu akan marah-marah bahkan mungkin menuduhnya yang mengusulkan rencana perjodohan ini.

"Gue mau ngomong." Atala memberanikan diri bicara baik-baik dengan gadis itu. Entahlah, di depan khalayak umum begini, di dekat keluarganya, Atala tak berani bersikap buruk pada gadis itu. Biarlah gadis itu saja yang kasar padanya. Atala tak ingin citranya di depan papanya dan di depan keluarga Citra terlihat buruk.

"Ngomong apa?" Meski terlihat tak senang, gadis itu mau meresponsnya. Ini kesempatan bagus.

"Boleh gue duduk di samping lo?" tanya Atala dengan hati-hati.

Citra hanya diam. Tak mengiyakan, tapi juga tak melarang.

Lalu tiba-tiba Tasya berkata. "Hmm gue pulang dulu, ya, kalau gitu. Cit, gue pulang sekarang boleh kan?" Tasya bertanya dengan hati-hati.

Tapi Citra diam saja dan Tasya menganggap itu sebagai jawaban 'iya'.

Tasya berdiri. "Kalau gitu gue pulang. Lo yang sabar. Jalani takdir apa adanya dan ikhlas." Gadis itu lalu melirik Atala yang hanya dibalas anggukan oleh cowok itu.

Sepeninggal Tasya, Atala memberanikan diri duduk di samping Citra.

"Lo pasti kaget, ya, mendengar perjodohan ini?" Atala membuka percakapan dengan pertanyaan yang mungkin terdengar basa-basi. Citra diam saja. "Sama, gue juga." Lagi Citra hanya diam. Dan Atala memilih melanjutkan bicaranya. "Gue tahu lo nggak mau nikah sama gue--"

"Siapa juga yang mau nikah sama lo, bego!"

Atala terkejut mendengar jawaban tak terduga itu. Sejak tadi gadis itu hanya diam. Tiba-tiba menyahut dengan kata-kata demikian pedas.

"Iya, gue emang bego, tahu diri, kok," jawab Atala kemudian. Dan Citra kembali diam.

"Gue juga nggak mau nikah sama lo. Gue udah punya pacar yang kelak gue nobatkan sebagai istri gue. Ya intinya kita emang nggak mungkin nikah. Tapi lo liat sendiri gimana keluarga gue dan keluarga lo maksain kita buat nikah. Keluarga lo dan keluarga gue akrab dari dulu. Walau pun kita nggak bisa akrab kayak mereka."

Citra menoleh. "Jadi lo mau nurutin keinginan mereka?"

"Menurut lo?"

"Lo gila?!"

Lihatlah sikapnya tidak pernah menyenangkan.

"Eh, Cupu. Bisa dengerin gue dulu nggak?" Atala sedikit berbisik dengan geram, tidak tahan untuk tidak membully cewek songong itu.

"Ngomongnya to the point aja deh. Jadi sebenarnya rencana lo apaan?!"

Atala tertawa ringan.  "Hebat juga lo bisa nebak gue punya rencana. Gimana kalau kita bikin perjanjian?"

"Perjanjian gimana maksudnya?" Citra tertarik.

Aprillia D

Gulir bab selanjutnya Gaes.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status