Masak Daging Misterius

Masak Daging Misterius

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-03-08
Oleh:  AishaPena  Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 Peringkat. 3 Ulasan-ulasan
100Bab
1.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Danu pulang membawa satu kantong plastik daging setelah merantau selama delapan bulan. Widia--istri Danu--diperintahkan oleh suaminya untuk langsung memasak daging bawaannya. Widia sempat bertanya daging apa yang dibawa oleh Danu. Suaminya tak lantas memberi tahu. Widia pun tetap harus memasak meski tidak mengetahui daging apa yang akan ia rebus. Widia tak sengaja memergoki suaminya berdesis di depan panci sup daging dengan menyebut nama wanita yang dikabarkan hilang selama delapan bulan. Tentu saja, Widia terlonjak kaget dan lantas menyimpulkan bahwa itu adalah daging misterius yang perlu diselidiki. Setelah Widia menemukan bukti-bukti terkait kejanggalan daging tersebut. Ia pun berniat untuk menyelidiki dan mengungkap kejahatan apa yang telah dilakukan suaminya selama di perantauan. Sekaligus berusaha pergi meninggalkan suami yang sering berprilaku kasar terhadapnya. Mampukah Widia membuktikan bahwa suaminya adalah orang seorang penjahat? Berhasilkah Widia melepaskan diri belenggy kekejaman suaminya?

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

Masak Daging Aneh

"Wid, Widia ... buka pintunya! Cepat!" Suara ketukan pintu dan juga suara keras Danu berhasil membuat Widia seketika terjaga dari lelapnya yang baru 30 menit itu. "Bang Danu, benarkah itu suara dia?" Di keheningan malam tentu lah ada sedikit rasa takut dan waspada bagi seorang wanita yang hanya tinggal sendiri di rumah nya. Rumah yang baru saja dibangun itu terletak 200 meter dari pemukiman warga. Danu --suami Widia-- sengaja memilih tempat yang agak berjarak supaya istrinya tidak banyak bergaul dengan warga lain. "Widia ...!" teriak Danu semakin keras. Dia terus menggedor pintu begitu menggemparkan. "I-iya, Bang. Sebentar," sahut wanita yang mengenakan daster kusut itu bergegas bangkit dari ranjang besinya. Menyambut sang suami yang sudah delapan bulan tak pulang. Delapan bulan yang lalu pria itu pergi merantau ke pulau seberang untuk bekerja di tambang minyak. Langkah Widia terhenti di depan pintu, tangannya sedikit gemetar saat membuka slot kunci. Meski belum terlihat, wajah

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Sulastri Doang
up trus thor
2023-10-06 22:33:43
0
user avatar
Sulastri Doang
bagus banget ceritanya bikin penasaran
2023-09-11 15:34:58
2
user avatar
Aas Aisah
Semangat up nya author. Aku blm pernah baca cerita kek gini. seruuuuu
2023-09-11 15:03:33
2
100 Bab

Masak Daging Aneh

"Wid, Widia ... buka pintunya! Cepat!" Suara ketukan pintu dan juga suara keras Danu berhasil membuat Widia seketika terjaga dari lelapnya yang baru 30 menit itu. "Bang Danu, benarkah itu suara dia?" Di keheningan malam tentu lah ada sedikit rasa takut dan waspada bagi seorang wanita yang hanya tinggal sendiri di rumah nya. Rumah yang baru saja dibangun itu terletak 200 meter dari pemukiman warga. Danu --suami Widia-- sengaja memilih tempat yang agak berjarak supaya istrinya tidak banyak bergaul dengan warga lain. "Widia ...!" teriak Danu semakin keras. Dia terus menggedor pintu begitu menggemparkan. "I-iya, Bang. Sebentar," sahut wanita yang mengenakan daster kusut itu bergegas bangkit dari ranjang besinya. Menyambut sang suami yang sudah delapan bulan tak pulang. Delapan bulan yang lalu pria itu pergi merantau ke pulau seberang untuk bekerja di tambang minyak. Langkah Widia terhenti di depan pintu, tangannya sedikit gemetar saat membuka slot kunci. Meski belum terlihat, wajah
Baca selengkapnya

Ratih, Orang Dalam Pencarian

Widia masih berdiri terpaku di ambang pintu. Tangan yang masih memegangi satu stel pakaian milik sang suami pun ikut bergetar merasakan kecurigaan di dalam benaknya. "Ratih ... jangan-jangan daging yang baru pertama kali kulihat itu adalah daging manusia?" Overthingking segera menyergap hati sanubari pun insting seorang istri terhadap gelagat aneh suaminya itu. Rasa tak enak di rongga mulut Widia kembali. Isi pikiran dan indra pengecapnya merasakan hal yang sama. Jijik dengan daging aneh itu. "Huek ...." Widia tak kuasa menahan mual di mulutnya. Sebisa mungkin ia menahan reaksi menyebalkan itu supaya tak terulang untuk yang kedua kalinya. Tiba-tiba, Danu melirik ke belakang. Berjalan perlahan mendekati posisi tegak Widia. Danu sudah paham betul dengan gelagat istrinya. Jika, beberapa bagian tubuh Widia gemetar pasti perasaan atau pikiran wanita itu sedang terganggu. "Kenapa kau? Sakit?" Tatapan penuh selidik bak mengancam keselamatan Widia. "A--aku tak apa, mungkin aku hanya m
Baca selengkapnya

Tato Bunga

"Mari duduk, Pak," sambut perempuan berusia lanjut kepada pria berseragam coklat lengkap dengan senjata api yang bertenteng menempel di pinggang pria itu. "Jadi bagaimana, Pak? Anak saya sudah menghilang lama sekali. Sedangkan, anda-anda ini baru mengunjungi kami." Belum juga dua petugas polisi itu duduk di kursi teras. Seorang pria renta--orangtua Ratih--menodong pertanyaan sarkas kepada mereka. "Pak, sabar! Biarkan mereka duduk dulu," cela istri dari pria renta itu sambil mengusap dada kurus suaminya. "Maafkan kami, sebenarnya kasus hilangnya saudari Ratih ini sudah kami tangani. Namun, kami mohon maaf karena sampai detik ini belum jua mendapatkan titik terang. Maka dari itu, kedatangan kami disini adalah untuk meminjam tanda pengenal saudari Ratih lebih detail. Seperti foto misalnya." "Oh, foto. Ada, Pak," sahut ibundanya Ratih dengan begitu antusias. "Boleh saya lihat?" "Tentu saja. Sebentar, Pak." Wanita yang memiliki rambut didominasi warna putih itu segera masuk ke
Baca selengkapnya

Mengamankan Barang Bukti

MDM 4 Isak tangis tampak di mimik wajah Widia pagi ini. Ia begitu dirundung kepedihan oleh sikap kasar pun ancaman yang dilontarkan pria yang sudah tiga tahun menjadi imam rumah tangga baginya. Beberapa kali, jemari gemetar itu menyeka bulir bening yang lolos tak tertahankan lagi. "Aku tidak boleh begini, aku harus kuat," desis Widia menyeka tuntas pipi basahnya. Perempuan itu segera bangkit membuang ekspresi kelemahannya sebagai wanita. Seketika pikirannya teringat keresek hitam berisi daging yang ia sembunyikan dibalik pohon pisang. Hanya itu lah yang dapat dijadikan bukti satu-satunya untuk menjerat Danu ke jalur hukum. Widia berjalan mengendap dan hampir tak bersuara. Tatapannya memindai ruangan demi ruangan yang ia lewati. Wanita itu masih takut dengan pria bernama Danu. Takut, jika niatnya di hadang pria itu. Namun, lima menit sebelumnya Danu pergi entah kemana. Pria itu berniat mengalihkan amarah yang begitu menggebu di dalam dada dengan meninggalkan rumah tat kala istr
Baca selengkapnya

Bertahan Semalam

"Mit, aku mohon jangan sampai kamu kasih tau ibu aku," pinta Widia setengah memohon karena jika ibunya tahu, ia takut malah akan menjadi beban pikiran baginya."Kamu ini, kayak ke orang asing aja. Ya jelas lah aku gak bakalan kasih tau ibu. Itu sama aja artinya aku bikin sakit ibu kamu!" Kedua bola mata Mita mendelik kesal."Iya, makasih ya, Mit." Kini perasaan Widia mulai bercampur aduk. Antara takut, khawatir, dan juga sedih. Jika Widia memang benar-benar akan memilih jalur hukum, maka ia juga harus benar-benar siap dengan konsekunsinya. "Ya Allah, aku berpegang teguh kepadamu. Jauhkan aku dari orang-orang jahat," desis Widia dengan suara pelan. Mita beranjak dan menerawang ke jalanan tandus nan berdebu. Di ujung pandangannya ia melihat wanita sepuh yang berjalan pelan membawa beban berat di punggungnya berupa seikat kayu bakar."Nah, itu ibu kamu, Wid." Mita setengah berlari menghampiri Siti-Ibu Kandung Widia--dari jarak 150 meter.Perlahan Mita bersama ibunya Widia semakin mendek
Baca selengkapnya

Barang Asing di Tas Danu

"Bang ...." Tatapan ragu disertai takut menghiasi wajah Widia. "Apa? Ayok, masuk!" Wajah menantang suaminya membuat Widia semakin enggan untuk mengikuti ajakannya. "Tolong jauhkan dulu pisau itu, Bang," pinta Widia seraya memberanikan diri berbicara tegas tanpa segan. Sesaat Danu terdiam sambil melihat gelagat istrinya. "Memangnya kenapa? Aku tidak akan menyakitimu dengan ini." Danu mengangkat pisau di tangannya lalu beralih menatap Widia yang masih saja gentar. Ia berseringai sedikit menertawakan mental ciut wanita di hadapannya. "Ayok!" Danu mempertegas lagi. Akhirnya, Widia melangkah perlahan dengan mendahulukan kaki kanan. Sementara di dalam hatinya sibuk berdoa supaya dilindungi dari segala macam ketakutan dan marabahaya."Gimana kabar ibumu?" tanya Danu seraya duduk di kursi meja makan. Ternyata pisau itu ia gunakan untuk mengupas buah mangga. Meski begitu, tetap saja hati wanita itu belum jua tenang selama pisau tajam itu masih dipegangi suaminya. Sudut matanya pun berulang
Baca selengkapnya

Sel Amygdala

Suara Danu terdengar kentara dari belakang. Sialnya, pria itu memang tipe orang yang tidak suka saat barang pribadinya dibongkar orang lain termasuk oleh istrinya sendiri. "Sedang apa kau di sana?" Posisinya yang semula terlentang, kini beranjak dan berdiri tegak di belakang Widia. Tak ada cara lain lagi bagi wanita itu agar selamat dari ancaman suaminya selain berbohong. Widia menghela napas tenang, berusaha bersikap biasa. "Aku nggak bongkar-bongkar, Bang. Cuma benerin resletingnya aja." "Coba lihat aku ...," titah Danu tak percaya. Ia berniat mencari petunjuk sebuah gerak mata tanda bahwa seseorang yang berbicara dengannya itu berdusta. Widia pun berhati-hati dengan hal itu, ia tak akan mungkin memperlihatkan kegugupannya. "Akh, sakit sekali kepalaku ...." Sambil mengerjapkan kelopak matanya, Widia juga membuat jemarinya menutupi sebagian wajah. "Kau sakit?" Pria itu mulai khawatir. Bagi Danu, wanita cantik yang berdiri di hadapannya itu adalah segalanya. Danu pernah mati-mati
Baca selengkapnya

Hukuman Lahir Batin

"Maaf ... aku minta maaf, Bang." Widia tersungkur di lantai ruang tamu setelah pria itu menghempaskan tubuh wanita itu. Untuk pertama kalinya, Danu merasa tertipu oleh wanita yang begitu ia cintai. Kini, amarahnya telah sampai ke ubun-ubun. Tangan kekar Danu telah mengepal sempurna. Ingin sekali ia menghabisi wanita itu. Namun, bukan itu yang akan ia lakukan. "Ayok, katakan apa yang ingin kamu katakan. Bela diri kamu supaya aku bisa meminimalisasi hukuman apa yang pantas untukmu." Danu menatap istrinya seraya mengharapkan alasan yang paling masuk akal baginya. Widia menunduk, sesekali ia menyentuh kakinya yang sempat terkilir karena hardikan suaminya. "Cepat katakan alasanmu, kenapa kau sampai tega menipu suamimu sendiri dan berduaan dengan laki-laki b*engs*k itu?" tegas Danu semakin geram. Akhirnya ia mengambil posisi jongkok untuk melihat lebih jelas wajah gentar istrinya. Mulut Widia mengatup rapat, tangan yang menyentuh kaki gemetar, dan napas pun terasa terhenti di tenggoroka
Baca selengkapnya

Amukan Warga

Plak!!Widia tak sanggup menahan kebencian terhadap pria itu. Meski dengan sisa-sisa tenaganya, telapak tangan Widia mendarat mulus di pipinya. Ia berhasil meluapkan amarah di relung hati. "Dasar penjahat!" Kecaman Widia semakin membuat Danu terkejut hingga kedua bola matanya hampir keluar, mengapa istrinya jadi seberani itu?"Apa? Kau bilang apa tadi?" tanya Danu seraya mengusap pipinya ke atas ke bawah secara berulang. Memang, tamparan Widia tidak terlalu keras, hanya saja Danu tertampar kenyataan bahwa istrinya sekarang sudah berani berubah. Seburuk itu kah Danu di hadapan Widia, sampai istrinya memanggilnya 'penjahat'.Danu mendekat hingga posisi keduanya hanya berjarak sekitar 30 cm saja."Kenapa kau panggil aku dengan sebutan itu? Pen-ja-hat?" Danu mengulang umpatan Widia. Rahangnya bergerak seakan ingin menerkam. Sorot matanya tak jauh beda dengan tajamnya belati."Kamu itu memang penjahat 'kan, Bang?" Meski dengan bibir bergetar, Widia berusaha mengungkap isi hati dan pikirann
Baca selengkapnya

Masuk Rumah Sakit

"Sudah lah, kita bakar saja rumah ini, gak ada gunanya juga punya tetangga macam dia. Penampilan alim, tapi kelakuan i*lis," seru seorang pria yang berdiri dekat dengan pria pembawa derigen berisi minyak tanah."Setuju, setujuu!" Saat mereka hampir melakukan tindakan main hakim sendiri, datang lah Satya yang baru saja tiba dan mendengar kabar menggemparkan di kampung itu. "Tenang lah. Saya mohon kalian tenang. Kita gak boleh main hakim sendiri. Ayok, pikirkan keselamatan bersama. Apa dengan kalian membakar rumah ini akan menyelesaikan masalah? Nggak, 'kan? malah kalian akan menyesal karena menghilangkan nyawa orang. Terus, apa bedanya kalian dengan penjahat itu?" Sebisa mungkin Satya mencegah perbuatan kriminal dan hampir membahayakan wanita yang masih ia cintai.Semua warga terdiam, mereka mendengarkan wejangan pria rupawan itu dengan seksama. "Lalu, kita harus bagaimana?" "Sabar dan menyerahkan semuanya kepada pihak berwajib. Mereka tahu bagaimana menegakan keadilan. Percayakan sa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status