Share

Sel Amygdala

Author: AishaPena
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suara Danu terdengar kentara dari belakang. Sialnya, pria itu memang tipe orang yang tidak suka saat barang pribadinya dibongkar orang lain termasuk oleh istrinya sendiri.

"Sedang apa kau di sana?" Posisinya yang semula terlentang, kini beranjak dan berdiri tegak di belakang Widia. Tak ada cara lain lagi bagi wanita itu agar selamat dari ancaman suaminya selain berbohong. Widia menghela napas tenang, berusaha bersikap biasa.

"Aku nggak bongkar-bongkar, Bang. Cuma benerin resletingnya aja."

"Coba lihat aku ...," titah Danu tak percaya. Ia berniat mencari petunjuk sebuah gerak mata tanda bahwa seseorang yang berbicara dengannya itu berdusta. Widia pun berhati-hati dengan hal itu, ia tak akan mungkin memperlihatkan kegugupannya.

"Akh, sakit sekali kepalaku ...." Sambil mengerjapkan kelopak matanya, Widia juga membuat jemarinya menutupi sebagian wajah.

"Kau sakit?" Pria itu mulai khawatir. Bagi Danu, wanita cantik yang berdiri di hadapannya itu adalah segalanya. Danu pernah mati-matian mengejar dan membuktikan cintanya kepada wanita yang memiliki julukan kembang desa itu. Hanya saja, ia tak pandai menyembunyikan sikap tempramentalnya meski kepada wanita yang ia cintai. Sehingga tak jarang, sifat jeleknya itu membuatnya lepas kendali sampai menyakiti hati dan fisik Widia.

"Sepertinya aku butuh air hangat, Bang." Widia beranjak sambil berniat menyembunyikan perhiasan yang masih di genggamannya. Namun, Danu tak membiarkan istrinya pergi. Dengan bahasa tubuhnya pria itu memegangi bahu Widia, lalu membuat istrinya melangkah mundur sehingga terduduk di tepi ranjang tempat tidur.

"Biar aku saja yang ambilkan." Danu setengah berlari ke arah dapur. Sementara Widia secepat kilat menyembunyikan perhiasan itu ke bawah tumpukan pakaian yang tersusun rapi di dalam lemari. Setelah merasa aman, ia pun duduk kembali dan terus meyakinkan suaminya bahwa kepalanya masih sakit.

Danu kembali dengan membawa segelas air putih hangat. "Ini, minum lah!" titahnya.

Widia pun menerima dan meminumnya dengan baik. Danu duduk di sebelah Widia, memiringkan posisi duduknya sehingga lebih condong ke arah sang istri.

"Kau sudah memaafkan aku?" Kedua netra Danu memancarkan tatapan hangat.

"Iya," ucap Widia pelan seraya meliriknya sekilas.

"Aku mau jujur sama kamu." Deg, jantung Widia hampir lepas setelah mendengar ucapan Danu.

"Emm, perihal daging itu ...."

Benar saja dugaan Widia, suaminya akan mengungkap perihal daging aneh itu. Namun, kali ini Widia tidak sedang menipu suaminya. Setelah mendengar kata 'daging' perut dan mulut Widia yang sudah terkoneksi dengan pikiran buruk segera memperlihatkan reaksinya. Widia menutup mulut dan mengintruksikan kepada suaminya untuk tidak dulu menceritakan perihal daging itu.

Widia pun berlari ke arah kamar mandi. Ya, rasa mual itu kembali lagi. Apalagi saat ini, perut kosong yang sejak tadi diajak hilir mudik bepergian. Tentu saja membuat tubuhnya diserang gejala flu.

Danu tak menyusul Widia, ia hanya duduk dan memaklumi kondisi tubuh Widia yang sedang tidak baik-baik saja. Niat Danu menyampaikan klarifikasi tentang daging itu pun urung dan sengaja ia tunda sampai kondisi istrinya membaik.

Lima menit kemudian, Widia kembali dari kamar mandi dengan telapak tangan menutup mulut. Widia tak ingin bicara, ia sudah sangat muak dengan sel amygdala di dalam otaknya yang selalu mengirim bayang-bayang warna, bentuk, dan bau daging itu.

"Mungkin kau terlalu sibuk bepergian ke sana ke mari. Sampai lupa makan! Makan dulu, sana!" ucap Danu. Namun, Widia tak berselera menyantap apa pun gara-gara keadaan kesehatannya ditambah bayang-bayang tentang daging itu.

"Aku tak selera, Bang." Kerutan tipis tampak di dahi Widia.

"Ya udah, tidurlah!" Danu melengos pergi ke luar rumah. Sementara perut Widia semakin melirit, ia memutuskan untuk menyeduh minuman sereal guna meredakan sakit di bagian perut.

***

Malam semakin larut. Keduanya tertidur di tempatnya masing-masing. Widia di dalam kamar, sementara Danu terlelap di kursi sofa ruang tamu. Hingga malam pun berganti, suara lantunan sholawat mulai terdengar dari beberapa mushola di kampung tersebut. Widia terbangun lebih dahulu setelah mendengar lantunan syahdu seorang muadzin (penyeru panggilan ibadah).

Mumpung Danu masih terlelap, Widia segera menuju tempat beribadah. Sesampainya di mushola, Widia berpapasan dengan seorang pria yang tak lain adalah muadzin di kampung itu. Satya namanya, dia merupakan teman se-almamater Andi-Kakak laki-laki Widia-yang telah meninggal.

"Wid ...," sapa pria itu kepada wanita yang baru saja tiba. Widia hanya tersenyum dan mengangguk membalas sapaan. Tak ingin banyak berinteraksi dengan pria itu. Widia pun langsung mengambil shaf (barisan shalat) yang sudah menggunakan sekat pemisah antara laki-laki dan perempuan. Keduanya melirik kiri kanan. Muncul pertanyaan di dalam benak keduanya, mengapa tak ada orang lain selain mereka? Meski jarak keduanya berjauhan tetap saja ada perasaan tidak nyaman.

"Mulai saja sekarang, Bang," pinta Widia karena sudah cukup lama warga lain tak kunjung datang. Memang warga kampung ini terbilang sulit sekali mengunjungi tempat suci yang difasilitasi oleh pemerintah daerah setempat. Sehingga, jika bukan Satya atau pria itu sedang tak ada di kampungnya. Maka, penduduk setempat tidak akan mendengarkan seruan adzan.

Satya menyetujui permintaan Widia untuk menjadi imam dan memulai ibadah shalat sebelum fajar menyingsing.

Beberapa menit kemudian.

"Assalamualaikum, warahmatullah," desis sang imam menuntaskan ibadahnya dengan bacaan salam. Widia mengikuti gerakan dan bacaan tersebut dari belakang. Detik itu juga terdengar derap langkah tegas di teras mushola. Keduanya reflek menoleh ke belakang.

"Widiaa!" teriak Danu di ambang pintu masjid. Sontak saja, keduanya terkejut dengan kehadiran Danu. Kelopak mata Widia pun terbuka lebar, sungguh situasi tersebut membuat Widia tak berkutik dan hanya mampu bersiap menerima amarah suaminya.

"Sejak kapan kau shalat di masjid, hah?" Danu menghampiri istrinya sambil menyambar lengan yang masih terbalut mukena.

"Agh, sakit, Bang. Aku minta maaf," pekik Widia kesakitan saat pria itu memaksanya berdiri.

"Oh, ternyata memang benar ya dugaanku selama ini, kalian selingkuh? Kalian berdua janjian untuk bertemu di sini, hah?" bentak Danu yang begitu tersulut emosi.

Satya adalah teman SMA kakak laki-laki Widia yang juga saingan Danu saat berlomba mendapatkan cinta Widia. Widia yang sering dijuluki kembang desa itu memang memiliki banyak fans dari kalangan pria, termasuk pria yang baru saja menjadi imam shalatnya.

Sebelum Danu melamar dan menikahi Widia, Satya pernah menyatakan cinta kepada perempuan itu. Namun, meski bebet bibit bobot pria bernama Satya Bagaskara itu jauh lebih baik daripada Danu karena terlahir dari keluarga terhormat. Namun, Widia lebih memilih Danu karena Widia hanya menganggap Satya sebagai 'abang' karena ia adalah sahabat kakaknya, tidak lebih. Sementara, Danu adalah pria yang paling menonjolkan diri atas keseriusannya dalam mengejar cinta Widia.

Lambat laun, Ibu Kandung Widia pun lebih menyetujui putrinya menikah dengan Arkhan Danu . Seorang pria yang mengaku bahwa dirinya adalah anak semata wayang dari pasangan orang tua yang sudah tiada.

"Danu! Lepaskan, dia! Kami hanya melaksanakan sholat saja, tidak lebih," bela Satya. Sebisa mungkin ia memasang badan untuk meredam amarah Danu terhadap.

"Diam, lu! Oh ... gua tau, lu masih penasaran 'kan sama istri gua, hah? Ayo ... ngaku!" Bola mata Danu membulat sempurna, sementara dada lapangnya kembang kempis. Rupanya, Danu terbakar api cemburu. Pria itu kembali menarik kasar lengan istrinya.

"Hei! Jangan kasar sama perempuan!" Rahang tegas Satya tampak saat pria tampan itu memperingatkan Danu. Danu tak terima ditunjuk-tunjuk oleh pria yang membuatnya cemburu.

"Gua peringatin sekali lagi, kalau sampai gua lihat kalian seperti ini sengaja atau pun tidak sengaja. Gua gak bakalan segan melenyapkan kalian berdua!" ancam Danu tak kenal tempat berucap.

"Bang, sudah lah. Ayok, kita pulang!" Kini, Widia yang meminta pria itu menjauh dari sahabat kakaknya. "Awas, lu ya ...," ancam Danu dengan tatapan tajam menghujam me arah Satya.

Setelah keduanya berlalu meninggalkan Satya. Danu melirik istrinya yang begitu ketakutan dengan seringai sinis.

"Kau sudah berani berbohong, Widia. Kau harus dihukum...," bisik Danu di telinga perempuan yang masih lengkap mengenakan mukena itu.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mrlyn
Ngeri banget gak ngurus tempat ibadah kau Danu 🫣
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Masak Daging Misterius   Hukuman Lahir Batin

    "Maaf ... aku minta maaf, Bang." Widia tersungkur di lantai ruang tamu setelah pria itu menghempaskan tubuh wanita itu. Untuk pertama kalinya, Danu merasa tertipu oleh wanita yang begitu ia cintai. Kini, amarahnya telah sampai ke ubun-ubun. Tangan kekar Danu telah mengepal sempurna. Ingin sekali ia menghabisi wanita itu. Namun, bukan itu yang akan ia lakukan. "Ayok, katakan apa yang ingin kamu katakan. Bela diri kamu supaya aku bisa meminimalisasi hukuman apa yang pantas untukmu." Danu menatap istrinya seraya mengharapkan alasan yang paling masuk akal baginya. Widia menunduk, sesekali ia menyentuh kakinya yang sempat terkilir karena hardikan suaminya. "Cepat katakan alasanmu, kenapa kau sampai tega menipu suamimu sendiri dan berduaan dengan laki-laki b*engs*k itu?" tegas Danu semakin geram. Akhirnya ia mengambil posisi jongkok untuk melihat lebih jelas wajah gentar istrinya. Mulut Widia mengatup rapat, tangan yang menyentuh kaki gemetar, dan napas pun terasa terhenti di tenggoroka

  • Masak Daging Misterius   Amukan Warga

    Plak!!Widia tak sanggup menahan kebencian terhadap pria itu. Meski dengan sisa-sisa tenaganya, telapak tangan Widia mendarat mulus di pipinya. Ia berhasil meluapkan amarah di relung hati. "Dasar penjahat!" Kecaman Widia semakin membuat Danu terkejut hingga kedua bola matanya hampir keluar, mengapa istrinya jadi seberani itu?"Apa? Kau bilang apa tadi?" tanya Danu seraya mengusap pipinya ke atas ke bawah secara berulang. Memang, tamparan Widia tidak terlalu keras, hanya saja Danu tertampar kenyataan bahwa istrinya sekarang sudah berani berubah. Seburuk itu kah Danu di hadapan Widia, sampai istrinya memanggilnya 'penjahat'.Danu mendekat hingga posisi keduanya hanya berjarak sekitar 30 cm saja."Kenapa kau panggil aku dengan sebutan itu? Pen-ja-hat?" Danu mengulang umpatan Widia. Rahangnya bergerak seakan ingin menerkam. Sorot matanya tak jauh beda dengan tajamnya belati."Kamu itu memang penjahat 'kan, Bang?" Meski dengan bibir bergetar, Widia berusaha mengungkap isi hati dan pikirann

  • Masak Daging Misterius   Masuk Rumah Sakit

    "Sudah lah, kita bakar saja rumah ini, gak ada gunanya juga punya tetangga macam dia. Penampilan alim, tapi kelakuan i*lis," seru seorang pria yang berdiri dekat dengan pria pembawa derigen berisi minyak tanah."Setuju, setujuu!" Saat mereka hampir melakukan tindakan main hakim sendiri, datang lah Satya yang baru saja tiba dan mendengar kabar menggemparkan di kampung itu. "Tenang lah. Saya mohon kalian tenang. Kita gak boleh main hakim sendiri. Ayok, pikirkan keselamatan bersama. Apa dengan kalian membakar rumah ini akan menyelesaikan masalah? Nggak, 'kan? malah kalian akan menyesal karena menghilangkan nyawa orang. Terus, apa bedanya kalian dengan penjahat itu?" Sebisa mungkin Satya mencegah perbuatan kriminal dan hampir membahayakan wanita yang masih ia cintai.Semua warga terdiam, mereka mendengarkan wejangan pria rupawan itu dengan seksama. "Lalu, kita harus bagaimana?" "Sabar dan menyerahkan semuanya kepada pihak berwajib. Mereka tahu bagaimana menegakan keadilan. Percayakan sa

  • Masak Daging Misterius   Calon Tunangan Satya

    Pria tampan berpakaian santai itu hanya tersenyum dan mengangguk ke arah Mita. Pandangan keduanya sempat saling bertemu selama beberapa detik. Tak lama setelah itu, Mita berpaling dan segera memburu sahabatnya yang masih berbaring. Keduanya saling memeluk satu sama lain. "Mit, makasih ya ... berkat kamu, polisi datang tepat waktu. Kalau tidak ...." Air mata mulai menganak sungai di pipi wanita lemah itu saat membayangkan saat-saat terakhir bersama Danu sebelum digrebek polisi. "Iya, Wid. Sama-sama, aku senang bisa lihat kamu selamat. Pasti ... pahlawan yang bawa kamu ke sini, Satya 'kan?" Mita melirik pria itu dengan sudut matanya. Berusaha untuk tidak 'baper' berada di antara sahabat dan juga calon tunangan. Pertanyaan Mita membuat kaku seisi ruangan. Bagaimana tidak, hampir semua orang tahu bahwa Mita dengan Satya sedang terlibat perjodohan. Namun, sampai saat ini baik Mita maupun Satya belum jua membuat kesepakatan. Widia benar-benar dibuat malu karena dirinya masih saja menikma

  • Masak Daging Misterius   Menantu Idaman

    "Oh, mungkin maksud kamu itu, kamu bareng anak saya kan, nengokin si Widia?""Mm ... enggak, kok, Tante. Satya udah ada di sana waktu aku datang. Malah aku nggak tau loh, kalo dia lagi jengukin Widia." Mama Ami jadi sangat tidak enak hati terhadap gadis yang duduk di sebelahnya apalagi pada Bunda Lani. Seakan-akan putranya telah mencorengkan noda di wajah perempuan itu. Padahal sebagai seorang ibu, Mama Ami sering mengingatkan Satya untuk mulai serius dengan pertunangannya bersama Mita. "Duh, maaf. Maaf sekali, ya Jeng, Mit. Saya janji akan memberi peringatan lagi sama Satya." "Udah lah, Tante. Gak perlu maksa Satya juga, kasian dia. Biarkan saja anak Tante melakukan apa yang dia inginkan. Apapun itu kalau dilakukan dengan tergesa-gesa itu gak akan bener. Aku siap kok, nunggu Satya," ucap Mita. Setelah itu ia merapatkan bibirnya sambil mengangguk meyakinkan kedua wanita di hadapan dan di sampingnya. "Aku mandi dulu ya, Tante, Mah. Gerah banget panas-panasan di bawah terik matahari

  • Masak Daging Misterius   Perhatian Istimewa

    "Sekarang kamu pilih mama atau istri penjahat yang terlahir dari keluarga miskin itu?" Mama Ami menyangga dagunya lalu menatap lekat kedua mata Satya. "Ma! Jangan kayak gini, lah!" Satya mulai mendengus kesal saat menerima pertanyaan dilema dari mamanya. Mana mungkin ia bisa menjawabnya asal. Pasalnya, ucapan dan keputusan seorang pria itu harus dipertanggung jawabkan. Ia tidak bisa menjamin untuk dapat meninggalkan Widia begitu saja hanya demi wanita yang sama sekali tidak ia cintai. Apalagi keadaan Widia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kini, yang ada dalam pikiran Satya hanya lah bagaimana caranya supaya Widia aman dan terlindungi dari amukan warga. Tanpa sadar pria itu telah mengaggurkan wanita yang duduk di hadapannya. "Satya! Ayok, jawab! Coba ... mama mau tau apa jawaban kamu." "Maaf, Ma. Satya nggak bisa jawab pertanyaan mama." Satya beranjak dan pergi meninggalkan wanita berpakaian formal itu. "Satyaa!" teriak Mama Ami sambil berdiri. Wanita itu menggebrak meja itu

  • Masak Daging Misterius   Dikejar Preman Mesum

    Hanya berjarak sekitar empat kilo meter saja, mereka sudah sampai di kediaman Siti. Beberapa pasang mata menyoroti tiga orang yang baru saja keluar dari mobil carry berwarna hitam. Salah satu ganjaran untuk suatu kejahatan adalah adanya sanksi sosial. Mungkin mulai hari ini dan beberapa hari ke depan baik Widia maupun ibunya akan merasakan bagaimana sanksi sosial itu berlaku. Seperti saat ini, ketika keduanya turun dari kendaraan Satya, keduanya merasa diawasi oleh beberapa pasang mata dengan sorot mata sinis. Tak sedikit di antara mereka pun saling berbisik. "Permisi, Bu ...." Wanita sepuh itu berniat membuang pikiran buruknya terhadap warga sekitar dengan cara lebih dahulu menyapa mereka sambil memapah putrinya melewati sekelompok warga yang berkumpul di warung kelontongan. Mereka tak menjawab atau mungkin lebih tepatnya tak sudi menjawab. Bu Siti yang memiliki kesabaran setipis tisu tak terima didiamkan seperti itu karena ia juga mengenal orang-orang yang duduk berjejer di sana, t

  • Masak Daging Misterius   Saling Mengingat

    Widia sempat memohon dengan sisa suaranya yang kian serak. Namun, lagi-lagi ekspresi Widia malah membuatnya semakin cantik dalam pandangan pria pemabuk itu. Widia terus mencari cara supaya dapat melepaskan cengkraman yang mengunci tubuhnya. Sehingga terbersit pemikiran untuk menendang kelemahan pria di hadapannya. "Eugh!" Widia berhasil menendang target dengan satu kakinya hingga pria itu terjungkal ke belakang. Preman itu merasakan sakit yang teramat di bagian kelemahannya. "Kau sudah memancing emosi, sekarang kau harus menerima hukuman!" Pria itu menodongkan sebuah belati tajam tepat ke arah perempuan yang terus melangkah mundur. Sesekali ia menginjak semak berduri hingga ia berdesah kesakitan. "Kau tidak akan bisa lari kemana-mana, br*ngsek! Menyerah lah dan lakukan saja apa yang kuminta!" "Cuih, aku lebih baik mati daripada menyerahkan diri sama kamu ba*ingan!" "Mati? Sini aku bunuh kamu, karna itu kan yang kau mau?" Widia begitu ketakutan, ia terus berusaha minta tolong den

Latest chapter

  • Masak Daging Misterius   Kehadiran Buah Hati

    "Kamu kenapa,Widia?" Danu menempelkan punggung tangannya pada dahi yang berkeringat. Widia menggigil kedinginan dan seperti yang ingin muntah."Gak tau, Bang. Aku ... pusing dan mual. Aku juga meriang." "Ah, mungkin kamu masuk angin, Widia." "Iya, Bang. Tolong ambilkan air hangat aku ingin minum air hangat." "Sebentar." Danu segera pergi ke dapur dan mengambilkan air minum. Namun, belum juga sampai dapur. Widia muntah-muntah di lantai kamar. Danu panik dan berfikir untuk membawa Widia ke klinik terdekat. Di klinik, Widia menjalani serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga medis yang berpengalaman. Mereka memeriksa kondisi fisik Widia dengan seksama dan melakukan tes yang diperlukan.Setelah hasil tes keluar, tenaga medis memberikan kabar yang mengejutkan kepada Danu dan Widia. Widia dinyatakan hamil! Mereka berdua merasakan kombinasi antara kegembiraan, kejutan, dan sedikit kecemasan. Namun, perasaan bahagia mereka jauh lebih dominan karena mereka telah lama menginginkan

  • Masak Daging Misterius   Bersama Lagi

    "Keluarlah dan mulailah hidup baru. Jalani kehidupan dengan baik," ucap seorang pria berseragam coklat yang bertugas mengeluarkan Danu dari penjara. Tiba saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah menjalani tiga tahun di balik jeruji besi, Danu akhirnya bebas dari penjara yang telah membatasi kebebasannya. Dengan hati yang penuh harap, Danu melangkah keluar dari pintu penjara dan menuju ke tempat yang telah lama dinantikannya.Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia bagi Danu. Begitu kaki-kakinya menyentuh tanah yang bebas, pria itu segera bergegas menemui Widia, orang yang selalu ada di pikirannya selama masa penahanannya. Dalam hati, ia berharap bahwa Widia masih setia menantikannya.Dengan langkah tergesa-gesa, Danu berjalan menuju rumah Widia. Detak jantungnya semakin cepat ketika ia mendekati pintu rumah yang sudah sangat akrab baginya. Dalam sekejap, Danu berdiri di depan pintu dan mengetuk dengan penuh harap."Assalamualaikum," sapa Danu dari luar. Bak seperti mimpi di sia

  • Masak Daging Misterius   Akankah Mereka Bersama lagi?

    "Mulai tani lagi, Mbak Wid?" tanya beberapa warga yang berpapasan dengannya saat hendak pergi ke ladang. "Iya, Bu. Hari ini aku mau panen kacang." "Oh, boleh bantu gak , Mbak?" "Tentu saja, Bu. Ayok. Kebetulan saya tidak ada teman untuk memanen kacang." Dua orang wanita sahabat Ibundanya dulu mendekati langkah Widia dan akhirnya mereka pun ikut ke ladang Widia. Ada hal yang berbeda dengan Widia saat ini yang tampak enak dipandang oleh warga sekitar. Yaitu, Widia yang kembali tersenyum dan berwajah ceria. Widia kembali ke ladang pertaniannya dengan semangat yang membara. Dia memiliki tujuan yang jelas dalam pikirannya: untuk mensukseskan hasil pertanian dan membuat ibunya yang telah tiada bangga.Setiap hari, Widia bekerja keras di ladangnya. Dia memberikan perawatan yang cermat kepada tanaman, memastikan mereka mendapatkan nutrisi yang cukup, air yang cukup, dan perlindungan dari hama atau penyakit. Widia juga memantau perkembangan tanaman dengan seksama, memastikan mereka tumbu

  • Masak Daging Misterius   Semua Telah Berakhir

    "Assalamualaikum," sapa Widia saat memasuki rumahnya kembali setelah seharian berpetualan dengan pengalaman menegangkan dan penuh dengan resiko kematian. Hening, tiada sesiapa yang bisa ia ajak bicara di sana. Semua sudah pergi. Dia sendirian. Setelah peristiwa yang melelahkan dan menegangkan, Widia pulang ke rumah dalam keadaan lelah. Langkahnya terasa berat saat ia memasuki pintu rumah. Tubuhnya terasa lelah setelah melewati berbagai emosi dan perjuangan selama hari itu.Widia melepas sepatu dan duduk di sofa dengan nafas yang terengah-engah. Wajahnya mencerminkan kelelahan dan ketegangan yang masih terasa. Matanya terlihat lelah dan berat, mungkin akibat dari kurangnya istirahat dan ketegangan yang ia alami."Ahhh, apakah ini benar-benar akan selesai? Semuanya pergi meninggalkanku," Dia merasakan tubuhnya yang tegang dan otot-ototnya yang kaku. Setelah melewati hari yang penuh dengan emosi dan perjuangan, Widia merasakan kelelahan yang mendalam. Dia merasa butuh istirahat yang b

  • Masak Daging Misterius   Ternyata kamu

    Di tengah kesibukan seorang petani yang tak pernah rehat, Widia memutuskan untuk melarikan diri sejenak dari kesibukan. Mereka berdua, duduk berdampingan di atas motor tua berwarna hitam milik Danu, bersiap untuk memulai perjalanan mereka."Apa harimu menjadi lebih baik?" "Sedikit," jawab Widia santai berusaha melalui hari ini dengan tenang meski akan terasa sangat diluar eksptasi. Widia, seorang gadis berjiwa bebas dengan rambut panjangnya yang berombak, duduk di belakang Danu. Matanya yang cemerlang menatap jauh ke depan, seolah-olah dia bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Sementara itu, Danu, pemuda yang tenang namun penuh semangat, memegang setir dengan erat, siap untuk membawa mereka berdua ke tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.Mereka berdua memulai perjalanan mereka di tengah malam, saat bintang-bintang di langit mulai berkelip, seolah-olah mereka sedang menunjukkan jalan bagi Widia dan Danu. Suara mesin motor yang berdengung seirama dengan det

  • Masak Daging Misterius   Membujuknya

    "Jadi lu punya rencana apa?" tanya Danu yang sudah sangat tidak sabar ingin mengetahui rencana Mita. "Ntar, gua harus tau dulu apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini?" Mita mencoba mengumpulkan Informasi terlebih dahulu dari pria di hadapannya. "Sekarang dia tinggal di rumah Bu Siti sendirian. Ia juga sering datang ke ladang ibunya untuk melanjutkan usaha tani ibunya yang sudah meninggal." "Oke, gua catat apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini. Tapi, gimana hubungan lu sama dia sekarang?" tanya Mita mendikte."Buruk, Mit. Sangan buruk." Memang seperti itu adanya. Danu tidak sedang berbohong hari ini. "Oke. Berarti lu bisa gua perintah dengan baik. Sebaiknya kita pancing dia dalam urusan pertanian seputar pekerjaannya sekarang. Misal dia lagi ada keperluan ke pasar. Lu tabrak aja dia!" "Maksud lu?" "Atau, kita bakar saja tanamannya di ladang. Gimana?" tanya Mita penasaran dengan jawaban Danu. "Apa ini tidak terlalu sadis?" "Heh, dodol! Dimana ada penjahat memikirkan sadis a

  • Masak Daging Misterius   Masuk Perangkap

    "Thank you, Angel. Gua bisa happy-happy sebelum gua pulang ke Indonesia lagi." "Lho? Kok pulang?" tanya Angel sambil merasa mehilangan saat membayangkan Mita yang assyik diajak belanja itu memutuskan untuk pulang. "Ya. Sepertinya tugasku di Indonesi lebih penting." "Perusahaan?" Tanya Angel menebak-nebak."No. Sesuatu yang lebih penting dari apapun." Mita mengulum senyum membayangkan sebentar lagi balas dendamnya akan segera tuntas. Meskipun keadaan Widia sekarang sudah sangat memprihatinkan. Tapi, ia khawatir jika jika suatu saat kebahagiaan kembali menyapanya. Mereka pun kembali melewati malam terakhir yang indah. Suasana malam di perjalanan memberikan pemandangan yang sangat indah dan mempesona bagi Mita dan Angel. Saat ini, Mita merasa bahwa alam serta apapun yang ada di dunia ini tengah berpihak kepadanya. Sampai Haryadi pun terciduk kejahatannya sehingga ia harus mendekam di bui. Hal itu sangat menguntungkan bagi Mita karena akhirnya pria bayaran yang bisa diandalkan oleh

  • Masak Daging Misterius   Jebakan Danu

    933Danu keluar dari rumah Widia. Melangkah pasti dengan tujuan menggebu di dadanya. Layaknya seorang pria dengan hati yang lembut namun penuh emosi. Ia mengetahui bahwa kekasihnya, Widia, telah disakiti oleh Satya dan Mita, emosi yang membara dalam hatinya tidak bisa ditahan. Dia merasa seolah-olah dunianya runtuh, hatinya hancur berkeping-keping. Namun, di balik rasa sakit yang mendalam itu, ada juga keinginan kuat untuk membalas perbuatan mereka. Meski memang Danu juga terlibat, mungkin ini lah yang bisa ia lakukan sebelum menghukum dirinya sendiri atas dosa yang ia lakukan kepada Widia. Danu duduk di taman yang sepi, menatap suasana malam dengan pandangan kosong. Matanya yang biasanya berbinar sekarang tampak suram, mencerminkan kepedihan hatinya. "Hei, pergi sana! Ini tempat gua!" Seorang pria pemabuk datang menghampiri Danu. Danu sedang tak ingin menghiraukan siapapun. Fokusnya hanya merenung sekaligus merencanakan langkah-langkah untuk menemui Satya dan juga Mita. Entah den

  • Masak Daging Misterius   Ungkap Fakta

    "Kenapa semuanya jadi seperti ini?" Danu mengeluh sendirian di dalam apartemen sewaanya yang tinggal beberapa hari ini akan habis masa sewa. Bahkan ia sudah menerima pesan penagihan dari pihak hotel untuk segera melakukan payment sebelum waktu habis. Setelah kehilangan pekerjaannya, Danu berjuang untuk mencari pekerjaan baru. Namun, dalam situasi ekonomi dia terus menghubungi para penjahat kelas kakap untuk menawarkan diri menjadi bodyguard, tetapi belum berhasil mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengannya. Ini semua karena pria itu bekerja kepada Haryadi. Yang merupakan musuh atau saingan mereka. Maka otomatis Danu ditolaknya. Hidupnya menjadi semakin sulit ketika uang tabungannya semakin menyusut. Dia harus membatasi pengeluaran dan mengatur keuangan dengan sangat hati-hati. Apalagi jika ia mengingat apartemen satu-satunya yang ia jadikan tempat untuk istirahat itu kini hanya tinggal beberapa hari lagi. Setelah itu masa sewa habis. Mungkin ia akan menjadi orang jalanan lagi. "Si

DMCA.com Protection Status