Kebangkitan Klan Phoenix Merah, adalah kisah pertarungan epic dari sang pewaris Sage Alaric, setelah mengalami kejatuhan, maka persiapan untuk perang terakhir yang lebih epic antara Klan Phoenix Merah melawan penguasa dunia - Kekaisaran Hersen. Baca kisah perang terakhir yang memukau.
Lihat lebih banyakKiran menunggu hingga tengah malam, ketika seluruh desa telah terlelap.Suara-suara malam—jangkrik, burung hantu, dan angin yang berdesir di antara pepohonan—menjadi satu-satunya pengiring langkahnya. Dengan hati-hati, ia menyelinap keluar dari rumah Rajagopal, membawa cairan ekstrak bunga popy dalam botol kecil yang ia temukan di dapur.Kon dan Burs mengikutinya, terbang rendah dan bersembunyi di balik bayangan.Kuil Hiranyakashipu tampak berbeda di malam hari—lebih misterius dan sedikit mengintimidasi. Bangunan batu itu seolah menyerap cahaya bulan, menciptakan siluet gelap yang menjulang di tengah desa.Cahaya bulan menyinari ukiran-ukiran di dindingnya, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang seolah bergerak dan menari. Beberapa pendeta masih terlihat berjaga di sekitar kuil, melakukan ritual malam mereka dengan lilin-lilin dan dupa yang menyala redup."Bagaimana kita bisa masuk tanpa terlihat?" bisik Burs, mengamati para pendeta dari kejauhan. Matanya yang tajam menghitung jumlah
Kiran menatap bunga yang cantik, secantik namanya... “Popy”Dengan hati-hati, ia memetik beberapa kuntum bunga popy yang paling mekar, memilih dari berbagai warna—merah darah yang menyala seperti api, ungu kebiruan yang dalam seperti langit senja, dan putih murni bagai salju pertama.Kelopak-kelopak tipis itu terasa lembut di antara jemarinya, namun ia bisa merasakan getaran aneh—hampir seperti denyut kehidupan—dari bunga-bunga tersebut. Ia memasukkan bunga-bunga itu ke dalam kantong kecil di balik jubahnya, memastikan tidak ada yang melihat tindakannya."Tuan, apa yang kau lakukan?" bisik Kon, mengintip dari tas Kiran dengan mata besarnya yang berkilau cemas. "Bukankah mereka bilang bunga itu berbahaya?""Kadang-kadang kita perlu mengambil risiko untuk mendapatkan jawaban," jawab Kiran pelan, matanya terus mengawasi keadaan sekitar."Jika bunga ini bisa membantuku berkomunikasi dengan dewa mereka, mungkin aku bisa mendapatkan petunjuk tentang Suku Devahari.""Tapi bagaimana cara meng
Setelah berpikir kira-kira lima tarikan nafas... "Suku Devahari adalah legenda kuno," jawab Surya setelah jeda yang cukup panjang itu. Suaranya berubah lebih dalam."Konon, mereka adalah suku pertama yang mendiami Zolia, jauh sebelum Kekaisaran terbentuk. Mereka dikatakan memiliki hubungan khusus dengan para dewa, mampu melakukan sihir yang tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa.""Mereka bisa memanipulasi elemen," tambah Ranya, matanya berkilat penuh keingintahuan."Air, api, tanah, udara—semua tunduk pada kehendak mereka. Beberapa cerita bahkan menyebutkan mereka bisa berbicara dengan hewan dan tumbuhan."Keheningan..."Tapi itu hanya cerita untuk anak-anak sekarang," lanjut Surya, suaranya sedikit lebih pelan."Tidak ada yang pernah bertemu dengan anggota Suku Devahari dalam beberapa generasi terakhir. Banyak yang percaya mereka telah punah, atau mungkin hanya mitos belaka."Kiran merasakan kekecewaan menyelimuti hatinya.Jika bahkan penduduk Zolia sendiri menganggap Suku Devahari
Matahari siang bersinar terang di atas Kuil Hiranyakashipu, sinarnya menembus kaca-kaca berwarna pada jendela tinggi kuil, menciptakan pola-pola mistis di lantai marmer yang dingin.Kiran masih berlutut di depan altar, matanya tak lepas dari patung dewa yang baru saja berkedip padanya. Jantungnya berdegup kencang, campuran antara takjub dan kebingungan."Tuan Rajagopal... Apa anda melihatnya?" bisik Kiran kepada Surya yang berlutut di sampingnya. Suaranya hampir tak terdengar di tengah gumaman doa para penduduk desa."Melihat apa?" tanya Surya, menoleh dengan alis terangkat. Cahaya lilin menyinari wajahnya yang kebingungan."Patung itu..." Kiran menunjuk ke arah patung Hiranyakashipu yang menjulang—sosok dengan empat tangan yang masing-masing memegang simbol kekuasaan berbeda."Matanya berkedip padaku."Surya menatap Kiran dengan pandangan heran, kemudian tertawa kecil."Ah, mungkin itu hanya pantulan cahaya matahari dari jendela kuil, anak muda. Atau mungkin kau terlalu lelah setela
Rumah Surya terletak di ujung desa, dikelilingi kebun bunga yang indah dan pohon-pohon yang rindang. Bangunannya lebih besar dari rumah-rumah lainnya namun tetap sederhana, dengan teras luas yang dihiasi tanaman merambat berbunga ungu.Ranya, istri Surya, menyambut Kiran dengan senyum hangat. Wanita itu memiliki wajah yang lembut dengan mata yang memancarkan kebijaksanaan, dan rambut hitamnya yang panjang digelung rapi dengan hiasan bunga kecil.Ia segera menyiapkan makanan berlimpah—nasi dengan kari daging yang mengepulkan aroma rempah menggoda, roti pipih yang disebut naan yang masih hangat dari tungku tanah liat, dan berbagai macam sayuran yang dimasak dengan rempah-rempah wangi yang tidak Kiran kenali."Makanlah yang banyak," kata Ranya dengan nada keibuan, terus menambahkan makanan ke piring Kiran meskipun ia sudah mengatakan cukup. Tangannya yang lincah terus menyendokkan lauk-pauk ke piring Kiran."Kau terlalu kurus. Perjalanan pasti sangat berat."Malam itu, setelah makan mala
"Ah, seorang pengembara!" seru seorang wanita gemuk dengan gelang-gelang perak yang berdenting merdu di pergelangan tangannya setiap kali ia bergerak."Dan lihat wajahmu yang unik! Kau pasti dari Qingchang, bukan? Sangat jarang kami melihat orang Qingchang di sini."Kiran mengangguk kaku, menunggu reaksi negatif yang pasti akan muncul setelah identitasnya terungkap. Namun, yang ia dapatkan justru lebih banyak senyuman dan tatapan kagum, seolah ia adalah makhluk eksotis yang menarik untuk diamati."Sungguh menarik! Matamu seperti serigala—tajam dan penuh kewaspadaan," komentar seorang pedagang kain, mengamati Kiran dari atas ke bawah dengan tatapan menilai."Dan kulitmu yang putih kekuningan... sangat kontras dengan kulit kami yang kecokelatan. Kau pasti akan terlihat menakjubkan dengan kain sutra biru langit ini!" Ia mengangkat selembar kain berwarna biru cerah dengan bordiran perak."Kau harus mampir ke rumahku untuk makan siang!" ajak seorang ibu dengan antusias, menarik lengan Kira
Matahari pagi bersinar lembut di atas padang rumput yang membentang hingga kaki bukit di kejauhan, menyelimuti tanah dengan cahaya keemasan yang hangat.Embun pagi masih menggantung di ujung-ujung rumput tinggi, berkilauan seperti permata kecil saat tersentuh sinar matahari.Kiran berjalan dengan langkah berat, jubah perjalanannya yang dulu berwarna merah kini kotor oleh debu dan robek di beberapa bagian, berkibar lembut tertiup angin pagi yang sejuk.Crimson Dawn—pedang legendaris dengan bilah merah darah yang konon ditempa dari logam langit—tersarung rapat di punggungnya, tersembunyi di balik kain lusuh untuk menghindari perhatian yang tidak diinginkan.Energi sihir yang biasanya berpendar dari pedang itu kini diredam, hanya sesekali berkedut seperti detak jantung yang tertidur.Tiga hari telah berlalu sejak pertempuran dahsyat di Tembok Perbatasan. Tiga hari penuh kewaspadaan dan kekhawatiran yang menggerogoti pikiran Kiran seperti racun lambat.Setiap kali memejamkan mata, bayanga
Pigenor, dengan ketenangan khas Elf, mengamati situasi dari atas pohon. Teman-temannya telah berpencar, dan kini giliran dirinya untuk menemukan jalan keluar.Namun, alih-alih menuju Zolia seperti yang lain, Pigenor memiliki rencana berbeda yang lebih berisiko namun menjanjikan."Terkadang, jalan teraman adalah kembali ke sarang musuh," gumamnya, melafalkan mantra kuno dalam bahasa Elf yang membuat tubuhnya perlahan menyatu dengan pohon.Kulitnya berubah menjadi seperti kulit kayu, dan rambutnya menyerupai dedaunan. Dalam wujud ini, ia bergerak turun dari pohon, berjalan melewati pasukan Qingchang yang bahkan tidak menyadari kehadirannya.Alih-alih menuju tembok perbatasan, Pigenor bergerak ke arah berlawanan, kembali ke dalam wilayah Qingchang.Tujuannya adalah Kota Xianyang, pusat perdagangan besar yang ramai dan penuh kesempatan untuk mengumpulkan informasi yang berharga bagi perjuangan mereka.+++Di langit, pertempuran sengit masih berlanjut. Eve Whitehouse, dengan wajah penuh am
Emma menatap ke sekeliling, pikirannya berpacu mencari jalan keluar. Matanya tertuju pada aliran air yang berkilau di kejauhan—Sungai Cermin yang mengalir di bawah tembok perbatasan, satu-satunya bagian dari penghalang sihir yang memiliki celah."Kalian pikir bisa mengalahkanku dengan api?" Emma tertawa, suaranya lebih percaya diri dari yang ia rasakan. Dengan gerakan memutar kedua tangannya dalam lingkaran sempurna, ia menarik kelembaban dari udara dan tanah di sekitarnya, menciptakan kabut tebal yang dengan cepat menyelimuti area pertempuran."Di mana dia?" teriak salah satu pengendali api, matanya menyipit berusaha menembus kabut yang semakin tebal. Mereka menciptakan api lebih besar, namun justru membuat kabut semakin tebal karena panas yang mengubah air menjadi uap.Memanfaatkan penghalang visual yang ia ciptakan, Emma berlari sekuat tenaga menuju Sungai Cermin, kakinya yang terlatih melompati bebatuan dan reruntuhan dengan ketepatan seorang penari.Saat mencapai tepi sungai, ia
Pohon prem bergoyang lembut, aroma bunganya yang manis memenuhi udara. Awal musim semi membawa keindahan yang memikat siapa saja yang melangkah ke sini.Tahun ini adalah 575 dalam kalender Kekaisaran Hersen. Di tengah ketenangan, sebuah portal sihir muncul, memancarkan cahaya biru keperakan. Dari dalamnya, tiga sosok muncul: seorang pemuda manusia, seekor Kyuubi berekor sembilan, dan seekor Pegasus yang memancarkan aura agung.Namun...."Berhenti!" Suara tegas memecah keheningan Hutan. "Jangan bergerak, serahkan diri sekarang juga!"Sekelompok prajurit Kekaisaran dengan baju zirah muncul dari balik pepohonan, lanngsun mengepung. Gerakan tentara itu serempak, jumlahnya lima ratus orang."Tentara Suci Qinchang?" gumam pemuda bernama Kiran itu bingung.Kiran memandang sekeliling dengan heran. "Kenapa kalian, pasukan elit Kekaisaran, mengepungku? Apa salahku?" tanyanya tenang."Aku juga bagian dari Tentara Suci. Aku sedang menjalankan tugas rahasia!" Kiran mengangkat sebuah token emas. To...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen