Share

Teh Bunga Krisan

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-01-27 18:31:30

“Muridku, Kiran, setujukah kau ikut denganku ke ibu kota? Di hadapan Kaisar, kau akan bersaksi bahwa kau tidak terlibat dengan Klan Phoenix Merah!” kata Master Cho memecah keheningan.

Sejak menjadi muridnya, Kiran jarang dipanggil "murid." Namun, panggilan itu membuatnya merasa hangat, meski ia tetap diam.

“Aku akan menjamin keselamatanmu,” lanjut Master Cho tegas.

Kiran membatu, tatapannya dingin.

“Aku akan bersaksi di depan Kaisar bahwa kau tidak bersalah!” suaranya sedikit meninggi, mencoba meyakinkan Kiran.

Akhirnya, Kiran menarik napas dalam. Ekspresi tulus Master Cho membuat hatinya sedikit tenang.

“Aku setuju! Aku akan ikut ke ibu kota. Tolong buka jalan!” katanya, mendekati Master Cho dan mengangkat tangan, siap diborgol.

Ekspresi lega tampak di wajah Khanze dan para Tentara Emas, sementara wajah Master Cho tetap sulit dibaca.

Roneko dan Diolos tidak setuju. Roneko, gadis kecil berambut merah, berdiri marah.

“Tuan Kiran, aku tidak setuju! Firasatku mengatakan ada yang tidak beres!” teriak Roneko, suaranya mendesak.

Meskipun terlihat imut, tatapannya membuat beberapa Tentara Suci gelisah.

“Dia tampak lucu,” bisik seorang prajurit, “tapi dia jelas makhluk iblis,” sahut yang lain.

Master Cho menatap Roneko dan Diolos, berbicara dengan nada tegas. “Tunggu aku di Hutan Ternola. Aku akan memulihkan nama Kiran. Paling lama tiga hari kita bertemu lagi!”

Roneko menatap penuh ketidakpuasan, sementara Diolos gelisah, menunggu penjelasan lebih lanjut.

Kiran, kini diborgol, melangkah ke kereta kuda yang telah disiapkan. Ia duduk di dalam bersama Master Cho, tatapan kosong namun penuh pikiran.

Kereta bergerak perlahan meninggalkan hutan, suasana sunyi menyelimuti perjalanan.

Kereta tiba di ibu kota malam berikutnya, di bawah langit gelap tanpa bintang. Suasana tenang, namun ada bayang-bayang misteri di jalanan sepi.

Kiran digiring langsung ke penjara bawah tanah. Saat tiba, ia menatap tajam Master Cho.

“Kenapa aku harus mendekam di penjara, Master Cho?” Suaranya rendah, penuh ketidakpuasan.

Tangan Kiran mulai berpendar, api sihir menyala, membentuk pedang untuk menghancurkan borgolnya.

Seratus Tentara Suci bersiap, menghunus pedang mereka.

“Tahan! Jangan gegabah!” teriak Master Cho, menghalangi mereka. “Melawan ahli Pesona level lima hanya akan membuat kalian jadi korban!”

Para prajurit segera menghentikan tindakan mereka, pedang kembali ke sarung.

Setelah situasi terkendali, Master Cho menatap Kiran lembut. “Percayalah, ini hanya sementara. Seorang tahanan harus ada di penjara. Ikuti prosedur dan hadiri sidang di depan Kaisar besok. Aku akan bersaksi untukmu.”

Kata-kata itu membuat wajah Kiran melunak. “Baiklah, aku akan mengikuti instruksi Anda,” jawabnya.

Tanpa perlawanan, Kiran mengikuti Tentara Suci ke lorong bawah tanah.

Saat sosoknya menghilang, suara Master Cho terdengar. “Kiran, percayalah, aku akan mendampingimu. Anggap saja malam ini sebagai waktu untuk beristirahat.”

Kiran tidak menjawab, hanya menoleh dan tersenyum tipis melihat gurunya melambaikan tangan, penuh keprihatinan. Dalam hati, ia bersyukur Master Cho adalah orang baik.

Penjara bawah tanah ternyata tidak buruk. Sesuai janji Master Cho, ruang tahanan itu lebih mirip kamar sederhana. Ada meja kecil dan secawan teh bunga krisan yang masih mengepul.

Keharuman teh menggelitik indera penciuman Kiran, membuatnya tak tahan untuk mencicipinya.

Saat teh mengalir di tenggorokannya, pikirannya melayang ke masa lalu, teringat saat dijamu Master Akiko Yamazaki, kepala Akademi Sihir Golden Arrow.

Namun, sebelum ia menyadarinya, rasa pening menyerang. Cawan jatuh, kepalanya berat, dan tubuhnya ambruk sebelum semuanya menjadi gelap.

>>> 

Hari masih gelap saat Kiran terlelap akibat efek Teh Bunga Krisan. Suara langkah sepatu besi bergema di lorong penjara bawah tanah, memecah keheningan.

Dari balik jeruji, lima kepala terjulur, penasaran. Tidak biasa pengawal Kaisar datang pagi-pagi.

Suara berderak keras terdengar saat gembok dibuka satu per satu. Dua tentara suci, mengenakan zirah dan helm besi, mengincar sel Kiran.

Rasa ingin tahu para tahanan semakin membesar. Beberapa menahan diri untuk tidak bertanya, sementara yang lain berani bersuara.

“Apa dosanya? Dia masih muda...” tanya seorang pria tua dari sel sebelah.

“Diam!” teriak tentara, menatap tajam. “Jangan menambah keributan!”

Namun, pria tua itu berteriak keras, suaranya bergema. “Dia tahanan penting! Dia akan dihukum pancung! Kejahatannya jauh lebih besar daripada kami semua!”

Keributan pun terjadi. Teriakan orang tua itu disambut sorakan dari penghuni sel lainnya.

“Bravo! Hidup pendatang baru yang akan dihukum pancung!”

Suara-suara itu mengguncang dinding penjara. Wajah kedua tentara suci itu pucat mendengar teriakan yang semakin membesar.

“Mereka menyebut Klan terlarang. Apa yang harus kita lakukan?” bisik salah satu tentara.

Dengan anggukan setuju, salah satu tentara maju ke jeruji. Dalam setiap sel, mata para penghuni menatap dengan tantangan, meski ada kegelisahan.

“Rasakan ini! Upah untuk penjahat!” tentara itu mengeluarkan tongkat panjang dengan permata biru di ujungnya.

Kilatan menyambar dari permata itu, menyiratkan ancaman mematikan. Tentara itu menjulurkan tongkat ke dalam sel pria tua dan membentak, “Klan Phoenix Merah? Apa kamu sudah bosan hidup?”

PANG!

Kilatan biru memancar, melumpuhkan pria tua itu. Tubuhnya kejang, lalu jatuh tak sadarkan diri. Tentara itu melanjutkan ke sel berikutnya, menyetrum satu per satu hingga mereka terjatuh, pingsan tanpa suara.

Kepuasan samar tergambar di wajahnya saat ia kembali ke sel Kiran. Kawannya menatap penuh pertanyaan.

Tanpa jeritan, lima narapidana tersengat, hanya suara gedebuk tubuh mereka yang jatuh.

Tentara itu memberi kode, mengiris lehernya, lalu tersenyum dingin. “Bagus,” kata kawannya singkat.

Salah satu dari mereka mengangkat tangan, menunjukkan botol obat kecil. Uap putih mengepul saat penutupnya dibuka.

“Dia akan sadar setelah mencium bau ini. Kita bisa berpesta sesuai perintah,” ujar pemimpin tentara, senyuman jahat terukir di wajahnya.

Begitu botol didekatkan ke hidung Kiran, pemuda itu batuk keras. “Uhuk—uhuk!”

Matanya terbuka, setengah terpejam, mencoba menyesuaikan diri.

+++

Kiran merasakan kepalanya berat, seolah ada beban yang tak bisa diangkat. Ia berusaha membuka matanya, namun terasa lengket.

Pusing menyerang kepalanya, perasaan tak enak menyelimuti tubuhnya. “Kenapa aku harus bangun? Biarlah aku tidur lebih lama...” gumamnya dalam hati.

Namun, rasa sakit menyentak ulu hatinya, seolah ada tangan kasar mencengkeram jantungnya.

“Bangun, bocah busuk! Kamu harus segera menghadap pengadilan Raja!” suara keras itu menyentak kesadarannya.

Kepalanya berdenyut, setiap detik terasa berat. Kiran berusaha membuka mata, melihat dua tentara suci dengan senyum sinis.

“Bangun, bodoh!” teriak salah satu dari mereka. “Kamu pikir Raja akan menunggumu selesai tidur?”

Setelah bertahun-tahun latihan ketat di Sanctuary of Wisdom, Kiran mampu menahan sakit. Setiap pukulan menyakitkan, namun tidak cukup untuk mematahkan tubuhnya.

"Kalian akan menyesal!" desis Kiran, saat kekuatan dan kesadarannya pulih.

Dengan cepat, ia bersiap mengucapkan mantra kutukan 'Black Hole', serangan mematikan yang bisa menguras energi dua tentara suci itu.

Namun, kejutan menghantamnya. “Kenapa... semua kekuatanku hilang?” pikirnya bingung. “Mengapa energi spiritualku tak mau bekerja?”

Wajah Kiran memucat. “Mengapa sihirku tak bekerja? Bahkan sihir tingkat rendah pun tak bisa aku panggil!”

Dua tentara suci tertawa terbahak-bahak, menikmati saat Kiran menyadari kehilangan kekuatannya.

“Mau coba-coba membuat sihir serangan? Jangan mimpi! Kalung sihir gelap di lehermu itu memblokir semua kekuatanmu!” ejek salah satu tentara.

“Tepat! Sekarang, kamu sudah menjadi tawanan Kekaisaran Qingchang!” tambah yang lain.

Telinga Kiran berdenging. Semua kejadian terasa seperti petir yang menyambar.

“Teh Bunga Krisan? Master Cho?” bisiknya dalam hati, matanya membesar saat ingatannya kembali.

Wajahnya semakin memucat. Semua kepercayaan diri ambruk. “Aku dijebak! Master Cho yang menjebakku!” desis Kiran, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Di Balairung Istana Raja

    Kota Qingchang berdiri megah sebagai pusat kekuasaan, dikelilingi tembok tinggi yang melindungi rahasia kuno dan sungai deras yang memisahkan dunia luar dari kemewahan di dalamnya. Setiap batu tembok menyimpan kisah pertempuran dan kejayaan.Di sisi utara kota, Istana Raja menjulang anggun. Atapnya yang meruncing seakan menembus langit, melambangkan kekuatan negeri ini. Cahaya matahari memantul dari atap, menciptakan kilauan menakjubkan.Kiran melangkah tertatih di koridor istana, dibebani borgol dan rantai. Suara gemerincing rantai mengisi kesunyian, menandai perjalanan menuju takdir yang tak pasti.Dua tentara suci mengawalnya, diikuti dua ahli sihir dengan aura magis yang menakutkan. Mereka berada di bawah perintah Panglima Tertinggi Eadric Windmere dan Menteri Sihir Eamon Thornfield. Kehadiran mereka menambah suasana mencekam.Sepanjang koridor, puluhan prajurit berdiri tegak, siap menghunus senjata. Ketegangan semakin terasa, setiap napas Kiran dipenuhi rasa takut dan ketidakpast

    Last Updated : 2025-01-28
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Alun-alun Kota Qingchang.

    Hari ketiga setelah sidang pengadilan di balairung istana raja. Suasana kota Qingchang pagi itu riuh rendah, dipenuhi oleh desas-desus dan bisikan-bisikan yang bergulir seperti angin.Tuk – tak – tuk – tak!Suara roda kereta kuda bergema di jalanan berbatu, mengiringi langkah kuda-kuda putih yang gagah. Di belakang kereta, sebuah kerangkeng besi setinggi manusia terlihat jelas.Di dalamnya, seorang pemuda berdiri tegak, tubuhnya dibelenggu rantai yang mengikat pergelangan tangan dan kakinya. Wajahnya tenang, tapi matanya yang dingin memancarkan ketegaran.“Siapa dia? Apakah dia tahanan raja?” tanya seorang wanita tua, suaranya bergetar penuh rasa ingin tahu.“Dia masih begitu muda. Sungguh kasihan!” sahut yang lain, suaranya lirih namun penuh simpati.Semua mata penduduk Kota Qingchang tertuju pada kerangkeng itu. Mereka berdesakan, mencoba melihat lebih dekat sosok yang menjadi tahanan.Rantai yang membelenggu pemuda itu berderak setiap kali kereta bergerak, seolah mengingatkan semua

    Last Updated : 2025-01-31
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Hukuman Sang Penyihir.

    Sementara itu, jauh dari keramaian alun-alun ibu kota, Raja Thalion Stormrider berdiri di balkon tinggi istananya.Teleskop perak di tangannya mengarah ke alun-alun kota, lensanya menangkap setiap detail dari kejauhan. Sorot matanya tajam, menembus jarak untuk memastikan sesuatu yang penting terjadi di sana."Dia sudah tiba," gumam Raja dengan suara rendah yang penuh kepuasan. "Semoga tubuh dan jiwanya terbakar habis, dan Raja Hersen memaafkan Qingchang."Di sampingnya, Kanselir Agung Cedric Ironwood berdiri dengan sikap tenang. Wajahnya yang berkerut oleh usia dan pengalaman tampak ikut senang."Raja tak perlu khawatir," ujar Kanselir, suaranya halus namun penuh keyakinan. "Aku sudah memerintahkan Menteri Sihir dan Kepala Akademi Sihir untuk berjaga-jaga di alun-alun.""Mereka telah menyiapkan pasukan sihir terbaik untuk menangkal segala serangan. Jika Klan Phoenix Merah muncul dan mencoba membuat kekacauan, mereka akan dihadapi dengan kekuatan yang tak tertandingi."Raja menurunkan

    Last Updated : 2025-02-01
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Dejavu Lagi?

    BOOM!Suara ledakan mengguncang alun-alun ketika obor yang dilempar algojo menghantam tumpukan kayu kering. Api langsung menjilat ke atas, membakar udara dengan panas yang menyengat.Di langit, awan gelap mulai berkumpul, seakan alam turut merasakan ketegangan yang memuncak.Derak nyala api terdengar seperti suara ular yang mendesis, sementara asap tebal mulai mengepul ke langit.“Hukuman telah dilaksanakan!” teriak algojo dengan suara keras, mengangkat tangannya ke kerumunan. “Biarkan penyihir ini mati, menebus hutang darah atas perbuatan The Flame, sang Phoenix!”Sorak-sorai dan desisan memenuhi alun-alun.Wajah-wajah penduduk yang menonton tampak keras dan puas, tanpa belas kasihan. Namun, di antara kerumunan, beberapa suara lirih terdengar, seperti bisikan yang takut dihukum.“Dia masih muda... terlalu muda untuk mati seperti ini.”“Apakah kesalahannya sebesar itu? Dia hanya dituduh sebagai mata-mata. Belum ada bukti yang jelas.”Kiran, yang terikat di tiang kayu, mulai gelisah.A

    Last Updated : 2025-02-10
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Tiga Pelarian.

    Kiran terbangun ketika hari sudah senja keesokan harinya. Dalam tidurnya—atau lebih tepatnya, dalam keadaan tidak sadarkan diri—dia bermimpi sedang berdoa di Kuil Dewa Tempestia, dewa yang dipuja di dataran Tengah.Dalam mimpinya, para pendeta di kuil membunyikan lonceng, suaranya berdengung keras, menggema dari dunia lain yang misterius. Suara itu menusuk ke dalam benaknya, membuatnya merasa terpisah dari kenyataan.“Di mana aku?” gumam Kiran perlahan saat bangun dari tempat tidurnya yang sederhana.Selimut tebal yang menumpuk di atas jerami terasa kasar di kulitnya. Dia mengusap wajah, mencoba mengusir sisa-sisa mimpi yang masih membayangi pikirannya.Pandangannya tertuju ke arah jendela kecil di kamar itu. Dari sana, ia bisa melihat Ibukota Qingchang yang megah, dengan menara-menara tinggi menjulang dan lampu-lampu yang mulai menyala seiring datangnya malam.“Sebuah kamar rahasia, di bangunan diatas bukit?” Kiran menyipitkan mata.Pikirannya masih melayang, mencoba mengingat apa ya

    Last Updated : 2025-02-14
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Akhirnya, Melarikan Diri!

    “Kalian masuk lebih dulu!” bisik Emma pelan, suaranya hampir tak terdengar. Ia menunjuk ke arah selokan yang gelap, airnya menggenang busuk dengan bau menyengat yang memenuhi udara.Malam ini terlalu berbahaya. Setiap langkah harus dihitung cermat, setiap suara bisa menjadi petaka. Selalu ada mata-mata atau formasi sihir yang siap menangkap pergerakan mencurigakan.Nethon melompat masuk ke dalam lubang saluran pembuangan tanpa ragu, tubuhnya menghilang dalam kegelapan.Kiran menyusul dengan gerakan cepat, dan terakhir Emma, yang meluncur dengan gesit. Sebagai pengendali air, Emma tak kesulitan menghadapi lingkungan basah dan kotor ini. Air adalah sekutunya, bahkan dalam keadaan paling buruk sekalipun.“Nyalakan cahaya!” perintah Emma singkat, suaranya tetap bernada rendah.Tangan Nethon bergerak cepat membentuk segel sihir. Udara di sekitarnya bergetar halus sebelum mantra terlontar. Sebuah titik cahaya redup muncul di ujung jari telunjuknya, mirip nyala lilin yang kecil namun cukup u

    Last Updated : 2025-02-14
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Hutan Maple.

    Kiran menarik napas dalam-dalam sebelum menyelam ke dalam air yang gelap. Dari balik kabut air yang keruh, dia melihat anak panah meluncur masuk ke dalam arus deras, kecepatannya melambat seiring kedalaman.“Beruntung aku tumbuh di kota kecil. Berenang di sungai bukan hal baru bagiku. Setidaknya, dengan menyelam, aku bisa mengurangi daya serang anak panah dan menghindarinya,” gumam Kiran.Matanya terbuka lebar di dalam air, menatap sekeliling dengan waspada.Cahaya obor yang menyala dari atas memantulkan bayangan samar-samar. Kiran melihat setidaknya sepuluh tentara berdiri di tepi parit, mengelilingi Kota Qingchang. Senjata mereka siap, mata mereka tajam, mencari tanda-tanda gerakannya.“Tapi aku tidak bisa selamanya menyelam. Aku akan kehabisan napas. Aku harus naik ke permukaan dan menghadapi mereka—hidup atau mati.”Kakinya bergerak cepat, menyeret tubuhnya ke tepian. Kepalanya muncul dari air, menghirup udara segar dengan cepat.Di belakangnya, Kiran mendengar suara bentakan dan

    Last Updated : 2025-02-15
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Desa Sago.

    "Mari kita adu undi!" Kiran melangkah maju, suaranya tegas namun tidak meninggi. Emma, yang selama ini memimpin, hanya diam.Matanya menatap jauh ke arah desa yang lampu-lampunya mulai menyala, memancarkan kehangatan yang menggoda.Bau makanan yang menguar dari desa itu seolah memanggil mereka, tapi Emma ragu. Apakah mereka harus mengambil risiko masuk ke desa, atau bertahan di hutan yang gelap dengan rasa lapar, dan makanan hambar?Ketiganya berdiri dalam lingkaran kecil, tangan mereka terkepal, siap untuk undian yang akan menentukan nasib mereka malam ini. Kepalan tangan, telapak terbuka, atau tinju—aturan sederhana yang mereka sepakati."Menang! Artinya kita masuk desa!" Kiran berseru, melihat telapak tangan mereka bertiga terbuka lebar. Senyum kecil mengembang di wajahnya, meski ada bayangan kehati-hatian di matanya.Dengan langkah percaya diri, ketiga anak muda itu memasuki desa.Lampu-lampu minyak yang tergantung di depan rumah-rumah menerangi jalan mereka, menciptakan bayangan p

    Last Updated : 2025-02-15

Latest chapter

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Di Insiden di Pintu Tambang.

    Di depan pintu Tambang kuno bernama Tambang Tartaf, di Perbukitan Fatique...Burs, Imp budak Kiran tampak berdiri dan antri di barisan kelompok penyihir, knight dan pedagang.Saat itu, Burs menajamkan telinganya, menyerap setiap informasi yang bisa ia dapatkan. Paradox Colosseum? Juara Bertahan? Ini informasi baru yang mungkin berguna bagi Tuan Kiran.Saking antusiasnya, Burs menabrak sosok di depannya - penyihir tua berwajah tidak simpatik itu."Aduh! Hei... Kamu penyihir berjerawat. Mau apa kamu merapat di punggungku? Kau ini semacam stalker? Ingin mendengar informasi dariku, ha?" Penyihir tua itu memaki Burs. Adapun Knight, kawan bicara penyihir itu, ia sudah menggenggam pedangnya, siap menebas Burs jika diperlukan.Namun karena Burs menunjukkan ekspresi bodoh, dan minta dikasihani... Kedua orang itu tidak mempermasalahkannya lagi."Maafkan aku... Maafkan aku," ucap Burs membungkuk serendah-rendahnya, seperti orang yang berhati lembut. Sikapnya menimbulkan rasa iba penyihir tua ya

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Burs - Imp Mata-Mata.

    Angin dingin menerpa sayap kelelawar Burs yang mengepak cepat. Sudah hampir setengah hari ia terbang tanpa henti, menjauhi kelompok Kiran dan tuannya yang baru. Hutan White Parrot yang gelap dan misterius perlahan-lahan mulai menipis, digantikan oleh pepohonan yang lebih jarang dan langit yang lebih terbuka."Akhirnya," gumam Burs, menyeka keringat dari dahinya yang merah. "Tuan Kiran tidak tahu betapa jauhnya Tambang Tartaf itu. Untung aku bukan Imp biasa."Burs memang bukan Imp sembarangan. Di antara kaumnya, ia terkenal memiliki stamina terbang yang luar biasa dan kemampuan mengintai yang tajam. Itulah sebabnya Kazam memilihnya sebagai mata-mata pribadi. Namun sekarang, setelah kematian tuannya yang lama, ia harus melayani tuan baru—seorang penyihir manusia yang menurutnya hebat, mampu memanggil Merak Api Gurun Atulla.Saat matahari mulai condong ke barat, Burs akhirnya mencapai penghujung Hutan White Parrot. Di hadapannya terbentang pemandangan perbukitan berbatu yang gersang—P

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Kontrak Dua Imp.

    Hutan White Parrot, setelah kematian Kazam yang Agung..."Jangan bunuh aku, jangan akhiri hidupku..." Tiba-tiba, Imp bernama Burs, makhluk kecil yang ketakutan, langsung bersujud di kaki Kiran, memohon belas kasihan."Aku mendukungmu, Tuan muda, aku akan menjadi pelayanmu," Ucap Burs si Imp, suaranya gemetar, yang langsung mencium kaki Kiran, menunjukkan kesetiaan.Melihat hal ini, ekspresi Imp yang satunya, Kon, berubah jelek, menunjukkan rasa iri. Wajahnya menjadi ungu, pertanda marah, ekspresi yang tak menyenangkan."Burs! Kamu sungguh tak punya malu, kamu menjijikkan. Seharusnya aku yang bersujud di kaki Tuan muda ini, aku yang pertama. Kamu yang pada awalnya sangat keras, mencaci kelompok Tuan muda Kiran, kini sudah lebih dahulu mencari muka, kamu munafik!"Tak mau kalah dengan Burs, Kon si Imp yang satunya ikut-ikutan bersujud di kaki Kiran, menunjukkan kesetiaan. Anehnya, mereka berdua kini sikut menyikut, saling dorong, bersikap seolah-olah takut tak diangkat sebagai master o

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Bab 60: Pertarungan Sihir Api Di Hutan White Parrot.

    Kazam berdiri, wajahnya memerah padam, dilanda amarah yang membara. Matanya menyipit, menatap tajam ke arah Emma yang baru saja menghajar dua Imp budaknya, sebuah tindakan yang tak terduga. Kedua makhluk kecil berwarna merah itu kini tergeletak di tanah, merintih kesakitan dengan suara melengking yang memekakkan telinga, sebuah pemandangan yang memuakkan."Beraninya kau menyentuh Burs dan Kon, beraninya kau melakukan itu!" desis Kazam, suaranya sarat akan kebencian, tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih, menunjukkan kemarahan yang memuncak."Tidak ada yang boleh menyentuh budak-budakku, tidak ada yang berani!"Burs, Imp yang lebih kecil dengan tanduk melengkung, perlahan bangkit, mencoba berdiri. Air mata buaya mengalir di pipinya yang merah, menunjukkan kepura-puraan. "Tuan Kazam... mereka menyerang kami tanpa alasan, mereka sangat kejam," rengeknya dengan suara yang dibuat-buat, mencoba mencari simpati. "Kami hanya bertanya arah, kami tidak melakukan apa-apa, ta

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Hutan White Parrot, Hutan yang Penuh Misteri

    Dua hari telah berlalu sejak mereka meninggalkan Lembah Mystral, tempat yang menyimpan kenangan pahit. Perjalanan mereka kini membawa Kiran dan kelompoknya memasuki kedalaman Hutan White Parrot, sebuah hutan pinus abadi yang menjulang tinggi ke langit, sebuah tempat yang penuh misteri.Pohon-pohon pinus raksasa dengan batang keperakan, seperti pilar-pilar yang menjulang, berdiri kokoh, menciptakan kanopi tebal yang hampir tidak meneruskan cahaya matahari ke tanah hutan, memberikan kesan yang mencekam.Udara di Hutan White Parrot terasa berbeda, sebuah perbedaan yang jelas. Lebih dingin, lebih pekat, seolah diselimuti kabut tipis yang tak kasat mata, memberikan kesan yang aneh. Aroma getah pinus yang kuat, seperti wewangian yang khas, bercampur dengan bau tanah lembab dan jamur hutan, menciptakan wewangian khas yang memenuhi setiap tarikan napas, memberikan kesan yang unik."Hutan ini terasa aneh, ada sesuatu yang berbeda," gumam Emma, matanya waspada mengamati sekeliling, mencoba mema

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Lembah Mystral - Kenangan dan Ancaman

    Matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, seperti bola api yang memudar, menyisakan semburat jingga kemerahan yang memudar dengan cepat di langit, memberikan kesan waktu yang berlalu.Perjalanan dari Puncak Rotos menuju Lembah Mystral memakan waktu enam jam yang melelahkan.Bayangan panjang kelompok itu terbentuk di tanah saat cahaya terakhir matahari menerangi punggung mereka, menciptakan siluet empat penunggang yang bergerak menuju Tenggara, menuju bahaya yang tersembunyi.Ketika akhirnya kegelapan malam menyelimuti langit, seperti selubung yang tak kasat mata, mereka telah mencapai pinggiran Lembah Mystral, tempat yang tak terlupakan. Bulan sabit menggantung di langit, memberikan penerangan samar, seperti mata yang mengawasi, yang memperlihatkan hamparan luas ladang gandum dan sorgum yang bergoyang pelan ditiup angin malam, memberikan kesan keindahan yang menenangkan."Kita sudah sampai, kita telah kembali," kata Kiran pelan, suaranya penuh makna, menarik tali kekang Gallileonnya

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Perpisahan di Puncak Rotos

    Angin dingin berhembus kencang di Puncak Gunung Rotos, membelai wajah mereka dengan sentuhan es. Awan-awan kelabu bergerak cepat di langit, seperti kawanan serigala yang berlari, seolah terburu-buru menghindari badai yang akan datang, memberikan kesan yang mencekam.Di gerbang Pintu menuju Kota Ironhold, di tepi tebing yang menjulang, Kiran, Emma, Pigenor, dan Chen berdiri menghadap tiga kurcaci yang telah menemani mereka selama beberapa hari terakhir, menjadi saksi perpisahan.Skarfum, Roric, dan Gladgrik—tiga kurcaci dengan perawakan dan karakter berbeda, namun dipersatukan oleh satu harapan: kesuksesan misi pencarian Orchid Altaalaite, permata yang akan mengubah segalanya."Perjalanan ke Tambang Tartaf tidak akan mudah, kalian harus bersiap," kata Gladgrik, suaranya berat dan serius, seperti gema di pegunungan. Janggut panjangnya bergerak tertiup angin, memberikan kesan kebijaksanaan."Kalian harus melewati Lembah Mystral lagi, tempat di mana Onimur dan Mandrazath menyerang kawan

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Orchid Altaalaite

    Ketegangan perlahan mereda, seperti badai yang berlalu, meninggalkan langit yang lebih cerah. Emma menurunkan Pedang Air, senjata itu berubah menjadi butiran air yang jatuh ke lantai batu sebelum menghilang sepenuhnya, kembali ke wujud aslinya.Matanya masih menyiratkan kemarahan, namun kata-kata Kiran, yang penuh kebijaksanaan, telah menyadarkannya, menghentikan amarahnya."Bicaralah," kata Kiran kepada Roric, suaranya masih tegang, namun lebih terkendali, mencoba menenangkan diri. "Apa tujuanmu datang kemari, apa yang kau inginkan?"Roric menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri setelah nyaris kehilangan nyawa, sebuah pengalaman yang mengerikan. Ia melangkah masuk ke dalam ruangan dengan hati-hati, masih waspada terhadap Emma yang menatapnya tajam, penuh curiga."Aku datang dengan berita," ujar Roric, suaranya serius, "dan sebuah tawaran, sebuah kesempatan."Pigenor mengangkat alis, menunjukkan rasa ingin tahunya, tertarik dengan apa yang akan dikatakan Roric. "Berita ap

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Duka yang Membekas di Ironhold

    Malam semakin larut di Kota Ironhold, kegelapan merangkul lorong-lorong batu yang kokoh. Obor-obor di sepanjang jalan, yang biasanya menyala terang, kini mulai meredup, seolah ikut merasakan kesedihan yang mendalam. Kiran, Emma, Chen, dan Pigenor berjalan dalam diam, langkah mereka berat dan penuh kesedihan, melewati jalan-jalan yang kini sepi setelah upacara pemakaman yang menyayat hati di kedalaman Sungai Gibna, tersembunyi di perut bumi, tempat peristirahatan terakhir.Mereka tiba di penginapan, tempat mereka biasa berbagi tawa dan cerita. Ruangan itu terasa lebih luas sekarang, lebih kosong, tanpa kehadiran Nethon dan Malven, dua sahabat yang telah pergi. Dua tempat tidur di sudut ruangan masih rapi, selimutnya terlipat sempurna, seolah menunggu pemiliknya kembali, sebuah pengingat yang menyakitkan.Emma duduk di tepi tempat tidurnya, menatap kosong ke arah lantai batu yang dingin, pikirannya melayang jauh. Chen berdiri di dekat dinding, tubuhnya tegak namun pikirannya masih m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status