Share

Teh Bunga Krisan

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-27 18:31:30

“Muridku, Kiran, setujukah kau ikut denganku ke ibu kota? Di hadapan Kaisar, kau akan bersaksi bahwa kau tidak terlibat dengan Klan Phoenix Merah!” kata Master Cho memecah keheningan.

Sejak menjadi muridnya, Kiran jarang dipanggil "murid." Namun, panggilan itu membuatnya merasa hangat, meski ia tetap diam.

“Aku akan menjamin keselamatanmu,” lanjut Master Cho tegas.

Kiran membatu, tatapannya dingin.

“Aku akan bersaksi di depan Kaisar bahwa kau tidak bersalah!” suaranya sedikit meninggi, mencoba meyakinkan Kiran.

Akhirnya, Kiran menarik napas dalam. Ekspresi tulus Master Cho membuat hatinya sedikit tenang.

“Aku setuju! Aku akan ikut ke ibu kota. Tolong buka jalan!” katanya, mendekati Master Cho dan mengangkat tangan, siap diborgol.

Ekspresi lega tampak di wajah Khanze dan para Tentara Emas, sementara wajah Master Cho tetap sulit dibaca.

Roneko dan Diolos tidak setuju. Roneko, gadis kecil berambut merah, berdiri marah.

“Tuan Kiran, aku tidak setuju! Firasatku mengatakan ada yang tidak beres!” teriak Roneko, suaranya mendesak.

Meskipun terlihat imut, tatapannya membuat beberapa Tentara Suci gelisah.

“Dia tampak lucu,” bisik seorang prajurit, “tapi dia jelas makhluk iblis,” sahut yang lain.

Master Cho menatap Roneko dan Diolos, berbicara dengan nada tegas. “Tunggu aku di Hutan Ternola. Aku akan memulihkan nama Kiran. Paling lama tiga hari kita bertemu lagi!”

Roneko menatap penuh ketidakpuasan, sementara Diolos gelisah, menunggu penjelasan lebih lanjut.

Kiran, kini diborgol, melangkah ke kereta kuda yang telah disiapkan. Ia duduk di dalam bersama Master Cho, tatapan kosong namun penuh pikiran.

Kereta bergerak perlahan meninggalkan hutan, suasana sunyi menyelimuti perjalanan.

Kereta tiba di ibu kota malam berikutnya, di bawah langit gelap tanpa bintang. Suasana tenang, namun ada bayang-bayang misteri di jalanan sepi.

Kiran digiring langsung ke penjara bawah tanah. Saat tiba, ia menatap tajam Master Cho.

“Kenapa aku harus mendekam di penjara, Master Cho?” Suaranya rendah, penuh ketidakpuasan.

Tangan Kiran mulai berpendar, api sihir menyala, membentuk pedang untuk menghancurkan borgolnya.

Seratus Tentara Suci bersiap, menghunus pedang mereka.

“Tahan! Jangan gegabah!” teriak Master Cho, menghalangi mereka. “Melawan ahli Pesona level lima hanya akan membuat kalian jadi korban!”

Para prajurit segera menghentikan tindakan mereka, pedang kembali ke sarung.

Setelah situasi terkendali, Master Cho menatap Kiran lembut. “Percayalah, ini hanya sementara. Seorang tahanan harus ada di penjara. Ikuti prosedur dan hadiri sidang di depan Kaisar besok. Aku akan bersaksi untukmu.”

Kata-kata itu membuat wajah Kiran melunak. “Baiklah, aku akan mengikuti instruksi Anda,” jawabnya.

Tanpa perlawanan, Kiran mengikuti Tentara Suci ke lorong bawah tanah.

Saat sosoknya menghilang, suara Master Cho terdengar. “Kiran, percayalah, aku akan mendampingimu. Anggap saja malam ini sebagai waktu untuk beristirahat.”

Kiran tidak menjawab, hanya menoleh dan tersenyum tipis melihat gurunya melambaikan tangan, penuh keprihatinan. Dalam hati, ia bersyukur Master Cho adalah orang baik.

Penjara bawah tanah ternyata tidak buruk. Sesuai janji Master Cho, ruang tahanan itu lebih mirip kamar sederhana. Ada meja kecil dan secawan teh bunga krisan yang masih mengepul.

Keharuman teh menggelitik indera penciuman Kiran, membuatnya tak tahan untuk mencicipinya.

Saat teh mengalir di tenggorokannya, pikirannya melayang ke masa lalu, teringat saat dijamu Master Akiko Yamazaki, kepala Akademi Sihir Golden Arrow.

Namun, sebelum ia menyadarinya, rasa pening menyerang. Cawan jatuh, kepalanya berat, dan tubuhnya ambruk sebelum semuanya menjadi gelap.

>>> 

Hari masih gelap saat Kiran terlelap akibat efek Teh Bunga Krisan. Suara langkah sepatu besi bergema di lorong penjara bawah tanah, memecah keheningan.

Dari balik jeruji, lima kepala terjulur, penasaran. Tidak biasa pengawal Kaisar datang pagi-pagi.

Suara berderak keras terdengar saat gembok dibuka satu per satu. Dua tentara suci, mengenakan zirah dan helm besi, mengincar sel Kiran.

Rasa ingin tahu para tahanan semakin membesar. Beberapa menahan diri untuk tidak bertanya, sementara yang lain berani bersuara.

“Apa dosanya? Dia masih muda...” tanya seorang pria tua dari sel sebelah.

“Diam!” teriak tentara, menatap tajam. “Jangan menambah keributan!”

Namun, pria tua itu berteriak keras, suaranya bergema. “Dia tahanan penting! Dia akan dihukum pancung! Kejahatannya jauh lebih besar daripada kami semua!”

Keributan pun terjadi. Teriakan orang tua itu disambut sorakan dari penghuni sel lainnya.

“Bravo! Hidup pendatang baru yang akan dihukum pancung!”

Suara-suara itu mengguncang dinding penjara. Wajah kedua tentara suci itu pucat mendengar teriakan yang semakin membesar.

“Mereka menyebut Klan terlarang. Apa yang harus kita lakukan?” bisik salah satu tentara.

Dengan anggukan setuju, salah satu tentara maju ke jeruji. Dalam setiap sel, mata para penghuni menatap dengan tantangan, meski ada kegelisahan.

“Rasakan ini! Upah untuk penjahat!” tentara itu mengeluarkan tongkat panjang dengan permata biru di ujungnya.

Kilatan menyambar dari permata itu, menyiratkan ancaman mematikan. Tentara itu menjulurkan tongkat ke dalam sel pria tua dan membentak, “Klan Phoenix Merah? Apa kamu sudah bosan hidup?”

PANG!

Kilatan biru memancar, melumpuhkan pria tua itu. Tubuhnya kejang, lalu jatuh tak sadarkan diri. Tentara itu melanjutkan ke sel berikutnya, menyetrum satu per satu hingga mereka terjatuh, pingsan tanpa suara.

Kepuasan samar tergambar di wajahnya saat ia kembali ke sel Kiran. Kawannya menatap penuh pertanyaan.

Tanpa jeritan, lima narapidana tersengat, hanya suara gedebuk tubuh mereka yang jatuh.

Tentara itu memberi kode, mengiris lehernya, lalu tersenyum dingin. “Bagus,” kata kawannya singkat.

Salah satu dari mereka mengangkat tangan, menunjukkan botol obat kecil. Uap putih mengepul saat penutupnya dibuka.

“Dia akan sadar setelah mencium bau ini. Kita bisa berpesta sesuai perintah,” ujar pemimpin tentara, senyuman jahat terukir di wajahnya.

Begitu botol didekatkan ke hidung Kiran, pemuda itu batuk keras. “Uhuk—uhuk!”

Matanya terbuka, setengah terpejam, mencoba menyesuaikan diri.

+++

Kiran merasakan kepalanya berat, seolah ada beban yang tak bisa diangkat. Ia berusaha membuka matanya, namun terasa lengket.

Pusing menyerang kepalanya, perasaan tak enak menyelimuti tubuhnya. “Kenapa aku harus bangun? Biarlah aku tidur lebih lama...” gumamnya dalam hati.

Namun, rasa sakit menyentak ulu hatinya, seolah ada tangan kasar mencengkeram jantungnya.

“Bangun, bocah busuk! Kamu harus segera menghadap pengadilan Raja!” suara keras itu menyentak kesadarannya.

Kepalanya berdenyut, setiap detik terasa berat. Kiran berusaha membuka mata, melihat dua tentara suci dengan senyum sinis.

“Bangun, bodoh!” teriak salah satu dari mereka. “Kamu pikir Raja akan menunggumu selesai tidur?”

Setelah bertahun-tahun latihan ketat di Sanctuary of Wisdom, Kiran mampu menahan sakit. Setiap pukulan menyakitkan, namun tidak cukup untuk mematahkan tubuhnya.

"Kalian akan menyesal!" desis Kiran, saat kekuatan dan kesadarannya pulih.

Dengan cepat, ia bersiap mengucapkan mantra kutukan 'Black Hole', serangan mematikan yang bisa menguras energi dua tentara suci itu.

Namun, kejutan menghantamnya. “Kenapa... semua kekuatanku hilang?” pikirnya bingung. “Mengapa energi spiritualku tak mau bekerja?”

Wajah Kiran memucat. “Mengapa sihirku tak bekerja? Bahkan sihir tingkat rendah pun tak bisa aku panggil!”

Dua tentara suci tertawa terbahak-bahak, menikmati saat Kiran menyadari kehilangan kekuatannya.

“Mau coba-coba membuat sihir serangan? Jangan mimpi! Kalung sihir gelap di lehermu itu memblokir semua kekuatanmu!” ejek salah satu tentara.

“Tepat! Sekarang, kamu sudah menjadi tawanan Kekaisaran Qingchang!” tambah yang lain.

Telinga Kiran berdenging. Semua kejadian terasa seperti petir yang menyambar.

“Teh Bunga Krisan? Master Cho?” bisiknya dalam hati, matanya membesar saat ingatannya kembali.

Wajahnya semakin memucat. Semua kepercayaan diri ambruk. “Aku dijebak! Master Cho yang menjebakku!” desis Kiran, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.

Bersambung.

Bab terkait

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Di Balairung Istana Raja

    Kota Qingchang berdiri megah sebagai pusat kekuasaan, dikelilingi tembok tinggi yang melindungi rahasia kuno dan sungai deras yang memisahkan dunia luar dari kemewahan di dalamnya. Setiap batu tembok menyimpan kisah pertempuran dan kejayaan.Di sisi utara kota, Istana Raja menjulang anggun. Atapnya yang meruncing seakan menembus langit, melambangkan kekuatan negeri ini. Cahaya matahari memantul dari atap, menciptakan kilauan menakjubkan.Kiran melangkah tertatih di koridor istana, dibebani borgol dan rantai. Suara gemerincing rantai mengisi kesunyian, menandai perjalanan menuju takdir yang tak pasti.Dua tentara suci mengawalnya, diikuti dua ahli sihir dengan aura magis yang menakutkan. Mereka berada di bawah perintah Panglima Tertinggi Eadric Windmere dan Menteri Sihir Eamon Thornfield. Kehadiran mereka menambah suasana mencekam.Sepanjang koridor, puluhan prajurit berdiri tegak, siap menghunus senjata. Ketegangan semakin terasa, setiap napas Kiran dipenuhi rasa takut dan ketidakpast

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-28
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Alun-alun Kota Qingchang.

    Hari ketiga setelah sidang pengadilan di balairung istana raja. Suasana kota Qingchang pagi itu riuh rendah, dipenuhi oleh desas-desus dan bisikan-bisikan yang bergulir seperti angin.Tuk – tak – tuk – tak!Suara roda kereta kuda bergema di jalanan berbatu, mengiringi langkah kuda-kuda putih yang gagah. Di belakang kereta, sebuah kerangkeng besi setinggi manusia terlihat jelas.Di dalamnya, seorang pemuda berdiri tegak, tubuhnya dibelenggu rantai yang mengikat pergelangan tangan dan kakinya. Wajahnya tenang, tapi matanya yang dingin memancarkan ketegaran.“Siapa dia? Apakah dia tahanan raja?” tanya seorang wanita tua, suaranya bergetar penuh rasa ingin tahu.“Dia masih begitu muda. Sungguh kasihan!” sahut yang lain, suaranya lirih namun penuh simpati.Semua mata penduduk Kota Qingchang tertuju pada kerangkeng itu. Mereka berdesakan, mencoba melihat lebih dekat sosok yang menjadi tahanan.Rantai yang membelenggu pemuda itu berderak setiap kali kereta bergerak, seolah mengingatkan semua

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-31
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Hukuman Sang Penyihir.

    Sementara itu, jauh dari keramaian alun-alun ibu kota, Raja Thalion Stormrider berdiri di balkon tinggi istananya.Teleskop perak di tangannya mengarah ke alun-alun kota, lensanya menangkap setiap detail dari kejauhan. Sorot matanya tajam, menembus jarak untuk memastikan sesuatu yang penting terjadi di sana."Dia sudah tiba," gumam Raja dengan suara rendah yang penuh kepuasan. "Semoga tubuh dan jiwanya terbakar habis, dan Raja Hersen memaafkan Qingchang."Di sampingnya, Kanselir Agung Cedric Ironwood berdiri dengan sikap tenang. Wajahnya yang berkerut oleh usia dan pengalaman tampak ikut senang."Raja tak perlu khawatir," ujar Kanselir, suaranya halus namun penuh keyakinan. "Aku sudah memerintahkan Menteri Sihir dan Kepala Akademi Sihir untuk berjaga-jaga di alun-alun.""Mereka telah menyiapkan pasukan sihir terbaik untuk menangkal segala serangan. Jika Klan Phoenix Merah muncul dan mencoba membuat kekacauan, mereka akan dihadapi dengan kekuatan yang tak tertandingi."Raja menurunkan

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-01
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Dejavu Lagi?

    BOOM!Suara ledakan mengguncang alun-alun ketika obor yang dilempar algojo menghantam tumpukan kayu kering. Api langsung menjilat ke atas, membakar udara dengan panas yang menyengat.Di langit, awan gelap mulai berkumpul, seakan alam turut merasakan ketegangan yang memuncak.Derak nyala api terdengar seperti suara ular yang mendesis, sementara asap tebal mulai mengepul ke langit.“Hukuman telah dilaksanakan!” teriak algojo dengan suara keras, mengangkat tangannya ke kerumunan. “Biarkan penyihir ini mati, menebus hutang darah atas perbuatan The Flame, sang Phoenix!”Sorak-sorai dan desisan memenuhi alun-alun.Wajah-wajah penduduk yang menonton tampak keras dan puas, tanpa belas kasihan. Namun, di antara kerumunan, beberapa suara lirih terdengar, seperti bisikan yang takut dihukum.“Dia masih muda... terlalu muda untuk mati seperti ini.”“Apakah kesalahannya sebesar itu? Dia hanya dituduh sebagai mata-mata. Belum ada bukti yang jelas.”Kiran, yang terikat di tiang kayu, mulai gelisah.A

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-10
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Tiga Pelarian.

    Kiran terbangun ketika hari sudah senja keesokan harinya. Dalam tidurnya—atau lebih tepatnya, dalam keadaan tidak sadarkan diri—dia bermimpi sedang berdoa di Kuil Dewa Tempestia, dewa yang dipuja di dataran Tengah.Dalam mimpinya, para pendeta di kuil membunyikan lonceng, suaranya berdengung keras, menggema dari dunia lain yang misterius. Suara itu menusuk ke dalam benaknya, membuatnya merasa terpisah dari kenyataan.“Di mana aku?” gumam Kiran perlahan saat bangun dari tempat tidurnya yang sederhana.Selimut tebal yang menumpuk di atas jerami terasa kasar di kulitnya. Dia mengusap wajah, mencoba mengusir sisa-sisa mimpi yang masih membayangi pikirannya.Pandangannya tertuju ke arah jendela kecil di kamar itu. Dari sana, ia bisa melihat Ibukota Qingchang yang megah, dengan menara-menara tinggi menjulang dan lampu-lampu yang mulai menyala seiring datangnya malam.“Sebuah kamar rahasia, di bangunan diatas bukit?” Kiran menyipitkan mata.Pikirannya masih melayang, mencoba mengingat apa ya

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Akhirnya, Melarikan Diri!

    “Kalian masuk lebih dulu!” bisik Emma pelan, suaranya hampir tak terdengar. Ia menunjuk ke arah selokan yang gelap, airnya menggenang busuk dengan bau menyengat yang memenuhi udara.Malam ini terlalu berbahaya. Setiap langkah harus dihitung cermat, setiap suara bisa menjadi petaka. Selalu ada mata-mata atau formasi sihir yang siap menangkap pergerakan mencurigakan.Nethon melompat masuk ke dalam lubang saluran pembuangan tanpa ragu, tubuhnya menghilang dalam kegelapan.Kiran menyusul dengan gerakan cepat, dan terakhir Emma, yang meluncur dengan gesit. Sebagai pengendali air, Emma tak kesulitan menghadapi lingkungan basah dan kotor ini. Air adalah sekutunya, bahkan dalam keadaan paling buruk sekalipun.“Nyalakan cahaya!” perintah Emma singkat, suaranya tetap bernada rendah.Tangan Nethon bergerak cepat membentuk segel sihir. Udara di sekitarnya bergetar halus sebelum mantra terlontar. Sebuah titik cahaya redup muncul di ujung jari telunjuknya, mirip nyala lilin yang kecil namun cukup u

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Di Pintu Portal.

    Pohon prem bergoyang lembut, aroma bunganya yang manis memenuhi udara. Awal musim semi membawa keindahan yang memikat siapa saja yang melangkah ke sini.Tahun ini adalah 575 dalam kalender Kekaisaran Hersen. Di tengah ketenangan, sebuah portal sihir muncul, memancarkan cahaya biru keperakan. Dari dalamnya, tiga sosok muncul: seorang pemuda manusia, seekor Kyuubi berekor sembilan, dan seekor Pegasus yang memancarkan aura agung.Namun...."Berhenti!" Suara tegas memecah keheningan Hutan. "Jangan bergerak, serahkan diri sekarang juga!"Sekelompok prajurit Kekaisaran dengan baju zirah muncul dari balik pepohonan, lanngsun mengepung. Gerakan tentara itu serempak, jumlahnya lima ratus orang."Tentara Suci Qinchang?" gumam pemuda bernama Kiran itu bingung.Kiran memandang sekeliling dengan heran. "Kenapa kalian, pasukan elit Kekaisaran, mengepungku? Apa salahku?" tanyanya tenang."Aku juga bagian dari Tentara Suci. Aku sedang menjalankan tugas rahasia!" Kiran mengangkat sebuah token emas. To

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-25

Bab terbaru

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Akhirnya, Melarikan Diri!

    “Kalian masuk lebih dulu!” bisik Emma pelan, suaranya hampir tak terdengar. Ia menunjuk ke arah selokan yang gelap, airnya menggenang busuk dengan bau menyengat yang memenuhi udara.Malam ini terlalu berbahaya. Setiap langkah harus dihitung cermat, setiap suara bisa menjadi petaka. Selalu ada mata-mata atau formasi sihir yang siap menangkap pergerakan mencurigakan.Nethon melompat masuk ke dalam lubang saluran pembuangan tanpa ragu, tubuhnya menghilang dalam kegelapan.Kiran menyusul dengan gerakan cepat, dan terakhir Emma, yang meluncur dengan gesit. Sebagai pengendali air, Emma tak kesulitan menghadapi lingkungan basah dan kotor ini. Air adalah sekutunya, bahkan dalam keadaan paling buruk sekalipun.“Nyalakan cahaya!” perintah Emma singkat, suaranya tetap bernada rendah.Tangan Nethon bergerak cepat membentuk segel sihir. Udara di sekitarnya bergetar halus sebelum mantra terlontar. Sebuah titik cahaya redup muncul di ujung jari telunjuknya, mirip nyala lilin yang kecil namun cukup u

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Tiga Pelarian.

    Kiran terbangun ketika hari sudah senja keesokan harinya. Dalam tidurnya—atau lebih tepatnya, dalam keadaan tidak sadarkan diri—dia bermimpi sedang berdoa di Kuil Dewa Tempestia, dewa yang dipuja di dataran Tengah.Dalam mimpinya, para pendeta di kuil membunyikan lonceng, suaranya berdengung keras, menggema dari dunia lain yang misterius. Suara itu menusuk ke dalam benaknya, membuatnya merasa terpisah dari kenyataan.“Di mana aku?” gumam Kiran perlahan saat bangun dari tempat tidurnya yang sederhana.Selimut tebal yang menumpuk di atas jerami terasa kasar di kulitnya. Dia mengusap wajah, mencoba mengusir sisa-sisa mimpi yang masih membayangi pikirannya.Pandangannya tertuju ke arah jendela kecil di kamar itu. Dari sana, ia bisa melihat Ibukota Qingchang yang megah, dengan menara-menara tinggi menjulang dan lampu-lampu yang mulai menyala seiring datangnya malam.“Sebuah kamar rahasia, di bangunan diatas bukit?” Kiran menyipitkan mata.Pikirannya masih melayang, mencoba mengingat apa ya

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Dejavu Lagi?

    BOOM!Suara ledakan mengguncang alun-alun ketika obor yang dilempar algojo menghantam tumpukan kayu kering. Api langsung menjilat ke atas, membakar udara dengan panas yang menyengat.Di langit, awan gelap mulai berkumpul, seakan alam turut merasakan ketegangan yang memuncak.Derak nyala api terdengar seperti suara ular yang mendesis, sementara asap tebal mulai mengepul ke langit.“Hukuman telah dilaksanakan!” teriak algojo dengan suara keras, mengangkat tangannya ke kerumunan. “Biarkan penyihir ini mati, menebus hutang darah atas perbuatan The Flame, sang Phoenix!”Sorak-sorai dan desisan memenuhi alun-alun.Wajah-wajah penduduk yang menonton tampak keras dan puas, tanpa belas kasihan. Namun, di antara kerumunan, beberapa suara lirih terdengar, seperti bisikan yang takut dihukum.“Dia masih muda... terlalu muda untuk mati seperti ini.”“Apakah kesalahannya sebesar itu? Dia hanya dituduh sebagai mata-mata. Belum ada bukti yang jelas.”Kiran, yang terikat di tiang kayu, mulai gelisah.A

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Hukuman Sang Penyihir.

    Sementara itu, jauh dari keramaian alun-alun ibu kota, Raja Thalion Stormrider berdiri di balkon tinggi istananya.Teleskop perak di tangannya mengarah ke alun-alun kota, lensanya menangkap setiap detail dari kejauhan. Sorot matanya tajam, menembus jarak untuk memastikan sesuatu yang penting terjadi di sana."Dia sudah tiba," gumam Raja dengan suara rendah yang penuh kepuasan. "Semoga tubuh dan jiwanya terbakar habis, dan Raja Hersen memaafkan Qingchang."Di sampingnya, Kanselir Agung Cedric Ironwood berdiri dengan sikap tenang. Wajahnya yang berkerut oleh usia dan pengalaman tampak ikut senang."Raja tak perlu khawatir," ujar Kanselir, suaranya halus namun penuh keyakinan. "Aku sudah memerintahkan Menteri Sihir dan Kepala Akademi Sihir untuk berjaga-jaga di alun-alun.""Mereka telah menyiapkan pasukan sihir terbaik untuk menangkal segala serangan. Jika Klan Phoenix Merah muncul dan mencoba membuat kekacauan, mereka akan dihadapi dengan kekuatan yang tak tertandingi."Raja menurunkan

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Alun-alun Kota Qingchang.

    Hari ketiga setelah sidang pengadilan di balairung istana raja. Suasana kota Qingchang pagi itu riuh rendah, dipenuhi oleh desas-desus dan bisikan-bisikan yang bergulir seperti angin.Tuk – tak – tuk – tak!Suara roda kereta kuda bergema di jalanan berbatu, mengiringi langkah kuda-kuda putih yang gagah. Di belakang kereta, sebuah kerangkeng besi setinggi manusia terlihat jelas.Di dalamnya, seorang pemuda berdiri tegak, tubuhnya dibelenggu rantai yang mengikat pergelangan tangan dan kakinya. Wajahnya tenang, tapi matanya yang dingin memancarkan ketegaran.“Siapa dia? Apakah dia tahanan raja?” tanya seorang wanita tua, suaranya bergetar penuh rasa ingin tahu.“Dia masih begitu muda. Sungguh kasihan!” sahut yang lain, suaranya lirih namun penuh simpati.Semua mata penduduk Kota Qingchang tertuju pada kerangkeng itu. Mereka berdesakan, mencoba melihat lebih dekat sosok yang menjadi tahanan.Rantai yang membelenggu pemuda itu berderak setiap kali kereta bergerak, seolah mengingatkan semua

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Di Balairung Istana Raja

    Kota Qingchang berdiri megah sebagai pusat kekuasaan, dikelilingi tembok tinggi yang melindungi rahasia kuno dan sungai deras yang memisahkan dunia luar dari kemewahan di dalamnya. Setiap batu tembok menyimpan kisah pertempuran dan kejayaan.Di sisi utara kota, Istana Raja menjulang anggun. Atapnya yang meruncing seakan menembus langit, melambangkan kekuatan negeri ini. Cahaya matahari memantul dari atap, menciptakan kilauan menakjubkan.Kiran melangkah tertatih di koridor istana, dibebani borgol dan rantai. Suara gemerincing rantai mengisi kesunyian, menandai perjalanan menuju takdir yang tak pasti.Dua tentara suci mengawalnya, diikuti dua ahli sihir dengan aura magis yang menakutkan. Mereka berada di bawah perintah Panglima Tertinggi Eadric Windmere dan Menteri Sihir Eamon Thornfield. Kehadiran mereka menambah suasana mencekam.Sepanjang koridor, puluhan prajurit berdiri tegak, siap menghunus senjata. Ketegangan semakin terasa, setiap napas Kiran dipenuhi rasa takut dan ketidakpast

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Teh Bunga Krisan

    “Muridku, Kiran, setujukah kau ikut denganku ke ibu kota? Di hadapan Kaisar, kau akan bersaksi bahwa kau tidak terlibat dengan Klan Phoenix Merah!” kata Master Cho memecah keheningan.Sejak menjadi muridnya, Kiran jarang dipanggil "murid." Namun, panggilan itu membuatnya merasa hangat, meski ia tetap diam.“Aku akan menjamin keselamatanmu,” lanjut Master Cho tegas.Kiran membatu, tatapannya dingin.“Aku akan bersaksi di depan Kaisar bahwa kau tidak bersalah!” suaranya sedikit meninggi, mencoba meyakinkan Kiran.Akhirnya, Kiran menarik napas dalam. Ekspresi tulus Master Cho membuat hatinya sedikit tenang.“Aku setuju! Aku akan ikut ke ibu kota. Tolong buka jalan!” katanya, mendekati Master Cho dan mengangkat tangan, siap diborgol.Ekspresi lega tampak di wajah Khanze dan para Tentara Emas, sementara wajah Master Cho tetap sulit dibaca.Roneko dan Diolos tidak setuju. Roneko, gadis kecil berambut merah, berdiri marah.“Tuan Kiran, aku tidak setuju! Firasatku mengatakan ada yang tidak be

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Di Pintu Portal.

    Pohon prem bergoyang lembut, aroma bunganya yang manis memenuhi udara. Awal musim semi membawa keindahan yang memikat siapa saja yang melangkah ke sini.Tahun ini adalah 575 dalam kalender Kekaisaran Hersen. Di tengah ketenangan, sebuah portal sihir muncul, memancarkan cahaya biru keperakan. Dari dalamnya, tiga sosok muncul: seorang pemuda manusia, seekor Kyuubi berekor sembilan, dan seekor Pegasus yang memancarkan aura agung.Namun...."Berhenti!" Suara tegas memecah keheningan Hutan. "Jangan bergerak, serahkan diri sekarang juga!"Sekelompok prajurit Kekaisaran dengan baju zirah muncul dari balik pepohonan, lanngsun mengepung. Gerakan tentara itu serempak, jumlahnya lima ratus orang."Tentara Suci Qinchang?" gumam pemuda bernama Kiran itu bingung.Kiran memandang sekeliling dengan heran. "Kenapa kalian, pasukan elit Kekaisaran, mengepungku? Apa salahku?" tanyanya tenang."Aku juga bagian dari Tentara Suci. Aku sedang menjalankan tugas rahasia!" Kiran mengangkat sebuah token emas. To

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status