Home / Fantasi / Kebangkitan Klan Phoenix / Di Balairung Istana Raja

Share

Di Balairung Istana Raja

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-01-28 19:41:44

Kota Qingchang berdiri megah sebagai pusat kekuasaan, dikelilingi tembok tinggi yang melindungi rahasia kuno dan sungai deras yang memisahkan dunia luar dari kemewahan di dalamnya. Setiap batu tembok menyimpan kisah pertempuran dan kejayaan.

Di sisi utara kota, Istana Raja menjulang anggun. Atapnya yang meruncing seakan menembus langit, melambangkan kekuatan negeri ini. Cahaya matahari memantul dari atap, menciptakan kilauan menakjubkan.

Kiran melangkah tertatih di koridor istana, dibebani borgol dan rantai. Suara gemerincing rantai mengisi kesunyian, menandai perjalanan menuju takdir yang tak pasti.

Dua tentara suci mengawalnya, diikuti dua ahli sihir dengan aura magis yang menakutkan. Mereka berada di bawah perintah Panglima Tertinggi Eadric Windmere dan Menteri Sihir Eamon Thornfield. Kehadiran mereka menambah suasana mencekam.

Sepanjang koridor, puluhan prajurit berdiri tegak, siap menghunus senjata. Ketegangan semakin terasa, setiap napas Kiran dipenuhi rasa takut dan ketidakpastian.

Di dalam pikirannya, Kiran mencari cara untuk menghilangkan kalung sihir terkutuk yang memblokir energi spiritualnya. Meskipun terhalang, pendengarannya tetap tajam. Ia menangkap bisikan-bisikan tajam dari dayang-dayang istana yang berlalu-lalang.

"Dia jenius dari Akademi Golden Arrow?" "Usianya muda, tapi sudah level lima." "Sayang, dia bersekongkol dengan Klan Phoenix Merah."

Wajah Kiran memerah mendengar namanya dihubungkan dengan Klan Phoenix Merah. Tangannya mengepal erat, bertekad membersihkan nama baik keluarganya saat sidang pengadilan nanti.

Memasuki balairung, Kiran disambut sepuluh menteri dan pejabat kerajaan yang menunggu dengan serius. Di atas singgasana, Raja Thalion Stormrider duduk tegak, dikelilingi kemewahan.

Suara protokoler menggema. "Tahanan sihir memasuki aula!"

Kiran muncul dengan langkah tertatih, suara rantai besi menambah ketegangan. Ia mengenakan tunik linen murah dan jubah kusam, jauh dari kesan ahli sihir level lima.

Saat berdiri di depan raja, Kiran menatap langsung singgasana. "Berlutut dan sembah raja!" bentak salah satu tentara suci, menghantam punggungnya dengan gagang tombak.

Kiran terhuyung, namun berusaha tidak jatuh. Ia menahan rasa sakit, terus menatap raja dengan tekad.

"Kiran, anggota pasukan elit!" suara Raja Thalion menggema. "Apakah kamu menyadari kesalahanmu?"

Kiran mendongak, tatapannya berapi-api. "Tidak bersalah, Yang Mulia! Tuduhan bahwa aku adalah mata-mata dan bagian dari Klan Phoenix Merah tidak berdasar!"

Keributan pecah. Kanselir Agung Cedric Ironwood membentak, "Lancang sekali! Berani membantah tuduhan Raja!"

Menteri Sihir Eamon Thornfield menambahkan, "Kiran, seharusnya kamu lebih bijaksana. Ini kesempatanmu untuk mengakui kesalahan."

Seorang menteri muda berbisik, "Mungkin ada kesalahpahaman. Kita harus mendengar pembelaannya."

Namun, suara keras segera menenggelamkan bisikan itu. "Hukum saja dia!" teriak seorang pejabat.

Kiran menatap tajam, berjanji membalas dendam pada mereka yang mencela dan menjebaknya. Tatapannya bertemu dengan sepasang mata di antara audiens, membuatnya terkejut. "Emma? Mengapa dia ada di sini?"

Suara Raja Thalion menghentikan keributan. "Jika kamu merasa tidak bersalah, apa alibimu?" tanyanya tajam.

Kiran menarik napas dalam, merasakan keberanian muncul. "Yang Mulia, aku berasal dari keluarga pejuang. Kakakku tewas dalam perang untuk Qingchang."

"Apakah semua pengorbanan ini tidak cukup membuktikan kesetiaanku pada Qingchang? Mengapa aku harus menjadi pemberontak?" tanya Kiran lantang.

Kata-katanya membungkam semua orang. Latar belakang Kiran sebagai jenius dari Akademi Golden Arrow bukanlah rahasia lagi. Bahkan Nama Kiran sebagai jenius, rasanya terdengar di seluruh Negri.

>>> 

Saat Kiran berapi-api membela diri di hadapan Raja Qingchang, Thalion Stormrider, suara dingin memotong ucapannya.

“Cukup omong kosongmu! Panggil saksi mata ke ruang pengadilan!”

Suasana balairung menjadi canggung. Kanselir Agung, Cedric Ironwood, adalah orang kedua setelah Raja. Siapa yang berani membantahnya?

Tak lama, sepuluh tentara suci mengenakan zirah perak keemasan memasuki balairung, mengiringi sosok misterius berjubah putih yang menutupi hampir seluruh tubuhnya.

“Siapa dia?” pikir Kiran, cemas. Ada sesuatu yang tidak beres.

Sosok itu melirik Kiran, lalu berlutut di altar, tepat di kaki Raja.

“Siapa dia?” bisik seorang menteri. “Kenapa mengenakan penutup wajah di hadapan Raja?”

Bisikan mulai menyebar, membelah keheningan.

“Diam semuanya!” teriak Raja Thalion, suaranya menggema dan membuat semua orang terdiam.

"Buka semua kerudung dan jubah putih itu!" Perintahnya penuh wibawa.

Salah satu tentara suci segera menancapkan tombaknya, dan jubah panjang itu terlepas, diikuti kerudung yang melayang turun.

Sosok yang terbuka adalah Nymph, makhluk sihir perempuan yang misterius. Pesona magisnya menyebar di udara, membuat para menteri terpesona.

“Cantik sekali!” desah seorang menteri.

Namun, bagi Kiran, pesona itu hanyalah ilusi. Mantra pesonanya tidak mempengaruhi dirinya.

Raja Thalion mengangguk pada Kanselir Cedric untuk memimpin sidang.

“Jelaskan siapa dirimu, dan apakah kamu mengenal terdakwa?” tanya Kanselir, menunjuk Kiran.

Nymph terlihat ketakutan. “Phoenix... dia Phoenix api...” suaranya bergetar.

Kesaksian Nymph mengguncang balairung.

“Hukum dia!” “Dia jelmaan The Flame!” “Dia terkutuk!”

Suasana semakin ricuh. Para menteri saling berbisik ketakutan, sementara para prajurit menatap Kiran dengan kebencian.

Raja Thalion menampar meja, suaranya dingin. “Bersalah! Hukum mati dia. Eksekusi tiga hari lagi, di alun-alun kota!”

Kiran membeku. Dadanya sesak. Begitu cepat? Tanpa pengadilan yang adil?

Pikirannya melayang pada wajah kedua orang tuanya di Kota Begonia.

“Apa yang akan terjadi pada mereka? Apakah mereka akan dihina karena anak mereka dicap sebagai pengkhianat?”

Langkah Kiran berat saat mengikuti para tentara suci keluar dari balairung.

“Ini lebih dari sekadar hukuman... Ini penghancuran nama keluargaku,” gumamnya, menggigit bibir bawah hingga hampir berdarah.

Jika saja dia masih memiliki kekuatan... Dia bisa melumpuhkan tentara suci dan melarikan diri.

Tapi sekarang? Dia hanyalah tawanan yang berjalan menuju kematiannya.

Kemarahan membakar dadanya. “Master Cho... Kau benar-benar rendah!”

Kiran mengepalkan tangannya. Guru yang dulu dia percayai ternyata adalah pengkhianat yang menjebaknya.

Saat menyusuri koridor panjang istana, amarahnya berkobar. Jika dia bertemu Master Cho sekarang...

Dia berjanji akan menantangnya. Duel hidup dan mati.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
makin seru
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Alun-alun Kota Qingchang.

    Hari ketiga setelah sidang pengadilan di balairung istana raja. Suasana kota Qingchang pagi itu riuh rendah, dipenuhi oleh desas-desus dan bisikan-bisikan yang bergulir seperti angin.Tuk – tak – tuk – tak!Suara roda kereta kuda bergema di jalanan berbatu, mengiringi langkah kuda-kuda putih yang gagah. Di belakang kereta, sebuah kerangkeng besi setinggi manusia terlihat jelas.Di dalamnya, seorang pemuda berdiri tegak, tubuhnya dibelenggu rantai yang mengikat pergelangan tangan dan kakinya. Wajahnya tenang, tapi matanya yang dingin memancarkan ketegaran.“Siapa dia? Apakah dia tahanan raja?” tanya seorang wanita tua, suaranya bergetar penuh rasa ingin tahu.“Dia masih begitu muda. Sungguh kasihan!” sahut yang lain, suaranya lirih namun penuh simpati.Semua mata penduduk Kota Qingchang tertuju pada kerangkeng itu. Mereka berdesakan, mencoba melihat lebih dekat sosok yang menjadi tahanan.Rantai yang membelenggu pemuda itu berderak setiap kali kereta bergerak, seolah mengingatkan semua

    Last Updated : 2025-01-31
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Hukuman Sang Penyihir.

    Sementara itu, jauh dari keramaian alun-alun ibu kota, Raja Thalion Stormrider berdiri di balkon tinggi istananya.Teleskop perak di tangannya mengarah ke alun-alun kota, lensanya menangkap setiap detail dari kejauhan. Sorot matanya tajam, menembus jarak untuk memastikan sesuatu yang penting terjadi di sana."Dia sudah tiba," gumam Raja dengan suara rendah yang penuh kepuasan. "Semoga tubuh dan jiwanya terbakar habis, dan Raja Hersen memaafkan Qingchang."Di sampingnya, Kanselir Agung Cedric Ironwood berdiri dengan sikap tenang. Wajahnya yang berkerut oleh usia dan pengalaman tampak ikut senang."Raja tak perlu khawatir," ujar Kanselir, suaranya halus namun penuh keyakinan. "Aku sudah memerintahkan Menteri Sihir dan Kepala Akademi Sihir untuk berjaga-jaga di alun-alun.""Mereka telah menyiapkan pasukan sihir terbaik untuk menangkal segala serangan. Jika Klan Phoenix Merah muncul dan mencoba membuat kekacauan, mereka akan dihadapi dengan kekuatan yang tak tertandingi."Raja menurunkan

    Last Updated : 2025-02-01
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Dejavu Lagi?

    BOOM!Suara ledakan mengguncang alun-alun ketika obor yang dilempar algojo menghantam tumpukan kayu kering. Api langsung menjilat ke atas, membakar udara dengan panas yang menyengat.Di langit, awan gelap mulai berkumpul, seakan alam turut merasakan ketegangan yang memuncak.Derak nyala api terdengar seperti suara ular yang mendesis, sementara asap tebal mulai mengepul ke langit.“Hukuman telah dilaksanakan!” teriak algojo dengan suara keras, mengangkat tangannya ke kerumunan. “Biarkan penyihir ini mati, menebus hutang darah atas perbuatan The Flame, sang Phoenix!”Sorak-sorai dan desisan memenuhi alun-alun.Wajah-wajah penduduk yang menonton tampak keras dan puas, tanpa belas kasihan. Namun, di antara kerumunan, beberapa suara lirih terdengar, seperti bisikan yang takut dihukum.“Dia masih muda... terlalu muda untuk mati seperti ini.”“Apakah kesalahannya sebesar itu? Dia hanya dituduh sebagai mata-mata. Belum ada bukti yang jelas.”Kiran, yang terikat di tiang kayu, mulai gelisah.A

    Last Updated : 2025-02-10
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Tiga Pelarian.

    Kiran terbangun ketika hari sudah senja keesokan harinya. Dalam tidurnya—atau lebih tepatnya, dalam keadaan tidak sadarkan diri—dia bermimpi sedang berdoa di Kuil Dewa Tempestia, dewa yang dipuja di dataran Tengah.Dalam mimpinya, para pendeta di kuil membunyikan lonceng, suaranya berdengung keras, menggema dari dunia lain yang misterius. Suara itu menusuk ke dalam benaknya, membuatnya merasa terpisah dari kenyataan.“Di mana aku?” gumam Kiran perlahan saat bangun dari tempat tidurnya yang sederhana.Selimut tebal yang menumpuk di atas jerami terasa kasar di kulitnya. Dia mengusap wajah, mencoba mengusir sisa-sisa mimpi yang masih membayangi pikirannya.Pandangannya tertuju ke arah jendela kecil di kamar itu. Dari sana, ia bisa melihat Ibukota Qingchang yang megah, dengan menara-menara tinggi menjulang dan lampu-lampu yang mulai menyala seiring datangnya malam.“Sebuah kamar rahasia, di bangunan diatas bukit?” Kiran menyipitkan mata.Pikirannya masih melayang, mencoba mengingat apa ya

    Last Updated : 2025-02-14
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Akhirnya, Melarikan Diri!

    “Kalian masuk lebih dulu!” bisik Emma pelan, suaranya hampir tak terdengar. Ia menunjuk ke arah selokan yang gelap, airnya menggenang busuk dengan bau menyengat yang memenuhi udara.Malam ini terlalu berbahaya. Setiap langkah harus dihitung cermat, setiap suara bisa menjadi petaka. Selalu ada mata-mata atau formasi sihir yang siap menangkap pergerakan mencurigakan.Nethon melompat masuk ke dalam lubang saluran pembuangan tanpa ragu, tubuhnya menghilang dalam kegelapan.Kiran menyusul dengan gerakan cepat, dan terakhir Emma, yang meluncur dengan gesit. Sebagai pengendali air, Emma tak kesulitan menghadapi lingkungan basah dan kotor ini. Air adalah sekutunya, bahkan dalam keadaan paling buruk sekalipun.“Nyalakan cahaya!” perintah Emma singkat, suaranya tetap bernada rendah.Tangan Nethon bergerak cepat membentuk segel sihir. Udara di sekitarnya bergetar halus sebelum mantra terlontar. Sebuah titik cahaya redup muncul di ujung jari telunjuknya, mirip nyala lilin yang kecil namun cukup u

    Last Updated : 2025-02-14
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Hutan Maple.

    Kiran menarik napas dalam-dalam sebelum menyelam ke dalam air yang gelap. Dari balik kabut air yang keruh, dia melihat anak panah meluncur masuk ke dalam arus deras, kecepatannya melambat seiring kedalaman.“Beruntung aku tumbuh di kota kecil. Berenang di sungai bukan hal baru bagiku. Setidaknya, dengan menyelam, aku bisa mengurangi daya serang anak panah dan menghindarinya,” gumam Kiran.Matanya terbuka lebar di dalam air, menatap sekeliling dengan waspada.Cahaya obor yang menyala dari atas memantulkan bayangan samar-samar. Kiran melihat setidaknya sepuluh tentara berdiri di tepi parit, mengelilingi Kota Qingchang. Senjata mereka siap, mata mereka tajam, mencari tanda-tanda gerakannya.“Tapi aku tidak bisa selamanya menyelam. Aku akan kehabisan napas. Aku harus naik ke permukaan dan menghadapi mereka—hidup atau mati.”Kakinya bergerak cepat, menyeret tubuhnya ke tepian. Kepalanya muncul dari air, menghirup udara segar dengan cepat.Di belakangnya, Kiran mendengar suara bentakan dan

    Last Updated : 2025-02-15
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Desa Sago.

    "Mari kita adu undi!" Kiran melangkah maju, suaranya tegas namun tidak meninggi. Emma, yang selama ini memimpin, hanya diam.Matanya menatap jauh ke arah desa yang lampu-lampunya mulai menyala, memancarkan kehangatan yang menggoda.Bau makanan yang menguar dari desa itu seolah memanggil mereka, tapi Emma ragu. Apakah mereka harus mengambil risiko masuk ke desa, atau bertahan di hutan yang gelap dengan rasa lapar, dan makanan hambar?Ketiganya berdiri dalam lingkaran kecil, tangan mereka terkepal, siap untuk undian yang akan menentukan nasib mereka malam ini. Kepalan tangan, telapak terbuka, atau tinju—aturan sederhana yang mereka sepakati."Menang! Artinya kita masuk desa!" Kiran berseru, melihat telapak tangan mereka bertiga terbuka lebar. Senyum kecil mengembang di wajahnya, meski ada bayangan kehati-hatian di matanya.Dengan langkah percaya diri, ketiga anak muda itu memasuki desa.Lampu-lampu minyak yang tergantung di depan rumah-rumah menerangi jalan mereka, menciptakan bayangan p

    Last Updated : 2025-02-15
  • Kebangkitan Klan Phoenix   Desa Sago – Part ii.

    Karena hari sudah larut malam, ketika Kiran dan kawan-kawannya bersiap untuk pergi, Hans dan Selima menghentikan mereka di ambang pintu. Udara dingin malam menyelinap masuk, menggigit kulit mereka yang sudah lelah.“Mengapa buru-buru pergi?” tanya Hans, suaranya penuh keprihatinan. Matanya menatap Kiran, Ethon, dan terutama Emma dengan pandangan yang dalam. “Diluar sana dinginnya bisa membekukan tulang. Apa kalian yakin bisa bertahan tidur di bawah langit tanpa selimut?”Selima, perempuan gemuk itu, langsung melangkah maju. Wajahnya merah padam, suaranya meninggi. “Apa yang kalian pikirkan? Membawa Emma, seorang gadis, keluar di malam hari seperti ini? Ini tidak pantas! Dia butuh kehangatan dan kenyamanan, bukan tidur di tengah hutan seperti binatang!”Tanpa menunggu jawaban, Selima langsung bergegas merapikan ruang tamu kecil di depan perapian. Rumah itu memang sederhana, hanya memiliki dua kamar tidur.“Kalian bisa tidur di sini, dekat perapian. Setidaknya kalian tidak kedinginan,”

    Last Updated : 2025-02-17

Latest chapter

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Menuju Zahranar.

    Matahari pagi bersinar hangat menyinari Desa Chandrapur.Kiran duduk di beranda rumah keluarga Rajagopal, menikmati secangkir teh rempah yang disajikan Nyonya Ranya. Pikirannya masih dipenuhi oleh pengalaman mistisnya di kuil semalam—pertemuan dengan Dewa Hiranyakashipu yang entah nyata atau hanya halusinasi akibat bunga popy."Dengarkan angin yang berbisik di antara daun-daun tertua," gumam Kiran, mengulang teka-teki yang diberikan oleh dewa itu."Ikuti aliran sungai yang tidak pernah mengalir ke laut..."Tiba-tiba..."Kau mengatakan sesuatu, anak muda?" tanya Surya Rajagopal, bergabung dengan Kiran di beranda.Hanya terkejut sesaat, Kiran menggeleng pelan."Hanya memikirkan perjalananku selanjutnya," jawabnya. Ia meletakkan cangkir tehnya dan menatap Surya dengan tenang."Aku sudah memuuskan. Harus pergi ke ibukota—ke Zahranar. Aku perlu mencari informasi lebih banyak tentang Suku Devahari," kata Kiran, menggambarkan sesuatu yang mendesak.Surya Rajagopal mengangguk pelan. Ada kilat

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Bisikan di Nirwana.

    Kiran setelah menenggak ekstrak bunga popy...Kuil di sekitarnya mulai berubah. Dinding-dinding batu seolah meleleh dan berubah menjadi cahaya keemasan yang berpendar lembut. Lantai di bawah kakinya tidak lagi terasa keras, melainkan seperti awan yang lembut.Patung Hiranyakashipu di hadapannya tampak berkilau dengan cahaya dari dalam, mata permatanya berkedip-kedip seperti bintang.Kiran merasakan tubuhnya melayang, terlepas dari gravitasi. Ia tidak lagi berada di kuil, melainkan di sebuah ruang tak terbatas yang dipenuhi cahaya keemasan dan ungu.Tidak ada langit, tidak ada tanah—hanya keindahan murni yang tak terlukiskan. Bunga-bunga berwarna-warni melayang di sekitarnya, memancarkan aroma yang memabukkan. Musik lembut terdengar dari segala arah, seperti ribuan harpa yang dimainkan oleh tangan-tangan tak terlihat."Apakah ini... nirwana?" bisik Kiran, terpesona oleh keindahan di sekelilingnya."Bukan nirwana, anak muda," jawab sebuah suara yang dalam dan bergema. "Hanya sebuah ruan

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Trance.

    Kiran menunggu hingga tengah malam, ketika seluruh desa telah terlelap.Suara-suara malam—jangkrik, burung hantu, dan angin yang berdesir di antara pepohonan—menjadi satu-satunya pengiring langkahnya. Dengan hati-hati, ia menyelinap keluar dari rumah Rajagopal, membawa cairan ekstrak bunga popy dalam botol kecil yang ia temukan di dapur.Kon dan Burs mengikutinya, terbang rendah dan bersembunyi di balik bayangan.Kuil Hiranyakashipu tampak berbeda di malam hari—lebih misterius dan sedikit mengintimidasi. Bangunan batu itu seolah menyerap cahaya bulan, menciptakan siluet gelap yang menjulang di tengah desa.Cahaya bulan menyinari ukiran-ukiran di dindingnya, menciptakan bayangan-bayangan aneh yang seolah bergerak dan menari. Beberapa pendeta masih terlihat berjaga di sekitar kuil, melakukan ritual malam mereka dengan lilin-lilin dan dupa yang menyala redup."Bagaimana kita bisa masuk tanpa terlihat?" bisik Burs, mengamati para pendeta dari kejauhan. Matanya yang tajam menghitung jumlah

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Mengekstraksi.

    Kiran menatap bunga yang cantik, secantik namanya... “Popy”Dengan hati-hati, ia memetik beberapa kuntum bunga popy yang paling mekar, memilih dari berbagai warna—merah darah yang menyala seperti api, ungu kebiruan yang dalam seperti langit senja, dan putih murni bagai salju pertama.Kelopak-kelopak tipis itu terasa lembut di antara jemarinya, namun ia bisa merasakan getaran aneh—hampir seperti denyut kehidupan—dari bunga-bunga tersebut. Ia memasukkan bunga-bunga itu ke dalam kantong kecil di balik jubahnya, memastikan tidak ada yang melihat tindakannya."Tuan, apa yang kau lakukan?" bisik Kon, mengintip dari tas Kiran dengan mata besarnya yang berkilau cemas. "Bukankah mereka bilang bunga itu berbahaya?""Kadang-kadang kita perlu mengambil risiko untuk mendapatkan jawaban," jawab Kiran pelan, matanya terus mengawasi keadaan sekitar."Jika bunga ini bisa membantuku berkomunikasi dengan dewa mereka, mungkin aku bisa mendapatkan petunjuk tentang Suku Devahari.""Tapi bagaimana cara meng

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Bunga Popy dan Dewa Hiranyakashipu – Part II.

    Setelah berpikir kira-kira lima tarikan nafas... "Suku Devahari adalah legenda kuno," jawab Surya setelah jeda yang cukup panjang itu. Suaranya berubah lebih dalam."Konon, mereka adalah suku pertama yang mendiami Zolia, jauh sebelum Kekaisaran terbentuk. Mereka dikatakan memiliki hubungan khusus dengan para dewa, mampu melakukan sihir yang tidak bisa dilakukan oleh manusia biasa.""Mereka bisa memanipulasi elemen," tambah Ranya, matanya berkilat penuh keingintahuan."Air, api, tanah, udara—semua tunduk pada kehendak mereka. Beberapa cerita bahkan menyebutkan mereka bisa berbicara dengan hewan dan tumbuhan."Keheningan..."Tapi itu hanya cerita untuk anak-anak sekarang," lanjut Surya, suaranya sedikit lebih pelan."Tidak ada yang pernah bertemu dengan anggota Suku Devahari dalam beberapa generasi terakhir. Banyak yang percaya mereka telah punah, atau mungkin hanya mitos belaka."Kiran merasakan kekecewaan menyelimuti hatinya.Jika bahkan penduduk Zolia sendiri menganggap Suku Devahari

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Bunga Popy dan Dewa Hiranyakashipu.

    Matahari siang bersinar terang di atas Kuil Hiranyakashipu, sinarnya menembus kaca-kaca berwarna pada jendela tinggi kuil, menciptakan pola-pola mistis di lantai marmer yang dingin.Kiran masih berlutut di depan altar, matanya tak lepas dari patung dewa yang baru saja berkedip padanya. Jantungnya berdegup kencang, campuran antara takjub dan kebingungan."Tuan Rajagopal... Apa anda melihatnya?" bisik Kiran kepada Surya yang berlutut di sampingnya. Suaranya hampir tak terdengar di tengah gumaman doa para penduduk desa."Melihat apa?" tanya Surya, menoleh dengan alis terangkat. Cahaya lilin menyinari wajahnya yang kebingungan."Patung itu..." Kiran menunjuk ke arah patung Hiranyakashipu yang menjulang—sosok dengan empat tangan yang masing-masing memegang simbol kekuasaan berbeda."Matanya berkedip padaku."Surya menatap Kiran dengan pandangan heran, kemudian tertawa kecil."Ah, mungkin itu hanya pantulan cahaya matahari dari jendela kuil, anak muda. Atau mungkin kau terlalu lelah setela

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Patung Dewa Hiranyakashipu.

    Rumah Surya terletak di ujung desa, dikelilingi kebun bunga yang indah dan pohon-pohon yang rindang. Bangunannya lebih besar dari rumah-rumah lainnya namun tetap sederhana, dengan teras luas yang dihiasi tanaman merambat berbunga ungu.Ranya, istri Surya, menyambut Kiran dengan senyum hangat. Wanita itu memiliki wajah yang lembut dengan mata yang memancarkan kebijaksanaan, dan rambut hitamnya yang panjang digelung rapi dengan hiasan bunga kecil.Ia segera menyiapkan makanan berlimpah—nasi dengan kari daging yang mengepulkan aroma rempah menggoda, roti pipih yang disebut naan yang masih hangat dari tungku tanah liat, dan berbagai macam sayuran yang dimasak dengan rempah-rempah wangi yang tidak Kiran kenali."Makanlah yang banyak," kata Ranya dengan nada keibuan, terus menambahkan makanan ke piring Kiran meskipun ia sudah mengatakan cukup. Tangannya yang lincah terus menyendokkan lauk-pauk ke piring Kiran."Kau terlalu kurus. Perjalanan pasti sangat berat."Malam itu, setelah makan mala

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Penduduk Desa Yang Ramah.

    "Ah, seorang pengembara!" seru seorang wanita gemuk dengan gelang-gelang perak yang berdenting merdu di pergelangan tangannya setiap kali ia bergerak."Dan lihat wajahmu yang unik! Kau pasti dari Qingchang, bukan? Sangat jarang kami melihat orang Qingchang di sini."Kiran mengangguk kaku, menunggu reaksi negatif yang pasti akan muncul setelah identitasnya terungkap. Namun, yang ia dapatkan justru lebih banyak senyuman dan tatapan kagum, seolah ia adalah makhluk eksotis yang menarik untuk diamati."Sungguh menarik! Matamu seperti serigala—tajam dan penuh kewaspadaan," komentar seorang pedagang kain, mengamati Kiran dari atas ke bawah dengan tatapan menilai."Dan kulitmu yang putih kekuningan... sangat kontras dengan kulit kami yang kecokelatan. Kau pasti akan terlihat menakjubkan dengan kain sutra biru langit ini!" Ia mengangkat selembar kain berwarna biru cerah dengan bordiran perak."Kau harus mampir ke rumahku untuk makan siang!" ajak seorang ibu dengan antusias, menarik lengan Kira

  • Kebangkitan Klan Phoenix   Desa Chandrapur.

    Matahari pagi bersinar lembut di atas padang rumput yang membentang hingga kaki bukit di kejauhan, menyelimuti tanah dengan cahaya keemasan yang hangat.Embun pagi masih menggantung di ujung-ujung rumput tinggi, berkilauan seperti permata kecil saat tersentuh sinar matahari.Kiran berjalan dengan langkah berat, jubah perjalanannya yang dulu berwarna merah kini kotor oleh debu dan robek di beberapa bagian, berkibar lembut tertiup angin pagi yang sejuk.Crimson Dawn—pedang legendaris dengan bilah merah darah yang konon ditempa dari logam langit—tersarung rapat di punggungnya, tersembunyi di balik kain lusuh untuk menghindari perhatian yang tidak diinginkan.Energi sihir yang biasanya berpendar dari pedang itu kini diredam, hanya sesekali berkedut seperti detak jantung yang tertidur.Tiga hari telah berlalu sejak pertempuran dahsyat di Tembok Perbatasan. Tiga hari penuh kewaspadaan dan kekhawatiran yang menggerogoti pikiran Kiran seperti racun lambat.Setiap kali memejamkan mata, bayanga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status