Identitas Tersembunyi Suami Cacat

Identitas Tersembunyi Suami Cacat

Oleh:  Ayria  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
8Bab
27Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Tidak peduli caci maki keluarga, Raina Asmarani Hartanto tetap menikahi Jovian Wirananta, pria yang menjadi cacat setelah menolongnya dari kecelakaan dua tahun silam. Namun, bagaimana jika Jovian ternyata memiliki sebuah rahasia besar? Mampukah Raina mempertahankan pernikahan mereka atau memilih bercerai dan meninggalkan Jovian?

Lihat lebih banyak
Identitas Tersembunyi Suami Cacat Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
8 Bab

1. Makan Malam Keluarga

"Cih, si pincang ngapain di sini?"Baru memasuki ruang privat pada restoran, Raina dan Jovian sudah disuguhi hinaan. Netra sang istri melotot menatap kakak tiri.Sementara pria di samping menepuk pundaknya pelan, seolah menenangkan. "Selamat malam semuanya. Maaf terlambat. Jalan ke sini agak lama, banyak tangga," ucapnya ramah."Makanya, orang cacat tuh harusnya diem aja di rumah, nggak usah ikut-ikutan kemari," ejek Vanya yang lalu cekikikan dengan sang ibu. Saudari tiri Raina itu memang tidak akan melewatkan kesempatan untuk merendahkan Jovian.Belum sempat Raina membalas nyinyiran si nenek lampir, Jovian sudah meraih tangan sang istri dan membelainya lembut. Pria berusia 33 tahun itu menggeleng pelan, mengisyaratkan pada Raina agar tidak terpancing.Dengan muka masam, wanita itu duduk pada bangku kosong. Kalau bukan karena permintaan Jovian untuk ikut makan malam keluarga, mungkin Raina lebih memilih istirahat di rumah.Kakek berdeham pelan hingga semua perhatian tertuju padanya. "
Baca selengkapnya

2. Penyesalan

Walaupun bekerja di perusahaan keluarga, Raina Asmarani Hartanto meniti karir dari bawah. Setelah berjuang membuktikan diri selama tiga tahun, akhirnya sang Kakek memberikan kepercayaan padanya untuk memimpin proyek besar. Dia tidak mungkin mengacaukan kesempatan emas itu. Beberapa detik sang wanita terdiam di depan pintu cendana sebelum akhirnya melangkah masuk. "Selamat pagi, Kakek mencari saya?" sapa Raina mencoba terdengar tenang, meski sempat terkejut melihat kakak tirinya juga berada di ruangan. Firasat buruk tiba-tiba mengusik hati wanita itu.Pria sepuh itu menoleh, tersenyum tipis. "Duduklah." Menurut, Raina memilih duduk di sofa sebelah kiri, tepat berhadapan dengan Vanya.Selang beberapa saat, sekretaris kakek masuk membawa cangkir teh untuk Raina. Tapi ia mengabaikannya, tak punya selera untuk beramah-tamah, terutama jika harus berlama-lama satu ruangan dengan Vanya. Kakek berdeham pelan, "Gimana perkembangan proyek Sakala Nusa?" Yang dibalas dengan anggukan penuh an
Baca selengkapnya

3. Dokter Baru

Raina bangkit perlahan dari tempat tidur, meraih kaus Jovian yang tergeletak di lantai lalu mengenakannya. Kaus itu terasa hangat dan nyaman di kulitnya, membawa aroma tubuh suaminya yang menenangkan.Seraya memijat pundak yang terasa pegal, dia berjalan menuju arah suara. Badannya masih terasa lelah setelah hampir semalaman dijamah oleh Jovian. Meski demikian, ia menikmati setiap momen keintiman mereka. Senyum kecil terulas di bibirnya."... proyek pembangunan..." suara Jovian terdengar semakin jelas saat wanita itu mendekati pintu balkon, "lupakan saja. Biar saya sendiri yang urus.""Mas?" panggil Raina lembut.Bukan maksudnya untuk mengendap-endap, namun dia tak menyangka Jovian akan tersentak kaget hingga gawai di tangan hampir jatuh. Ada jeda beberapa detik sebelum akhirnya pria itu menoleh, senyum tipis terlukis di wajahnya.Melihat sang suami tertatih-tatih, Raina segera melangkah maju, meraih lengan Jovian untuk memapahnya. "Kebangun?" tanya Jovian dengan nada lembut, seraya m
Baca selengkapnya

4. Kedatangan Aksa

Jovian tersenyum penuh kemenangan. Namun langkah pria itu masih terlihat goyah. Semakin dekat, Raina bisa melihat peluh yang membasahi kening suaminya. Hanya beberapa langkah lagi menuju Raina, sang suami kehilangan keseimbangan dan limbung, jatuh berlutut ke tanah."Mas!" Raina berseru panik, cepat-cepat menghampiri. Tangannya meraih lengan suaminya, mencoba mengangkat tubuh Jovian yang tampak kelelahan.Pria itu tertawa kecil, mencoba meredakan ketegangan. "Duh, malah jatoh. Malu-maluin aja," katanya dengan cengengesan, seolah berusaha menghapus rasa canggung.Manik Raina berkaca-kaca, suaranya tertahan di tenggorokan. "Ya Tuhan, Mas... ini luar biasa," bisiknya, lalu memeluk Jovian erat-erat. Hatinya berdebar kencang, dipenuhi perasaan campur aduk—bahagia, syukur, dan juga kekhawatiran.Dia menyembunyikan wajahnya di dada Jovian, menghidu aroma tubuh yang hangat dan akrab. Melihat suaminya berdiri dan berjalan tanpa tongkat adalah impian yang selalu ia pendam. Akhirnya, itu terwuju
Baca selengkapnya

5. Kejutan Di Pesta Pertunangan

"Ya sadar diri aja. Suami kamu tuh pincang. Udah malu-maluin, nanti malah nyusahin orang. Dasar nggak guna." Cibiran Vanya masih terngiang di ingatan Raina ketika bertemu calon besan sang kakak beberapa hari lalu."Nak Jovian, tolong maklumi ya? Ini acara besar, takutnya kaki kamu semakin sakit." Kalimat yang dilontarkan sang kakek setelah omongan Vanya semakin membuat Raina kecewa.Awalnya, wanita itu masih enggan untuk pergi. Ia lebih memilih tinggal di rumah, dalam dekapan hangat Jovian, daripada harus berpura-pura tersenyum di pesta pertunangan kakak tirinya.Namun, suaminya, bersikukuh bahwa dia harus menghadiri acara keluarga yang penting itu. "Aku nggak mau nanti kamu dibilang adik kurang ajar, masa hajatan kakaknya nggak datang," kata Jovian sebelum sang istri pergi ke pesta.Raina menggigit bibir. "Kalau kenapa-napa, telepon ya, Mas. Pokoknya aku nggak bakal lama-lama di sana," ucapnya dengan nada khawatir.Jovian terkekeh pelan, mengusap pipi Raina dengan lembut. "Kamu yang
Baca selengkapnya

6. Kecurigaan

"Mas, kamu kenal dari mana?" Raina berbisik dengan nada penuh tanya. Jovian hanya tersenyum, menjawab pelan, "Iya, pas dulu masih jadi jurnalis." "Jurnalis?" Investor yang mendengar percakapan itu ikut angkat alis, tampak heran. Jovian segera menimpali sebelum pria berjas biru tua itu sempat berbicara lebih jauh, "Aku pernah diminta bantu waktu wawancara beliau," ujarnya dengan nada santai. Pengusaha besar itu memandangi wajah Jovian sejenak, lalu tertawa kecil, meskipun terdengar sedikit canggung. "Oh iya, dulu Pak Jovian memang banyak membantu," katanya, berusaha mengalihkan perhatian. Raina menoleh ke arah suaminya, mencari jawaban di balik senyum tenang
Baca selengkapnya

7. Tawaran Gila

Senyum Raina pudar saat mendapati pria yang menyapa bukanlah Jovian. Di hadapannya, berdiri Aksa dengan senyum tipis dan mata yang tampak sedikit berat. Dengan dagu, wanita itu menunjuk ke arah pintu ballroom yang tadi dilalui, "Mbak Vanya udah masuk lagi," ucapnya kepada calon kakak ipar. Aksa, mengenakan jas berwarna krem yang membalut tubuhnya dengan rapi, hanya berdiri diam di tempatnya, seolah sengaja menghalangi jalan Raina. Segelas sampanye tergenggam di tangannya. "Aku emang nyari kamu kok," ucapnya tiba-tiba saat Raina mencoba melangkah pergi. Perasaan tidak nyaman mulai merayap di hati Raina. Ia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Aksa, tetapi cengkeraman pria itu terlalu kuat. "Lepas," pintanya pelan, matanya melirik ke sekeliling, berharap tidak ada yang
Baca selengkapnya

8. Cemburu

Desahan kenikmatan lolos dari bibir Raina. Matanya mengerjap, berusaha fokus di tengah badai sensasi yang menggelora. "Aku hanya milikmu, Mas," bisiknya lembut, suaranya bergetar dengan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Sentuhan Jovian tak berhenti sampai di situ. Bibirnya yang panas mulai menelusuri setiap inci kulit Raina, meninggalkan jejak-jejak keinginannya. Seolah setiap ciuman adalah janji yang ingin ditegaskan, setiap sentuhan adalah klaim atas apa yang memang menjadi miliknya. Raina hanya bisa pasrah, membiarkan tubuhnya bergetar di bawah kuasa sang suami.Desakan hasrat yang tertahan mulai membakar dada ketika Jovian dengan sengaja menghindari titik-titik sensitif di tubuh sang wanita. "Mas," rengeknya, jemarinya yang gemetar menyelinap di antara surai kastanye suaminya, menariknya pelan, memohon lebih.Jovian terkekeh, getaran tawanya menggelitik kulit Raina. Manik mata madunya yang kini tampak lebih gelap beradu pandang dengan netra sang istri, dipenuhi gelo
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status