Beranda / Rumah Tangga / Identitas Tersembunyi Suami Cacat / 5. Kejutan Di Pesta Pertunangan

Share

5. Kejutan Di Pesta Pertunangan

Penulis: Ayria
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-27 16:03:05

"Ya sadar diri aja. Suami kamu tuh pincang. Udah malu-maluin, nanti malah nyusahin orang. Dasar nggak guna." Cibiran Vanya masih terngiang di ingatan Raina ketika bertemu calon besan sang kakak beberapa hari lalu.

"Nak Jovian, tolong maklumi ya? Ini acara besar, takutnya kaki kamu semakin sakit." Kalimat yang dilontarkan sang kakek setelah omongan Vanya semakin membuat Raina kecewa.

Awalnya, wanita itu masih enggan untuk pergi. Ia lebih memilih tinggal di rumah, dalam dekapan hangat Jovian, daripada harus berpura-pura tersenyum di pesta pertunangan kakak tirinya.

Namun, suaminya, bersikukuh bahwa dia harus menghadiri acara keluarga yang penting itu. "Aku nggak mau nanti kamu dibilang adik kurang ajar, masa hajatan kakaknya nggak datang," kata Jovian sebelum sang istri pergi ke pesta.

Raina menggigit bibir. "Kalau kenapa-napa, telepon ya, Mas. Pokoknya aku nggak bakal lama-lama di sana," ucapnya dengan nada khawatir.

Jovian terkekeh pelan, mengusap pipi Raina dengan lembut. "Kamu yang hati-hati nyetirnya. Jangan ngebut," kata pria itu, manik cokelat madunya memancarkan rasa sayang.

Lalu, dia menunduk, mengecup puncak kepala Raina dengan lembut. "Jangan marah-marah, kamu cantikan senyum," bisiknya dengan nada menggoda.

Rona merah muda langsung menghiasi pipi kuning langsat Raina. "Apaan sih," sergahnya, berusaha menutupi rasa malu yang menggelitik hati.

Akhirnya, dengan perasaan campur aduk, Raina berangkat menuju tempat acara. Pesta diadakan di aula hotel mewah milik keluarga Hartanto, sebuah bangunan megah dengan pilar-pilar tinggi dan langit-langit berhias ornamen klasik yang berkilauan.

Raina menghela napas, mencoba menenangkan dirinya. Di antara riuh rendah obrolan tamu-tamu yang terdiri dari relasi bisnis, kerabat, serta orang-orang penting lainnya, ia merasa terjebak. Mengumbar senyum bisnis untuk sekumpulan orang yang entah benar-benar peduli atau hanya menunggu kesempatan untuk memetik keuntungan.

"Wah, Bu Ambar pasti bangga ya. Putri-putrinya cantik, menantunya tampan," ucap salah satu rekan bisnis Papa Raina, memecah lamunan wanita itu.

Ibu tiri Raina, Ambar, yang berdiri tak jauh darinya, menghela napas dengan gaya dramatis. "Sayangnya nggak semua menantu saya bisa diandalkan. Kalau Aksa kan jelas, seorang pengusaha ternama. Ini suaminya Raina, kerjaannya nggak jelas. Jujur saja, saya khawatir," katanya.

Raina merasakan semburat panas menjalar di wajahnya. Perlahan, dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan diri.

Salah satu pria dalam kelompok itu menatap Raina dengan penasaran. "Benar juga, rasanya saya belum pernah melihat menantu Ibu yang satu itu," katanya dengan nada suara sarat rasa ingin tahu.

Ambar melanjutkan dengan senyuman simpul yang dibuat-buat. "Katanya sih dulunya jurnalis, tapi saya tidak tahu. Takutnya dia sengaja menikahi Raina hanya karena harta, seperti kejadian dulu..." ucapnya dengan nada pura-pura khawatir sambil melirik ke arah Raina.

Raina tahu persis maksud perkataan Ambar. Rumor tentang Papa yang memiliki istri kedua sudah lama menjadi rahasia umum. Ketika ia pertama kali memasuki rumah Hartanto, cerita tentang kemurahan hati ibu tirinya telah menyebar di kalangan elit. Diiringi bisik-bisik tentang ibu kandung Raina yang dianggap mata duitan. Dia merasa dadanya nyeri mendengar semua itu diungkit lagi.

"Mama," desis Raina, suaranya rendah namun tajam. Ia jarang memanggil Ambar dengan sebutan itu, kecuali saat acara formal seperti ini.

"Ray, Mama cuma khawatir, kamu mengerti kan perasaan Mama?" Ambar pura-pura bersikap lembut, tangannya mencengkeram lengan Raina dengan kukunya yang panjang, seakan memberi peringatan.

Sebelum Raina sempat menjawab, keramaian menyita perhatian mereka. Kasak kusuk di antara para tamu berdengung menyaingi alunan musik. Mata semua orang tertuju ke arah pintu masuk aula.

Wanita itu memutar tubuhnya, mengikuti arah pandang semua orang. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat siapa yang memasuki ruangan.

Jovian.

Rambut ikal pendeknya tertata rapi, mata cokelat madunya tampak bersinar. Sebelumnya, dengan hidung bangir, alis tebal serta rahang tegasnya pria itu termasuk dalam kategori tampan meskipun memiliki disabilitas pada bagian kaki. Namun kini, tubuh tegap setinggi 180an senti itu berjalan dengan langkah lambat namun mantap, tanpa tongkat. Jas hitam yang ia kenakan menambah pesona pria itu malam ini.

Raina terkesiap kaget. Di sebelahnya, Ambar dan Papa tampak terpaku, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

Jovian menghampiri mereka dengan senyum tenang. "Malam, Pa, Ma. Selamat atas acaranya," katanya, suaranya rendah namun penuh percaya diri.

Dengan lembut, ia melingkarkan lengannya di pinggang Raina, seolah melindungi istrinya dari setiap pandangan yang merendahkan.

Sang Ibu tiri menyipitkan mata, wajahnya dipenuhi rasa tidak suka. "Halah, mau kamu bisa jalan juga tetap saja kerjaan kamu nggak guna," gumamnya pelan, hanya cukup keras untuk didengar oleh Raina dan Jovian.

Papa berdeham, berusaha mengalihkan perhatian. "Papa tidak menyangka kamu bisa datang, Jovian," ujarnya, suaranya bergetar sedikit.

Jovian mengangguk. "Saya sudah konsultasi ke dokter, katanya sudah boleh jalan-jalan, jadi saya langsung kemari," jawabnya dengan nada santai, menatap Papa dan Ambar dengan senyum lembut.

Raina merasa kebanggaan membuncah di dadanya. "Ayo kita ke Mbak Vanya, Mas. Kamu kan belum ngucapin selamat ke dia," ajaknya cepat, ingin segera memperlihatkan suaminya yang gagah dan tampan kepada kakak-kakaknya.

Mereka berdua berjalan menuju kerumunan di mana kakak-kakak tiri Raina, Aksa, dan beberapa rekan bisnis berdiri. Di dekatnya, Kakek tampak sedang berbicara dengan beberapa investor penting proyek Sakala Nusa.

"Mbak Vanya, ini Mas Jovian susah-susah datang, mau ngucapin selamat secara langsung," ucap Raina dengan nada yang manis namun mengandung tantangan, memecah percakapan di antara mereka.

Vanya, yang tadinya berdiri dengan bangga di samping sang tunangan, tampak terkejut. Wajahnya memucat, matanya membelalak, nyaris tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Senyum puas mulai terbentuk di bibir Raina. Untuk pertama kalinya, ia berhasil membungkam sang kakak dengan telak.

Vanya segera mengubah ekspresinya menjadi dingin, wajahnya menegang. Sampai-sampai Aksa menyenggol pinggang tunangannya, seolah mengingatkan untuk menjaga sikap di depan para investor dan relasi bisnis.

"Terima kasih sudah datang, Jovian. Aku pikir kamu tidak bisa hadir karena kendala kesehatan," ucap Aksa, terdengar ramah tapi ada nada sindiran yang tidak bisa disembunyikan.

Jovian tersenyum tipis, mengabaikan makna tersembunyi dibalik perkataan Aksa. "Maaf saya sedikit telat," jawabnya dengan tenang.

Saat mereka sedang asyik bercengkerama, seorang pria paruh baya dengan jas mahal yang tadi berbincang dengan Kakek tiba-tiba melangkah maju. Dengan senyum lebar, dia mengulurkan tangan ke arah Jovian.

"Pak Jovian, kan?" ucapnya, suaranya ramah dan penuh hormat. "Senang sekali bisa bertemu dengan Anda di sini."

.

Suasana mendadak menjadi lebih hening. Kening Vanya dan Aksa mengernyit, seolah bertanya-tanya perihal interaksi seorang investor besar dengan Jovian yang selama ini dianggap remeh. Raina pun ikut terkejut, matanya beralih ke wajah suaminya.

Dari mana Jovian mengenal orang penting ini?

Jovian hanya tersenyum dan menyambut uluran tangan pria itu. "Senang bertemu dengan Anda juga, Pak."

Raina merasa ada sesuatu yang tak diketahuinya. Rahasia apa yang disimpan suaminya?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ami Usrekk
menarik cerita nya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   6. Kecurigaan

    "Mas, kamu kenal dari mana?" Raina berbisik dengan nada penuh tanya.Jovian hanya tersenyum, menjawab pelan, "Iya, pas dulu masih jadi jurnalis.""Jurnalis?" Investor yang mendengar percakapan itu ikut angkat alis, tampak heran.Jovian segera menimpali sebelum pria berjas biru tua itu sempat berbicara lebih jauh, "Aku pernah diminta bantu waktu wawancara beliau," ujarnya dengan nada santai.Pengusaha besar itu memandangi wajah Jovian sejenak, lalu tertawa kecil, meskipun terdengar sedikit canggung. "Oh iya, dulu Pak Jovian memang banyak membantu," katanya, berusaha mengalihkan perhatian.Raina menoleh ke arah suaminya, mencari jawaban di balik senyum tenang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   7. Tawaran Gila

    Senyum Raina pudar saat mendapati pria yang menyapa bukanlah Jovian.Di hadapannya, berdiri Aksa dengan senyum tipis dan mata yang tampak sedikit berat. Dengan dagu, wanita itu menunjuk ke arah pintu ballroom yang tadi dilalui, "Mbak Vanya udah masuk lagi," ucapnya kepada calon kakak ipar.Aksa, mengenakan jas berwarna krem yang membalut tubuhnya dengan rapi, hanya berdiri diam di tempatnya, seolah sengaja menghalangi jalan Raina. Segelas sampanye tergenggam di tangannya. "Aku emang nyari kamu kok," ucapnya tiba-tiba saat Raina mencoba melangkah pergi.Perasaan tidak nyaman mulai merayap di hati Raina. Ia berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Aksa, tetapi cengkeraman pria itu terlalu kuat. "Lepas," pintanya pelan, matanya melirik ke sekeliling, berharap tidak ada yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   8. Cemburu

    Desahan kenikmatan lolos dari bibir Raina. Matanya mengerjap, berusaha fokus di tengah badai sensasi yang menggelora. "Aku hanya milikmu, Mas," bisiknya lembut, suaranya bergetar dengan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Sentuhan Jovian tak berhenti sampai di situ. Bibirnya yang panas mulai menelusuri setiap inci kulit Raina, meninggalkan jejak-jejak keinginannya. Seolah setiap ciuman adalah janji yang ingin ditegaskan, setiap sentuhan adalah klaim atas apa yang memang menjadi miliknya. Raina hanya bisa pasrah, membiarkan tubuhnya bergetar di bawah kuasa sang suami.Desakan hasrat yang tertahan mulai membakar dada ketika Jovian dengan sengaja menghindari titik-titik sensitif di tubuh sang wanita. "Mas," rengeknya, jemarinya yang gemetar menyelinap di antara surai kastanye suaminya, menariknya pelan, memohon lebih.Jovian terkekeh, getaran tawanya menggelitik kulit Raina. Manik mata madunya yang kini tampak lebih gelap beradu pandang dengan netra sang istri, dipenuhi gelo

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   9. Masalah

    Sang sepuh mengangkat bahu dengan sikap acuh. "Itu sebenarnya hasil investigasi sebelum kalian menikah. Kamu pikir Kakek bakal biarin seorang Hartanto menikah begitu saja dengan sembarang orang?"Raina mendengus kesal. "Terus kenapa Kakek ngebiarin aku nikah sama Mas Jovian?" tanyanya tajam, merasa ada sesuatu yang disembunyikan.Kakek tersenyum tipis, sedikit menyeringai. "Karena Jovian sudah berjanji sama Kakek. Dia akan hidup dalam diam, tidak membuat nama baik Hartanto tercoreng," jelasnya tenang.Raina tertegun. "Kenapa sekarang kakek minta aku cerai dari Mas Jovian? Kan Mas Jovian udah nurutin permintaan Kakek." Dia merasa marah, tetapi juga bingung dengan maksud Kakeknya."Kakek tahu kamu selama ini berusaha

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   10. Kebocoran

    Vanya mendesis, wajahnya penuh kemarahan. "Ngapain kamu ke sini? Kamu pikir kamu bisa kembali dan ngambil alih proyek ini?" sergahnya tajam.Raina menatap kakaknya dengan tatapan dingin. "Aku hanya melakukan tugas yang diberikan Kakek, sama seperti Mbak," jawabnya tanpa gentar.Vanya mendengus, jelas tidak puas dengan jawaban adiknya. "Jangan berpikir aku nggak tahu apa yang kamu rencanakan, Raina. Kamu cuma mau mencuri perhatian Kakek, biar kamu bisa kembali memimpin proyek, kan?" ujarnya dengan nada meremehkan.Raina menghela napas, mencoba meredam emosinya. "Tidak semua orang seambisius kamu, Mbak. Aku hanya ingin proyek ini berhasil," balasnya dengan nada tenang. "Udahlah, Mbak. Yang penting sekarang kita bisa menyelesaikan masalah yang ada. Jadi, apa masalahnya?" desakn

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   11. Ganjil

    "Mas Jovian? Kok bisa di sini?" seru Raina, setengah berlari menghampiri suaminya.Jovian hanya tersenyum samar, matanya berbinar meski tampak lelah. "Kan kamu bilang ada masalah di site, ini aku bawa pompa yang dibutuhkan," jawabnya singkat, seolah hal itu adalah hal paling biasa di dunia. Dengan datangnya pompa air yang ditunggu-tunggu, kebocoran di lokasi konstruksi akhirnya bisa segera diatasi. Pompa besar itu mulai mengisap air yang meluap, mengeringkan genangan dengan cepat.Para pekerja bergegas mengatur peralatan, memindahkan material yang terendam air, dan menghitung ulang kerugian yang mungkin terjadi. Meski banyak material yang tak lagi bisa digunakan, ada perasaan lega di antara mereka karena situasi yang tampak suram ini mulai terkendali.Raina berdiri di dekat suaminya, mengamati para pekerja yang tampak sibuk. "Mas, kok bisa dapatin pompa airnya? Mbak Vanya aja sampai kewalahan," selidiknya, masih sedikit bingung.Jovian tersenyum tipis, wajahnya tenang seperti biasa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   12. Sabotase

    Vanya, yang sudah lebih dulu berada di ruangan sang Kakek, menyeringai puas dengan tangan terlipat di dada. Ada kilatan kemenangan di matanya, seolah menunggu Raina tiba di tengah badai amarah sang Kakek.Kakek menghela napas panjang, punggungnya terhenyak ke sandaran sofa kulit megah. Dengan dahi berkerut, menandakan kekecewaan dan kemarahan yang mendalam."Kakek dengar ada kebocoran pipa di site," suara Kakek berat, nyaris terdengar seperti geraman.Raina mengangguk. Ia tahu ini bukan percakapan yang akan berakhir baik. "Ada beberapa material yang rusak, tapi karena kebocoran bisa langsung diatasi sorenya, kerugian tidak terlalu besar. Untungnya Mas Jovian bisa bantu nemuin pompa air buat nguras," jelasnya, menekankan bagaimana bantuan suaminya telah mempercepat penanganan.Namun, Kakek mengibaskan tangannya dalam gerakan tegas dan tak sabar. "Kakek sudah baca laporan Vanya tadi pagi. Apa sebelumnya kamu nggak melakukan pengecekan ulang? Kamu tahu seberapa besar dampaknya berita ini

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-18
  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   13. Jejak Vanya

    Sang kakak tertawa kecil, dengan nada dingin dan menghina. "Jangan konyol, Raina. Buat apa aku sabotase proyek yang akan jadi milikku?" balasnya, melepas cengkeraman Raina dengan gerakan tegas.Raina terdiam, hatinya masih penuh dengan kegundahan. Saat ia berpaling untuk keluar dari ruangan, Nita mendekat dan berbisik pelan di telinganya, "Kamu memang selalu bikin masalah, ya? Harusnya dari awal kamu tahu diri soal posisimu di perusahaan ini, juga di keluarga Hartanto."Tanpa menghiraukan perkataan sang kakak, Raina berjalan cepat keluar dari ruangan Kakek. Langkahnya terburu-buru menyeberangi lorong panjang dipenuhi dengan dekorasi marmer dan ornamen klasik. Hatinya diliputi kekesalan tanpa dapat ia sembunyikan. Wanita itu menolak untuk percaya bahwa kakaknya tidak ada sangkut paut sama sekali dengan kejadian ini."Bu Raina, Ibu nggak apa-apa?" nada khawatir terdengar dari sisinya.Pas banget!Tanpa menjawab pertanyaan sang asisten, Raina menarik wanita tersebut. "Jai, ikut saya," tit

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-19

Bab terbaru

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   114. Kisah Jovian - Hanya Kali ini

    Persiapan pernikahan berjalan dengan lancar. Terutama karena memang tak banyak yang harus dipikirkan, mengingat pihak keluarga mempelai wanita menginginkan acara yang sederhana. Akad serta resepsi akan dilakukan sesederhana mungkin, hanya dihadiri oleh keluarga dekat serta beberapa kerabat terpercaya.Jovian menurut, karena baginya, yang terpenting adalah menyusup ke dalam kediaman Hartanto. Hal-hal lain hanyalah formalitas belaka.Namun siang itu, suara rendah sarat akan wibawa menghentikan langkah Jovian, kala pria itu baru menyelesaikan sesi terapinya. Atau yang sebenarnya rapat strategi bersama Saka, Aji dan para petinggi Sindikat Sinara.“Anak muda, bisa kita berbicara sejenak?”Sang pria muda menoleh, mendapati sosok Adi Prakoso Hartanto berdiri tak jauh darinya. Tubuhnya tinggi, tegap, meskipun usia senja telah men

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   113 - Kisah Jovian - Berantakan

    Dengan tertatih-tatih, Jovian menyusuri trotoar, melangkah secepat yang kaki pincangnya sanggup. Tongkat di tangannya mengetuk ritmis di atas permukaan aspal, seolah mengiringi detak jantungnya yang gelisah.Udara malam terasa lebih dingin dari biasanya, menusuk tulang, tapi itu tak sebanding dengan kecemasan yang mencengkeram hatinya. Kata-kata Raina di telepon tadi terus terngiang-ngiang di benaknya.“Mas, tolong datang ke sini. Cepat.”Hanya satu alamat yang disebutkan sebelum sambungan terputus. Terdengar napas berat yang tak biasa dari wanita itu.‘Sial!’ Jovian mengumpat dalam hati. Kenapa ia harus berpura-pura pincang? Kalau saja ia tidak membatasi dirinya dengan cedera palsu ini, mungkin ia sudah sampai lebih cepat. ‘Kenapa juga aku tidak memilih pura-pura cacat tangan saja?’ pikirnya penuh

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   112 - Kisah Jovian - Akal-akalan

    Jovian membuka matanya perlahan, siluet lampu putih menyilaukan penglihatannya. Kepalanya berat, dan tubuhnya terasa kaku, nyeri menusuk-nusuk dari sisi tubuh hingga ke kakinya. Namun pandangannya tak butuh waktu lama untuk menangkap sosok wanita di samping ranjang. Manik kecokelatan yang memancarkan kecemasan itu adalah hal pertama yang ia lihat saat kesadarannya kembali.Raina.Menyipitkan mata, pria itu mencoba memastikan bahwa apa yang ia lihat bukan ilusi. Wanita itu benar-benar ada di sana, duduk di kursi, wajahnya khawatir namun tetap anggun di bawah cahaya lembut lampu ruangan.Jovian langsung menyadari sesuatu—luka kecil di pelipis Raina terlihat sudah mengering, tak ada perban kasat mata lainnya di tubuh wanita itu. Syukurlah, kecelakaan itu tak meninggalkan cedera serius pada dirinya.Namun, sebelum ia sempat memikirkan lebih jauh, s

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   111. Kisah Jovian - Kejadian Menarik

    “Jovian!”Teriakan lantang menggema di lorong rumah sakit, memecah kesunyian malam. Langkah tergesa-gesa dua pria terdengar semakin mendekat. Di ambang pintu unit gawat darurat, Aji dan Saka muncul dengan napas tersengal. Raut wajah mereka campuran antara cemas dan panik.Di ranjang yang tak terlalu lebar, Jovian membuka matanya dengan susah payah. Wajahnya pucat, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Namun, seperti biasa, ia mencoba menyembunyikan kelemahannya di balik ekspresi datar yang ia latih bertahun-tahun. Meski kali ini, kelopak matanya yang berat dan bibirnya yang pucat membuat semua itu sia-sia.“Ngapain kalian di sini? Gimana dengan pesta pendiriannya?” tanyanya dengan suara serak dan lemah, berusaha terdengar biasa saja meski kesadarannya nyaris kabur.“Masih sempat mikirin itu?!” bentak Saka, matanya memicing tajam, sorotnya penuh amar

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   110. Kisah Jovian - Laporan Mingguan

    Sebuah amplop cokelat dilempar kasar oleh pria bertubuh kekar dengan jaket hitam. “Ini laporan tentang Raina Asmarani Hartanto minggu ini,” ucap pria tersebut tanpa basa-basi. Nada suaranya terdengar bosan, seolah tugas ini adalah rutinitas yang sudah ia lakukan terlalu sering.Jovian, yang duduk di kursi kerjanya, melirik sekilas amplop itu. Namun sebelum ia sempat bereaksi, Aji, yang kebetulan juga berada di ruangan, langsung menoleh dengan penuh minat. Manik cokelatnya bergerak cepat antara amplop dan pria bertubuh kekar itu, bibirnya terangkat membentuk senyum nakal.“Raina?” tanya Aji, menaikkan satu alisnya dengan nada menggoda. Dia memutar tubuh, memandang ke arah Saka, tangan kanan sang kakak. “Apa maksudnya nih?”Yang ditatap hanya mengedikkan bahu santai sambil melempar tubuhnya ke sofa di sudut ruangan. “Tanya Mas-mu i

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   109 - Kisah Jovian - Pria Mencurigakan

    “Oh,” suara berat pria tambun itu tiba-tiba terdengar, diiringi tawa pendek. “Kamu bartender ruang VVIP yang dulu sering membantuku, kan?” Ucapannya seolah hanya sekadar basa-basi, namun seringai di bibirnya menyiratkan lebih dari itu.Jovian mendongak, meski tubuhnya terasa berat setelah dihantam habis-habisan. Napasnya tersengal, darah mengalir pelan dari sudut bibirnya, namun ia tetap diam. Wajahnya tetap datar.Pria itu tertawa lagi, kali ini lebih keras, seakan menemukan hiburan. “Anak muda, aku tidak menyangka kamu bisa sampai pada titik ini. Bahkan hanya dengan sedikit dorongan dariku.” Dengan santai, pria itu menjentikkan jarinya.Seorang anak buahnya—pria berjaket hitam dengan wajah tanpa ekspresi—bergerak cepat. Dalam sekejap sebuah kursi dilapisi kulit didorong ke arahnya.“Sebagai senior di bidang ini,

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   108. Kisah Jovian - Terjebak

    Semenjak malam-malam kelam dipenuhi oleh rasa bersalah yang menghantui pikirannya, Jovian mulai mempertimbangkan untuk menghentikan rencana balas dendamnya.Namun, perasaan itu menghimpit seperti kabut tebal—tak memberi ruang untuk napas. Tidak tenang, itu pasti. Tapi, bahkan jika ia ingin berhenti sekarang, apakah itu mungkin?Pria itu sudah kadung basah. Rencana ini bukan lagi sekadar tentang dirinya. Terlalu banyak yang ia seret ke dalam jalan gelap ini.“Kita tidak bisa tiba-tiba menghentikan rencana ini!” Suara serak seorang pria bertopi hitam memecah udara di ruang kecil itu. Matanya membelalak penuh amarah, tangannya mengepal kuat hingga urat-uratnya terlihat menonjol.“Kamu yang membujuk kami untuk melakukan ini, Jovian!” timpal seorang wanita paruh baya, wajahnya merah padam. Bibirnya bergetar,

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   107. Kisah Jovian - Janji

    Kegelapan mengepung Jovian.Sejauh apa pun pria itu melangkah, hanya ada bayang-bayang hitam pekat yang mengikuti. Tak ada arah. Tak ada ujung. Hanya ketiadaan yang menyesakkan.Maniknya bergerak panik, mencari sesuatu, apa saja, yang bisa membantunya keluar dari kehampaan ini.Hingga akhirnya ia menangkap seberkas cahaya redup di kejauhan. Seperti lilin kecil yang berusaha bertahan di tengah badai. Dengan napas terengah, Jovian tertatih menghampirinya. Namun langkahnya mendadak terhenti ketika sesuatu mencengkeram pergelangan kakinya.Terkesiap, ia menoleh. Di sana, sosok sang ayah, Haris, duduk bersimpuh di atas tanah yang retak dan kering. Jemari kurus pria itu mencengkeram celana Jovian dengan erat, seperti seseorang yang tengah tenggelam memohon pertolongan. Mata lelaki itu sayu, tapi penuh dengan harapan yang menyakitk

  • Identitas Tersembunyi Suami Cacat   106. Kisah Jovian - Bencana

    “Sial!”Jovian menggebrak meja kayu di depannya, membuat tumpukan kertas serta kotak alat tulis di atasnya bergetar, nyaris terjatuh. Napasnya memburu, dada naik turun seolah tak mampu menahan luapan emosi yang bergolak di dalam diri. Pikirannya terus berputar, mengutuk dirinya sendiri.Rencananya sederhana—atau setidaknya itulah yang ia pikirkan. Ia hanya akan memantau gerak-gerik Ambar dari kejauhan. Lalu, ketika wanita itu bertindak ceroboh dan mencoba mencelakai Lilis, Jovian akan muncul sebagai penyelamat. Semudah itu, seperti pahlawan dalam cerita.Ia ingin membuat Bram, pewaris Hartanto Global Venture, berhutang budi padanya. ‘Dan pada waktunya,’ pikir Jovian, ‘Bram dan juga Adi akan membayar harga yang lebih mahal daripada sekadar penolakan mereka terhadap ayahku.’

DMCA.com Protection Status