HOW BAD DO YOU WANT ME?

HOW BAD DO YOU WANT ME?

Oleh:  shalunace  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Belum ada penilaian
70Bab
106Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Sebagai manusia, wajar-wajar saja bila Rosa tak mengerti banyak hal. Namun dari semuanya, Rosa paling tidak mengerti dengan : 1. Jalan hidupnya; 2. Perempuan menjaga makan ditempat umum (Terlebih didepan crush); 3. Para ibu dengan motor; 4. Dia disebut mirip chipmunk; Dan yang terakhir, Arzan yang tetap mengganggunya dengan kata 'suka' sementara sudah ribuan kata penolakan yang dilempar percuma padanya. Arzan tetap tak menyerah.

Lihat lebih banyak
HOW BAD DO YOU WANT ME? Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
70 Bab

PROLOG

PUKUL delapan pagi, tepat, saat Rosa melirik jam dindingnya. Ia merenggangkan tubuhnya pelan dan bangkit dari tidurnya. Masa bodoh dengan keterlambatannya yang memang bukan untuk pertama kalinya. Toh, membolos pelajaran matematika saat pagi memang menyenangkan.Kalau dijabarkan, seharian penuh tidak akan cukup. Percayalah, betapa Rosa membenci matematika. Setelah mengabari ketiga ibu tirinyaㅡsebut saja Jessica, Jenna dan Chelsieㅡdengan pesan singkat, Rosa segera membersihkan diri. Berendam sejenak, ditemani musik klasik yang mengalun indah. Lima belas menit telah berlalu dan Rosa keluar dengan bathrobes seputih gading. Sembari bersiul pelan Rosa pun mengambil seragamnya. Mengenakan dan berdandan sejenak, memoles bibir dengan lipgloss lalu mengaplikasikan bedak tipis di wajah. Di rasa sempurna, Rosa menjentikkan jarinya dan tersenyum genit menatap pantulan dirinya. "Cantik dari lahir mah beda, dandan dikit udah kek princess," ujarnya berbangga diri. Sekali lagi mengecek penampilanny
Baca selengkapnya

BAB 1

MENDONGAK pelan dan memicingkan matanya menatap matahari seraya menyeka bulir keringat di pelipis. Rosa dengan malas menyeret sapu ijuk setinggi bahunya dan duduk di pinggir lapangan. Dalam hati mengutuk Arzan mati-matian karena menempatkannya dalam hukuman ini yang panas teriknya bukan main. Rosa berdecak, “Gue kerjain, mampus tuh bocah!”Sebuah kerikil kecil dilempar mengenai keningnya, membuat Rosa mengaduh dan menatap tajam pelakunya. “Apasih, anjing?!”“Harusnya lo ngebujuk si Arzan bukannya nyari pekara. Dasar tolol!” hina Jessica sebal. “Kenapa gue? Kenapa?! Hubungannya apa?!” teriaknya kesal. Jessica menatap jengah pada sahabatnya itu. “Because he loves you.”Rosa sudah terlampau kenyang dicekoki kalimat itu. Sudah muak mendengarnya, Rosa menyentil kening Jessica keras. “Bodo amat! Who's care?”“Walaupun lo nggak suka, seenggaknya dia bisa lo manfaatin.” Jessica berujar santai. “Opsi yang bagus?” Jessica tergelak mendengarnya. “Stop acting like you don't care.”“Gue emang
Baca selengkapnya

BAB 2

"LO bilang apa?!" Jenna melotot mendengar pengakuan Jessica sebentar ini. Seolah tak percaya dan mendadak tuli untuk sesaat, Jenna menambahkan tanpa menyembunyikan keterkejutannya. "Rosa nyium Arzan? Dunia mau kiamat?!"Selaku objek pada topik yang tengah diperbincangkan, Rosa memutar bola matanya malas. Sepersekon nyaris lupa bahwa mulut Jessica sudah berduet dengan ember bila mereka tengah berkumpul. Sebenarnya juga salahnya sendiri, belum menjelaskan pada sahabatnya itu. Mau bagaimana lagi, Jessica dan mulutnya itu tak berhenti bergerak untuk mengungkapkan keterkejutannya. Dan, jangan lupakan volume suara yang sepertinya membuat speaker sekolah merasa tersaingi. Tangannya mencomot keripik kentang dan menjejalnya ke dalam mulut. Sementara matanya bergulir malas menatap satu persatu sahabatnya. Ia mendadak seperti pelaku kejahatan yang para detektifnya berdebat tentang hal 'masuk akal' dan 'tidak masuk akal'. "Dikira gue boong kali," balas Jessica lalu mendelik. "Di depan mata gue,
Baca selengkapnya

BAB 3

MEMBABAT habis drama Korea sampai episode terakhir, perut Rosa kini berdemo minta segera diisi sebelum terjadi peperangan sengit antara asam lambung dan cacing di lambungnya. Rosa selalu meyakini hal itu sejak dulu, meski terdengar aneh. Dan pilihan sore menjelang maghrib ini adalah pasta. Tak memakan banyak waktu untuk memasaknya, hanya rebus air selama dua menit kemudian baru rebus bersama pastanya. Rosa bisa cepat menyantapnya setelah dituang saus. Duduk manis di kursi pantry dan berbinar-binar menatap hasil masakannya sendiri. Baru saja ingin menyendok pasta tersebut ke dalam mulut. Perhatian Rosa teralih pada pintu utama yang terbuka, menampilkan Julian, Marie serta Lion. Rosa berkedip.Kali ini, ke mana lagi mereka bertiga pergi tanpa dirinya? Julian menatap putri sulungnya tanpa minat, "Baru pulang kamu?"Rosa hanya menggeleng sebagai jawaban, sepersekon kemudian buru-buru menyendokkan pasta ke dalam mulut. "Lion, bergunalah sebagai anak laki-laki di keluarga kita," tukas
Baca selengkapnya

BAB 4

TATAPAN Arzan lurus memandang Rosa lamat-lamat. Di cuaca pancaroba ini begini, apalagi bekas-bekas hujan yang bahkan masih ada angin kencang. Rosa hanya mengenakan sweater tipis, celana pendek dan sendal jepit saja. Arzan mengerjap beberapa kali sementara Rosa sudah berkali-kali menghembuskan napas panjang. Tatapannya masih seperti biasa, sinis. Niatnya sore ini hanya pergi untuk membeli selusin pulpen karena stok di rumah benar-benar habis. Tetapi seakan mendapat jackpotㅡentah harus bagaimana Arzan menyebutnyaㅡArzan malah bertemu Rosa di tepi jalan begini. Apalagi penampilan cewek itu, Arzan berkedip, masih cantik, jujur saja. Namun sejauh dari yang ia tahu, Rosa selalu tampil modis karena bagi cewek itu, berpenampilan baik itu termasuk etika sosial. Tetapi melihat sisi Rosa seperti ini, perasaan senang merambat di ulu hatinya. “Kita bakalan tatap-tatapan kayak gitu ... di sini?” tanya Rosa datar dan sukses memecah keheningan. Arzan menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “Lo ngapa
Baca selengkapnya

BAB 5

JENNA menyodorkan secangkir teh hangat pada Rosa. Kondisi sahabatnya itu benar-benar mengkhawatirkan. Barangkali memang tak seperti gelandangan, tetapi sukses membuatnya cemas ketika Arzan mengantar Rosa yang setengah menangisㅡtinggal sesegukan. Wajahnya memerah, gadis itu menahannya sepanjang perjalanan kemari sepertinya. Jenna bertanya-tanya apa yang terjadi, tapi lebih penasaran lagi mengapa Arzan bisa bersama sahabatnya? Mengambil selimut di kamar tamu, Jenna pun membalut tubuh Rosa dengan selimut bermotif bunga. Baju yang dipakai Rosa tipis padahal di luar angin sedang kencang-kencangnya. “Sa, feel better?” Rosa diam, setelah bertengkar dengan Julian mustahil ia merasa baik-baik saja. Apapun yang dilontarkan Julian seakan benar-benar membekas di hatinya. Rosa menunduk kecil, menggenggam erat cangkir tehnya sementara sorot matanya lurus menatap ke dalam teh. “Nggak papa kalau lo ngerasa nggak baik-baik aja, Sa. Wajar, kok, lo manusia,” Jenna berujar lembut, seperti seorang ibu
Baca selengkapnya

BAB 6

BESOKNYA dapat Arzan lihat Rosa duduk di bawah pohon rindang. Telinganya disumpal dengan AirPods putih gading dan matanya tertutup rapat. Seolah benar-benar menikmati acara kecilnya dengan tenang. Selama bertahun-tahun mengamati Rosa. Arzan tahu betul bahwa tempat favorite gadis itu di sekolah ini adalah sebuah pohon besar yang letaknya cukup tersudut namun lumayan dekat dengan lapangan bola. Banyak rumor yang mengatakan tempat itu angker karena katanya pohon itu sudah tumbuh di sana bahkan sebelum sekolah didirikan. Tapi Arzan tak sepenuhnya percaya. Sementara Rosa tampaknya tak terganggu sedikitpun dan sering menjadi penunggu sesaat di sana. Bukan tanpa sebab, pohon tersebut tinggi dan besar serta daunnya rindang sekali. Angin sepoi-sepoi membuat siapa saja di sana merasa nyaman bahkan Arzan seringkali melihat Rosa tertidur di sana. Sehingga, mau tak mau ia memerhatikan gadis itu sampai bangun. Memang, tidak akan ada satupun orang yang berani mengerjai gadis itu. Selain karena Arz
Baca selengkapnya

BAB 7

TATKALA semua teman-teman satu kelasnya sibuk memilih SMA mana yang kiranya cukup bergengsi untuk mereka masuki sekaligus sebagai ajang pamerㅡwalaupun belum tentu nilai akhir mencukupi kriteria, Arzan mungkin satu-satunya yang hanya menjawab 'terserah' bila ada yang iseng bertanya. Jawabannya memang simple namun terkadang cukup untuk membuat teman-temannya kesal, ibunya uring-uringan dan walikelas meringis. Sementara Arzan sendiri hanya fokus belajar dan hanya mengangguk kala ibunya merekomendasikan sekolah-sekolah ternama. Bukannya Arzan cuek sendiri dengan pendidikannyaㅡbuktinya saja ia masih belajar keras siang dan malam demi nilai yang bagus, hanya saja Arzan tidak berpikir bahwa sekolah elit memiliki pendidikan yang lebih-lebih dari yang lain. Baginya, semua sekolah itu sama saja, toh, kurikulum masih sama dari dinas pendidikan. Jadi Arzan tidak terlalu memusingkannya dan mengikuti alur, sebab rasanya semua tujuannya mendadak hambar untuk ia rasakan sendiri. Maka dari itu setel
Baca selengkapnya

BAB 8

DULU saat Rosa masih kecil, ia sering ditinggal sendiri di rumah sementara orang tuanya akan pergi bersama Lion entah kemana, yang pasti ke tempat di mana adiknya bisa membawa pulang gula kapas, mainan baru atau barang-barang lainnya dan itu membuat Rosa iri. Rosa tidak pernah diajak kemanapun oleh Julian maupun Marie, pernah sih, itupun ke rumah kakek dan nenek. Tetapi tetap saja Rosa dianggap seperti makhluk tak kasat mata. Kebanyakan kisah kecilnya pun hanya habis di rumahnya, rumah Jessica, Jenna ataupun Chelsie. Tak ada tempat spesial sebagaimana dongeng-dongeng yang pernah ia baca sebelum tidur. Omong-omong, Rosa sudah bisa lancar membaca saat umur empat tahun. Itu juga karena Marie tidak pernah membacakannya dongeng sebagaimana ibunya membacakan Lion cerita sebelum tidur. Yasudah, ia baca sendiri saja, Julian bilang Rosa tidak boleh manja. Suatu ketika Rosa bersikukuh ingin pergi tatkala ia melihat Lion sudah rapi dan Wangi dengan rambut disisir rapih oleh Marie. Namun Julian
Baca selengkapnya

BAB 9

SEMBURAT senja perlahan-lahan terukir manis di atas kepala sebab mentari mulai turun sedikit demi sedikit. Lembayung sore ini pun tidak kalah menarik dengan langit biru, eksistensinya masih membuat semua manusia terkagum-kagum. Apalagi tepat dijam-jam segini, rasa penat, letih, kantuk bercampur aduk menjadi satu, meminta sang tuan buru-buru mengecap pulau kapuk dan terbang menuju dunia mimpi. Dan pemandangan tersebut seakan menjadi obat tak langsung bagi penikmatnya. Kendati begitupun, sebagian orang masih ada yang setia berada di depan meja kerja walau tubuh sudah meronta-ronta ingin istirahat. Masih ada yang harus menjaga minimarket 24 jam. Masih ada benang kusut yang sulit dirapikan di dalam kepala tatkala badai menghantam. Sementara sebagian lainnya sudah berada di atas ranjang mereka masing-masing. Entahlah Rosa harus bagaimana. Menyetujui ajakan Arzan untuk pertama kalinya mungkin menjadi agenda terakhir di dalam hidupnya. Tetapi entah kekuatan apa yang mendorongnya untuk meng
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status