Trauma masa lalu membuat Kirani Aina Apsarini memiliki ketakutan dengan orang yang berbicara keras atau membentak. Hanya saja, Kiran justru harus memiliki atasan seperti Lintang Amir Wijananto yang berwatak keras! Kiran berusaha menghindar, tapi mengapa Naumira--bocah kecil yang kerap memanggil Amir papi--tampak ingin dekat dengannya?!
Lihat lebih banyakHappy Reading*****Kiran tak berani berkata apa pun, lebih banyak bermain bersama dengan Rara daripada pusing dengan pertanyaan dalam hati. Namun, sikap sok akrab Amir dengan lelaki sepuh yang tak lain adalah Agus membuat sang gadis sedikit terganggu. Si atasan duduk di sebelahnya setelah berbincang sebentar dengan tamu."Aku yakin kamu kenal siapa beliau. Apa kamu nggak ingin menyapa?" bisik Amir.Sang gadis diam saja, lirikan tajam dan penuh benci kembali diberikan pada Amir. "Cobalah berdamai dengan masa lalu, Ran. Semua pasti ada hikmah."Mata sang gadis menatap nyalang. "Oh, jadi karena suruhan orang ini Anda memanggil saya? Rara cuma alasan saja. Iya?!" Kiran berteriak keras. Berdiri dan hendak meninggalkan mereka semua, tetapi tangan mungil Naumira menghentikan. "Tante mau ke mana? Rara masih ingin main," ucap bocah itu dengan mimik muka lugu khas anak-anak. "Kita main di luar kalau Rara mau."Tangan sang gadis yang tak tersentuh oleh Naumira di cekal Amir. "Ran, dengerin d
Happy Reading***Pekerjaan Kiran hari ini terbilang cukup padat. Sejak pagi, gadis itu terjun langsung menyortir orderan yang akan dikirim ke luar pulau. Hampir-hampir tak ada waktu duduk. Tak beda jauh dengannya, Fitri juga merasakan hal sama. Deadline pengiriman semakin dekat membuat para karyawan bagian produksi bekerja ekstra. Mereka tentunya tidak mau dipotong gaji ketika ada kesalahan pada hasil produksi. Oleh karenanya, semua bekerja dengan ketelitian dan keseriusan penuh.Sementara di tempat berbeda, Amir sedang dilema. Janji mengajak Naumira piknik ke salah satu taman yang terdapat beraneka ragam satwa terancam batal. Baru saja, resepsionis mengabarkan jika tamu dari luar kota yang akan mengajak kerja sama meminta bertemu pada jam makan siang di Resto Tepi Sawah. Sementara putrinya sedang dalam perjalan ke kantor untuk menjemputnya menuju taman satwa. Mondar-mandir lelaki itu mencoba mencari solusi permasalahannya saat ini. Mencoba menghubungi klien itu, tetapi tak berhas
Happy Reading*****Kembali ke ruangan setelah melaksanakan salat Zuhur. Kiran membayangkan wajah Amir dengan segala perlakuan anehnya tadi. "Kenapa aku merasa dia sedikit berubah, ya? Apa dia sakit? Biasanya, Pak Amir akan langsung marah pas tahu ada yang salah. Jelas-jelas aku yang nabrak dia, kok, malah dia yang minta maaf duluan.""Hayo ngelamunin apa?" Fitri menyentuh pundak sahabatnya."Siapa yang melamun, sih. Aku lho mikir anggaran ini. Kira-kira disetujui enggak ya, sama pihak keuangan." Alasan yang cukup masuk akal karena Kiran saat ini sedang memegang proposal anggaran produksi baru. "Hmm, mikir kerjaan saja segitunya. Asal angkanya masuk akal dan sesuai kebutuhan produksi kita, mereka pasti menyetujui. Emang, ya, kamu ini." Fitri memilih kembali ke meja kerjanya. Mengembuskan napas dalam-dalam, Kiran menutup proposal di depannya. Memilih keluar, daripada dia terus memikirkan tentang keanehan si bos. Lebih, baik dia mencari kesibukan dengan mengecek pekerjaan karyawan
Happy Reading*****Sejak kejadian hari itu, diam-diam Amir sering mengamati perilaku Kiran. Tiap hari, selalu ada waktu untuk mengintai si gadis dari layar CCTV. Seperti kali ini, sang putra mahkota menatap layar serius mengawasi gerak-gerik Kiran. Suara ketukan beberapa kali dari luar sama sekali tak direspon. Amir menikmati senyum sang gadis yang tengah bersenda gurau dengan Fitriya. Terkadang, senyum itu menular padanya walau tidak tahu persis apa yang membuatnya tersenyum. Di balik pintu ruangan Amir, Syaif berdiri. Menunggu sang empunya mempersilakan masuk. Tak ingin lagi kejadian beberapa waktu lalu terulang. Namun, beberapa menit menunggu, membuatnya jenuh dan kesal juga. Pelan-pelan memutar knop pintu ke bawah, memajukan kepala sedikit untuk mengetahui aktifitas sang pemilik ruangan. "Astagfirullah. Dari tadi aku ngetuk pintu nggak denger, ternyata lagi ngelamun," ucap Syaif mengagetkan si empunya ruangan. Tangan Amir reflek memencet tombol off pada remot. Takut jika sa
Happy Reading*****Naumira menarik pergelangan tangan Kiran, mendongakkan kepala dan berkata, "Apa benar begitu, Tante?"Penuh pengharapan supaya gadis di depannya mendukungnya, Amir mengedipkan mata beberapa kali. Kiran melihat kode yang diberikan si bos. "Iya, benar. Rara enggak perlu khawatir. Kalau memang enggak menang, bisa berusaha lebih baik lagi di perlombaan selanjutnya. Bukankah keberhasilan itu berawal dari kegagalan. Jadi, enggak perlu patah semangat, ya." Kiran bahkan memberanikan diri mengelus puncak kepala si kecil penuh kasih sayang. "Kapan sih Papi pernah bohong sama Rara? Apa yang Rara minta, Papi pasti turuti."Naumira berbalik arah mendekati sang papi, menjulurkan kedua tangannya. Mengerti jika gadis kecilnya minta gendong, Amir pun menangkap sosok mungil tersebut dengan cepat. Mencium kembali seluruh wajahnya."Nggak usah sedih lagi, ya, Sayang. Di hati Papi, Rara tetap pemenangnya," ucap Amir."Papi emang terbaik." Naumira mengalungkan kedua tangannya pada leh
Happy Reading*****Kiran segera menuju ruangannya untuk menenangkan hati padahal dia belum tahu apa yang harus dilakukan setelah mendapat perintah Amir."Kamu kenapa kayak orang habis dikejar hantu gitu, Ran?" tanya Fitri yang melihat sahabatnya minum dengan tergesa-gesa."Enggak ada apa-apa. Aku cuma kehausan saja.""Apa kata Pak Amir?" Fitri mulai menunjukkan keingintahuannya yang besar."Dia minta bantuanku.""Bantuan apa?" Belum sempat Kiran menjawab pertanyaan sahabatnya, suara telepon di meja produksi terdengar. Fitri terpaksa mengangkatnya lebih dulu."Halo, ada yang bisa dibantu?""Fit, tolong kasihkan ke Kiran," ucap suara di seberan sana yang tak lain adalah Amir. Rupanya, lelaki itu sudah hafal dengan suara Firti.Tak perlu banyak pertanyaan lagi, Fitri langsung memberikan gagang telepon pada Kiran. "Siapa?" tanya Kiran berbisik."Pak Amir."Gemetar, Kiran mengambil gagang telepon dari tangan sahabatnya. "Iya, Pak. Ada apa?""Bersiaplah. Sopir sudah menunggumu untuk meng
Happy Reading*****"Sorry, Mir. Aku nggak tahu kalau kalian lagi bahas masalah serius," ucap Syaif, "aku kembali lagi nanti." Si manajer HRD segera keluar dari ruangan sahabatnya walau banyak sekali pertanyaan yang muncul di kepala."Aneh, sejak kapan Amir begitu marah saat aku nggak mengetuk pintu pas masuk ruangannya," gerutu Syaif. Tatapan Amir kini kembali fokus pada gadis di hadapannya. "Duduk! Saya belum selesai denganmu."Kiran terpaksa kembali ke tempatnya semula. Meremas jemarinya di bawah meja sambil merutuki sikap kasar sang atasan. "Saya nggak tahu mesti mulai dari mana. Sebenarnya, banyak sekali pertanyaan yang ingin saya ajukan tentang sikapmu pada saya, tapi karena ada hal yang jauh lebih penting, saya akan mengabaikan hal tersebut." Amir menghela napas. Lalu, beberapa detik kemudian setelah menatap lawan bicaranya yangg tidak bereaksi apa pun, dia melanjutkan kalimantnya. "Saya butuh bantuanmu saat ini."Tanpa Amir duga, Kiran mendongakkan kepala. Netra mereka semp
Happy Reading*****Amir memencet hidung si kecil, gemas. "Seneng banget godain Papi, ya," ucapnya.Si kecil menutup muka dengan kedua tangannya supaya sang papi tidak bertindak berlebihan. Sudah menjadi kebiasaan si bos pada putrinya jika gemas akan melakukan hal-hal berlebihan, misalnya saja menciumi seluruh wajah si kecil. "Pi, Tante tadi cantik juga, kok," cicit si kecil di balik kedua tangannya yang menutupi wajah."Kok, gitu?" tanya Amir merasa aneh dengan perkataan putrinya."Kalian ngapain sih di sini?" kata seseorang perempuan paruh baya yang sudah berdiri di belakang mereka."Eh, mama sudah selesai belanjanya?" tanya Amir setelah melihat kehadiran perempuan yang telah melahirkannya itu."Sudah. Dari tadi, Mama nyariin kalian berdua. Ngapain coba sembunyi di sini?" Perempuan paruh baya itu menatap curia pada putranya. Tidak biasanya, Amir meninggalkannya untuk berbelanja sendirian. Biasanya si bos akan menjadi bodyguard pribadi perempuan paruh baya tersebut."Papi lagi ngint
Happy Reading*****"Auw," ucap Kiran. Memegang lututnya yang terasa begitu nyeri. "Hati-hati, Mbak," ucap salah satu karyawan bagian pengemasan yang berada tak jauh dari Kiran."Iya, Bu. Terima kasih sudah membantu." Kiran langsung berjalan cepat menjauh Amir padahal jelas-jelas kakinya terseok-seok saat berjalan."Sepertinya, dia ketakutan ketika bertemu Pak Amir. Siapa dia?" tanya tamu yang dibawa Amir tadi."Dia salah satu karyawan saya yang mengepalai bagian produksi," terang si bos. Berusaha menjawab pertanyaan tamunya senormal munkin karena dia sendiri tidak tahu sebab pastinya mengapa Kiran selalu bertinkah aneh saat bertemu."Oh. Harusnya, dia nggak perlu lari seperti tadi. Jika dia menyapa Anda dan berkolaborasi untuk menjelaskan semua detail produksi yang dilakukan di perusahaan ini, tentunya akan semakin bagus. Saya pasti lebih puas mendengar penjelasan dari kalian berdua." Lelaki berkemeja navy itu tersenyum."Dia masih baru di sini, Pak. Walau sudah lama bekerja di kant
Happy Reading*****Setelan rok cokelat tua dan juga blazer dengan warna lebih muda dipadu dengan jilbab senada membuat perempuan pemilik nama Kirani Aina Apsarini mantap memasuki kantor baru. Sudah lama si gadis mengajukan perpindahan pada sang atasan agar bisa berkumpul satu kantor dengan sahabatnya yang bernama Fitriya. Sebelum turun dari motor, Kiran melirik arloji yang terpasang pada tangan sebelah kiri. "Alhamdulillah, aku enggak telat karena musibah tadi," katanya sendirian.Harusnya, gadis itu bisa datang lebih awal jika tidak ada tragedi ban bocor. Melangkah dengan mantap disertai bacaan basmalah, dia masuk ke kantor baru. Sampai di depan meja resepsionis, terdengar suara menggelegar oleh inderanya. "Kalian niat kerja apa nggak? Gimana perusahaan mau maju jika karyawan bekerja seenak udelnya. Dengar, ya! Disiplin itu kunci sukses. Jangan sepelekan!" ucap seorang lelaki dengan kemeja warna kuning gading. Keras disertai sorot tajam dan wajah menyeramkan. Kiran berdiri memat...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen