Trauma masa lalu membuat Kirani Aina Apsarini memiliki ketakutan dengan orang yang berbicara keras atau membentak. Hanya saja, Kiran justru harus memiliki atasan seperti Lintang Amir Wijananto yang berwatak keras! Kiran berusaha menghindar, tapi mengapa Naumira--bocah kecil yang kerap memanggil Amir papi--tampak ingin dekat dengannya?!
View MoreHappy Reading*****Amir membuka mata ketika aktifitasnya tadi mulai mengusik pikiran. Penasaran mengapa lelaki itu belum bisa maksimal memberi kepuasan pada Kiran, sedangkan dirinya sudah mencapai puncak terlebih dahulu. "Apa senikmat itu hingga aku klimaks duluan sebelum memasukinya?" ucap Amir sendirian sambil membayangkan dan mengoreksi apa saja yang telah dia lakukan pada istrinya tadi.Hasrat itu kembali muncul apalagi ketika melihat belahan bukit kembar Kiran yang tidak tertutup sempurna. Amir pun mulai menciumi seluruh wajah sang istri. Kemudian turun ke leher, lebih turun lagi hingga menemukan puncak bukit kembar tersebut. Amir mulai menikmati puncak tersebut dengan segala kenikmatannya. Kiran melenguh kala sesuatu mengusik tidurnya. Rasa geli serta berbagai rasa lainnya seperti yang dialami sebelum tidur kembali. Mulai menggerakkan bola mata. Kiran mencium aroma sampo Amir. Dia yakin suaminya masih sangat penasaran dengan kegagalannya tadi. "Mass," panggil Kiran disertai
Happy Reading*****Kiran menatap wajah si kecil, inginnya dia marah. Namun, apalah daya, perempuan itu berpikir tentang psikis Naumira. Jika dia marah dan membentak, maka si kecil akan memiliki trauma. Kiran tidak akan membiarkan semua itu terjadi. Seperti yang dialaminya waktu masih kecil."Mami nggak akan marah kok, Sayang," jawab Amir, "ya, kan, Mi?" Menoleh pada istrinya yang terlihat melamun."Eh, iya. Mami enggak marah, kok, Sayang," jawab Kiran.Amir mengambil tangan Naumira dan menggendong, membawa si kecil ke ranjang. Menggelitik pinggang di kasur besar sampai bocah itu tertawa keras. Kiran juga mengikuti aksi suaminya menggoda Naumira. Keluarga kecil itu tertawa lepas, melupakan segenap permasalahan yang beberapa waktu lalu menghampiri. Suara bel menghentikan tawa mereka. "Bentar, biar Papi yang bukain." Amir turun dari ranjang dan membukakan pintu. Ketika itulah ucapan syukur terlontar keras dari bibirnya. Melihat kedatangan orang tuanya sudah seperti mendapat harta mel
Happy Reading*****Ketukan pintu terdengar, Kiran dan Naumira saling pandang. Keduanya tampak berpikir, mungkin menduga-duga suara lelaki yang berkata tadi. Antara Wijananto dan Amir, memang suaranya mirip. "Mi," panggil Naumira. "Bukain, ya. Mungkin itu Nenek sama Kakek," pinta si bocah. "Yakin itu suara Kakek?" "Kayaknya iya."Tanpa rasa curiga sedikitpun, Kiran turun dari ranjang, berjalan untuk membukakan pintu. Perempuan itu membulatkan mata begitu melihat wajah lelaki di depannya."Lha, kok?" tanya Kiran kaget. Amir segera memeluk sang istri, langsung menciumi seluruh wajahnya penuh kebahagiaan. Tak peduli masih ada Naumira di dekatnya."Terima kasih, Sayang. Mas juga cinta banget sama kamu." Lagi-lagi Amir mencium seluruh wajah Kiran. Kiran kesal dan mendorong tubuh suaminya. "Mas, ini kenapa, sih?"Bukannya menjawab, Amir malah mengerlingkan mata pada Naumira."Papi," sapa si kecil. Langsung turun dan memeluk Amir. "Terima kasih, Sayang," ucap Amir. Mengangkat putrinya
Happy Reading*****Kiran menyipitkan mata sambil berpikir, kenapa bocah berumur 5 tahun sudah tahu kata cinta-cintaan. Terus dia harus jawab apa pada Naumira. Ternyata Kiran terperangkap oleh kata-katanya sendiri sekarang. Bingung, Kiran pun cuma bisa diam dan termenung."Mi, kok diem aja?" Naumira mengguncang pelan tubuh maminya. "Hmm. Gimana, ya, jawabnya. Rara pengen tahu atau pengen tahu banget?" Kiran merotasi bola matanya. Naumira berpura-pura pingsan sambil menepuk kening. Perempuan yang baru saja menikah dengan Amir itu terkikik. Menggelitik pinggang putrinya, gemas. Tawa mereka pecah dan membuat lelaki yang masih setia menunggu jawaban istrinya dari telepon meringis."Ayolah, jawab. Aku juga pengen tahu isi hatimu yang sebenarnya, Ran," gumam sang suami di seberang sana. Amir mulai gelisah. Akankah istrinya itu mempunyai jawaban lain. Selama ini, Kiran memang tidak pernah menyatakan perasaannya. Amirlah yang selalu mengungkapkan isi hatinya. Sangat mencintai wanita yang
Happy Reading****"Mami kok diem aja, sih. Kalau gitu kita mainan boneka, yuk!" ajak Naumira. Kiran cuma bisa menganggukkan kepala, terlalu jengkel dengan sikap suaminya yang malah membiarkan Dahlia bergabung bersamanya. Sekarang, lelaki itu malah tidak berniat menemukannya sama sekali. Mengirim pesan atau telepon saja tidak. "Sayang, Mami ada di kamarmu, ya.""Ya, Pi. Mami lagi main sama Rara sekarang." Chat balasan sudah dikirimkan Naumira pada papinya. "Ya, sudah kalau Mami lagi di kamar Rara. Sebentar lagi, Papi nyusul ke sana," balas Amir. Saat ini, dia masih memberikan ceramah singkat pada Dahlia supaya tidak mengganggu hubungannya dengan Kiran lagi. Amir sengaja tidak melakukannya di depan Kiran demi menjaga trauma yang mungkin belum sepenuhnya hilang. "Kalau aku membolehkanmu bergabung tadi, bukan berarti aku masih mencintaimu. Ingat, Lia. Hubungan kita sudah lama berakhir. Sekali lagi, aku peringatkan. Jika kamu terus saja membahas masa lalu. Bukan nggak mungkin, aku ak
Happy Reading*****Dari kejauhan, Kiran menatap dua orang yang tengah berbincang itu. Mengepalkan tangan saat senyum si perempuan terbit. "Di mana urat malunya? Sudah tahu Mas Amir punya istri masih aja deketin.""Mas, kenapa lama sekali?" Kiran berkata dengan sangat manja. Tangannya langsung bergelayut ketika sang suami menghampirinya. "Bentar, Sayang. Si Mbaknya masih layani tamu yang lain." Amir menatap penuh cinta, sedangkan pada perempuan yang menyapanya tadi, dia bersikap cuek.Makin mengeratkan tubuhnya pada Kiran, Amir seolah menunjukkan sesuatu pada si perempuan yang tidak pernah diharapkan bertemu lagi. Tak peduli perempuan di sampingnya tengah mengajak berbincang dan berusaha keras mendekatinya. Amir menutup semua celah yang bisa menganggu rumah tangganya.Beberapa menit kemudian lelaki itu sudah mendapatkan apa yang diinginkan. "Ayo, Mas sudah mendapatkannya," ajak Amir pada Kiran. "Njenengan duluan, Mas," kata Kiran. Setelah beberapa langkah suaminya pergi, dia mendeka
Happy Reading*****"Papi nggak ngapa-ngapain, Ra. Tadi, ada serangga yang menggigit leher mami pas mandi," bohong Amir pada akhirnya."Iya, bener, Ra. Serangga berambut hitam. Serangga itu lagi kelaparan dan kehausan, makanya sampai menimbulkan bekas luka yang cukup besar di leher Mami," tambah Laila. "Hah?!" kata Naumira. Gadis kecil itu menatap Kiran aneh. Wijananto menahan tawa ketika wajah menantunya memerah. "Sudah ... sudah. Nggak usah dibahas lagi," cegah Amir supaya keluarganya tidak lagi membahas masalahnya dengan Kiran. "Pi, kita keluar jalan-jalan, yuk?" kata Naumira pada akhirnya. "Jadi, Rara ke sini mau ngajak Papi sama Mami jalan-jalan?" tanya Amir sambil bergerak menuju kamar mandi untuk berganti pakaian. "Iya, dong," sahut si kecil lucu sambil mengerjapkan mata. Ketika suaminya keluar kamar mandi, Kiran masuk. Mengganti pakaiannya supaya bisa jalan-jalan bersama keluarga kecilnya. Kurang dari lima menit, Kiran sudah keluar dengan pakaian rapi dan riasan sederha
Happy Reading*****Sesampainya di kamar hotel, Amir langsung merebahkan tubuh. Di kamar ini, dia cuma berdua dengan istrinya. Naumira sengaja diajak sekamar dengan orang tuanya."Mas jangan tidur dulu. Mandi, nanti baru merem," kata Kiran menasihati. "Bentar aja, Sayang. Mau ngelemesin punggung sama kaki. Pegel banget rasanya. Perjalanan kita tadi, total hampir tujuh jam, lho." Amir meregangkan tubuh di atas ranjang. "Ya, sudah. Asal jangan kebablasan aja, ya. Aku udah siapin air hangat biar lebih cepet hilang capeknya." Baru akan melangkah ke kamar mandi. Kiran merasakan embusan hangat di lehernya. Ternyata, kepala Amir sudah berada di ceruk leher Kiran. Lelaki itu memeluknya sangat erat dari belakang. "Gimana kalau kita mandi bareng." Dia mulai mengendus dan mencium setiap lekukan tubuh istrinya."Njenengan aja yang mandi duluan. Aku masih mau beres-beres bawaan kita." Kiran menggerakkan tubuh, berusaha keluar dari pelukan suaminya. Amir segera melepas pelukannya, tetapi langsu
Happy Reading*****Kiran dan Amir terpaksa pulang malam itu juga. Mereka meninggalkan Syaif dan Fitri yang memilih meneruskan menginap di hotel sekitar lokasi kawah Ijen.Sejak kembali ke rumah, hasrat Amir begitu menggebu apalagi Kiran sudah memberikan lampu hijau terhadapnya. Namun, sayang semua itu tidak bisa terlaksana karena Naumira terus menempel pada maminya. "Sayang, besok kan kita sudah berangkat liburan. Rara, bobok di kamar sendiri, ya," pinta Amir ketika keinginan untuk memeluk dan mencium istrinya tak terbendung lagi."Nggak mau. Rara, mau nemenin. Mami. Kakinya Mami, kan, masih sakit," jawab Naumira. Langsung naik ke pembaringan dan tidur di sebelah Kiran."Kan, ada Papi jaga Mami, Sayang. Besok pagi kita sudah berangkat ke Bali, lho. Perjalanan naik mobil, nggak naik pesawat. Jadi, Rara harus bobok sekarang juga." Amir masih terus berusaha merayu putrinya. "Nggak mau. Rara mau sama Mami boboknya," rengek si kecil. Memeluk Kiran seolah Amir akan memisahkannya."Mas,"
Happy Reading*****Setelan rok cokelat tua dan juga blazer dengan warna lebih muda dipadu dengan jilbab senada membuat perempuan pemilik nama Kirani Aina Apsarini mantap memasuki kantor baru. Sudah lama si gadis mengajukan perpindahan pada sang atasan agar bisa berkumpul satu kantor dengan sahabatnya yang bernama Fitriya. Sebelum turun dari motor, Kiran melirik arloji yang terpasang pada tangan sebelah kiri. "Alhamdulillah, aku enggak telat karena musibah tadi," katanya sendirian.Harusnya, gadis itu bisa datang lebih awal jika tidak ada tragedi ban bocor. Melangkah dengan mantap disertai bacaan basmalah, dia masuk ke kantor baru. Sampai di depan meja resepsionis, terdengar suara menggelegar oleh inderanya. "Kalian niat kerja apa nggak? Gimana perusahaan mau maju jika karyawan bekerja seenak udelnya. Dengar, ya! Disiplin itu kunci sukses. Jangan sepelekan!" ucap seorang lelaki dengan kemeja warna kuning gading. Keras disertai sorot tajam dan wajah menyeramkan. Kiran berdiri memat...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments