"Sore… mau ambil kunci kamar 1208," ucap Erika.
Ambar, resepsionis yang tadi pagi bertemu dengan Jojo bersama Sari di parkiran, diam sejenak. Memandang saksama wajah Erika. Apakah sama wanita yang tadi pagi ia jumpai?
"Mbak? Hallo…," ucap Erika lagi. Gadis itu melambaikan tangannya di depan wajah Ambar yang bengong.
"Eh, ma-maaf, Bu. 1208?" jawab Ambar. Erika mengangguk heran. Tak paham dengan sikap resepsionis di depannya. Apakah ada yang salah dengan penampilannya?
Ambar segera memberikan kunci yang Erika pinta dan menepis pikiran buruk karena bukan urusannya. Ambar berpikir, mungkin saja Erika dan wanita berhijab yang ia temui adalah saudara.
Setelah menerima kunci, gegas Erika berjalan ke arah lift. Ia mengibaskan tangannya ke wajah sembari menanti pintu lift terbuka. Hawa panas dari luar membuatnya merasa tidak segar. Padahal Jojo sebentar lagi segera tiba. Berulang ia menengok jam tangannya, memperkirakan waktu untuk membersihkan diri sebelum bertemu dengan kekasihnya.
Segera kaki jenjang Erika melangkah masuk ke dalam lift kala pintu itu terbuka. Tepat saat pintu liftnya tertutup, lift di sebelahnya terbuka. Sari muncul dari dalam dan berjalan menuju resepsionis. Ia ingin menitipkan kunci kamar. Sari memutuskan untuk pergi ke mal terdekat, berjalan-jalan sendiri menghabiskan waktu sambil menanti suaminya pulang.
Ambar yang melayaninya menatap Sari. Menyadari kedua wanita itu adalah orang yang berbeda, ucap Ambar dalam hati. Sari segera beranjak meninggalkan hotel setelah menitipkan kunci. Taksi online yang telah ia pesan pun telah menanti di lobi.
Ambar melihat kunci yang baru saja Sari berikan. Nomor kamar yang bersebelahan dengan wanita yang sebelumnya mengambil kunci.
"Istrinya yang mana, ya? Tadi pagi mesra sama yang berhijab. Tapi, check-in duluan sama yang nggak berhijab. Apa dua-duanya istrinya?" gumam Ambar.
Rasa penasaran membuat Ambar mencari tahu. Meski ia tahu ini salah, menyalahgunakan privasi tamu tempat ia bekerja. Namun, Ambar tetap mencari tahu. Ia melihat data penyewa kamar 1207 dan 1208. Atas nama yang berbeda. Bahkan status di kartu Identitas 1207 adalah Sari yang ternyata masih lajang. Begitu pun 1208, Jojo masih lajang.
Ya, kedua pengantin baru itu belum merubah kartu identitas mereka. Mereka berpikir tidak masalah dan nanti akan mengurus setelah kepindahan Sari ke Kalimantan.
Ambar terdiam dan mengambil kesimpulan sendiri bahwa mereka semua adalah bukan pasangan halal.
Sementara dari luar hotel, Jojo baru saja masuk ke parkiran. Setelah menemukan tempat parkir, ia mencoba menghubungi istrinya dulu. Memastikan agar tidak bertemu dengannya saat bersiap masuk ke kamar Erika.
[Kamu seharian di kamar saja, Sayang?]
[Iya, tadi. Sekarang aku baru aja keluar dari hotel, Mas.]
[Kemana?]
[Aku ke mal. Bolehkan? Maaf lupa kasih kabar ke kamu. Takut ganggu.]
[Kamu sendiri? Naik apa?]
[Iyalah sendiri. Aku 'kan nggak ada teman disini. Naik taksi.]
[Lama nggak perginya?]
[Mungkin sampai makan malam, aku kembali ke hotel.]
[Ya, jangan malam-malam. Jaga diri karena aku nggak bisa jagain kamu.]
[Iya, Mas.]
[Kamu lagi nggak sibuk?]
[Istirahat sebentar, ini mau lanjut kerja lagi. Ya sudah nanti kabarin kalau sudah sampai hotel, ya? Aku kerja dulu.]
[Iya, Sayang.]
Jojo tersenyum lebar mengetahui keberadaan Sari yang sedang diluar. Segera ia keluar mobil menghampiri kamar Erika dengan bahagia.
***
Seorang pelayan hotel menyajikan makanan di balkon kamar Jojo. Makan malam romantis seperti saat Jojo honeymoon dengan Sari. Lelaki itu seperti tidak memiliki ide lain untuk membahagiakan Erika. Ia selalu berpikir, jika kekasih gelapnya itu berhak merasakan kebahagiaan Sari.
Jadi, apapun yang pernah Jojo lakukan ke Sari, ia pun akan melakukan ke Erika. Agar gadis itu tidak cemburu. Namun, apakah gadis itu akan tetap bahagia jika mengetahui apa yang ia dapatkan sudah lebih dahulu dirasakan Sari?
Jojo yang mulai melatih diri menjaga perselingkuhan ini, tentu menutup mulut. Menjaga perasaan Erika. Tidak mungkin membocorkan bahwa semua yang Erika alami lebih dulu dilalui Sari.
Makan malam mereka tak kalah romantis dengan keadaan saat Jojo melakukan ke Sari. Semua berjalan lancar. Hingga kedua sejoli itu bermesraan. Kini keduanya tengah saling peluk di sofa setelah menikmati makan malam. Saat Jojo ingin mencium bibir Erika, gadis itu menghentikannya dengan jari.
"Sebelum kita mulai, apa aku boleh tanya?" Jojo mengangguk. "Apa semalam kau tidak memberi jatah ke istrimu itu?"
Jojo terdiam dan memundurkan tubuhnya, menjaga jarak dengan Erika yang sebelumnya berpelukan.
"Kenapa kamu tanya begitu?"
"Nggak boleh?"
"Ya, kurang enak aja. Gini lho, Hon. Sejak awal kamu sudah tahu statusku. Ya, kamu harus terima. Apapun yang aku lakukan dengan dia. Dia masih menjadi istri syah aku," jawab Jojo.
"Aku tahu. Tapi apa salah jika cemburu?"
"Nggak, kamu nggak salah. Tapi, tolonglah. Kita saling paham aja dan jangan kau pertanyakan apa yang aku lakukan dengannya. Apa aku harus cerita ke kamu? Apa itu tidak semakin membuatmu tambah cemburu?"
"Benar dugaanku. Kamu menyetubuhinya? Aku kurang seksi gimana, Jo? Apa kamu tidak puas denganku?"
"Maksud kamu gimana sih?" Jojo bersandar pada sofa. Ia mulai merasakan kepalanya berdenyut kencang. Malas berdebat dengan gadis di hadapannya. Niat hati ingin bersenang-senang justru mendapat pertanyaan yang mengundang keributan.
"Aku memang wanita simpanan kamu. Tapi, aku juga manusia yang punya rasa cemburu, karena cinta ini tulus, Jo. Tolong kamu juga jaga perasaanku." Tangis Erika mulai pecah.
Ia tak tahu harus bicara gimana. Hubungan kali ini tidak seperti biasanya, dengan lelaki lain. Ia menyalahkan Jojo yang tak menghargainya dan ingin segera sepasang pengantin itu bercerai.
"Terus mau kamu gimana?"
"Kamu ceraikan dia."
"Mana bisa begitu? Astaga, Erika!" Jojo beranjak dari sofa. Ia melangkah mondar-mandir untuk berpikir, mencoba mencari solusi. Baginya tidak mungkin menceraikan Sari sekarang. Mereka baru saja menikah. Apa kata orang tua mereka nanti?
Bukan ini yang Jojo inginkan. Ia mau Sari tetap menjadi istrinya dan Erika simpanan. Jojo sudah putuskan untuk tidak menikahi Erika. Entah mengapa. Benar, rasa dalam hatinya kepada Erika lebih besar tetapi, bukan untuk dinikahi.
Di mata Jojo kini, Erika hanya pemuas napsu. Apa yang tidak bisa didapatkan dari Sari, gadis itu mampu berikan. Sebagai imbalan, membahagiakan Erika dengan uang. Bukankah itu setimpal? Sama seperti yang Erika lakukan sebelumnya dengan lelaki hidung belang. Bukankah ini yang gadis itu ingin? Yang terpenting, tercukupi segala kebutuhan keuangannya.
"Kenapa nggak bisa? Kenapa? Apa kurangku? Semua sudah aku lakukan untuk kamu. Apa tidak cukup? Aku bisa menjadi yang kamu inginkan. Asalkan wanita itu telah kamu ceraikan."
Jojo hanya menatap gadis itu sambil menggeleng. Tidak menyangka apa yang Erika pinta. Ia segera bergegas meninggalkan Erika dengan membawa barang-barangnya, menuju parkiran mobil dan memaki diri sendiri di dalam mobil.
Bersambung….
Baru saja Ambar tiba di rumah karena habis lembur, sebuah panggilan telepon masuk. Wajah seorang lelaki yang segera menikahinya muncul dari layar gawai itu. Segera gadis berambut sebahu itu mengangkatnya.[As-salamu'alaikum…][Wa 'alaikumus-salam. Kamu sudah di rumah?][Sudah, Bang. Sekitar sepuluh menit lalu.][Lalu gimana, apa sudah mengajukan pengunduran diri?]Ambar terdiam sejenak. Ia memiliki keinginan tetap bekerja meski sudah menikah. Namun, calon suaminya tidak meminta ia keluar dari pekerjaannya.[Ambar, bukan aku tidak memberi izin. Tetapi, untuk apa kamu bekerja dilua
Erika diam seribu bahasa. Tidak percaya dengan apa yang dilakukan Jojo. Lelaki itu pergi begitu saja. Tidak menghiraukan tangisnya. Sesak pada dada Erika semakin menjadi. Ia terisak sendiri tanpa seorang pun yang menjadi penenang. Namun, ia sadar, Jojo sudah tidak mencintainya lagi. Mungkin juga efek parfum pelet telah memudar.Apa ia harus menemui Emak lagi, menambah ilmu pelet? Atau menemui Sari, memberitahu hubungan gelap dengan suaminya agar wanita itu yang pergi meninggalkan Jojo?Sementara Jojo yang tiba di dalam mobil, mencaci dirinya. Ia tidak tahu mengapa bisa sejauh ini mencintai Erika dan tidak bisa melepaskan gadis itu. Disisi lain, Jojo pun tidak rela melepaskan wanita seperti Sari yang sudah menerima masa lalunya. Penyesalan itu semakin menjadi, kala bayang Erika muncul dalam benaknya, bermain dengan lelaki
Suasana sunyi masih menyelimuti perjalanan Jojo dan Sari. Lelaki itu tidak tahu, bagaimana cara menjelaskan ke Sari tentang kartu identitasnya. Apa yang dipikirkan Erika? Mengapa ia sengaja menitipkan kartu Jojo ke resepsionis. Padahal bisa saja ia berikan nanti saat bertemu.Bukankah mereka berdua harus bertemu dan menjadikan kartu itu sebagai alasan? Apa Erika sengaja ingin membuka perselingkuhan mereka di depan Sari? Jika iya, lelaki yang dicintainya sudah pasti tidak akan kembali lagi, justru benar-benar menjauh.Suara klakson mobil dari belakang mengagetkan Jojo. Matanya melirik ke arah rambu lalu lintas yang sudah berubah hijau. Sementara Sari hanya bisa berpikir positif bahwa suaminya sedang memiliki masalah di pekerjaan sedangkan tentang kartu itu, ia tak bisa menerka-nerka. Khawatir terjadi pemikiran buruk yang memperk
"Ndok, taksinya sudah datang," teriak Jojo dari depan pintu masuk. Lelaki bermata sipit itu menghampiri mobil yang terparkir di depan rumah dinas dan meminta supir menanti sebentar.Tak lama Sari berjalan keluar tanpa tas besar karena memang kepergian ke Jakarta hari ini untuk mengambil barang-barang yang masih ada di rumah orang tuanya. Jadi dia tidak membawa banyak barang agar kepulangan ke Kalimantan pun tidak terlalu banyak bawaan lagi.Ia menghampiri suaminya lalu mencium dengan takzim punggung tangan Jojo yang telah membukakan pintu taksi."Kamu, hati-hati di jalan, kabarin aku kalau sudah sampai, ya?""Iya, Mas.""Jangan lupa salam
[Sayang, maaf. Semalam kamu video call aku sedang di toilet. Terus lupa mau balas karena ketiduran. Kamu sudah sarapan?]Sari tersenyum membaca pesan singkat Jojo. Baru juga satu malam mereka berjauhan, tetapi rasa rindu telah bergejolak mengusik hati. Ingin segera kembali bertemu.[Aku lagi buat sarapan. Kamu sarapan apa, Mas?][Kamu masak apa? Aku lagi cari sarapan sambil lari pagi.]"Pagi, Pak, Bu. Silakan menikmati sarapannya," ucap seorang wanita paruh baya yang baru saja menyajikan nasi goreng seafood ke meja tempat Jojo dan Erika duduk. Jojo pun segera meletakkan gawai dan menikmati sarapan bersama pacar gelapnya di tepi pantai.Tentu jaw
Panggilan telepon dari Erika tak henti, mencari kabar tentang kekasihnya yang belum juga memberi jawaban. Hilang tanpa sebab. Bukankah kemarin baru saja mereka bersenang-senang? Apa yang direncanakan Jojo sekarang? Apa lelaki itu sengaja?Semua tanya mengguncang hati Erika. Kegelisahan akan kehilangan lagi pun merasuk. Namun, Erika mencoba bersikap baik dan wajar. Ia mengirim pesan manis meski amarah telah terlontar dengan kasar dari bibir berulang."Ah! Ada apalagi, sih? Lihat saja kau wanita perebut pacar orang, aku akan membuatmu menderita juga. Tak 'kan aku biarkan dengan mudah Jojo kembali," ucap Erika dengan bibir bergetar.Ia yakin, pasti ada sesuatu lagi yang terjadi dengan Jojo. Namun, pikiran Erika tidak dapat menebak. Ia hanya bisa melontarkan am
Rumah masih tampak sepi, Jojo baru saja selesai membersihkan diri setelah bekerja seharian. Ia duduk di pinggir ranjang. Mengecek beberapa pesan masuk. Embusan napas kencang keluar dari hidungnya, merasa lega. Tidak ada satu pun pesan dari Erika atau Femi yang menandakan gadis itu baik-baik saja, pasti. Pikiran Jojo melayang. Ia masih tak menemukan jawaban atas sikapnya kemarin yang telah tega menduakan Sari. Perasaan bersalah pun terus mengusik. Hingga jemarinya mulai menghapus jejak tentang hubungan terlarang. Dimulai dari percakapan pesan, panggilan, struk booking hotel dan lain-lain. Jojo terlelap dalam tidur setelah menyelesaikan semua. Kurangnya beristirahat membuat ia begitu cepat pulas malam ini. Sementara Erika bersama beberapa temannya, asik
Sari meraih kotak merah muda yang terjatuh di lantai. Mencari apakah ada pesan di dalamnya. Nihil. Bahkan di plastik hitam pembungkus kotak pun hanya ada nama dan alamat lengkap Sari. Ia hanya bisa mengelus dada berulang, mencoba memahami maksud dari semua. Kira-kira siapa pelakunya?Wanita itu menggeleng, menolak pikiran yang langsung tertuju pada Erika. Sari memilih mengambil gawai dan ia memfoto kotak itu. Lalu mengirimkannya kepada Jojo dan menceritakan kejadian aneh yang baru saja terjadi. Mungkin, Jojo mengetahui pelakunya.Orang yang mengetahui alamat baru mereka hanya teman-teman kerja Jojo. Tidak mungkin Erika tahu, pikir Sari.Sementara Jojo yang baru membuka pesan Sari, terdiam. Tentu, pikirannya langsung tertuju ke Erika, sama seperti Sari. Ia s
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S