Baru saja Ambar tiba di rumah karena habis lembur, sebuah panggilan telepon masuk. Wajah seorang lelaki yang segera menikahinya muncul dari layar gawai itu. Segera gadis berambut sebahu itu mengangkatnya.
[As-salamu'alaikum…]
[W* 'alaikumus-salam. Kamu sudah di rumah?]
[Sudah, Bang. Sekitar sepuluh menit lalu.]
[Lalu gimana, apa sudah mengajukan pengunduran diri?]
Ambar terdiam sejenak. Ia memiliki keinginan tetap bekerja meski sudah menikah. Namun, calon suaminya tidak meminta ia keluar dari pekerjaannya.
[Ambar, bukan aku tidak memberi izin. Tetapi, untuk apa kamu bekerja diluar jika penghasilanku sudah mencukupi semua kebutuhan kita? Terlebih di hotel itu, bukankah kamu sendiri yang bercerita, banyak kejadian aneh di sana serta bertemu dengan pasangan tidak halal?]
[Iya, Bang. Entah, aku bimbang. Tapi… insya Allah besok aku serahkan suratnya. Maaf.]
[Ya sudah kalau begitu. Besok masuk pagi?]
[Iya, Bang.]
[Kau istirahat saja dulu. As-salamu'alaikum…]
[Eh, Bang, tunggu-tunggu.]
[Iya, kenapa?]
[Kata Ayah, Bang Roni dan keluarga jadi kesini tanggal berapa?]
[Besok keputusannya. Hari ini aku belum sempat menghubungi keluargaku di Medan. Besok aku kabarkan kau lagi, ya?]
[Oh, baiklah.]
***
[Sayang, apa kamu sudah di kamar?]
Jojo mencoba menghubungi Sari setelah menenangkan diri beberapa menit di mobil.
[Belum, Mas. Mas sudah pulang?]
[Iya, aku sudah di hotel.]
[Aku juga baru mau keluar mal. Tapi, kunci kamar ada di resepsionis, kok. Kalau Mas mau masuk duluan.]
[Oke, nanti aku ambil.]
[Oh, ya, Mas. Kamu sudah makan? Mau aku belikan sesuatu?]
[Nggak usah, Ndok. Aku sudah makan. Kamu hati-hati di jalan, ya? Sampai ketemu.]
Jojo melenggang keluar dari mobil mengambil kunci kamar dan kembali ke kamar Sari. Beberapa detik langkah kakinya sempat berhenti di depan kamar Erika. Tidak ada suara dari balik kamar tersebut. Apa Erika telah tidur? Jojo putuskan untuk menghindar sementara, menenangkan diri masing-masing.
Setelah berganti pakaian, lelaki bermata sipit itu merebahkan tubuhnya di ranjang. Mencoba berpikir dan mencari jalan keluar. Bagaimana cara agar Erika tetap menjadi simpanannya tanpa gadis itu menuntut dinikahi? Jojo tidak mau nama baiknya tercoreng jika sampai menceraikan Sari. Hati Jojo tidak bisa memilih diantara dua wanita itu.
Serakah memang, tetapi itu yang Jojo rasa sekarang. Cinta buta yang membuatnya benar-benar dilema. Keduanya begitu spesial di matanya. Jika saja kesempurnaan yang dimiliki kedua wanita itu menjadi dalam satu tubuh. Mungkin tidak akan ada dilema seperti yang sekarang ia rasa.
Suara bel kamar Jojo berbunyi. Sari sudah berada di balik pintu menanti. Lelaki itu beranjak dan segera membukakan pintu, mendapati istrinya yang membawa beberapa tenteng belanjaan. Jojo hanya diam dan meninggalkan wanita itu kembali ke ranjang serta segera menjemput mimpi. Rasa bimbang yang tengah ia alami membuat otaknya sudah cukup keras bekerja mencari jalan sedangkan Sari yang diperlakukan cuek masih juga tidak curiga. Ia berpikir bahwa suaminya lelah bekerja. Segera ia membersihkan diri dan ingin ikut segera berbaring.
Sementara Erika sedang memainkan gawainya. Ia membalas sebuah pesan yang sudah masuk ke nomornya sejak kemarin, memberikan jawaban berkencan ke seorang lelaki yang biasa menjadi langganannya. Segera lelaki itu menyetujui datang ke hotel tempat Erika menginap sekarang. Ia tidak ingin rugi, kecantikannya malam ini sia-sia. Gadis itu menghabiskan malam dengan lelaki lain dengan harapan Jojo akan cemburu, seperti apa yang dirasakannya sekarang jika mengetahui Jojo sedang bersetubuh dengan Sari.
"Mengapa? Bukankah ini yang dia inginkan? Aku 'kan hanya simpanan yang tidak ingin dia nikahi. Jika dia bisa bebas melakukan apapun dengan wanita itu, aku pun bisa dengan lelaki lain. Toh, hubungan kita tanpa ikatan," gumam Erika di depan cermin.
Gadis itu mencoba menghibur diri dengan cara yang salah. Entah harus gimana lagi, sejak awal ia memang tidak memiliki kiblat dalam menjalani hidup. Jadi, gadis itu hanya bisa mengikuti arus kehidupan dan contoh dari sekitar.
***
"Ndok, hari ini aku nggak buru-buru. Kita sarapan dulu di bawah, yuk?" ucap Jojo setelah mandi. Ia mengenakan kaos santai sebelum menggantinya dengan kemeja.
"Oh, oke. Sebentar aku cuci muka dulu, Mas."
Sepasang kekasih halal itu pun menuju restoran dan menyantap sarapan. Jojo memberitahu Sari bahwa rumah dinas untuk mereka sudah ada. Sari tampak bahagia mendengar kabar baik itu.
"Lalu, kapan kita pindah ke sana, Mas?"
"Siang ini pekerjaanku selesai. Tadi aku sudah izin ke kantor untuk mengurus pindahan. Jadi sepulang dari kantor cabang, kita langsung kembali ke Samarinda untuk membeli barang-barang dan langsung tinggal di sana."
"Ta-tapi, barangku belum aku bawa semua."
"Itu bisa diurus nanti, setelah aku cuti kita pulang ke Jakarta bareng dan bawa barang-barang kamu atau bisa minta tolong Mama dipaketkan."
"Ah… iya, dipaketkan saja kalau begitu."
Tiba-tiba pandangan Jojo teralihkan oleh Erika yang datang bersama seorang lelaki. Mereka pun mengambil sarapan dan duduk di sudut ruangan. Sedikit jauh, tetapi tetap terlihat dari tempat Jojo duduk.
Berulang Erika tersenyum manja terhadap lelaki di hadapannya. Tentu hal ini ia sengaja, agar Jojo cemburu.
"Ndok, kamu sudah selesai makannya?"
"Hah?"
"Selesaikan makanmu sekarang. Aku harus segera berangkat."
"Oh, yasudah."
Sari segera menenggak air putih di meja tanpa menghabiskan makan paginya. Ia menuruti perkataan Jojo yang ingin segera berangkat kerja. Meski baru tiga suapan yang mengisi perut. Mereka pun kembali ke kamar. Sepanjang perjalanan menuju kamar, wajah Jojo tampak kemerahan menahan amarah. Ia tak habis pikir dengan kelakuan Erika. Mengapa gadis itu bisa membawa lelaki lain menginap di kamar yang disewa Jojo?
"Apa maksudnya? Apa dia balas dendam?" tanya Jojo dalam hati.
"Mas…," panggil Sari. Jojo terkejut dan tidak sengaja menepis tangan Sari yang ingin mengancingkan kemeja suaminya saat di kamar.
"Maaf," ucap Jojo.
Sesaat mereka saling pandang. Amarah yang menggebu membuat Jojo kehilangan akal dan berpikir bahwa wanita di hadapannya adalah Erika.
"Aku… aku cuma mau kancingkan kemejamu. Ini salah," ucap Sari perlahan. Ia membenarkan kancing Jojo yang melewatkan satu kancingnya salah masuk lubang. Sehingga membuat bajunya tidak rapi.
Jojo menengok ke arah kemeja yang tengah dibenarkan Sari. Ia merasa malu dan khawatir istrinya curiga.
"Hari ini kau jangan kemana-mana. Tidak perlu mengantarku ke bawah juga. Aku segera pulang dan kita pergi. Oke?"
Sari yang tidak paham atas sikap Jojo hanya mengangguk dan mengantar sampai ke pintu kamar.
Jojo berjalan menuju lift, tetapi tiba-tiba dari kejauhan terlihat Erika yang baru keluar dari lift. Segera Jojo menghentikan langkah, menanti gadis di hadapannya berjalan menghampiri. Namun, Erika melewatkannya begitu saja, tanpa sepatah katapun. Seperti orang yang tidak saling kenal.
Jojo mengikuti Erika dari belakang dan menerobos masuk ke kamar kala gadis itu membuka pintu. Setelah Erika mengunci pintu, Jojo meminta gadis itu duduk di hadapannya.
"Maksud kamu apa dengan membawa lelaki lain ke sini?" tanya Jojo tanpa b**a-basi.
"Bukankah itu yang kamu mau?"
"Aku nggak paham dengan kamu, Erika!"
"Hei! Ingat perkataanmu semalam, yang bisa kita jalani hanya sebuah hubungan gelap. Kau minta aku untuk tidak cemburu, bagaimana dengan dirimu kini? Kau cemburu melihatku dengan lelaki lain?"
Jojo terdiam. Ia kehabisan kata dan tidak tahu harus menyanggah apa.
"Bukan berarti kamu bebas main dengan lelaki lain lagi. Aku sudah cukupi kebutuhan finansial kamu, apa kurang?"
"Aku juga sudah cukupi kebutuhan seksmu, apa kurang?"
"Beda, Ka. Dia istriku. Sedang lelaki itu selingkuhan kamu."
"Apa bedanya dengan dirimu? Kau pun hanya selingkuhan. Tidak ada yang mau menjalani hubungan serius denganku. Termasuk kau!" Tangis Erika meluap.
Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Hanya tangis yang bisa ia lakukan sekarang. Mungkin dengan air mata mampu menenangkan diri yang tak tahu arah. Mengharap belas asih dari lelaki di hadapannya.
"Sejak awal semua temanku sudah memperingati untuk tidak bermain hati dengan kamu. Ternyata firasat mereka kuat. Kau tak lebih dari seorang lelaki hidung belang. Sekarang terserah kau, aku mau kembali ke kos," ucap Erika.
"Dengar aku dulu, Ka. Aku cinta sama kamu."
"Cinta? Cinta saja nggak cukup, aku butuh kau nikahi."
Jojo tidak bisa menjawab, ia mengusap wajahnya berulang. Gadis ini masih emosi dan tetap meminta dinikahi.
"Sudahlah, kau tidak mau menikahi aku 'kan? Baiklah. Anggap semua ini hanya cinta karena uang dan seks. Berikan bayaranku," celetuk Erika. Ia memasang wajah kesal sambil menahan tangis.
Jojo yang kehabisan kata, hanya bisa mengambil dompet dari dalam kantong celana dan meninggalkan uang di nakas. Lalu, beranjak dari kamar--meninggalkan Erika.
Bersambung….
Erika diam seribu bahasa. Tidak percaya dengan apa yang dilakukan Jojo. Lelaki itu pergi begitu saja. Tidak menghiraukan tangisnya. Sesak pada dada Erika semakin menjadi. Ia terisak sendiri tanpa seorang pun yang menjadi penenang. Namun, ia sadar, Jojo sudah tidak mencintainya lagi. Mungkin juga efek parfum pelet telah memudar.Apa ia harus menemui Emak lagi, menambah ilmu pelet? Atau menemui Sari, memberitahu hubungan gelap dengan suaminya agar wanita itu yang pergi meninggalkan Jojo?Sementara Jojo yang tiba di dalam mobil, mencaci dirinya. Ia tidak tahu mengapa bisa sejauh ini mencintai Erika dan tidak bisa melepaskan gadis itu. Disisi lain, Jojo pun tidak rela melepaskan wanita seperti Sari yang sudah menerima masa lalunya. Penyesalan itu semakin menjadi, kala bayang Erika muncul dalam benaknya, bermain dengan lelaki
Suasana sunyi masih menyelimuti perjalanan Jojo dan Sari. Lelaki itu tidak tahu, bagaimana cara menjelaskan ke Sari tentang kartu identitasnya. Apa yang dipikirkan Erika? Mengapa ia sengaja menitipkan kartu Jojo ke resepsionis. Padahal bisa saja ia berikan nanti saat bertemu.Bukankah mereka berdua harus bertemu dan menjadikan kartu itu sebagai alasan? Apa Erika sengaja ingin membuka perselingkuhan mereka di depan Sari? Jika iya, lelaki yang dicintainya sudah pasti tidak akan kembali lagi, justru benar-benar menjauh.Suara klakson mobil dari belakang mengagetkan Jojo. Matanya melirik ke arah rambu lalu lintas yang sudah berubah hijau. Sementara Sari hanya bisa berpikir positif bahwa suaminya sedang memiliki masalah di pekerjaan sedangkan tentang kartu itu, ia tak bisa menerka-nerka. Khawatir terjadi pemikiran buruk yang memperk
"Ndok, taksinya sudah datang," teriak Jojo dari depan pintu masuk. Lelaki bermata sipit itu menghampiri mobil yang terparkir di depan rumah dinas dan meminta supir menanti sebentar.Tak lama Sari berjalan keluar tanpa tas besar karena memang kepergian ke Jakarta hari ini untuk mengambil barang-barang yang masih ada di rumah orang tuanya. Jadi dia tidak membawa banyak barang agar kepulangan ke Kalimantan pun tidak terlalu banyak bawaan lagi.Ia menghampiri suaminya lalu mencium dengan takzim punggung tangan Jojo yang telah membukakan pintu taksi."Kamu, hati-hati di jalan, kabarin aku kalau sudah sampai, ya?""Iya, Mas.""Jangan lupa salam
[Sayang, maaf. Semalam kamu video call aku sedang di toilet. Terus lupa mau balas karena ketiduran. Kamu sudah sarapan?]Sari tersenyum membaca pesan singkat Jojo. Baru juga satu malam mereka berjauhan, tetapi rasa rindu telah bergejolak mengusik hati. Ingin segera kembali bertemu.[Aku lagi buat sarapan. Kamu sarapan apa, Mas?][Kamu masak apa? Aku lagi cari sarapan sambil lari pagi.]"Pagi, Pak, Bu. Silakan menikmati sarapannya," ucap seorang wanita paruh baya yang baru saja menyajikan nasi goreng seafood ke meja tempat Jojo dan Erika duduk. Jojo pun segera meletakkan gawai dan menikmati sarapan bersama pacar gelapnya di tepi pantai.Tentu jaw
Panggilan telepon dari Erika tak henti, mencari kabar tentang kekasihnya yang belum juga memberi jawaban. Hilang tanpa sebab. Bukankah kemarin baru saja mereka bersenang-senang? Apa yang direncanakan Jojo sekarang? Apa lelaki itu sengaja?Semua tanya mengguncang hati Erika. Kegelisahan akan kehilangan lagi pun merasuk. Namun, Erika mencoba bersikap baik dan wajar. Ia mengirim pesan manis meski amarah telah terlontar dengan kasar dari bibir berulang."Ah! Ada apalagi, sih? Lihat saja kau wanita perebut pacar orang, aku akan membuatmu menderita juga. Tak 'kan aku biarkan dengan mudah Jojo kembali," ucap Erika dengan bibir bergetar.Ia yakin, pasti ada sesuatu lagi yang terjadi dengan Jojo. Namun, pikiran Erika tidak dapat menebak. Ia hanya bisa melontarkan am
Rumah masih tampak sepi, Jojo baru saja selesai membersihkan diri setelah bekerja seharian. Ia duduk di pinggir ranjang. Mengecek beberapa pesan masuk. Embusan napas kencang keluar dari hidungnya, merasa lega. Tidak ada satu pun pesan dari Erika atau Femi yang menandakan gadis itu baik-baik saja, pasti. Pikiran Jojo melayang. Ia masih tak menemukan jawaban atas sikapnya kemarin yang telah tega menduakan Sari. Perasaan bersalah pun terus mengusik. Hingga jemarinya mulai menghapus jejak tentang hubungan terlarang. Dimulai dari percakapan pesan, panggilan, struk booking hotel dan lain-lain. Jojo terlelap dalam tidur setelah menyelesaikan semua. Kurangnya beristirahat membuat ia begitu cepat pulas malam ini. Sementara Erika bersama beberapa temannya, asik
Sari meraih kotak merah muda yang terjatuh di lantai. Mencari apakah ada pesan di dalamnya. Nihil. Bahkan di plastik hitam pembungkus kotak pun hanya ada nama dan alamat lengkap Sari. Ia hanya bisa mengelus dada berulang, mencoba memahami maksud dari semua. Kira-kira siapa pelakunya?Wanita itu menggeleng, menolak pikiran yang langsung tertuju pada Erika. Sari memilih mengambil gawai dan ia memfoto kotak itu. Lalu mengirimkannya kepada Jojo dan menceritakan kejadian aneh yang baru saja terjadi. Mungkin, Jojo mengetahui pelakunya.Orang yang mengetahui alamat baru mereka hanya teman-teman kerja Jojo. Tidak mungkin Erika tahu, pikir Sari.Sementara Jojo yang baru membuka pesan Sari, terdiam. Tentu, pikirannya langsung tertuju ke Erika, sama seperti Sari. Ia s
"Sayang, hari ini kita liburan di rumah, ya? Aku lagi capek banget. Seminggu ini banyak lembur," ucap Jojo. Tangannya memeluk lingkar pinggang Sari yang sedang berdiri di dapur, mencuci piring."Iya, Mas. Ya sudah kamu istirahat saja.""Oh, ya. Gimana lamaran kerja kamu, apa sudah ada balasan?""Belum, Mas.""Ya sudah, kamu sabar saja dulu. Biasanya maksimal satu bulan. Nanti aku cari tahu info lowongan kerja di tempat lain juga."Sari mengeringkan tangan dengan kain yang berada di dinding di sampingnya. Lalu, ia membalikkan badan, melingkarkan tangan pada leher Jojo."Iya, Sayang. Teri
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S