Rumah masih tampak sepi, Jojo baru saja selesai membersihkan diri setelah bekerja seharian. Ia duduk di pinggir ranjang. Mengecek beberapa pesan masuk. Embusan napas kencang keluar dari hidungnya, merasa lega. Tidak ada satu pun pesan dari Erika atau Femi yang menandakan gadis itu baik-baik saja, pasti.
Pikiran Jojo melayang. Ia masih tak menemukan jawaban atas sikapnya kemarin yang telah tega menduakan Sari. Perasaan bersalah pun terus mengusik. Hingga jemarinya mulai menghapus jejak tentang hubungan terlarang. Dimulai dari percakapan pesan, panggilan, struk booking hotel dan lain-lain.
Jojo terlelap dalam tidur setelah menyelesaikan semua. Kurangnya beristirahat membuat ia begitu cepat pulas malam ini.
Sementara Erika bersama beberapa temannya, asik menghamburkan uang pemberian Jojo di sebuah diskotik. Beberapa minuman alkohol terbaik di tempat itu pun tak lepas dari pesanannya. Gaya hidup bebas kembali ia alami dan melupakan permasalahan dengan Jojo sejenak. Sebelum, kejutan besar yang akan ia berikan kepada pasangan itu.
"Jadi, ini selametan apa, Ka?" tanya seorang teman Erika. Erika mengangkat gelas yang berisi minuman memabukan.
"Ayo, bersulang dulu. Merayakan kehancuran hubungan Jojo dengan istrinya. Sebentar lagi, gue akan buat Jojo benar-benar menjadi ATM berjalan." Tawa Erika meledak, membuat semua teman-temannya pun ikut tergelak-gelak. P
***
[Mas, aku baru mau berangkat ke bandara.]
Sari mengirimkan pesan singkat ke Jojo. Lalu ia segera berangkat diantar oleh kedua orang tuanya. Sementara Jojo baru membalas pesan beberapa menit kemudian, saat waktu jam kerjanya telah berakhir.
[Iya, Sayang. Sampai ketemu di bandara. Aku baru mau berangkat juga.]
Gegas lelaki berkulit putih itu mengganti pakaian dan menuju bandara menggunakan bis. Sepanjang perjalanan, rasa bersalah Jojo pun semakin kuat. Ia merasa tak kuasa menahan malu dan kesedihan. Tak bisa dibayangkan juga, bagaimana jika Sari mengetahui hubungan gelapnya dengan Erika?
Sungguh, ia sangat menyesal dan tidak bisa berbuat apa-apa. Selain pasrah dan berdoa. Semoga Tuhan masih melindunginya, menutup aib besar ini.
Jojo tiba di bandara lebih awal dari Sari. Ia telah meninggalkan pesan kepada istrinya bahwa telah menanti di luar. Lima belas menit berlalu, pesan Jojo baru masuk ke gawai Sari. Wanita itu pun tak sabar ingin segera keluar dan memeluk lelaki halalnya.
[Aku sudah sampai. Lagi nunggu koper, Mas.]
[Oke. Aku tunggu di depan pintu keluar.]
Beberapa menit kemudian, Sari pun datang dengan mendorong troli yang berisi koper. Matanya mencari dengan saksama dari orang-orang yang berdiri di depan pintu keluar. Sementara Jojo dengan mudah mengenalinya dari kejauhan. Lelaki itu menarik kertas ke atas mengarahkan ke Sari yang sedang celingukan.
Wanita berkerudung itu menutup mulutnya, malu. Setelah menyadari lelakinya adalah orang yang tertutup oleh kertas bertuliskan "Selamat Datang, Sari, Istriku, Tercinta." Pipinya merona.
Jojo mengintip reaksi wajah istrinya itu dan segera menampilkan wajah sambil tersenyum lebar. Langkahnya mendekati dan memeluk tanpa malu di muka umum. Melepaskan rindu dan rasa bersalah.
"Mas, malu. Ih, udah," bisik Sari.
"Kenapa? Orang sudah halal, kok. Di film-film 'kan begini."
"Iya, tetap saja. Budaya kita juga di dunia nyata nggak gini-gini amat."
Jojo tersenyum dan melepaskan pelukan. Menatap wanita itu penuh rindu. Lalu mereka berjalan lagi mencari taksi dan Jojo menggantikan Sari membawakan troli.
***
Setibanya di rumah, Jojo melanjutkan pelukan. Tak henti melepas wanita itu dan menghujani dengan kecupan di kening, berpindah ke pipi hingga leher. Sari hanya bisa tertawa geli dengan kelakuan suaminya.
"Aduh, ampun, Mas. Aku belum bersih-bersih badan lho."
"Biar saja." Jojo menghentikan sesaat dan melanjutkan lagi.
"Ih, geli."
Mereka pun larut dalam kebahagiaan sepasang suami-istri yang saling cinta tanpa adanya bantuan ilmu hitam. Cinta tulus, yang semula mereka rasakan sebelum Erika menebar pelet. Namun, apakah semua akan berjalan sesuai kehendak Jojo? Bahagia bersama Sari, menjalani kehidupan normal dan melupakan Erika.
Jojo memeluk tubuh wanita di depannya yang sudah terlelap dari belakang. Hingga waktu larut datang, ia enggan melepaskan pelukan itu. Hatinya terus mengucap kata maaf dalam hati dengan bibir yang tak henti mengecup kepala Sari.
"Apapun akan aku lakukan untuk mengembalikan keutuhan hubungan kita, Sar," ucap Jojo dalam hati. "Aku janji."
Kini ia tidak bisa menahan kantuk lagi, masih tersisa waktu tiga jam untuk menjemput mimpi dan mengistirahatkan tubuh yang lelah. Jojo pun terlelap dalam pelukan istrinya.
***
"Mas, bangun," bisik Sari.
Lelaki bermata sipit itu mengerjapkan mata. Menatap wanita di sebelahnya yang berbisik. Lalu, tangannya mulai memeluk lagi hingga membuat Sari tertawa.
"Hei, ayo, bangun. Kita mandi dulu. Hari ini kamu kerja 'kan?"
"Hmmm… rasanya mau di rumah saja."
"Nanti sepulang kerja bisa kita lanjutkan bermesraannya. Ayo, semangat kerja."
"Oke. Eh, aku tidak salah dengar, ada yang mengajak mandi bareng?" Sari tersenyum manis, segera beranjak dari ranjang menuju toilet sambil menggoda Jojo yang masih berbaring.
Jojo semakin senang melihat Sari yang perlahan telah menuruti inginnya. Wanita itu berusaha bagaimana cara membahagiakan suaminya. Namun, apa yang Jojo lakukan di belakangnya?
Lagi, Jojo terbayang rasa bersalah. Ia memeluk Sari yang sudah membasahkan diri dengan air pancuran. Tanpa Sari ketahui, air mata Jojo pun sudah sama derasnya dengan air yang membasahi tubuh mereka. Seolah rasa takut ketahuan mencabik tubuh Jojo.
***
Tiga minggu berlalu, sepasang suami-istri itu masih merasakan kebahagiaan layaknya hubungan romantis pasangan muda lainnya. Bahkan setiap akhir pekan, mereka menghabiskan waktu berlibur ke tempat-tempat wisata. Meluangkan waktu untuk bersenang-senang, membuang penat.
"Aduh, ini malam jumat, tapi aku malah lembur, Ndok."
"Ya sudah, sih. Toh, kita malam apapun bisa, Mas."
Keduanya tertawa. Jojo mencium kening Sari dan berpamitan berangkat kerja.
"Jadi, kamu pulang jam berapa, Mas?"
"Kemungkinan jam sepuluh. Tuhkan, khawatir." Jojo yang sudah melangkah keluar rumah, masuk lagi. Memeluk Sari. "Kamu kalau capek, istirahat duluan saja, ya?"
"Iya, Mas. Sudah sana, berangkat."
Sari menanti di depan pintu hingga Jojo beranjak dari sana dan tak terlihat lagi punggungnya yang berjalan ke halte--tempat menunggu bisa jemputan dari kantor. Ia pun masuk dan membereskan rumah.
Wanita berbibir tipis itu berencana, hari ini akan mempersiapkan keperluan untuk melamar kerja. Setelah semua pekerjaan rumah selesai, ia mulai menulis nama PT di amplop coklat yang sudah terisi dokumen syarat-syarat melamar kerja. Beberapa hari lalu, teman Jojo menginfokan ada lowongan kerja bagian keuangan di sebuah perusahaan pertambangan, yang tak jauh dari kantor Jojo.
Tentu, Sari dengan semangat menyiapkan semuanya hari ini dan akan ia kirimkan siang melalui kantor pos.
"Permisi, paket." Terdengar suara seorang lelaki dari luar. Sari bergegas menghampiri sumber suara. Seorang lelaki yang duduk di atas motor menanyakan alamat.
"Iya, benar, Mas. Paket untuk siapa?" tanya Sari.
"Untuk Ibu Sari."
"Iya, saya sendiri." Lelaki itu pun memberikan kotak yang terbungkus oleh plastik berwarna hitam. "Dari siapa, Mas?"
"Orangnya berpesan tidak ingin memberi informasi nama karena ini kejutan."
Sari tersenyum. Ia yakin pasti itu dari Jojo. Siapa lagi kalau bukan suaminya yang melakukan kejutan. Sari pun segera masuk ke dalam rumah setelah menerima paketnya. Tak sabar membuka dan melihat isi dari kejutan. Apa yang Jojo kirimkan di siang hari, tanyanya dalam hati.
Sari duduk di sebuah sofa ruang tamu. Tangannya yang sudah siap dengan gunting mulai memotong plastik yang terdapat selotip. Perlahan ia membuka, ternyata dalamnya sebuah kotak kecil berwarna merah muda.
Senyumnya kembali mengembang. Tidak membayangkan kejutan apa lagi kali ini yang ia dapat? Setiap akhir pekan Jojo sudah memberikan kejutan dengan mengunjungi tempat-tempat indah. Meninggalkan jejak romantis di sana. Bahkan hadiah-hadiah kecil sering ia dapatkan dari lelaki bermata sipit itu. Lalu, kali ini apalagi?
"Ah… selalu bisa saja membuatku tertawa. Hmmm… apa, ya, kira-kira isinya? Jika dilihat dari bentuk kotaknya, apa mungkin ini sebuah perhiasan lagi?" ucap Sari. Perlahan, ia membuka penutup kotak dan mengintip isi di dalamnya yang tampak gelap.
Namun, betapa terkejutnya Sari. Belum sempat ia membuka keseluruhan penutup kotak itu, ada sesuatu yang mendorong keras kotak dan melompat keluar. Hingga membuat Sari berteriak dan tidak sengaja menjatuhkan kotak. Matanya terbelalak menatap kodok yang kini telah melompat menjauh dan mencari jalan keluar.
Sementara wanita berkerudung itu, masih tidak percaya. Siapa yang mengirim kodok ke rumahnya dan apa maksud dari paket ini?
Bersambung….
Sari meraih kotak merah muda yang terjatuh di lantai. Mencari apakah ada pesan di dalamnya. Nihil. Bahkan di plastik hitam pembungkus kotak pun hanya ada nama dan alamat lengkap Sari. Ia hanya bisa mengelus dada berulang, mencoba memahami maksud dari semua. Kira-kira siapa pelakunya?Wanita itu menggeleng, menolak pikiran yang langsung tertuju pada Erika. Sari memilih mengambil gawai dan ia memfoto kotak itu. Lalu mengirimkannya kepada Jojo dan menceritakan kejadian aneh yang baru saja terjadi. Mungkin, Jojo mengetahui pelakunya.Orang yang mengetahui alamat baru mereka hanya teman-teman kerja Jojo. Tidak mungkin Erika tahu, pikir Sari.Sementara Jojo yang baru membuka pesan Sari, terdiam. Tentu, pikirannya langsung tertuju ke Erika, sama seperti Sari. Ia s
"Sayang, hari ini kita liburan di rumah, ya? Aku lagi capek banget. Seminggu ini banyak lembur," ucap Jojo. Tangannya memeluk lingkar pinggang Sari yang sedang berdiri di dapur, mencuci piring."Iya, Mas. Ya sudah kamu istirahat saja.""Oh, ya. Gimana lamaran kerja kamu, apa sudah ada balasan?""Belum, Mas.""Ya sudah, kamu sabar saja dulu. Biasanya maksimal satu bulan. Nanti aku cari tahu info lowongan kerja di tempat lain juga."Sari mengeringkan tangan dengan kain yang berada di dinding di sampingnya. Lalu, ia membalikkan badan, melingkarkan tangan pada leher Jojo."Iya, Sayang. Teri
Buntu. Jojo tidak bisa berpikir jernih. Pesan yang dikirim ke Erika pun tidak kunjung ada balasan. Kenapa wanita ini? Ia kembali mengirim pesan ke Erika, mencaci wanita itu. Menyalahkan semua kepadanya. Satupun pesan dari Jojo tidak direspon, hanya tawa Erika yang semakin geli membaca pesan-pesan itu.Jojo putus asa, meninggalkan gawainya begitu saja di meja ruang tamu. Ia berjalan menghampiri Sari yang berada di kamar. Namun, pintu terkunci. Ia mengetuk pintu dan memanggil nama istrinya. Beberapa kali tidak ada jawaban, sunyi."Sar… tolong buka. Ayo, kita bicarakan." Rayu Jojo mengiba."Apa lagi, Mas? Kebohongan lagi?" teriak Sari."Sar, kita sudah dewasa. Ayo, kita bicarakan. Jangan
Selama seharian, Jojo tak henti memikirkan Erika. Bayang wajah gadis itu mengusik terus. Senyumnya menggoda, seolah membuat Jojo tak tahan ingin memeluk. Bau parfum, masih terasa melekat di hidung. Hingga Jojo merasakan hadir Erika setiap detik harinya.Ia tak paham, meski sudah berusaha menepis semua tetapi Erika sangat nyata dalam pikirannya. Bahkan tawanya sesekali terdengar, suara lembut Erika pun selalu berbisik kata cinta. Apa yang terjadi? Apa ini kejadian lagi seperti kemarin saat dia berusaha melepas Erika. Akan tetapi, kali ini rasanya lebih ada tarikan yang memperkuat.Tatapan Jojo kosong, mengedarkan pandangan ke jendela bis yang menampilkan hutan dengan pepohonan di sepanjang perjalanan. Bahkan suara bising dari teman-teman yang sedang mengobrol selama perjalanan pulang tidak dapat ia dengar. Hanya ada suara Erika
Seperti biasa, selepas melaksanakan Solat Subuh, Jojo bersiap berangkat kerja. Saat ia membuka pintu, percikan merah di teras mengganggu pandangannya. Matanya terbelalak menyaksikan."Sar, Sari…," teriak Jojo. Istrinya bergegas menghampiri sumber suara. Matanya ikut terbelalak saat mengarahkan pandangan ke tempat jari telunjuk Jojo."Apa itu, Mas?" Mereka saling pandang. Percikan itu tidak sedikit tetapi dari teras hingga ke pintu pagar. Bahkan ada bau anyir yang berseliweran.Segera Jojo menghampiri salah satu percikan merah itu. Mencoba mencium bau dan menerka."Amis," ucap Jojo. Pikiran negatif Jojo kembali merasuk, apa ada hubungan dengan Erika? "Kalau di kampung ini namanya&hellip
Lelaki bermata sipit itu bergegas mengenakan pakaiannya saat melihat waktu sudah pukul sebelas malam. Erika yang sudah tertidur pulas, terbangun mendengar suara ikat pinggang Jojo terjatuh ke lantai."Kamu, mau kemana, Honey?" tanya gadis itu."Aku harus kembali ke rumah.""Nggak nginep aja?""Tidak. Istriku bisa curiga. Aku pasti kembali."Jojo meninggalkan kecupan pada kening Erika dan menghampiri ojek yang telah ia pesan melalui aplikasi online. Langkahnya sedikit terburu-buru dan ketika menemui supir ojek pun ia meminta untuk cepat mengantar. Tidak ingin Sari berpikir aneh atau curiga.
Sepasang suami-istri itu tengah menikmati makan pagi yang terlanjur siang di warung dengan sangat menikmati. Mereka saling berkomentar tentang cita rasa masakan yang baru kali pertama dicoba. Bahkan Jojo yang masih merasa belum kenyang, membuka buku menu lagi. Ia penasaran dengan sebuah gambar yang menampilkan makanan dibungkus dengan daun pisang."Golla kambu," ucap Jojo. "Ndok, tolong pesan ini seporsi. Kamu mau tambah makanan lainnya nggak?""Hmmm apa itu, Mas, golla kambu?""Entah. Kayanya menarik. Makanya kita harus coba.""Ya sudah, aku pesan es pisang ijo. Tapi, bantu habiskan, ya, Mas?" Jojo mengangguk menanggapi. Sari segera memanggil pelayan dan memesan lagi.
"Ayo, Ndok. Cepetan!" teriak Jojo. Sari bergegas menghampiri sumber suara dan mengikuti langkah Jojo yang sudah berjalan lebih dulu.Mereka kembali ke bibir pantai untuk menikmati makan malam. Suasana terlihat ramai, beberapa orang sudah asik bercengkrama dengan orang terdekat mereka. Sepasang suami-istri itu pun memilih bangku tempat makan dan memesan beberapa menu masakan laut yang menggoda.Saat menanti makanan disajikan, Jojo meminta Sari melihat ke langit. Malam yang cerah bertabur bintang. Tak lama ada kembang api menghiasi langit. Mencerahkan suasana gelap. Lalu, Jojo mencium tangan istrinya. Membuat wanita berbibir tipis itu mengalihkan pandangan ke lelaki di depannya."Ndok, aku udah mengganti kalungnya," ucap Jojo. Ia mengulurkan sebuah kotak mera
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S