Hidup selalu membenturkan pada kenyataan, ketidaksetiaan, dan pengkhianatan. Hati yang mengeras membuatnya posesif pada diri sendiri dan kedua buah hatinya. Kelumpuhan karena kecelakaan tetap membuatnya kuat demi melindungi anak-anaknya . Orang-orang rakus sedang mengelilinginya dan bersiasat untuk menyingkirkannya. Hidup seorang Dosen Ahem hambar, tercekam ketakutan dan ketidak percayaan pada orang-orang di sekelilingnya. Cinta merupakan antipati karena pernah melukai. Persetan dengan cinta. Datang mahasiswi cantik Tifara Melodia, dapatkah dia menghancurkan gunung es itu?
Lihat lebih banyakLiela stares at the test result in disbelief, her ears ring as Amanda’s voice comes as if through water–
“Congratulations Luna, the heir to the Blood Oak pack is five weeks old. In PERFECT condition. You are going to be a Mom!”
The only thing going through Liela’s mind is: Thank God her gynaecologist also happens to be her best friend, otherwise she won’t even have a chance to keep this a secret.
She has to keep it a secret, at least until she can figure everything out.
How could she be pregnant? The Alpha doesn’t want one, and he has done all the precautions he could. So how could she be pregnant?!!! Liela can’t even pinpoint exactly which time went wrong because it happened many times more than usual recently. But that doesn’t matter now.
The question Liela needs to answer now is: what to tell Alpha Tarum.
Does she even tell him? If she just takes care of the abortion herself, then he doesn’t have to know.
After all, he is not in the pack right now. He is out there looking for HER, as always.
“You don’t look too happy,” Amanda cups Leila’s face worriedly, “are you alright?”
Is she alright? She hasn’t been, not a day since she married Tarum. More accurately, not a day since Carmela died for her. Carmela was supposed to be his Luna, not her. She was the one who the rogues took. If only she had died like fate wanted for her, but no, Carmela took her place, and her life has broken into pieces since that day.
She lost her best friend, the whole pack deems her stealing the Luna’s title from Carmela. And did she? The Alpha never believed that Carmela really died, and he spends all his spare time out there looking for Carmela.
Even if she stole, she stole only an empty title.
“I’m fine…” Leila forces a smile, “Too…exciting, the news is.”
“I totally understand!” Amanda squeezes Leila’s hand firmly, her eyes too genuine for Leila to look at, “You and the Alpha have been trying for over two years now! The whole pack was starting to worry! I know how much pressure you were under, I totally do.”
Yeah, Amanda doesn’t understand, at all.
Leila smiles faintly at her innocent friend. It’s the Alpha’s responsibility to bring an heir to the pack, so they have been putting up the image of trying hard at it. Otherwise the pressure would be on him.
What sarcasm! She not only carries a problem in her womb, but also has to accept people congratulating her for it with a smile.
“The Alpha’s joy is going to be over the roof when he gets the news. After two years, he finally has a scion, now he can feel like a true Alpha,” Amanda replies, already daydreaming about the seven day banquet, customary to celebrate the birth of a new Alpha.
“Hmm, about that,” Leila takes a deep breath and cuts in before Amanda dreams all the way to when the baby is born, “I want to bring Alpha the news myself, so before that…”
“I understand!” Amanda laughs, patting Leila’s hand, “Not a word out of my office until you brief your dear husband! Trust me!”
Amanda is THE gossip of the pack, but Leila has to trust her this time. As if she has any other option.
“Amanda, we have been waiting for this for too long, and I just want it to be perfect, can you understand?” Leila takes a deep breath, saying the smooth lie she has been practising for the past two years, “Not just to the Alpha, okay? Not a word, to ANYONE–”
“Who’s in there? She has been talking forever!” A woman’s sharp voice comes through the closed door, obviously loud on purpose for them to hear.
Leila glances at Amanda worriedly before she stands up. This should just be a “routine check-up”, people would get suspicious if they take too long.
“Don’t shush me! The Luna title doesn’t give her the right to be a bitch!” The woman continues her sassy comments, “If she could get pregnant, she would have in the past two years!”
“The rumour is that the moon goddess sealed her womb because the title doesn’t belong to her.”
“That serves her right! She stole the title from her friend! One that saved her damn life! I’d be too ashamed to live if I were her–”
Leila opens the door calmly and the hallway falls into an awkward silence. The sassy woman halts her words, too, but not before she shoots Leila a mean glare. Leila glares back, and the woman bares her neck under the pressure of her Luna’s aura.
Leila normally avoids conflicts like this. She deems all her suffering the way to redemption because she knows she can never repay Carmela. But these people don’t get a say when they have little idea what happened. Even if she doesn’t care about her own reputation, Leila can’t allow them to discuss the Alpha like this behind his back.
“You do not–” Leila doesn’t get to finish.
“What’s going on here?!” A cold, dominant voice rises before echoing the hallway, attracting everyone’s attention.
Leila shoots her head up, frozen at the man striding over. Alpha Tatum. The youngest Alpha to have taken the title in the history of their pack. The man with a face that breaks every girl’s heart, and the body of a Greek god.
Leila's heart skips a beat.
The sassy woman already melts on the seat, legs shaking as well as her lips. Leila frowns at her before she walks up to the Alpha.
“What are you doing here–”
Before Leila could even finish, Alpha Tarum already passed as if not even noticing her. His rough shout piercing the hallway: “Where the hell are all the damn doctors?! Get me a doctor, now!”
Leila has never seen the man being this hasty. He is always calm, the living symbol of reason. Nothing makes him lose his cool.
Following the Alpha are four men carrying a stretcher, and on there lies a woman with a sickly beauty on her face. She is soundly sleeping and doesn’t seem to be in any critical situation.
And Leila understands it now. With her head buzzing for what she just seen, she understands only one thing now:
Carmela is back. Finally, he found her.
"Ikut aku!" ajak Ahem tiba-tiba."Kemana?" tanya Tiffara penasaran.Ahem tidak menjawab, dia berjalan menuju mobilnya. Tiffara terpaksa mengikuti tanpa banyak bertanya. Para mahasiswa tertegun menatapnya."Masuk!" perintah Ahem singkat."Apa dia yang terpilih?" teriak seorang mahasiswi."Apa benar?" yang lain menimpali.Ahem membukakan pintu dan meminta Tiffara masuk. Tak lama kemudian mobil pun melaju kencang.Dret ... dret ... dret! Ponsel Tiffara berdering, Virgo yang menelepon. Ini saatnya Tiffara membalas Ahem, dia telah membuat hati Tiffara tercekam cemburu karena biro jodoh yang dia buka."Kak Virgo?" sapanya manja."Tiffara, lagi dimana nih?" tanyanya lembut."Lagi jalan, Kak Virgo. Kakak sendiri lagi ngapain?" "Aku lagi suntuk, aku butuh teman ngobrol, Tiffa," kata Virgo sedih."Lagi mikirin apa? Boleh berbagi sama aku, udah makan belum? Apa kita ketemu makan malam saja," Tiffara dengan lembut menawarkannya.Ciiiit!Spontan Ahem menginjak rem dan berhenti. Ternyata sikap gen
"Akulah yang pertama jatuh cinta padamu, Tiffa. Dan kamu malah menikah dengan Ahem adikku yang belum kamu kenal sebelumnya. Dan selama menikah pun kamu tidak pernah bahagia, tapi anehnya aku tidak bisa masuk diantara kalian," kata Virgo sedih."Maafkan aku Kak Virgo, yang belum bisa membalas cintamu," jawab Tiffara sedih."Aku tidak akan pernah memaksa perasaanmu, tapi setidaknya kamu mau percaya padaku bahwa aku sangat mencintaimu," Virgo meyakinkan."Duh, kok malah curhat di depanku sih," gerutu Ahem dalam hati.Dret ... dret ... dret! Ponsel Virgo berdering, Diva yang sedang menelepon."Aku keluar dulu, Tiffa!" pamit Virgo."Papa Virgo mau kemana?" tanya kedua bocah kecil itu bersamaan."Papa keluar sebentar, Sayang! Nanti kembali lagi," janji Virgo.Dia segera keluar ruangan dan mengangkat telepon dari Diva."Dimana kamu?" tanya Virgo kasar. Dia berpapasan dengan Bagas tapi Virgo tidak menyadarinya. Sontak membuat Bagas penasaran dan berpikiran ingin membuntutinya dan menguping.
Tiffara mulai membuka matanya, betapa terkejutnya dia berbaring di ranjang rumah sakit. Sebentar dia mengingat-ingat apa yang terjadi. Sontak dia bangun dan hendak turun dari tempat tidur tapi tiba-tiba perutnya mual dan pusing-pusing. Akhirnya kembali dia roboh di tempat tidur. "Tiffa, istirahatlah dulu! Kamu masih terkena pengaruh racun ular," gumam Bagas yang baru saja masuk ruangan. Bagas membantu membaringkan tubuh Tiffara kemudian memeriksa keningnya apakah masih demam ataukah sudah membaik. "Syukurlah kamu sudah membaik, Tiffa," gumam Bagas lega. "Bagaimana keadaan anak-anak dan Kak Ahem, Mas?" tanya Tiffara khawatir. "Anak-anak sudah baik-baik saja, Tiffa. Jangan khawatir!" hibur Bagas. "Gimana dengan Kak Ahem?" tanya Tiffara masih khawatir. "Kenapa kamu mengkhawatirkan dia? Dia kan bukan apa-apa kamu?" tanya Bagas menggoda. "Dia kan papa dari kedua anakku, Mas. Dia juga dosenku, apakah salah kalau aku mengkhawatirkannya?" jawab Tiffara tersipu malu. "Ooo jadi seorang
Karena jaraknya tidak jauh Bagas dan Tiffara sudah sampai di rumah Ahem. Pintu pagar juga masih tertutup rapat. Dua satpam menjaga dengan aman pintu gerbang, tidak ada tanda-tanda ada orang keluar masuk lewat pintu. Apa itu artinya mereka pelakunya orang dalam sendiri. Din ... din ... din! Klakson mobil dibunyikan, Bagas dan Tiffara telah sampai dan satpam berlari membukakan pintu. Satu-satunya akses untuk keluar masuk rumah itu. "Ada apa, Pak?" tanya Bagas saat turun dari mobil. "Ada penyusup, Mas. Kenapa kamu masih di sini tidak mencari atau mengejarnya?" ketus Bagas. "Bos Ahem yang minta kami berdua harus jaga ketat pintu keluar," jawab salah satu satpam. "Dua bodyguard sudah berusaha mengejarnya,' lanjutnya. Tiffara bergegas berlari menuju rumah, sebelum kaki melangkah masuk dia melihat sekilas bayangan di semak-semak rerimbunan tanaman bunga. Sontak dia berhenti dan berbalik arah. "Mas Bagas, itu dia!" teriak Tiffara. Sontak sosok yang bersembunyi itu pun segera berlari t
Kini acara pertunangan telah selesai. Tiffara diam-diam mengawasi Ahem, apakah benar tidak ada luka di hatinya. Sebelum Tiffara hadir dalam hidupnya, Ahem dan Diva adalah sepasang kekasih. Rasanya tidak mungkin tidak ada luka di hatinya, apakah dia menutupinya? Tiffara sambil memegang foto yang dia temukan di lemari Ahem, dia terus mengingat-ingat. "Ada apa denganmu, Tiffa?" tanya Bagas. "Mas, kemarin Mbak Diva tunangan sama Kak Virgo," ujarku. "Sama Virgo? Iyakah? Hati-hati Tiffa, dia ular! Jaga anak-anakmu!" pesan Bagas. "Sebenarnya Kak Ahem meminta aku untuk tidur di sana agar bisa fokus mengawasi anak-anak. Tapi aku masih minta waktu berpikir, Mas," ungkap Tiffara. "Kenapa harus berpikir, Tiffa? Demi anak-anakmu ke sampingkan egomu, Tiffa," pesan Bagas. "Jangan sampai kamu menyesal," lanjutnya sedih. Tiffa mulai berpikir serius dengan apa yang baru dikatakan Bagas. Selama ini dia belum berpikir sejauh itu. "Ma
Tak berselang lama Ahem masuk ke kamarnya. Saat itu Tiffara sedang berdiri di depan pintu akan keluar kamar. Ahem terperanjat, melihat Tiffara yang tampil cantik sekali. Ahem berjalan mendekati Tiffa sehingga membuatnya terdesak mundur. "Apa yang kamu lakukan?" ketus Tiffa. "Aku akan memperkosa kamu lagi," kata Ahem terus menggoda. "Hiks ... hiks ... hiks, silakan! Emang Dede'nya bisa bangun?" balas Tiffa menggoda diiringi tawanya. "Boleh kita coba, kamu akan menjadi kelinci percobaanku," desaknya sambil terus memepet Tiffa sampai terhimpit antara dinding dan tubuh Ahem. "Kak Ahemmmm!" pekik Tiffara sambil memejamkan mata. Tak sadar kedua tangan Tiffara mencengkeram pinggang Ahem membuatnya semakin terbakar birahinya. Bibir sexinya melumat lembut bibir Tiffara. Membuat cengkeraman itu semakin kuat bahkan tak sadar tangan Tiffara melingkar kuat di pinggang Ahem membuat Ahem semakin terjebak dalam pagutannya. "Kak Ahem," desahnya
"Mana ada impoten malah dipamerkan, di gembar-gembor kan, malah kita tidak percaya dong!" sahut mahasiswi sambil ngekeh. Sambil berlalu Dosen Ahem tertawa kecil. Melody terus memantaunya dari jauh, dia mengikuti dari belakang. Kini dia sembunyi dibalik pot besar di pinggir jalan. "Kok cepat menghilang sih?" gerutu Melody kesal sambil beranjak bangun. Saat hendak beranjak bangun, dia mendapati bayangan sosok lelaki berdiri di sampingnya. Perlahan dia mendongak ke atas. "Hah!" pekiknya. "Bagaimana bapak tiba-tiba di sini?" lanjut Melody terkejut. "Kamu sendiri ngapain di sini, ngikuti aku kan?" tanya Ahem menohok. "Apa? Mengikuti bapak? Ya nggaklah!" teriakku membantah. "Melody atau Tiffara ya? Ya Melody sajalah terlanjur terbiasa dengan Melody di kamus. Tolong bawakan tas dan bukuku ke ruanganku!" perintah Dosen Ahem. "Saya, Pak?" sahut Melody bertanya. "Iya, kamu. Kenapa? Nggak mau, Bodyguard Melo?" desak Ahem.
Ahem terperanjat dengan perkataan Arman yang mengatakan Virgo tiba-tiba akan menikahi Diva. Padahal sebelumnya Virgo tidak pernah dekat dengan Diva. Entah karena cemburu atau apa, Ahem merasa seolah tidak rela Virgo menikahi Diva dan diajak tinggal bersama satu rumah. Tapi sementara Ahem belum bisa mengungkapkan rasa keberatan itu kepada Virgo. "Aku ganti baju dulu, Melo, tolong bereskan kopiku!" pinta Ahem. Iya, Bos," jawab Melo. Aku mengambil lap dan membersihkan tumpahan kopi. "Kamu bisa bayangkan betapa menderitanya Ahem bila Diva hidup bahagia bersama Virgo," ujar Arman yang tiba-tiba muncul, mengejek. "Jadi paman bahagia bila melihat Ahem menderita, begitu?" tanya Melo. "Bisa dibilang begitu, dia sudah lama bahagia sudah waktunya ganti kakaknya yang harus bahagia," jawab Arman. "Boleh juga, asal bukan dengan cara licik, Paman. Bahagia tidak bisa diraih dengan cara kotor," ujar Melo. "Anda bisa melakukan sesuka hat
"Ma, mama ... mamaku mana, Om Melo?" tanya lirih Ruhi saat membuka matanya. Saat itu Melo sedang tidur di bibir ranjang, pantatnya di kursi. Segera matanya terbuka mendapati Ruhi memanggilnya. "Sayang, kamu sudah sadar? Apa yang kamu rasakan, Sayang?" tanya Melo gugup bercampur bahagia. "Ruhi, kamu sudah bangun?" teriak Arjun. "Sebentar aku panggil dokter!" teriak Melo masih gugup. "Dokter!" teriak Melo di depan pintu. Saking gugupnya, padahal di samping ranjang ada tombol untuk memanggil dokter atau perawat. Tak lama seorang dokter dan seorang perawat datang dengan tergesa-gesa. "Dok, anak saya sudah sadar, tolong periksa dia!" kata Melo bahagia. Dokter memeriksa sekilas tentang kesehatannya. Perawat membantu memeriksa tensi darahnya. Melo hanya tertegun seolah tak percaya. "Anda siapa?" tanya dokter. "Saya mamanya, maksud saya ... saya pengasuhnya, Dok," jawab Melo gugup. "Mana ke
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen