Home / Romansa / Pesona Duda Keren / 1. Ahem Terjebak

Share

Pesona Duda Keren
Pesona Duda Keren
Author: Roesaline

1. Ahem Terjebak

Author: Roesaline
last update Last Updated: 2021-07-28 23:39:22

        Perlahan Ahem membuka matanya karena mendengar seseorang sedang  menangis. Ahem segera beranjak bangun dari tidurnya. Dia melihat seorang gadis duduk di lantai dengan kedua kakinya ditekuk dan dipeluknya. Wajahnya disembunyikan dengan suara tangisnya yang tersedu-sedu. Seragam abu-abu putih berserakan di lantai di sekitar gadis itu duduk. Separuh selimut jatuh terjuntai membungkus tubuhnya.

    "Siapa kamu? Apa yang kamu lakukan di kamarku?" teriak Ahem bingung sambil mengingat-ingat sesuatu, tapi tetap saja tak dapat mengingatnya.

    "Kenapa kamu melakukan ini padaku?" tanya gadis itu sambil mengangkat wajahnya dan memandang tajam ke arah Ahem. Ada kebencian, muak dan jijik serta dendam saat menatap wajah Ahem. Tiffara Manahan amarahnya yang meluap-luap.

     Ahem terbelalak kaget melihat gadis itu ternyata Tifara, adiknya Bagas. Bagas adalah musuh bebuyutannya. Dia orang yang merenggut Diva dari pelukannya.

    "Bagaimana dia berada di kamarku?" tanyanya dalam hati sambil mengingat-ingatnya kembali.

    "Aku menyuruh Niko dan Rendi untuk menculik Tifara sepulang sekolah, dengan bantuan Putri. Tapi bagaimana aku malah jadi tidur dengannya?" batin Ahem.

    "Pasti Niko dan Rendi sedang mempermainkan dan merencanakan semua ini, mereka menjebakku," lanjutnya sambil mengingat lagi

     Sore itu, di rumah Ahem sedang nongkrong Ahem, Niko, Rendi, Putri dan Tiffara. Putri adalah adiknya Niko, dia ingin menjodohkan Tiffara dengan kakaknya. Maka begitu Niko ingin bertemu dengan Tiffara, Putri membantunya dengan senang hati. Tapi tidak tahu bagaimana ini semua terjadi. Bagaimana ceritanya Ahem dan Tiffara berakhir berdua di dalam kamar. 

    "Kamu adiknya Bagas kan? Aku ..aku tidak bermaksut...aku tidak...," jawabnya gugup dan tidak sampai hati menatap Tiffara.

    Akhirnya Ahem mencari ponselnya, pandangan matanya berkeliling mencari-cari sambil mengingat-ingat dimanakah dia menaruh ponselnya. Dia maraih jaket diatas sofa dan akhirnya menemukan di sakunya. Ahem menelepon Rendi dengan kesal dan emosi.

    "Kamu dimana?" sapanya saat telepon diangkat. "Apa yang kalian lakukan, sehingga aku tidak bisa mengingat apapun? Kenapa kamu membawa gadis ini ke kamarku, bego!" hardik Ahem kesal.

   "Tenang bro, aku tidak melakukan apapun padamu. Kita kan teman, aku tidak mau kamu mengejar-ngejar Diva, wanita yang gila harta dan tidak setia itu." Niko bergumam.

    "Kenapa aku tidak bisa mengingat apapun, apa yang kamu lakukan padaku, Niko...Rendi!" teriaknya marah.

    "Mana aku tahu, kawan?" jawabnya.

    "Kamu memasukkan sesuatu dalam minumanku kan?" tanyanya emosi.

    "Ya tidaklah, memang kamu punya buktimya? Jangan asal menuduh dong kawan, kita bersahabat sudah lama. Kita selalu ingin yang terbaik buat kamu." Niko mulai meyakinkan, sekalipun sebenarnya dia sedang menyembunyikan kebenaran.

     Kebenarannya, dia dan Rendi menginginkan Ahem dan Tiffara bersatu sebagai seorang kekasih. Dibanding dengan Diva, dua sahabatnya itu lebih empati pada sosok Tiffara. Mereka lebih percaya kalau Ahem akan menjadi sosok dewasa dan lebih baik bila wanita yang selalu disisihnya adalah wanita yang baik pula.

    "Kalian berdua gila! Aku tidak menginginkan ini terjadi, bodoh! Ini keterlaluan! Aku masih kuliah, dia masih ingusan bro...masih SMA. Apa yang ada di otak kalian?" Ahem berteiak emosi.

    "Kok jadi marah-marah sih, apa salah kita? Kamu kan yang menyuruh aku membawa Tiffara ke situ?"  bantah Niko.

    "Iya, tapi...." Katanya menggantung dan akhirnya Ahem menutup teleponnya, setelah mendengar ada orang yang datang.

    "Ahem sayang...!" tiba-tiba wanita separuh baya itu masuk dan,

    "Aaaaaagh?" teriaknya histeris.

    "Mama?" pekik Ahem terperanjat.

    "Ada apa Ma?" Tanya seorang lelaki datang dengan gugup menghampirinya.

    Mereka adalah papa dan mamanya Ahem, yang baru saja pulang dari luar kota, dari acara undangan pernikahan. Tiba-tiba Tifara pingsan, karena shock.

    "Ahem bantu dia! Tidurkan di ranjang dan pakaikan bajunya! Oh seragam sekolah? Ya ampun...sebentar mama ambilkan baju mama. Ayo pa kita keluar dulu!" Ajak mamanya gugup, karena mendapati mereka tanpa busana. Hanya Ahem mengenakan boxernya. Papa dan mamanya gelisah menahan malu, sakit dan kesal.

    Sebentar kemudian mamanya kembali sambil membawakan baju buat Tiffarra.

    "Pakaikan!" perintahnya dengan marah dan kesal sambil melempar baju ke wajah Ahem.

   "Harus aku ma?" tanya Ahem ragu.

   "Terus siapa kalau bukan kamu? Mama? Kamu sudah berani melucuti bajunya, sekarang kamu tidak mau mengenakannya kembali? Manusia macam apa kamu? Apa mama mendidikmu seperti itu? Cepat!" desak mamanya membentak.

    "Sialan kalian Niko dan Rendi....awas kalian!" gerutunya dalam hati mengancam.

     Ahem membawa pakaian dari  mamanya dan menutup kembali pintu kamarnya. Perlahan dia menarik selimut yang membungkus tubuh Tifara yang tanpa sehelai benangpun. Dengan malu dan canggung dia mengenakan kembali satu persatu baju Tifara sambil menatap tajam tubuh mungil yang tergolek tak sadarkan diri.

    "Apa yang sedang ku lakukan padanya? Aku memang benci pada kakaknya, tapi tak adil bila aku melakukan ini pada adiknya." Gumamnya dalam hati.

     "Tiffa....Tiffa...!" Ahem berbisik sambil menepuk pipi Tiffara pelan, setelah selesai mengenakan baju di tubuhnya.

    Cklek.

    Suara pintu dibuka dan mama Ahem mulai masuk dan menghampiri Tiffara.

    "Bagaimana dia, belum sadar?"

    "Belum ma. Maafkan aku ma, aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi?" ujar Ahem membela diri.

    "Kamu jadi lelaki brengsek sekali ya, mama sangat kecewa! Kamu mau cuci tangan setelah apa yang kamu lakukan, begitu?" hujat mamanya menohok.

    "Bukan begitu ma. Ini ulah teman-teman ku," bantah Ahem.

    "Kamu lihat, dia masih anak ABG. Dan lihat diri kamu, kamu sarjana.....dimana nalar kamu? Dimana hati nurani kamu?" hardik mamanya emosi.

    "Mama, sudah jangan emosi!" sahut Abidin papanya, yang tiba-tiba muncul di belakangnya.

    "Aku benar-benar malu pa, punya anak seceroboh ini, mempermainkan wanita. Apa kamu tidak sadar bahwa mama kamu juga seorang wanita?" tanya Titin sambil menangis tersedu.

    "Biarkan Ahem menjelaskan apa yang terjadi ma, kita dengarkan dulu!" usul Abidin.

    "Tidak pa, apapun alasannya, dia harus tetap bertanggung jawab!" desak Titin.

    "Gimana kalau gadis ini yang tidak bener, dia menjebak anak kita. Itu biasa terjadi ma, apalagi tahu kalau Ahem anak orang kaya. Gadis sekarang cerdik-cerdik dan banyak akalnya. Aku tidak setuju ma, kalau dia menikahi gadis ini. Apalagi anak kita belum wisuda. Aku ingin dia meneruskan S2 nya di London, pikirkan itu ma!" bantah Abidin menjelaskan.

    "Bagaimana kalau gadis ini hamil pa? Taruh dimana muka kita, pa?" pekik Titin.

    "Apakah dia hamil dengan anak kita? Bisa jadi dengan lelaki lain. Sudahlah ma, jangan gunakan naluri keibuanmu!" tolak Abidin tegas.

    "Ma, aku bersedia menikahinya kalau memang dia hamil. Kalau memang dia hamil, itu anak aku, Pa. Dia gadis baik-baik...dia masih suci, Pa. Maafkan aku pa...ma...!" kata Ahem menyesal dan malu, wajahnya menunduk sedih.

    "Kenapa dia belum juga sadar, Ahem? Apa perlu kita panggilkan dokter?" usul Abidin.

    "Iya Pa, tolong panggilkan dokter!" pinta Ahem gundah.

     Titin mengelus rambut Tiffara dengan sayang.

    "Kamu manis sekali nak, kamu cantik dan imut. Semoga hatimu secantik wajahmu!" ujar Titin sambil mengelus juga pipinya yang halus bagai pipi bayi.

    "Carikan minyak kayu putih di kotak obat, Ahem!" pinta Titin kepada Ahem.

     "Baik Ma."

     Sebentar kemudian Ahem datang dengan membawa minyak kayu putih.

    "Nih Ma," ujarnya sambil menyerahkan sebotol minyak kayu putih.

    "Siapa namanya, Ahem?"

    'Tiffara Ma," jawabnya pelan.

    "Nama yang cantik, secantik orangnya." Ucapnya sambil menciumkan aroma minyak kayu putih di hidungnya.

    "Tiffara.....bangun sayang!" Lanjutnya berbisik di telinganya.

    "Mama?" desah Tiffara lirih.

    "Kamu sudah siuman?" tanya Titin bahagia dengan senyum mengembang.

    "Ma, dokter sudah datang!" Kata Abidin yang datang dengan dokter disisihnya.

    "Oh dokter, tolong dia dokter!" pinta Titin. 

     Ahem dan Abidin segera keluar kamar saat dokter mulai memeriksa Tiffara.

    "Mana yang dirasakan sakit mbak?" tanya dokter ramah.

    "Saya tidak apa-apa dokter, cuma pusing dan lemas," katanya pelan.

    Dokter mulai memeriksa intens dari tensi darah, mata dan detak jantung.

    "Dia lagi shock, trauma....kayaknya sedang terjadi masalah. Ibu banyak menemani dia mengobrol dan menghibur dia ya?" kata dokter berbisik.

   "Baik dokter," jawab Titin.

   "Ini resep segera ditebus Bu, dan  diminumkan secepatnya biar dia tenang," saran dokter.

   "Baik dokter, terima kasih!" Ucap Titin.

   "Pa, dokter sudah selesai memeriksanya, tolong antar dokter ke depan!" Pinta Titin.

   "Iya Ma," jawab Abidin. "Mari dokter!" lanjutnya.

    Tiba-tiba ponsel Ahem berdering, dia segera mengambil tempat yang aman setelah tahu Bagas yang telepon.

     "Halo?" sapa Ahem.

     Entah kenapa tiba-tiba minder, ada rasa takut kalau Bagas mengamuk, bila tahu apa yang sudah dilakukannya kepada adiknya.

     "Kembalikan adikku! Kamu jangan jadi pengecut dengan menyekap adikku. Ini urusan kita berdua, jangan seret orang lain ke dalam masalah kita. Jantan men!" hardiknya emosi.

     "Kamu bisa kembalikan Diva kepadaku?" tantang Ahem.

    "Bisa, asal Diva sendiri yang menginginkan. Kita bersaing sportif," tantang Bagas.

    "Oke, kuterima tantanganmu!" jawab Ahem tegas.

    "Kembalikan adikku, ingat.....sedikit saja kamu menyentuh adik ku, kubuat kamu lumpuh dan hancur!" ancam Bagas serius dengan geramnya.

    "Iya, aku akan antar adikmu, jangan khawatir, dia akan baik-baik saja!" jawabnya kemudian menutup teleponnya. 

    Ahem termenung, dia membayangkan apa yang akan terjadi ke depannya. Apalagi kalau Tiffara mengadukan semua ini pada kakaknya, maka urusannya akan semakin panjang. Bukan saja duel yang hebat, pasti urusan polisi juga.

     "Tapi setelah wisuda, papa akan mengirimku kuliah ke London. Itu artinya aku bisa menghindari masalah ini secepatnya. Dua bulan lagi, aku berarti harus berangkat ke London." Pikir Ahem sambil tersenyum licik.

    "Ahem...!" teriak mamanya.

    "Iya ma, saya datang!" jawabnya sambil menghampiri mamanya.

    Sesampai di kamar, Ahem menatap pilu wajah Tiffara. Mereka saling berpandangan dan tiba-tiba Tiffara menangis meronta.

    "Kalau kamu lagi bermasalah dan dendam sama kakakku, kenapa harus aku yang menanggung pelampiasan dendammu. Apa salahku padamu, aku sama sekali tidak mengenalmu!" protesnya disela-sela tangisnya.

    Titin dan Abidin saling berpandangan dan terperanjat kaget. Ternyata Ahem melakukan kesalahan besar bahkan tindakan kriminal. Mereka melakukannya bukan atas dasar suka sama suka seperti yang dipikirkan Titin dan Abidin, melainkan pemerkosaan.

     "Jadi Ahem...." Kata Titin menggantung.

    Titin tiba-tiba lemas dan terjatuh lunglai, tapi Abidin segera menangkapnya.

   "Mama?" pekik Abidin dan Ahem.

    Segera Abidin membopongnya dan  merebahkan di atas sofa di kamar Ahem.

    "Mama, maafkan Ahem ma!" kata Ahem sambil bersimpuh mencium tangan mamanya.

    "Tiffara, maukah kamu menikah dengan anakku? Itu bentuk tanggungjawab kami kepadamu." Tanya Titin.

    "Tante, saya masih sekolah Tante. Minggu depan saya masih Ujian Nasional. Saya juga masih ingin kuliah Tante, seperti keinginan papa sebelum meninggal." Ujarnya sedih.

    "Papamu sudah meninggal?" tanya Titin kepo.

    "Papa dan mama sudah meninggal, Tante.  Saya cuma hidup  berdua bersama kakak saya." Jawabnya sambil matanya yang bening mulai berkaca-kaca.

    Titin, Abidin dan Ahem mulai terbawa perasaan. Membayangkan betapa tidak beruntungnya gadis itu. Seorang gadis yatim piatu dan diperlakukan anaknya dengan tidak manusiawi. Titin mulai terguncang hatinya, membayangkan anak kesayangannya sekejam itu terhadap wanita.

     "Maafkan aku Tiffara, aku berjanji akan bertanggungjawab. Apapun yang kamu inginkan aku akan penuhi. Sekalipun aku harus menikahimu. Tapi untuk sementara kamu jangan bicara apa-apa dulu sama Bagas. Aku tidak ingin ribut dengannya. Aku akan selasaikan secepatnya urusan ini, terhadapmu juga Bagas!" titah Ahem seolah meredakan emosi Tiffara agar tidak mengadu kepada kakaknya.

    "Aku akan mengulur waktu sampai satu bulan, terus kabur deh keluar negeri." Pikirnya licik di dalam hatinya.

     "Tiffara, kalau saran Tante, nikah aja sama Ahem. Kamu bisa kok sambil kuliah nanti. Tante takutnya kamu hamil. Oh ya, kapan terakhir kamu menstruasi?" tanya Titin menjurus ke hal sensitif.

     Dan dengan menunduk malu Tiffara menjawab,

   "Seminggu yang lalu, Tante."

   "Tuh masa subur itu. Nggak apa-apa kamu hamil, tante juga sudah pingin punya cucu." Ujar Titin menghibur.

   "Mama!" pekik Ahem terkejut.

   "Mama yakin itu?" sahut Abidin ragu.

    "Iya Ahem...Papa, aku sudah pingin punya cucu, rumah kita akan semakin ramai bila ada suara bayi." Kata Titin pelan sambil tersenyum.

    Dalam hati Abidin masih belum bisa menerima Tiffara. Karena dia sudah menjodohkan Ahem dengan anak sahabatnya. Selain itu, dia juga ingin Ahem kuliah keluar negeri. Tapi dia tidak mau berdebat dengan istrinya didepan Ahem maupun Tiffara.

    "Ma, kakaknya sedang menunggu di rumah. Dia disuruh pulang sekarang, biar kuantar pulang ya ma!" tanya Ahem pelan.

    "Ya sudah, jangan buat kakak kamu khawatir, pulanglah! Kapan-kapan kamu main lagi kesini ya!" pinta Titin sambil membelai dan memeluk erat Tiffara.

     "Ahem, sekalian mampir ke apotek membelikan obat Tiffa, ini resep dokter!" Lanjutnya sambil menyerahkan selembar kertas resep obat.

     Tiffara terdiam, dia menikmati ketika Titin kembali  memeluknya dengan sayang dan tulus. Airmatanya meleleh di pipinya yang putih mulus.

    "Kenapa menangis sayang?" tanya Titin terkejut.

    "Saya merindukan pelukan mama, Tante! Mama meninggal saat saya masih kelas dua sekolah dasar, Tante." pekiknya menahan tangis.

    Kembali Titin memeluk Tiffara dengan sayang dan lebih erat. Dan tangannya membelai lembut rambutnya yang halus.

    "Ayo keburu malam, nanti yang ada Bagas marah dan ngamuk!" ajak Ahem datar.

Apakah Bagas tahu apa yang terjadi dengan adiknya? Apakah Ahem bisa kabur menghindar pergi keluar negeri?

     Bersambung.....

     

     

Comments (1)
goodnovel comment avatar
irbatkO
Namamya unik! Ahem! ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Pesona Duda Keren   2. Ahem Akan Menjadi Ayah

    Tiffara harus menyembunyikan trauma karena perkosaan itu dari Bagas kakaknya. Dia tidak mau kemarahan Bagas tak terkendalikan, dan akan berbuat nekat. Dia tidak mau kakaknya tersangkut hukum dan membuatnya masuk bui. Dia juga tidak mau hidup sendiri di rumah sebesar itu. Hanya bersama dua orang pembantu tentu rasanya tetap berbeda. Hidupnya sudah kesepian bila Bagas sedang sibuk di kantornya. Akan lebih kesepian lagi bila membayangkan dia hidup di bui untuk jangka waktu yang tidak sebentar. Tiffa tidak ingin itu semua terjadi. Satu-satunya teman hidupnya sejak kecil adalah kakaknya seorang, yaitu Bagas. Berhari-hari Tiffa tidak berani keluar kamar, hatinya begitu hancur bila mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. "Mbok Darsih, mana Tiffa? Dia tidak sekolah kok belum keluar kamar? Suruh dia keluar dan sarapan!" titah Bagas. "Iya Mas." Jawab Darsih. Bergegas Dar

    Last Updated : 2021-07-30
  • Pesona Duda Keren   3. Keteguhan Hati Ahem

    Ahem duduk termenung, didekat ranjang Tiffa terbaring. Dia memandang tajam gadis yang tergolek tak berdaya di depan matanya. "Kamu cantik sekali, imut....tapi sama sekali kamu bukan tipe aku. Diva lah tipe aku, dia tinggi, sintal bak gitar Spanyol putih dan cantik. Tapi kakakmu merebutnya dariku. Aku sudah dua tahun berpacaran, tapi dia berani menggodanya." Pikirnya dalam hati. Ahem sendirian, papa dan mamanya keluar untuk mencari makan malam, setelah sejak siang berada di rumah sakit. Dia juga berpamitan pulang untuk mandi dan mengambilkan baju buat Tiffara. Titin berpesan untuk secepatnya mengabari kakaknya tentang keadaan Tiffara. Tapi dia ragu, membayangkan amukan Bagas apalagi situasi di rumah sakit membuatnya berulang-ulang berpikir. Berkali-kali ponsel Tiffara berdering dari Bagas, pasti dia sangat mengkhawatirkannya. "Bagaimana aku menceritakan k

    Last Updated : 2021-07-31
  • Pesona Duda Keren   4. Ahem Menikah

    Entah apa yang sedang Ahem pikirkan, yang jelas keadaan membuatnya harus menikahi Tiffara. Sekalipun hatinya tak pernah bisa berpaling dari Diva. Selain itu dia sedang memikirkan bayi kembar yang sedang dalam kandungan Tiffara. Dia tidak ingin bayinya lahir tanpa status yang jelas. Berbeda dengan Abidin yang menginginkan Ahem menikah dengan Dania, anak dari Handoko sahabat bisnisnya. Seolah rencana itu tak akan pernah padam sebelum kesampaian. Dania anak tunggal dan perusahaan papanya hampir menyebar ke seluruh Indonesia. Ujung-ujungnya tetap karena harta dan tahta membuat Abidin kekeh dengan perjodohannya. Bagas sebagai kakak sekaligus orangtua buat Tiffara selalu menginginkan yang terbaik. Ternyata Tiffara sendiri berubah pikiran, dia bersedia menikah dan menunda kuliahnya demi kelahiran sang buah hatinya. Sebenarnya Bagas ragu dengan keputusan Tiffara, tapi apa boleh buat dia sendiri berubah

    Last Updated : 2021-07-31
  • Pesona Duda Keren   5. Ahem Bukan Kucing Garong

    Ahem dengan gugup dan malu menanggalkan gaun penganten dengan hati-hati. Takut kalau-kalau tiba-tiba Tiffara tersadar dan berontak, maka dia akan mendapat malu. Setelah gaun itu berhasil dilepasnya, kini dia mendapati baju korset yang sangat banyak dan berbaris kancingnya. Dia semakin gugup, bagaimana dia harus dengan hati-hati dan membutuhkan waktu yang lama untuk membukanya. "Apaan ini? Bagaimana aku terjebak dengan keadaan seperti ini? Mama, aku benci situasi ini!" pekiknya dalam hati. Ahem terpaksa dengan telaten membuka satu persatu kancing korsetnya. "Ini harus dilepas dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas ya? Kalau dari atas nanti bukit kembarnya nampak duluan." Pikirnya sambil cengar-cengir sendirian. "Atau dari bawah aja duluan ya. Duh rumit juga sih baju wanita, kenapa aku harus malu, dia kan udah halal." Pikirnya dalam hati. "Ah tidak meskipun dia istriku aku tidak mu

    Last Updated : 2021-08-01
  • Pesona Duda Keren   6. Ahem Dalam Dilema

    Ahem masih menunggu jawaban dari Tiffara, dia memandang penuh selidik. Karena Tiffara masih diam, Ahem merasa kalau dia keberatan kalau Ahem mengantar Diva pulang. Membayangkan wanita sedang mabuk di Club malam sendirian khawatir juga. Takut lelaki iseng akan mejebaknya dan memperkosanya. Akhirnya dengan berat hati Ahem menutup pintu kamar begitu mereka berdua sudah masuk. "Pergilah, kasihan Mbak Diva dalam bahaya, malam-malam seperti ini berada di luar sendirian!" Tiffara memberi izin. "Kamu yakin?" tanya Ahem ragu. "Cepat antar dia pulang! Aku menunggumu disini!" ujarnya pelan dan berat. Ternyata rasa kemanusiaannya mengalahkan egonya. Itu semua karena kebaikan hati nurani Tiffara. "Aku berjanji secepatnya kembali!" janji Ahem. Akhirnya Ahem ganti baju, mengambil jaket dan pergi keluar.

    Last Updated : 2021-08-03
  • Pesona Duda Keren   7. Ahem Mulai Goyah

    Ahem mencoba meyakinkan pada Tiffara lewat balik pintu kamarnya. Hati yang luas bak samudra itu pun begitu mudah memaafkannya. Dia membukakan pintu kamarnya. Ahem melirik jam di atas meja yang menunjukkan hampir pukul 04.00. Dia tak menyangka waktu begitu cepat berlalu. Ahem sadar, Tiffara pasti sedang menunggunya, hingga dia belum tidur. Ahem merasa kesal pada hati dan pikirannya yang tidak pernah mau sejalan. Bila dia berada di dekat Tiffara, yang ada hanya rasa kasihan dan rasa berdosa. Berbeda bila dekat dengan Diva, yang ada rasa cinta dan nafsu yang selalu bergelora. Tapi kekuatan pikirannya selalu bisa mengendalikan dirinya. Seperti dalam moto hidupnya, "Sebelum malam pertama aku tak akan melepas perjakaku dan tak akan mengambil keperwananmu." Meskipun motto itu akhirnya telah dihancurkan pada sore terkutuk itu. Cinta dan nafsu yang bergelora selalu runtuh hanya de

    Last Updated : 2021-08-07
  • Pesona Duda Keren   8. Ahem Terluka Lagi

    Kesedihan Bagas bukan karena Diva yang berkhianat, tapi lebih ke perasaan Tiffara. Adik kesayangannya itu sudah seolah menjadi jiwanya. Dia selalu dalam diam menahan kesedihannya. Bagas membayangkan dengan senyum tulusnya, dia menelan segala kesedihannya sendiri. "Aku tidak bersedih wanita jalang macam kamu mengkhianati ku, aku justru bersukur mengetahuimu lebih awal. Tapi Tiffa ku, dia nafasku...aku tidak bisa hidup tanpa dia. Aku akan membawa adikku pulang, itu kalau memang kamu tidak bisa membuatnya bahagia!" gumam Bagas sedih dengan air matanya yang bergulir. "Jangan Bagas! Jangan bawa dia pergi, aku akan pulang sekarang juga!" janji Ahem. Bagas tanpa menghiraukannya lagi dia melangkah pergi. Dengan tegap tanpa berpaling lagi dia berjalan menuju mobilnya, dan melajukan mobilnya pergi. "Tidak Ahem! Kamu tidak boleh pergi! Berani selangkah kamu meninggalkan aku, aku

    Last Updated : 2021-08-09
  • Pesona Duda Keren   9. Malam Perpisahan Yang Ternoda

    Sehabis sarapan pagi, Ahem bersiap mengantar Tiffara pergi periksa dokter. Titin senang sekali saat-saat dia melihat calon cucunya di layar monetor. Detak jantungnya sangat kuat, dokter bilang bayi sangat sehat. "Hanya saja ada masalah pada mamanya. Dia mengandung bayi kembar dan beresiko di usia yang masih muda. Kandungannya lemah, dia harus badrest untuk beberapa bulan ke depan dan yang terpenting lagi, dia tidak boleh stres." Dokter memaparkan kesehatan Tiffa yang sangat beresiko. "Jadi ini berbahaya bila istri saya stres, dokter?" Ahem bertanya dengan hati-hati. "Ini berbahaya buat keduanya, bisa mengakibatkan terburuknya pendarahan bahkan keguguran." Dokter menjelaskan kembali dengan hati-hati juga. "Sudah jangan khawatir, Oma akan menjaga keduanya sayang...mamanya juga cucu-cucu Oma." Titin menghibur Ahem. "Cucuku sayang, sekarang papa ngantar kalian periksa, tap

    Last Updated : 2021-08-11

Latest chapter

  • Pesona Duda Keren   52. Arti Sebuah Pengorbanan

    "Ikut aku!" ajak Ahem tiba-tiba."Kemana?" tanya Tiffara penasaran.Ahem tidak menjawab, dia berjalan menuju mobilnya. Tiffara terpaksa mengikuti tanpa banyak bertanya. Para mahasiswa tertegun menatapnya."Masuk!" perintah Ahem singkat."Apa dia yang terpilih?" teriak seorang mahasiswi."Apa benar?" yang lain menimpali.Ahem membukakan pintu dan meminta Tiffara masuk. Tak lama kemudian mobil pun melaju kencang.Dret ... dret ... dret! Ponsel Tiffara berdering, Virgo yang menelepon. Ini saatnya Tiffara membalas Ahem, dia telah membuat hati Tiffara tercekam cemburu karena biro jodoh yang dia buka."Kak Virgo?" sapanya manja."Tiffara, lagi dimana nih?" tanyanya lembut."Lagi jalan, Kak Virgo. Kakak sendiri lagi ngapain?" "Aku lagi suntuk, aku butuh teman ngobrol, Tiffa," kata Virgo sedih."Lagi mikirin apa? Boleh berbagi sama aku, udah makan belum? Apa kita ketemu makan malam saja," Tiffara dengan lembut menawarkannya.Ciiiit!Spontan Ahem menginjak rem dan berhenti. Ternyata sikap gen

  • Pesona Duda Keren   51. Masuk Biro Jodoh

    "Akulah yang pertama jatuh cinta padamu, Tiffa. Dan kamu malah menikah dengan Ahem adikku yang belum kamu kenal sebelumnya. Dan selama menikah pun kamu tidak pernah bahagia, tapi anehnya aku tidak bisa masuk diantara kalian," kata Virgo sedih."Maafkan aku Kak Virgo, yang belum bisa membalas cintamu," jawab Tiffara sedih."Aku tidak akan pernah memaksa perasaanmu, tapi setidaknya kamu mau percaya padaku bahwa aku sangat mencintaimu," Virgo meyakinkan."Duh, kok malah curhat di depanku sih," gerutu Ahem dalam hati.Dret ... dret ... dret! Ponsel Virgo berdering, Diva yang sedang menelepon."Aku keluar dulu, Tiffa!" pamit Virgo."Papa Virgo mau kemana?" tanya kedua bocah kecil itu bersamaan."Papa keluar sebentar, Sayang! Nanti kembali lagi," janji Virgo.Dia segera keluar ruangan dan mengangkat telepon dari Diva."Dimana kamu?" tanya Virgo kasar. Dia berpapasan dengan Bagas tapi Virgo tidak menyadarinya. Sontak membuat Bagas penasaran dan berpikiran ingin membuntutinya dan menguping.

  • Pesona Duda Keren   50. Cinta yang Menyakitkan

    Tiffara mulai membuka matanya, betapa terkejutnya dia berbaring di ranjang rumah sakit. Sebentar dia mengingat-ingat apa yang terjadi. Sontak dia bangun dan hendak turun dari tempat tidur tapi tiba-tiba perutnya mual dan pusing-pusing. Akhirnya kembali dia roboh di tempat tidur. "Tiffa, istirahatlah dulu! Kamu masih terkena pengaruh racun ular," gumam Bagas yang baru saja masuk ruangan. Bagas membantu membaringkan tubuh Tiffara kemudian memeriksa keningnya apakah masih demam ataukah sudah membaik. "Syukurlah kamu sudah membaik, Tiffa," gumam Bagas lega. "Bagaimana keadaan anak-anak dan Kak Ahem, Mas?" tanya Tiffara khawatir. "Anak-anak sudah baik-baik saja, Tiffa. Jangan khawatir!" hibur Bagas. "Gimana dengan Kak Ahem?" tanya Tiffara masih khawatir. "Kenapa kamu mengkhawatirkan dia? Dia kan bukan apa-apa kamu?" tanya Bagas menggoda. "Dia kan papa dari kedua anakku, Mas. Dia juga dosenku, apakah salah kalau aku mengkhawatirkannya?" jawab Tiffara tersipu malu. "Ooo jadi seorang

  • Pesona Duda Keren   49. Mimpi Menjadi Nyata

    Karena jaraknya tidak jauh Bagas dan Tiffara sudah sampai di rumah Ahem. Pintu pagar juga masih tertutup rapat. Dua satpam menjaga dengan aman pintu gerbang, tidak ada tanda-tanda ada orang keluar masuk lewat pintu. Apa itu artinya mereka pelakunya orang dalam sendiri. Din ... din ... din! Klakson mobil dibunyikan, Bagas dan Tiffara telah sampai dan satpam berlari membukakan pintu. Satu-satunya akses untuk keluar masuk rumah itu. "Ada apa, Pak?" tanya Bagas saat turun dari mobil. "Ada penyusup, Mas. Kenapa kamu masih di sini tidak mencari atau mengejarnya?" ketus Bagas. "Bos Ahem yang minta kami berdua harus jaga ketat pintu keluar," jawab salah satu satpam. "Dua bodyguard sudah berusaha mengejarnya,' lanjutnya. Tiffara bergegas berlari menuju rumah, sebelum kaki melangkah masuk dia melihat sekilas bayangan di semak-semak rerimbunan tanaman bunga. Sontak dia berhenti dan berbalik arah. "Mas Bagas, itu dia!" teriak Tiffara. Sontak sosok yang bersembunyi itu pun segera berlari t

  • Pesona Duda Keren   48. Firasat Lewat Mimpi

    Kini acara pertunangan telah selesai. Tiffara diam-diam mengawasi Ahem, apakah benar tidak ada luka di hatinya. Sebelum Tiffara hadir dalam hidupnya, Ahem dan Diva adalah sepasang kekasih. Rasanya tidak mungkin tidak ada luka di hatinya, apakah dia menutupinya? Tiffara sambil memegang foto yang dia temukan di lemari Ahem, dia terus mengingat-ingat. "Ada apa denganmu, Tiffa?" tanya Bagas. "Mas, kemarin Mbak Diva tunangan sama Kak Virgo," ujarku. "Sama Virgo? Iyakah? Hati-hati Tiffa, dia ular! Jaga anak-anakmu!" pesan Bagas. "Sebenarnya Kak Ahem meminta aku untuk tidur di sana agar bisa fokus mengawasi anak-anak. Tapi aku masih minta waktu berpikir, Mas," ungkap Tiffara. "Kenapa harus berpikir, Tiffa? Demi anak-anakmu ke sampingkan egomu, Tiffa," pesan Bagas. "Jangan sampai kamu menyesal," lanjutnya sedih. Tiffa mulai berpikir serius dengan apa yang baru dikatakan Bagas. Selama ini dia belum berpikir sejauh itu. "Ma

  • Pesona Duda Keren   47. Pertunangan Virgo dan Diva

    Tak berselang lama Ahem masuk ke kamarnya. Saat itu Tiffara sedang berdiri di depan pintu akan keluar kamar. Ahem terperanjat, melihat Tiffara yang tampil cantik sekali. Ahem berjalan mendekati Tiffa sehingga membuatnya terdesak mundur. "Apa yang kamu lakukan?" ketus Tiffa. "Aku akan memperkosa kamu lagi," kata Ahem terus menggoda. "Hiks ... hiks ... hiks, silakan! Emang Dede'nya bisa bangun?" balas Tiffa menggoda diiringi tawanya. "Boleh kita coba, kamu akan menjadi kelinci percobaanku," desaknya sambil terus memepet Tiffa sampai terhimpit antara dinding dan tubuh Ahem. "Kak Ahemmmm!" pekik Tiffara sambil memejamkan mata. Tak sadar kedua tangan Tiffara mencengkeram pinggang Ahem membuatnya semakin terbakar birahinya. Bibir sexinya melumat lembut bibir Tiffara. Membuat cengkeraman itu semakin kuat bahkan tak sadar tangan Tiffara melingkar kuat di pinggang Ahem membuat Ahem semakin terjebak dalam pagutannya. "Kak Ahem," desahnya

  • Pesona Duda Keren   46. Pengorbanan Virgo

    "Mana ada impoten malah dipamerkan, di gembar-gembor kan, malah kita tidak percaya dong!" sahut mahasiswi sambil ngekeh. Sambil berlalu Dosen Ahem tertawa kecil. Melody terus memantaunya dari jauh, dia mengikuti dari belakang. Kini dia sembunyi dibalik pot besar di pinggir jalan. "Kok cepat menghilang sih?" gerutu Melody kesal sambil beranjak bangun. Saat hendak beranjak bangun, dia mendapati bayangan sosok lelaki berdiri di sampingnya. Perlahan dia mendongak ke atas. "Hah!" pekiknya. "Bagaimana bapak tiba-tiba di sini?" lanjut Melody terkejut. "Kamu sendiri ngapain di sini, ngikuti aku kan?" tanya Ahem menohok. "Apa? Mengikuti bapak? Ya nggaklah!" teriakku membantah. "Melody atau Tiffara ya? Ya Melody sajalah terlanjur terbiasa dengan Melody di kamus. Tolong bawakan tas dan bukuku ke ruanganku!" perintah Dosen Ahem. "Saya, Pak?" sahut Melody bertanya. "Iya, kamu. Kenapa? Nggak mau, Bodyguard Melo?" desak Ahem.

  • Pesona Duda Keren   45. Suasana Baru di Kampus

    Ahem terperanjat dengan perkataan Arman yang mengatakan Virgo tiba-tiba akan menikahi Diva. Padahal sebelumnya Virgo tidak pernah dekat dengan Diva. Entah karena cemburu atau apa, Ahem merasa seolah tidak rela Virgo menikahi Diva dan diajak tinggal bersama satu rumah. Tapi sementara Ahem belum bisa mengungkapkan rasa keberatan itu kepada Virgo. "Aku ganti baju dulu, Melo, tolong bereskan kopiku!" pinta Ahem. Iya, Bos," jawab Melo. Aku mengambil lap dan membersihkan tumpahan kopi. "Kamu bisa bayangkan betapa menderitanya Ahem bila Diva hidup bahagia bersama Virgo," ujar Arman yang tiba-tiba muncul, mengejek. "Jadi paman bahagia bila melihat Ahem menderita, begitu?" tanya Melo. "Bisa dibilang begitu, dia sudah lama bahagia sudah waktunya ganti kakaknya yang harus bahagia," jawab Arman. "Boleh juga, asal bukan dengan cara licik, Paman. Bahagia tidak bisa diraih dengan cara kotor," ujar Melo. "Anda bisa melakukan sesuka hat

  • Pesona Duda Keren   44. Perjodohan Virgo dan Diva

    "Ma, mama ... mamaku mana, Om Melo?" tanya lirih Ruhi saat membuka matanya. Saat itu Melo sedang tidur di bibir ranjang, pantatnya di kursi. Segera matanya terbuka mendapati Ruhi memanggilnya. "Sayang, kamu sudah sadar? Apa yang kamu rasakan, Sayang?" tanya Melo gugup bercampur bahagia. "Ruhi, kamu sudah bangun?" teriak Arjun. "Sebentar aku panggil dokter!" teriak Melo masih gugup. "Dokter!" teriak Melo di depan pintu. Saking gugupnya, padahal di samping ranjang ada tombol untuk memanggil dokter atau perawat. Tak lama seorang dokter dan seorang perawat datang dengan tergesa-gesa. "Dok, anak saya sudah sadar, tolong periksa dia!" kata Melo bahagia. Dokter memeriksa sekilas tentang kesehatannya. Perawat membantu memeriksa tensi darahnya. Melo hanya tertegun seolah tak percaya. "Anda siapa?" tanya dokter. "Saya mamanya, maksud saya ... saya pengasuhnya, Dok," jawab Melo gugup. "Mana ke

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status