Selama seharian, Jojo tak henti memikirkan Erika. Bayang wajah gadis itu mengusik terus. Senyumnya menggoda, seolah membuat Jojo tak tahan ingin memeluk. Bau parfum, masih terasa melekat di hidung. Hingga Jojo merasakan hadir Erika setiap detik harinya.
Ia tak paham, meski sudah berusaha menepis semua tetapi Erika sangat nyata dalam pikirannya. Bahkan tawanya sesekali terdengar, suara lembut Erika pun selalu berbisik kata cinta. Apa yang terjadi? Apa ini kejadian lagi seperti kemarin saat dia berusaha melepas Erika. Akan tetapi, kali ini rasanya lebih ada tarikan yang memperkuat.
Tatapan Jojo kosong, mengedarkan pandangan ke jendela bis yang menampilkan hutan dengan pepohonan di sepanjang perjalanan. Bahkan suara bising dari teman-teman yang sedang mengobrol selama perjalanan pulang tidak dapat ia dengar. Hanya ada suara Erika yang mengatakan cinta berulang. Hingga membuat bulu kuduknya berdiri karena embusan napas gadis itu sangat terasa di leher.
"Jo!" teriak Roni. Temannya itu ternyata sejak tadi mengajak bicara tetapi Jojo sama sekali tidak mendengar. Ia yang baru tersadar karena disentuh dan diteriaki, tersentak. Mengerjapkan mata dan mengalihkan pandangan ke Roni.
"Hah? Kenapa, Ron?"
"Kau sejak tadi aku ajak bicara tidak ada jawaban. Kamu baik-baik saja?"
"Hah? Iya, Ron. Maaf. Aku sedang merasa lelah. Jadi sangat ngantuk. Gimana, tadi kau bicara apa?"
"Ya, aku ingin menanyakan perihal pengajuan rumah dinas setelah menikah."
"Oh, itu… kau bisa ajukan setelah memiliki buku nikah. Buat surat, minta saja ke asisten Pak Galih salinan contoh suratnya. Terus melampirkan photocopy buku nikah."
"Jadi, setelah menikah harus menunggu dulu, ya? Aku pikir setelah menikah bisa langsung ngeboyong istri kesini."
"Iya, paling 10-14 hari kerja baru mendapat kabar. Itu pun jika sudah ada rumah yang ready, Ron."
"Kau kemarin menanti berapa lama?"
"Ya, hampir dua minggu. Istriku nggak sabar, akhirnya kasih kejutan kesini. Kebetulan menginap di Balikpapan dan aku juga sedang dinas di sana. Ya sudah menunggu di hotel sementara. Setelah itu, baru kami pindah ke rumah dinas."
"Kau menginap di hotel apa saat di Balikpapan?"
Roni yang penasaran dan ingin meyakinkan sekali lagi, benar atau tidak orang yang dimaksud Ambar adalah Jojo. Namun, Jojo terdiam. Ia curiga dengan tanya Roni. Mengapa temannya itu tiba-tiba ingin tahu nama hotel tempat menginap saat di Balikpapan.
"Lupa, namanya, Ron. Karena kantor yang mengurus nama hotelnya. Kenapa?"
"Iya, tidak apa. Siapa tahu bagus untuk honeymoon," jawab Roni beralasan.
"Yah, kau ini. Masa honeymoon ke Balikpapan. Masih di pulau yang sama juga. Ke pulau lain gitu, biar fresh."
"Benar juga, kau. Baiklah nanti akan aku cari tempat yang romantis."
"Oke, Ron. Aku duluan ya, sudah mau sampai."
"Oke. Terima kasih infonya, Jo. Salam untuk istrimu." Jojo hanya menarik bibirnya, meninggalkan senyum dan berlalu dari hadapan Roni menuju pintu keluar.
Sesaat Jojo duduk di halte tempatnya turun. Ia memutuskan untuk menyesap benda bernikotin sebentar. Memulihkan pikiran yang mulai terasa kacau. Apa ada yang salah? Tanyanya berulang.
Setengah batang berlalu, belum juga ia menemukan jawaban sebab dirinya tak bisa lepas dari memikirkan Erika. Tak lama gadis yang ada dalam pikirannya itu berdiri tepat di depannya. Membuat Jojo mengucek mata berulang. Apa wanita yang ia lihat nyata?
Matanya memandang dari ujung rambut gadis itu, hingga ke kaki yang terlihat sangat nyata dan menyentuh tanah. Tidak mungkin khayalan atau hantu. Bahkan kini gadis itu tersenyum dan duduk di sebelah kanannya. Mengambil alih batang nikotin yang terapit jari tengah dan telunjuk Jojo. Ia pun menyesap benda itu dan mengepulkan asap ke udara.
"Kamu baru pulang?" tanya Erika. Jojo yang masih belum percaya, terdiam. Menatap gadis itu tak henti tanpa berkedip. Membuat gadis pemilik tubuh seksi terpingkal, melihat wajah Jojo yang menurutnya sangat lucu.
Erika kembali menghisap rokok dan meniupkan asapnya tepat ke wajah Jojo. Tawa kecil pun keluar dari bibirnya. Kembali menertawakan wajah terkejut yang menatap tanpa berkedip tiba-tiba memejamkan mata sambil mengibaskan tangannya ke depan muka. Mencoba menghilangkan kepulan asap.
"Jo? Kamu baik-baik saja? Hmmm atau kamu sedang berpikir aku hantu?" Lagi, Erika terbahak-bahak.
"Kenapa kamu bisa disini?"
"Loh? Memang kenapa? Ini 'kan memang jalan pulangku dari kafe. Apa kamu lupa?" Erika menoleh lagi ke Jojo. Lelaki itu kembali menatapnya tanpa mengedipkan mata. "Aku tadi lihat kamu duduk disini, ya sudah, aku turun dari bis. Hanya ingin tahu kabarmu. Mengapa sangat murung? Ada yang bisa aku bantu?"
"Erika… aku sudah bilang jangan ganggu aku lagi. Aku sudah berkeluarga."
"Haduh… kau ini kaku sekali, Jo." Erika menghisap batang nikotin itu lagi, lalu memberikan ke Jojo dan ia berdiri. "Baiklah. Maaf mengganggu lamunanmu. Aku pergi, ya? Tapi, jika kau butuh teman curhat, aku masih menerima obrolan. Hubungi aku saja, oke?"
Erika berlalu, menghentikan sebuah bis yang baru saja lewat dari seberang jalan. Ia pun menyebrang dan menaikinya. Tanpa menoleh. Namun, saat di dalam bis, ia tersenyum menatap Jojo sambil melambaikan tangan.
"Rasakan, Jo. Aku pastikan kau tidak akan bisa tidur malam ini," ucap Erika dalam hati.
Sementara Jojo segera mematikan rokok yang Erika kembalikan. Ia buang ke tanah dan menginjaknya. Lalu, berjalan kaki memasuki komplek perumahan, menuju rumah dinas.
Sepanjang perjalanan bayang wajah Erika menemani. Seolah gadis itu sungguh tidak pergi, masih ada di sampingnya. Jojo menoleh ke belakang. Berpikir Erika mengikutinya karena bau parfum gadis itu sungguh melekat. Hingga Jojo mengusap hidung berulang. Menyalahkan penciuman mungkin ada yang salah dengan hidungnya.
***
Sari berusaha bersikap normal, menstabilkan hati yang hancur berkeping-keping. Ia menyambut suaminya seperti biasa tanpa mengingat apa yang dilakukan Jojo selama ini. Kini, wanita itu sibuk menyiapkan makan malam. Setelah siap, mereka pun mulai menyantap makanan itu.
Namun, ada yang aneh. Jojo merasakan masakan Sari hari ini tidak seenak biasanya. Apa istrinya itu sengaja, atau jangan-jangan Sari menaruh racun di makanan untuk membunuhnya? Pikiran buruk pun merasuk, menerka-nerka. Wajah sang istri hari ini pun terlihat muram, tanpa senyum, dan lusuh. Seperti wanita tua. Ada apa dengan Sari?
Jojo menghentikan makan malamnya dan segera menenggak air putih. Ia berdehem, menyaksikan Sari yang sangat lahap menyantap makanan. Apa rasa makanan mereka berbeda?
"Kok, nggak dihabiskan, Mas?" tanya Sari.
"Aku tadi siang makannya kebanyakan jadi sekarang udah kenyang."
"Oh… hmmm Mas, tadi aku buka email dan ada panggilan kerja dari tempat yang kemarin."
"Oh, ya? Kapan jadwal interviewnya?"
"Lusa. Jam delapan pagi."
"Yah, aku nggak bisa antar kamu."
"Nggak apa, Mas. Aku bisa naik ojek online."
"Oke kalau gitu. Semoga diterima, jadi kamu ada kegiatan. Biar wajah kamu juga lebih fresh gitu," ucap Jojo.
"Apa wajahku belakangan terlihat kusam, Mas?"
"Eh, bukan gitu maksud aku. Hmmm ya, maksud aku biar kamu ada kegiatan jadi bisa bergaul dan nggak gampang stres. Secara kamu itu wanita tegar yang baru saja dikhianati sama suami sendiri berulang. Maafkan, aku, Sayang."
"Iya, sudah. Jangan dibahas lagi. Aku juga nggak mau masalah ini sampai ke telinga keluarga kita."
"Ndok, aku boleh tanya?" Sari mengangguk. "Apa yang membuat kamu kembali memaafkan dan mau menutup aib aku di depan keluarga besar kita?"
"Sudah pernah aku katakan, Mas. Aku ini istri kamu yang seharusnya menjadi pakaianmu, begitu pun kamu. Kita harus saling menutupi. Bukankah seperti itu tugas sepasang suami-istri?"
Jawaban Sari Membuat Jojo terharu. Namun, lama-kelamaan Jojo menjadi geli dengan wajah Sari. Entah mengapa, hari ini wajah istrinya tampak sangat buruk tidak seperti biasanya. Apa karena ia tidak merias diri?
Bersambung….
Seperti biasa, selepas melaksanakan Solat Subuh, Jojo bersiap berangkat kerja. Saat ia membuka pintu, percikan merah di teras mengganggu pandangannya. Matanya terbelalak menyaksikan."Sar, Sari…," teriak Jojo. Istrinya bergegas menghampiri sumber suara. Matanya ikut terbelalak saat mengarahkan pandangan ke tempat jari telunjuk Jojo."Apa itu, Mas?" Mereka saling pandang. Percikan itu tidak sedikit tetapi dari teras hingga ke pintu pagar. Bahkan ada bau anyir yang berseliweran.Segera Jojo menghampiri salah satu percikan merah itu. Mencoba mencium bau dan menerka."Amis," ucap Jojo. Pikiran negatif Jojo kembali merasuk, apa ada hubungan dengan Erika? "Kalau di kampung ini namanya&hellip
Lelaki bermata sipit itu bergegas mengenakan pakaiannya saat melihat waktu sudah pukul sebelas malam. Erika yang sudah tertidur pulas, terbangun mendengar suara ikat pinggang Jojo terjatuh ke lantai."Kamu, mau kemana, Honey?" tanya gadis itu."Aku harus kembali ke rumah.""Nggak nginep aja?""Tidak. Istriku bisa curiga. Aku pasti kembali."Jojo meninggalkan kecupan pada kening Erika dan menghampiri ojek yang telah ia pesan melalui aplikasi online. Langkahnya sedikit terburu-buru dan ketika menemui supir ojek pun ia meminta untuk cepat mengantar. Tidak ingin Sari berpikir aneh atau curiga.
Sepasang suami-istri itu tengah menikmati makan pagi yang terlanjur siang di warung dengan sangat menikmati. Mereka saling berkomentar tentang cita rasa masakan yang baru kali pertama dicoba. Bahkan Jojo yang masih merasa belum kenyang, membuka buku menu lagi. Ia penasaran dengan sebuah gambar yang menampilkan makanan dibungkus dengan daun pisang."Golla kambu," ucap Jojo. "Ndok, tolong pesan ini seporsi. Kamu mau tambah makanan lainnya nggak?""Hmmm apa itu, Mas, golla kambu?""Entah. Kayanya menarik. Makanya kita harus coba.""Ya sudah, aku pesan es pisang ijo. Tapi, bantu habiskan, ya, Mas?" Jojo mengangguk menanggapi. Sari segera memanggil pelayan dan memesan lagi.
"Ayo, Ndok. Cepetan!" teriak Jojo. Sari bergegas menghampiri sumber suara dan mengikuti langkah Jojo yang sudah berjalan lebih dulu.Mereka kembali ke bibir pantai untuk menikmati makan malam. Suasana terlihat ramai, beberapa orang sudah asik bercengkrama dengan orang terdekat mereka. Sepasang suami-istri itu pun memilih bangku tempat makan dan memesan beberapa menu masakan laut yang menggoda.Saat menanti makanan disajikan, Jojo meminta Sari melihat ke langit. Malam yang cerah bertabur bintang. Tak lama ada kembang api menghiasi langit. Mencerahkan suasana gelap. Lalu, Jojo mencium tangan istrinya. Membuat wanita berbibir tipis itu mengalihkan pandangan ke lelaki di depannya."Ndok, aku udah mengganti kalungnya," ucap Jojo. Ia mengulurkan sebuah kotak mera
Seperti biasa, Jojo telah bersiap berangkat kerja sejak selesai Solat Subuh. Begitu pun Sari yang ikut bersiap-siap membersihkan diri. Ia juga akan pergi pagi karena ada panggilan wawancara kedua.Jojo berangkat lima menit setelah jadwal bis jemputan tiba. Saat ia sampai di halte, tentu bis pun sudah tidak ada. Ia segera menghentikan bis dari seberang jalan dan menyebrang.Suara ketukan di kamar kos Erika membuat gadis itu yang baru bangun tidur segera menghampiri dengan malas karena kantuk masih mengganggu. Namun, seketika tubuhnya melonjak kala mengetahui tamunya yang datang pagi-pagi itu."Wow! Keras banget pelukan kamu, Honey?" ucap Jojo, terkejut yang mendapat perlakuan dari Erika."Iya,
Jojo menaiki bis jemputan seperti biasa. Ia duduk di sebelah Roni, salah satu bangku yang masih kosong. Jojo menyapa lelaki di sebelahnya itu dan mengajaknya berbincang."Gimana, Bro, persiapan nikah sudah semua?" tanya Jojo."Sudah semua, Bro. Tinggal tunggu waktu. Gue juga udah bikin surat pengajuan rumah dinas. Tinggal tunggu buku nikahnya," jawab lelaki itu."Wah… sudah matang semua. Semoga lancar dan dipermudah.""Aamiin. Lu sendiri gimana hubungan rumah tangga dengan istri? Baik-baik saja?" Jojo berdehem mendapat pertanyaan Roni. "Istri sudah hamil?" tanya Roni lagi. Baginya ini kesempatan untuk memancing obrolan. Mungkin saja bisa menyadarkan Jojo.
[Mas, Papa kepalanya terbentur. Itu yang membuatnya di rawat.][Terus gimana kondisi beliau sekarang, Sayang? Apa aku perlu cuti menemani ke Jakarta?][Tidak apa, Mas. Kamu kerja saja. Aku cuma mau minta izin, mungkin disini akan menemani sedikit lebih lama hingga Papa lebih baik.][Iya, Sayang. Kamu bantu Mama saja mengurus Papa. Kalau sudah selesai urusan baru kembali, tidak apa.]Lampu hijau menyala. Pertanda baik untuk hubungan tersembunyi Jojo dan Erika. Senyum Jojo semakin mengembang. Setidaknya ia memiliki waktu beberapa hari bersama Erika di rumah. Tanpa harus ketahuan orang luar, seperti Roni yang hampir mempergoki hubungan mereka.Kabar baik
Erika terbangun dari tidur kala dering gawainya tak henti mengganggu. Ia duduk di tepi ranjang, menyadarkan jiwa yang masih di alam mimpi. Perlahan gadis seksi itu menggeser layar berwarna hijau pada gawai. Suara tangis dari balik telepon terdengar. Membuat separuh nyawanya tersadar.[Mel? Kamu kenapa?][Kak, Ayah…][Ayah kenapa?]Tidak ada jawaban dari Meli, hanya tangis dari balik telepon terdengar jelas dan semakin sendu.[Kamu tenangkan diri dulu. Ayo, cerita pelan-pelan. Mana bisa aku paham kalau kamu sambil menangis seperti ini.]Erika mencoba menenangkan adiknya tetapi gad
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S