Lelaki bermata sipit itu bergegas mengenakan pakaiannya saat melihat waktu sudah pukul sebelas malam. Erika yang sudah tertidur pulas, terbangun mendengar suara ikat pinggang Jojo terjatuh ke lantai.
"Kamu, mau kemana, Honey?" tanya gadis itu.
"Aku harus kembali ke rumah."
"Nggak nginep aja?"
"Tidak. Istriku bisa curiga. Aku pasti kembali."
Jojo meninggalkan kecupan pada kening Erika dan menghampiri ojek yang telah ia pesan melalui aplikasi online. Langkahnya sedikit terburu-buru dan ketika menemui supir ojek pun ia meminta untuk cepat mengantar. Tidak ingin Sari berpikir aneh atau curiga.
Setibanya di rumah, wanita yang syah menjadi pendamping hidupnya itu sudah menanti. Dengan was-was tidak bisa memejamkan mata, duduk di pinggir ranjang. Ia yang mendengar suara motor berhenti di depan rumah segera berjalan menghampiri pintu keluar dan mengintip dari jendela.
Ya, suaminya memasuki pagar. Segera Sari bukakan pintu.
"Kok, malam banget, Mas?" tanya Sari.
"Iya, aku lembur." Sari tak melanjutkan tanya. Ia hanya melirik ke arah jam dinding di ruang tamu yang menunjukkan pukul 11.20.
Tidak seperti biasanya saat Jojo lembur. Paling malam ia tiba di rumah pukul 10. Mengapa kini lewat dan tanpa memberi kabar. Khawatir terjadi pertengkaran karena Jojo tersinggung jika Sari banyak bertanya, wanita itu memilih diam dan menyiapkan pakaian tidur suaminya. Sementara Jojo membersihkan diri.
Sari yang telah melihat keberadaan suaminya, kini bisa bernafas lega dan mencoba memejamkan mata. Tak lama, ia pun merasakan hangat tubuh Jojo yang sudah berada di sampingnya. Meninggalkan kecupan pada kening dan mulai berbaring, menyusul dalam mimpi.
"Tidak ada alasan untuk curiga. Mungkin Mas Jojo benar-benar sedang sibuk," ucap Sari dalam hati.
***
"Sayang, besok kita liburan, yuk?" ucap Jojo saat mereka sarapan.
"Kemana, Mas?"
"Ada pulau bagus banget di daerah Sulawesi."
Sari menjawab dengan senyuman dan mendengarkan cerita Jojo tentang pulau yang dimaksud. Sekarang semua sudah kembali normal, Sari yakin itu. Sikap Jojo pun sudah berubah seperti awal pernikahan mereka.
"Ya udah, aku berangkat kerja dulu. Kamu prepare ya, untuk besok. Karena kita akan berangkat selepas Solat Subuh."
Lelaki itu menghampiri istrinya yang mengangguk. Memberikan kecupan pada kening dan beranjak. Jojo sudah tidak mencium aroma anyir yang mengganggu hidungnya. Berarti benar, bau itu berasal dari Sari yang jorok, pikir Jojo.
Hal ini membuat Jojo sedikit jijik dan tak habis pikir. Mengapa istrinya tidak bisa menjaga diri, dari aroma tak sedap seperti kemarin. Bahkan merias diri pun, kini sudah jarang. Padahal ia tahu ingin suaminya. Bagaimana Jojo betah di rumah dan tidak tergoda lagi dengan Erika.
"Jangan-jangan percikan darah di lantai pun milik Sari yang mungkin menantiku pulang kerja di depan rumah?" tanya Jojo dalam hati. "Ah! Pantas saja dia memintaku untuk tidak berpikir aneh."
Jojo tiba di halte, sudah ada beberapa orang yang menanti bis jemputan juga. Sesaat mereka berbincang sebelum bis tiba. Ketika sudah di bis, pikiran Jojo kembali melayang. Teringat Erika, perbandingan antara gadis itu dengan istrinya pun terjadi lagi. Menggoda dan menonjolkan Erika adalah gadis yang paling sempurna dan sangat cocok dengannya. Bahkan bayang kenikmatan berhubungan badan semalam dengan Erika terus mengusik.
Berbeda dengan biasanya, semalam Erika sangat luar biasa. Memberikan kepuasan yang belum pernah Jojo dapat sebelumnya. Apalagi dari Sari?
"Bukan aku yang tak sadar melakukan perselingkuhan ini lagi. Akan tetapi, faktor perlakuan yang berbeda. Kenyamanan yang selalu bisa Erika pertahankan untuk aku selalu singgah dan merindu," ucap Jojo dalam hati.
Ia tidak mau menyalahkan dirinya dalam perselingkuhan ini. Namun, menyalahkan Sari yang tak pandai merias diri, membuat Jojo tak nyaman. Bisikan gaib pun terus menuntun ia untuk membenarkan perbuatannya.
***
"Erika, aku akan menikahimu," ucap Jojo. Gadis di sebelahnya yang sedang mengenakan pakaian itu menoleh. Tergagap, tidak percaya apa yang baru saja ia dengar. Jojo menghampiri dengan sebuah pelukan. "Tapi, kau harus bersabar."
"Ma-maksud kamu bersabar?"
"Kau pasti tahu maksudku. Sementara kita biarkan semua berjalan seperti biasa. Nanti aku pastikan akan bicara dengan Sari tentang hubungan kita."
Erika mengangguk. Semua rencana sudah di depan mata dan berhasil. Senyumnya mengembang, ia pun menuruti pinta Jojo untuk bersabar. Ya, sama seperti nasihat Emak. Gadis itu tak boleh gegabah.
"Besok dua hari aku tidak bisa berkunjung. Aku pergi dengan Sari."
Ingin sekali Erika menampakkan wajah cemburu tetapi tidak boleh ia lakukan. Itu hanya akan membuat rencananya tak berjalan mulus.
"Iya, kamu liburan saja dulu dengannya. Pasti dia masih sedih dengan kejadian yang baru diketahuinya," jawab Erika.
Jojo pun lega mendengar jawaban kekasihnya. Lalu ia mengenakan pakaian dan berpamitan karena waktu sudah malam. Ia harus kembali pulang menemui Sari.
***
Seusai melaksanakan kewajiban dua rakaat sepasang suami-istri itu bergegas memesan taksi online untuk menuju bandara. Sampai sekarang, Sari belum juga mengetahui kemana Jojo akan mengajaknya berlibur. Ia hanya menurut saja seperti biasa dan selalu yakin setiap tempat yang Jojo ajak pasti bagus untuk merilekskan diri. Mungkin ini adalah tujuan Jojo agar mereka kembali romantis dan melupakan kejadian menyakitkan kemarin, pikir Sari.
Suara klakson mobil sudah terdengar dari depan rumah, Sari bergegas membukakan pintu, sementara Jojo mengangkat barang bawaan ke dalam mobil. Mereka pun segera beranjak. Mengingat perjalanan ke bandara Balikpapan dari rumah memakan waktu kurang lebih 1,5-2 jam.
Jojo merangkul tubuh istrinya yang terasa dingin saat di dalam mobil. Sesekali jemarinya pun meremas tangan Sari agar sedikit hangat. Sementara wanita berbibir tipis itu, merebahkan kepalanya pada bahu Jojo.
"Sebenarnya kita mau kemana, Mas?" Jojo tersenyum tipis seraya mencium kening istrinya.
"Kejutan. Pokoknya tempat yang indah banget."
"Kamu sudah pernah ke sana?"
"Belum. Dengar dari teman yang asli orang Bugis saja. Terus aku browsing." Jojo melihat ke arah arloji, pukul 04.50. "Kamu kalau masih ngantuk tidur aja dulu, perjalanan masih 2 jam kurang lebih."
"Hmmm… udah nggak ngantuk. Nanti saja. Kalau perjalanan pesawatnya berapa lama, Mas?"
"Sebentar doang, cuma sekitar 30 menit. Lalu kita nyebrang pulau naik kapal sekitar 15-20 menit. Baru deh sampai ke tempat yang keren banget."
"Jadi, nggak sabar menuju tempat itu," ucap Sari. Wajahnya berseri dan hati wanita itu penuh harap. Bahwa kali ini suaminya benar-benar bertobat. Meninggalkan Erika dan menjadikan ia wanita satu-satunya.
Perjalanan panjang telah mereka tempuh. Hingga pemandangan menakjubkan telah tiba di depan mata. Perahu yang membawa mereka hampir tiba di dermaga Pulau Karampuang. Salah satu destinasi alam ciptaan Tuhan yang luar biasa, berada di Kota Mamuju, Sulawesi Barat.
Tak henti Sari mengucap syukur atas nikmat yang telah Tuhan berikan. Kebahagiaan mereka sangat terlihat. Terbayar sudah lelah perjalanan panjang yang mereka tempuh dan rasa sakit yang sebelumnya mengguncang hubungan mereka. Kini, mereka telah tiba di tempat tujuan. Seorang pemandu wisata yang telah di hubungi Jojo dan menjemput di Bandara Tampa Padang Mamuju, membawakan tas kedua tamunya hingga ke sebuah rumah untuk tempat bermalam.
Penginapan sederhana yang berada di bibir pantai, menampilkan khas Pulau Karampuang. Rumah panggung berdinding anyaman bambu dengan pemandangan menakjubkan. Mereka dapat memandang laut lepas dari teras kamar. Sari yang terpukau, segera menghampiri teras, berdiam di sana. Merasakan angin laut yang berbisik. Sementara Jojo yang sudah menaruh barang-barang, mendekati istrinya. Memeluk dengan mesra wanita itu dari belakang dan meninggalkan kecupan di leher Sari.
"Suka?" bisik Jojo.
"Banget. Keren, Mas."
Sesaat keduanya menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa tubuh sambil memandang laut. Jojo pun yang baru kali pertama kesini sangat menyukai pemandangan Pulau Karampuang. Ia berpikir, suatu hari akan membawa Erika kesitu juga.
"Makan, yuk? Laper…," ucap Jojo. Mereka pun bergegas berjalan ke pinggir pantai, tempat para pedagang menjajakan jualannya.
Pandangan Sari membaca satu persatu tulisan di setiap warung. Mencari menu yang menggoda. Langkahnya berhenti di depan warung yang menampilkan gambar dengan tulisan Bau Piapi. Seperti gambar ikan yang dimasak dengan kuah berwarna kuning.
"Bau Piapi?" ucap Sari.
"Cobain, yuk, Ndok? Kayanya enak," sambung Jojo yang mengetahui pandangan istrinya. Mereka pun masuk ke dalam warung itu.
"Bu, pesan Bau Piapi, ya?" Seorang ibu muda yang melayani segera mencatat pesanan mereka. "Bau Piapi itu makanan khas Mamuju, ya, Bu?" lanjut Jojo.
"Iya, benar, Kak. Ikan yang diolah dengan rempah-rempah. Mungkin mau coba Sambusa juga, Kak? Makanan ini sangat populer di kalangan wisatawan."
"Sambusa? Itu apalagi, Bu?" tanya Sari. Pelayanan itu menunjukkan sebuah gambar yang berada di buku menu.
"Ini, Kak. Isinya ikan giling." Sebuah gambar berbentuk segitiga seperti gorengan yang ditunjuk oleh pelayan itu.
"Oke, itu mau juga."
"Minumnya, Kak?"
"Es lemon tea aja, dua."
Bersambung….
Sepasang suami-istri itu tengah menikmati makan pagi yang terlanjur siang di warung dengan sangat menikmati. Mereka saling berkomentar tentang cita rasa masakan yang baru kali pertama dicoba. Bahkan Jojo yang masih merasa belum kenyang, membuka buku menu lagi. Ia penasaran dengan sebuah gambar yang menampilkan makanan dibungkus dengan daun pisang."Golla kambu," ucap Jojo. "Ndok, tolong pesan ini seporsi. Kamu mau tambah makanan lainnya nggak?""Hmmm apa itu, Mas, golla kambu?""Entah. Kayanya menarik. Makanya kita harus coba.""Ya sudah, aku pesan es pisang ijo. Tapi, bantu habiskan, ya, Mas?" Jojo mengangguk menanggapi. Sari segera memanggil pelayan dan memesan lagi.
"Ayo, Ndok. Cepetan!" teriak Jojo. Sari bergegas menghampiri sumber suara dan mengikuti langkah Jojo yang sudah berjalan lebih dulu.Mereka kembali ke bibir pantai untuk menikmati makan malam. Suasana terlihat ramai, beberapa orang sudah asik bercengkrama dengan orang terdekat mereka. Sepasang suami-istri itu pun memilih bangku tempat makan dan memesan beberapa menu masakan laut yang menggoda.Saat menanti makanan disajikan, Jojo meminta Sari melihat ke langit. Malam yang cerah bertabur bintang. Tak lama ada kembang api menghiasi langit. Mencerahkan suasana gelap. Lalu, Jojo mencium tangan istrinya. Membuat wanita berbibir tipis itu mengalihkan pandangan ke lelaki di depannya."Ndok, aku udah mengganti kalungnya," ucap Jojo. Ia mengulurkan sebuah kotak mera
Seperti biasa, Jojo telah bersiap berangkat kerja sejak selesai Solat Subuh. Begitu pun Sari yang ikut bersiap-siap membersihkan diri. Ia juga akan pergi pagi karena ada panggilan wawancara kedua.Jojo berangkat lima menit setelah jadwal bis jemputan tiba. Saat ia sampai di halte, tentu bis pun sudah tidak ada. Ia segera menghentikan bis dari seberang jalan dan menyebrang.Suara ketukan di kamar kos Erika membuat gadis itu yang baru bangun tidur segera menghampiri dengan malas karena kantuk masih mengganggu. Namun, seketika tubuhnya melonjak kala mengetahui tamunya yang datang pagi-pagi itu."Wow! Keras banget pelukan kamu, Honey?" ucap Jojo, terkejut yang mendapat perlakuan dari Erika."Iya,
Jojo menaiki bis jemputan seperti biasa. Ia duduk di sebelah Roni, salah satu bangku yang masih kosong. Jojo menyapa lelaki di sebelahnya itu dan mengajaknya berbincang."Gimana, Bro, persiapan nikah sudah semua?" tanya Jojo."Sudah semua, Bro. Tinggal tunggu waktu. Gue juga udah bikin surat pengajuan rumah dinas. Tinggal tunggu buku nikahnya," jawab lelaki itu."Wah… sudah matang semua. Semoga lancar dan dipermudah.""Aamiin. Lu sendiri gimana hubungan rumah tangga dengan istri? Baik-baik saja?" Jojo berdehem mendapat pertanyaan Roni. "Istri sudah hamil?" tanya Roni lagi. Baginya ini kesempatan untuk memancing obrolan. Mungkin saja bisa menyadarkan Jojo.
[Mas, Papa kepalanya terbentur. Itu yang membuatnya di rawat.][Terus gimana kondisi beliau sekarang, Sayang? Apa aku perlu cuti menemani ke Jakarta?][Tidak apa, Mas. Kamu kerja saja. Aku cuma mau minta izin, mungkin disini akan menemani sedikit lebih lama hingga Papa lebih baik.][Iya, Sayang. Kamu bantu Mama saja mengurus Papa. Kalau sudah selesai urusan baru kembali, tidak apa.]Lampu hijau menyala. Pertanda baik untuk hubungan tersembunyi Jojo dan Erika. Senyum Jojo semakin mengembang. Setidaknya ia memiliki waktu beberapa hari bersama Erika di rumah. Tanpa harus ketahuan orang luar, seperti Roni yang hampir mempergoki hubungan mereka.Kabar baik
Erika terbangun dari tidur kala dering gawainya tak henti mengganggu. Ia duduk di tepi ranjang, menyadarkan jiwa yang masih di alam mimpi. Perlahan gadis seksi itu menggeser layar berwarna hijau pada gawai. Suara tangis dari balik telepon terdengar. Membuat separuh nyawanya tersadar.[Mel? Kamu kenapa?][Kak, Ayah…][Ayah kenapa?]Tidak ada jawaban dari Meli, hanya tangis dari balik telepon terdengar jelas dan semakin sendu.[Kamu tenangkan diri dulu. Ayo, cerita pelan-pelan. Mana bisa aku paham kalau kamu sambil menangis seperti ini.]Erika mencoba menenangkan adiknya tetapi gad
"Hei, Hon, ayo bangun." Jojo mengerjapkan mata. Menatap gadis yang tengah mencium pipinya sambil berbisik. Ia segera mendekap gadisnya, enggan beranjak. "Ayo, bangun. Katanya takut kesiangan lagi?" "Jam berapa sih, Hon?" "Jam empat." "Kamu kok, udah bangun?" Erika tidak menjawab. Ia memasukkan wajahnya ke dalam pelukan Jojo. Berdiam beberapa saat di sana. Bukan sudah bangun, lebih tepatnya gadis itu tidak bisa tidur nyenyak teringat sang ayah. Namun, Erika memilih tidak menceritakan ke Jojo. "Aku masakin sar
[Hai, Sayang.][Kamu lagi di rumah, Mas?][Iya. Baru selesai makan.][Makan malam apa?][Tadi aku beli di depan. Gimana kondisi Papah?][Alhamdulillah lebih baik, Mas. Mungkin aku pulang hari Minggu.]Jojo mengangguk. Memasang wajah ceria, menyambut kedatangan istrinya. Rayuan gombal pun ia lontarkan untuk meyakinkan wanita itu bahwa rindu padanya sangat menyiksa.Sementara Erika yang mendengar Jojo sedang mengobrol dengan Sari di panggilan video tidak menghiraukan. Ia tetap melanjutkan mencuci piring di dapur. Memberikan waktu untuk
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S