[Hai, Sayang.]
[Kamu lagi di rumah, Mas?]
[Iya. Baru selesai makan.]
[Makan malam apa?]
[Tadi aku beli di depan. Gimana kondisi Papah?]
[Alhamdulillah lebih baik, Mas. Mungkin aku pulang hari Minggu.]
Jojo mengangguk. Memasang wajah ceria, menyambut kedatangan istrinya. Rayuan gombal pun ia lontarkan untuk meyakinkan wanita itu bahwa rindu padanya sangat menyiksa.
Sementara Erika yang mendengar Jojo sedang mengobrol dengan Sari di panggilan video tidak menghiraukan. Ia tetap melanjutkan mencuci piring di dapur. Memberikan waktu untuk kekasihnya menyapa wanita di balik panggilan video itu.
Tak lama, Jojo dan Sari selesai berbincang dan mengakhiri panggilan. Erika segera duduk di sebelah Jojo, bersandar pada bahu lelaki itu, memanja.
"Besok aku keluar dari rumah ini, ya, Hon?"
"Kenapa besok? Sari 'kan sampai hari Minggu."
"Aku takut Roni datang lagi menggerebek kita gimana?"
"Kau tenang saja, dia tidak akan melakukan hal gegabah itu."
"Tapi, aku harus pergi besok sepertinya, Hon. Aku juga mau menengok keluarga di kampung."
"Ah, iya. Gimana kabar ayahmu dan adik-adik? Nanti jika kita menikah apa ayahmu bersedia menjadi wali? Apa beliau tidak masalah memiliki menantu yang sudah beristri?"
Erika terdiam mendapati tanya beruntun Jojo. Ia bangkit dari sandaran. Menatap ke segala arah, mencari alasan agar terhindar dari jawaban itu. Ia meremas perutnya sambil menampilkan wajah sakit.
"Hon, kamu kenapa?"
"Perut aku sakit, Hon."
"Kamu mau buang air besar?"
"Bukan. Sepertinya mau datang bulan. Aku ke kamar dulu, ya, ambil obat pereda nyeri." Gadis itu segera beranjak, berpura-pura.
Erika berbaring di ranjang, mencoba memejamkan mata dan menjemput mimpi. Agar Jojo tidak membahas lagi atau mempertanyakan tentang ayahnya. Namun, rasa kantuk tak juga datang karena siang tadi ia tidur terlalu lama. Setelah semalam tidak bisa nyenyak.
Jojo datang, membenarkan selimut yang Erika kenakan. Lalu, bersanding di sebelah gadis itu, mengecup keningnya. Menatap wajah Erika sesaat yang tengah memejamkan mata. Namun, entah mengapa tiba-tiba ada yang aneh dengan wajah gadis itu. Perlahan muncul kerutan pada kulit mulus Erika. Jojo yang terkejut, mengedipkan matanya berulang dan mengucek.
Saat matanya kembali menatap, semua kerutan itu menghilang. Wajah Erika tampak seperti biasa, cantik, mulus tanpa noda apalagi kerutan tanda penuaan. Jojo merebahkan tubuhnya di sebelah Erika. Mencoba menepis khayalan buruk yang tadi menampilkan wajah kekasihnya. Ia merasa sangat lelah, mungkin itu penyebab hal aneh muncul pada dirinya.
***
Seperti kemarin, Erika membangunkan Jojo pagi-pagi dan menyiapkan makannya. Setelah Jojo berangkat kerja, ia pun segera mengemasi barang-barangnya. Sambil menanti waktu yang tepat untuk pergi dari rumah dinas Jojo, ia bersiap dan duduk di ruang tamu. Dari balik jendela, mengamati keadaan di luar.
Saat semua telah tampak aman, Erika segera memesan taksi online. Ia pun beranjak dari rumah itu menuju rumah orang tuanya. Tak satu pun ada orang yang melihat kepergian Erika. Semua berjalan mulus. Perumahan tampak sepi, mungkin karena kebanyakan warga telah memiliki anak. Mereka sibuk dengan aktivitas rumah dan anak-anak di pagi hari.
Jojo yang sudah mengetahui Erika akan pulang hari ini, ia mengambil lembur. Menghabiskan waktu untuk bekerja, daripada di rumah sendirian.
Sementara Sari di Jakarta sedang berkemas. Mamanya yang mendapati ia membereskan pakaian, menghampiri. Lalu, duduk di pinggir ranjang.
"Kamu jadi kembali ke Kalimantan besok?" Sari mengangguk sambil tersenyum, menoleh ke arah mamanya. "Kenapa besok? Memang tidak rindu dengan Jojo?"
"Rindu pasti, Mah," jawabnya tersipu.
"Papah sudah lebih baik. Jika kamu mau pulang hari ini tidak masalah, Sayang. Maafin Mamah dan Papah yang menyusahkan kamu, ya?" Wanita berbibir tipis itu menoleh ke sumber suara yang mengizinkannya pulang segera. Memang ia ingin segera pulang, tetapi tak enak hati bicara pada orang tuanya. Khawatir membuat keduanya bersedih karena lebih memilih segera pergi setelah kondisi ayahnya lebih baik.
"Maksud Mamah?"
"Mamah ngusir kamu," ucap wanita paruh baya itu. "Sengaja, agar kamu segera menemui suamimu. Pasti berat menjadi kamu, Sayang, harus membagi waktu dengan kami. Pulanglah dan ikuti suamimu."
Sari memeluk wanita paruh baya itu, berbisik kata maaf berulang. Bukan maksud hatinya ingin pergi meninggalkan rumah segera. Namun, wanita di hadapannya pun memahami kondisi ini. Setelah mengucap kata terima kasih berulang, Sari mencoba membatalkan tiket pesawat yang telah dibelinya dan mengganti waktu keberangkatan.
Siang itu juga ia berangkat ke bandara untuk pulang ke rumah suaminya. Lelaki pilihan hidupnya yang ia pikir telah menanti. Terlalu sabar memberinya kesempatan untuk berbakti pada orang tua.
Tanpa kabar ke Jojo terlebih dulu, Sari segera kembali ke kota tempat suaminya tinggal. Ia akan memberi kejutan. Senyumnya terus mengembang, tak sabar menanti tiba di Kalimantan.
***
Langit sudah mulai gelap, Sari baru saja turun dari taksi di depan rumah. Bibirnya tersenyum tipis, tak sabar bertemu dengan Jojo setelah beberapa hari terpisah jarak. Ia mencari kunci di bawah keset, tempat biasa Jojo dan dirinya menaruh. Namun, tidak ada.
"Apa Mas Jojo nggak tinggalkan kunci di bawah keset? Karena berpikir aku belum pulang hari ini?"
Pandangan Sari menyebar ke segala arah, sambil menerka-nerka. Ia menyalakan senter pada gawai, mencari keberadaan benda itu karena lampu teras rumahnya belum nyala. Pantulan kunci pintu rumahnya terlihat dari sebuah pot bunga yang terletak di sebelah keset. Sari segera menghampiri dan mengambilnya.
Ia membuka pintu dan segera menuju kamar. Ia menggeleng saat mendapati ranjang yang sangat berantakan. Pikirnya, wajar saja. Mana sempat suaminya yang bekerja membereskan rumah. Sari bergegas mengganti pakaiannya dan mulai membereskan rumah.
Saat ia sedang merapikan posisi bantal dan guling, Sari menemukan beberapa helai rambut panjang dengan ikal di ujungnya. Mata Sari membulat, meyakinkan bahwa itu bukan miliknya apalagi Jojo. Ia pun ingat betul, sebelum berangkat ke Jakarta, baru saja mengganti seprei dan pasti tidak akan ada rambutnya yang tertinggal.
Sari terdiam, apa yang terjadi selama beberapa hari ini di rumah dengan suaminya. Ia hanya bisa memandang rambut itu penuh tanya.
"Apa aku tanyakan saja sama Mas Jojo? Ah! Kenapa hatiku jadi merasa takut?"
Sari mengambil plastik kecil dan menyimpan rambut itu di dalamnya. Ia tidak bisa langsung bertanya ke Jojo, Sari memilih diam dan mencari tahu dulu. Meski ia tak tahu, apakah hatinya sanggup mengetahui yang sebenarnya terjadi jika benar Jojo menghadirkan wanita lain lagi di kehidupan rumah tangga mereka.
Sari melanjutkan membereskan kamar. Saat ia duduk di meja rias, ada sebuah botol parfum yang asing baginya. Ia mencium bau parfum itu. Bau yang menyengat dan sama sekali tidak ia sukai.
"Kok Mas Jojo ganti parfum, nggak enak banget baunya?" Sari meletakkan parfum itu lagi dan melanjutkan membereskan kamar. Sambil menanti suaminya pulang.
Setengah jam lagi, waktu pulang Jojo tiba. Ia mulai merias diri, menampilkan wajah tercantik di hadapan suaminya. Ruang kamar pun telah ia semprotkan pengharum ruangan. Agar Jojo menghirup bau yang menyegarkan setibanya di kamar.
Jojo tersenyum lebar saat tiba di depan rumah mendapati lampu menyala. Ia berpikir, Erika tidak jadi pergi hari ini. Jojo bergegas masuk setelah membuka pintu yang ternyata tidak terkunci dan ingin memeluk gadisnya.
"Hon? Kejutan apa ini?" teriak Jojo.
Sari yang mendengar suara suaminya terkejut. Mengapa Jojo memanggil dirinya "Hon". Apa itu panggilan baru untuknya. Langkah Jojo mendekati kamar, pintu kamar yang terbuka lebar memperlihatkan Sari yang sedang berdiri masih penuh tanya tentang panggilan yang tadi Jojo sebutkan.
Mata mereka saling beradu pandang saat Jojo mendapati Sari yang berada di rumah. Namun, Jojo segera menepis kegugupan kesalahannya, ia segera menghampiri Sari dan memeluk.
"Kamu kenapa nggak bilang hari ini pulang?"
"Kejutan," jawab Sari. Ya, kejutan yang membuat dirinya pun terkejut.
"Kalau aku tahu kamu hari ini pulang, nggak akan lembur, Hon."
Sari melepas pelukannya, menatap Jojo. Jojo mengerutkan dahi, seolah bingung dengan tatapan istrinya.
"Kenapa?" tanya Jojo.
"Kamu ganti panggilan aku?" Jojo tertawa kecil dan mengusap wajah istrinya dengan lembut.
"Apa salah aku panggil kamu Honey? Artinya sama saja 'kan?" Sari yang mulai merasa aneh dengan sikap Jojo hanya bisa berpura-pura menerima jawaban suaminya. Ia memeluk Jojo lagi, melepas rindu yang sebenarnya sudah memudar dari beberapa menit lalu.
Tanya yang membuncah dalam hatinya kini kian tak tenang. Ingin segera mencari tahu yang terjadi.
"Oh, ya, Mas. Ganti baju gih, terus kita makan."
"Oke. Aku ganti dulu, ya?"
Sari meninggalkan Jojo menuju ruang makan. Duduk di sana sambil memikirkan hal-hal aneh yang telah menimpanya.
Bersambung….
"Pagi, Sayang… masak apa, Sayang?" sapa Jojo. Ia baru bangun, memeluk mesra tubuh Sari dari belakang yang sedang sibuk memasak di dapur."Masak yang ada di kulkas. Kamu stok ayam ungkep, Mas?""Oh, iya. Kemarin. Aku pikir kamu baru pulang hari ini. Jadi kemarin aku beli, niatnya buat makan semalam sama pagi ini. Praktis tinggal goreng.""Hmmm… oh, ya, Mas. Kamu ganti parfum baru?""Parfum? Nggak. Kenapa memangnya?""Itu yang di meja rias aku. Kayaknya aku baru lihat parfum itu."Jojo terdiam mencoba berpikir. Apa yang dimaksud Sari adalah parfum Erika yang mungkin tertinggal, pi
Satu bulan berlalu. Setiap Sari lembur bekerja, Jojo dan Erika mengambil kesempatan untuk jalan-jalan. Menghabiskan waktu dan uang. Bahkan mulai bulan ini, separuh gaji Jojo telah ia transfer ke rekening Erika. Beralasan Sari telah memiliki gaji sendiri, lelaki itu bilang kepada istrinya ingin menabung untuk membeli rumah di kampung. Sari pun setuju. Jadi, untuk kebutuhan sehari-hari istrinya yang mengeluarkan uang.Semua kebusukan Jojo dan Erika berjalan lancar. Sari tak lagi curiga karena sikap Jojo yang setiap hari romantis. Ia kembali menepis pikiran negatif yang sempat mengusik lagi. Bahkan ia juga sudah lupa dengan helai rambut di ranjang saat pulang kampung.Wanita itu fokus dengan pekerjaan barunya. Menikmati mengurus suami, rumah dan kantor. Sambil menanti momongan yang sampai sekarang belum juga dititipkan Tuhan
"Hei… kamu belum tidur?" Dengan sigap Jojo menghampiri Sari, merangkul wanita itu sambil menutup pintu belakang. Ia mengajak istrinya melangkah ke arah kamar. Mengalihkan pemandangan halaman belakang yang masih menampilkan asap, bakaran kertas."Kamu ngapain malam-malam di belakang?" tanya Sari penasaran."Ng-nggak ngapa-ngapain. Hirup udara malam aja.""Kok ada asap? Kamu bakar sesuatu?""Oh… aku ngerokok tadi. Baru selesai. Tidur, yuk?"Jojo memeluk Sari sebelum wanita itu merebahkan tubuh di ranjang saat mereka tiba di kamar. Ia pun meninggalkan kecupan di kening istrinya. Dengan wajah bahagia, karena sikap manis Jojo, Sari pun
"Hei, hei… dengar aku, Sayang. Sari akan pergi ke Makassar minggu depan. Kamu bisa tinggal di rumah dinasku sementara, gimana?""Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Aku sudah bilang sama kamu, Mas. Aku mau kita segera menikah. Mumpung dia tidak disini, mengapa kita tidak menikah saja minggu depan? Jadi, aku bisa kamu bawa pulang ke rumah dinas."Erika tampak mondar-mandir sambil berbicara. Saat Jojo mendekat dan mulai merayunya, ia kembali menghindar. Bahkan sentuhan Jojo pun ditepis."Mana mungkin bisa?" tanya Jojo."Bisa. Besok aku ke KUA dan urus semuanya. Kamu terima beres.""Bukan itu maksud aku, Honey. Duitnya udah nggak ada. Aku nggak
"Berangkat gelap, pulang pun hari sudah gelap. Kamu itu kerja atau kemana?"Sari menghentikan langkah kaki. Baru saja ia membuka pintu dan ingin mengucap salam. Namun, Jojo telah lebih dulu membuatnya terkejut dengan ucapannya. Lelaki itu duduk di sofa sambil bersedekap. Perlahan berdiri menghampiri istrinya yang terpaku di depan pintu.Sari tidak paham dengan ucapan Jojo tadi. Ia hanya diam menatap suaminya dalam, penuh tanya. Mengapa sikap Jojo terus memojokkannya. Seolah semua yang ia lakukan salah."Apa kecurigaanku benar tentang balas dendammu, ya? ucap Jojo lagi."Mas, kamu kenapa sih? Jangan ngaco, deh.""Ngaco? Kamu yang mulai ngac
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S