Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.
Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.
[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?]
[Belum pulang, Ma. Lembur.]
[Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.]
[Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.]
[Lho, kenapa?]
[Ini 'kan selain anak pertama aku dan Mas Jojo juga cucu pertama untuk Mama, Papa, Ibu, Bapak. Mas Jojo nggak mau aku kecapean. Jadi dia mau aku berhenti aja, biar lebih fokus menjaga kehamilan ini.]
Sari terpaksa berbohong agar membuat kedua orang tuanya tenang dan senang. Kedua orang tuanya hingga memuji perhatian Jojo, menantu satu-satunya mereka yang sangat baik di mata.
Setelah mengobrol beberapa menit, mereka pun mengakhiri panggilan. Sari melihat jam pada gawainya. Lalu, membuka aplikasi percakapan. Mencari nomor telepon suaminya. Tidak ada pesan dari lelaki itu.
[Mas, kamu malam ini pulang?]
Sari menggeleng dengan pesan yang siap dikirim. Pertanyaan apa itu, pikirnya. Ia ingin segera tidur. Setidaknya jika mengetahui suaminya tidak pulang, bisa terlelap segera. Namun, Sari urungkan dan kembali menghapusnya.
Wanita itu membawa bantal serta selimut ke depan ruang tamu, lalu tidur di sofa. Berjaga jika nanti Jojo pulang, ia tidak akan susah dibangunkan.
Dua jam berlalu. Waktu jam pulang Jojo tiba. Sari pun telah terlelap. Tidak ada tanda kepulangan Jojo. Lelaki itu turun seperti biasa di halte perumahannya. Namun, setelah jalanan tampak sepi, tak lama Erika datang menggunakan sepeda motor. Mereka pun pulang ke kosan Erika.
***
"Sari hamil," ucap Jojo. Lelaki itu baru selesai membersihkan diri setelah pulang kerja dan menghampiri Erika yang berbaring di ranjang dengan bermain gawai.
Kekasihnya itu segera menghentikan jemarinya yang sedari tadi sibuk. Lalu, mengalihkan pandangan ke arah Jojo.
"Terus? Apa semua itu akan membatalkan rencana pernikahan kita?"
"Aku rasa iya, setidaknya menanti hingga dia melahirkan."
"Maksud kamu gimana?" Ia beranjak dari ranjang, duduk bersandar pada dinding. Matanya pun terbelalak, kesal. Menatap Jojo yang merubah rencana tanpa berdiskusi dengannya dulu.
"Aku nggak bisa menceraikan dia jika sedang hamil. Kau tahu itu 'kan?"
"Ya, apa salahnya kalau tetap menikah. Nanti 'kan bisa kau menceraikannya setelah melahirkan."
Jojo terdiam, tidak menjawab apapun ucapan Erika. Ia memunggungi kekasihnya dan mencoba memejamkan mata. Mungkin tidur solusi terbaik untuk saat ini, pikirnya.
Namun, Erika menarik tubuh Jojo. Meminta lelaki itu menghadap ke arahnya.
"Kita belum selesai bicara. Kenapa kamu tinggal aku tidur?"
"Aku capek. Besok kita bahas lagi, ya? Ini juga sudah larut. Aku harus berangkat pagi besok."
Erika segera meninggalkan Jojo. Ia bangkit dari ranjang. Mengambil sekotak rokok dari nakas beserta korek gas. Lalu, keluar kamar.
Jojo yang tengah merasakan tubuhnya sangat lelah, membiarkan gadisnya pergi. Ia merasa sangat butuh beristirahat. Bahkan tubuhnya terasa sangat dingin, tidak seperti biasanya. Ia mencoba tidur, agar esok pagi bisa lebih fit.
Satu jam berlalu, Jojo merasakan tubuhnya semakin dingin hingga menggigil. Ia pun tidak dapat tertidur pulas. Wajahnya terasa sangat panas. Perlahan Jojo membuka mata, mencari keberadaan Erika. Namun, kekasihnya itu tidak ada di kamar.
Sambil tertatih, Jojo mencoba bangkit dari ranjang. Membuka pintu dan mendapati Erika yang tengah menghisap batang nikotin. Tak hanya itu, gadis itu ditemani oleh sebotol minuman beralkohol. Jojo menggeleng. Mengajaknya masuk. Namun, Erika marah. Ia menolak dan tetap tinggal di luar sambil menenggak botol itu.
"Hon, aku pulang saja kalau begitu, ya?"
"Hah? Pulang?" Tawa Erika terdengar. Tergelak-gelak menatap wajah pacarnya yang telah memerah seperti udang rebus.
Jojo mengabaikan Erika, ia kembali masuk ke kamar. Mengambil barang-barangnya. Jojo segera memesan ojek online. Lalu, meninggalkan Erika begitu saja yang masih mabuk di depan kamarnya.
Rasa sakit dan tidak enak pada tubuhnya yang Jojo rasakan membuat ia teringat pada Sari. Membutuhkan bantuan dari wanita itu. Sepanjang perjalanan ia membayangkan Sari yang memeluk hangat tubuhnya dan merawat.
Beberapa menit berlalu, Jojo telah tiba di depan rumah. Dengan tubuh bergetar, ia melangkah perlahan. Hingga sampai di depan pintu. Kakinya tak kuat lagi menopang. Ia bersandar pada dinding sambil mengetuk pintu. Sari yang terlelap di sofa segera beranjak kalau mendengar ketukan. Ia segera membuka kunci.
Lelaki di balik pintu itu hampir terjatuh, dengan sergap Sari menangkapnya dan menggiring Jojo ke kamar. Ia memegang wajah Jojo yang terasa sangat panas tetapi tangannya dingin. Bahkan keringat bercucuran dari pelipisnya.
"Mas, kamu kenapa?"
Jojo hanya menggeleng mendapati tanya itu. Matanya tak tahan menahan kantuk. Akan tetapi, terasa sangat panas saat ia pejamkan. Hingga air mata pun menggenang dan menetes.
Sari berlari ke dapur, mencari es dari kulkas serta kain bersih. Tak lupa ia membawa air hangat beserta obat demam. Sari mendudukan tubuh Jojo, lalu meminta lelaki itu meminum obat. Lalu, membaringkan tubuh Jojo lagi dan menyelimuti seluruh tubuhnya dengan kain tebal.
Dengan sabar, Sari mulai mengompres kepala Jojo. Hingga lelaki itu mengeluarkan suara dengkuran yang artinya telah tertidur lelap.
Sari menoleh ke arah jam dinding. Pukul 1 dini hari. Hatinya bertanya, mengapa Jojo baru pulang. Namun, ia mengangguk paham dan yakin bahwa suaminya sempat pulang ke kos Erika. Sari tak peduli, ia membaringkan tubuhnya di sebelah Jojo. Memeluk lelaki itu, berharap bisa menurunkan panasnya.
***
"Ndok, jam berapa ini? Kenapa kamu nggak bangunin aku?" teriak Jojo.
Tubuh lemasnya ia paksakan berjalan menuju toilet dan hendak mandi. Saat menyadari matahari telah masuk menyinari ruang-ruang rumah melalui jendela. Namun, Sari yang sedang di dapur, segera menghampiri dan mencegah.
"Kamu nggak usah masuk hari ini, Mas."
"Kamu mau aku dipecat?"
"Aku udah minta tolong Roni untuk sampaikan ke atasan kamu kalau kamu sakit."
"Roni? Hebat! Mulai berani kamu temui dia?"
"Astaga, Mas. Bukan waktunya untuk bertengkar. Kamu lihat badan kamu, masih lemas begitu. Muka kamu aja masih pucat. Hari ini kamu nggak usah kerja, aku akan antar kamu ke klinik. Sekarang sarapan dulu, yuk?" Sari menuntun Jojo perlahan. Duduk di kursi makan.
Jojo terdiam, ia baru teringat kejadian semalam. Demam tinggi menyerangnya. Erika bukannya menolong, malah ngambek dan memilih mabuk dan tidak mempedulikan kondisi Jojo.
Jojo pun mulai teringat siapa wanita yang justru memberinya obat, memeluknya semalaman dan mengompres kepalanya.
Sari menyiapkan sup ke mangkuk dan segera ia suguhkan ke hadapan Jojo. Tak lupa ia menyiapkan teh hangat.
"Kita sarapan dulu. Setelah ini siap-siap berangkat berobat."
Jojo tidak menjawab. Ia terdiam menatap Sari. Hatinya bertanya-tanya, mengapa wanita yang selalu ia bohongi masih saja bisa bersikap manis. Apakah sebaik itu hati Sari, terbuat dari apa. Tanya Jojo berulang.
"Loh, kok, bengong, Mas?" Sari menatap Jojo. "Aku suapin?"
Sari bergegas mengambil sendok yang berada di mangkuk Jojo. Namun, Jojo menghentikan tangannya. Ia mengambil alih sendok itu.
"Aku bisa sendiri," ucap Jojo. Sari kembali ke tempat duduknya dan melanjutkan makan. "Kamu nggak kerja?" tanya Jojo.
"Nggak. Nggak usah tanya yang tidak penting dulu. Bagi aku sekarang yang terpenting adalah kesembuhanmu."
"Kenapa kamu peduli banget? Kita akan segera bercerai, lho."
"Se-ge-ra," ucap Sari dijeda. "Belum terjadi 'kan? Artinya kita masih memiliki hubungan resmi. Aku nggak peduli itu, Mas. Yang terpenting sekarang kamu sehat dulu. Masalah cerai, nanti kita bicarakan lagi setelah kelahiran anak kita."
Jojo tidak habis pikir dengan ucapan Sari. Rasa bersalah semakin membuatnya terdiam, tidak dapat berkata-kata. Jojo merasa ada yang salah dengan dirinya. Namun, kembali ia tidak dapat memahami. Mengapa rasa cinta kepada Erika begitu dalam. Gadis itu selalu muncul dalam pikirannya dan menggoda. Berbeda dengan Sari, ia sangat membencinya. Meski wanita yang telah syah menjadi istrinya itu selalu bersikap baik, manis, dan mampu menerima ia apa adanya.
Bersambung….
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Siapa yang tak memimpikan memiliki pasangan halal? Setiap insan pasti ingin. Namun, di zaman modern seperti sekarang apakah ada yang siap menikah dengan lelaki yang menginginkan memiliki istri lebih dari satu? Terlebih bukan karena alasan agama atau kekurangan yang dimiliki calon istrinya."Mah, batalkan saja semua persiapan pernikahanku."Seorang gadis berkacamata segera mempercepat langkah kaki menuju lantai dua rumahnya. Membiarkan wajah kedua orang tuanya terpaku tanpa penjelasan di ruang keluarga. Sesampainya di ruang kamar, segera ia mengunci pintu. Sendiri adalah obat penenang untuk saat ini.***Berulang, Sari mencoba menghubungi seseorang dari gawainya. Tak ada jawaban. Sudah minggu ke dua, lelaki yang ia harap menjadi im
Roni--lelaki yang sedang mencuci motor--bersedia mengantar Sari ke sebuah alamat yang menurutnya adalah rumah kekasih Jojo setelah Sari mengiba. Ketika tiba, Sari memintanya menunggu di luar, sedangkan ia akan masuk sendiri.Jantung Sari berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia menyusuri lorong indekos. Ragu, tetapi ia hanya ingin membuktikan apa yang dikatakan Roni. Dalam hati ia berdoa dan berharap semua kata dari Roni tidak benar.Sari semakin gugup kala tiba di depan sebuah kamar yang Roni beritahu. Berulang ia mengatur napas dan mengetuk pintu. Seorang gadis dengan celana hot pants dan tengtop merah membuka pintu. Seksi. Tersenyum, penuh tanya, mencoba
Empat hari berlalu, sejak percakapan senin lalu di telepon. Sari enggan menghubungi Jojo lebih dulu. Ia memilih menanti kabar kedatangan Jojo ke Jakarta. Memperjelas hubungan.Tiba-tiba Jojo mengirimkan foto tiket keberangkatannya ke Jakarta. Tertulis pada sebuah foto kertas itu, bahwa besok pagi ia berangkat ke Jakarta. Sari hanya membalas singkat, ia akan menjemput di bandar udara.Semalaman pikiran Sari melayang. Apa yang akan ia katakan besok ke Jojo? Seandainya harus berakhir, apa Sari bisa menjelaskan kepada kedua orang tua dan keluarga besarnya? Lalu, menanggung malu dan membuang uang dari Jojo yang terlanjur sudah membayar deposito.Jika lanjut, apa bisa Jojo cerita jujur tentang wanita itu dan mengakhirinya?
Empat hari berlalu, sejak percakapan senin lalu di telepon. Sari enggan menghubungi Jojo lebih dulu. Ia memilih menanti kabar kedatangan Jojo ke Jakarta. Memperjelas hubungan.Tiba-tiba Jojo mengirimkan foto tiket keberangkatannya ke Jakarta. Tertulis pada sebuah foto kertas itu, bahwa besok pagi ia berangkat ke Jakarta. Sari hanya membalas singkat, ia akan menjemput di bandar udara.Semalaman pikiran Sari melayang. Apa yang akan ia katakan besok ke Jojo? Seandainya harus berakhir, apa Sari bisa menjelaskan kepada kedua orang tua dan keluarga besarnya? Lalu, menanggung malu dan membuang uang dari Jojo yang terlanjur sudah membayar deposito.Jika lanjut, apa bisa Jojo cerita jujur tentang wanita itu dan mengakhirinya?
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S