Empat hari berlalu, sejak percakapan senin lalu di telepon. Sari enggan menghubungi Jojo lebih dulu. Ia memilih menanti kabar kedatangan Jojo ke Jakarta. Memperjelas hubungan.
Tiba-tiba Jojo mengirimkan foto tiket keberangkatannya ke Jakarta. Tertulis pada sebuah foto kertas itu, bahwa besok pagi ia berangkat ke Jakarta. Sari hanya membalas singkat, ia akan menjemput di bandar udara.
Semalaman pikiran Sari melayang. Apa yang akan ia katakan besok ke Jojo? Seandainya harus berakhir, apa Sari bisa menjelaskan kepada kedua orang tua dan keluarga besarnya? Lalu, menanggung malu dan membuang uang dari Jojo yang terlanjur sudah membayar deposito.
Jika lanjut, apa bisa Jojo cerita jujur tentang wanita itu dan mengakhirinya?
Sebuah tangis pecah di hening malam. Dalam sujud memohon ampun dan meminta petunjuk pada Sang Pemberi Jodoh. Sejak Jojo mengajaknya menikah, ia sudah yakin dengan keputusan menerima sahabatnya itu menjadi calon imam. Tidak ada alasan bagi Sari menolak.
Perkenalan mereka cukup lama. Perjalanan dan kebersamaan mereka pun terlampau sangat dekat. Meski pulau memisahkan. Setidaknya setiap akhir pekan, Jojo selalu menelponnya. Berbagi kisah. Setiap enam bulan sekali, mereka bertemu, meski hanya satu sampai dua hari.
Kala itu, Sari pun telah memohon petunjuk pada Tuhan. Perihal lamaran Jojo. Ia minta didekatkan jika memang yang terbaik untuknya. Namun, mengapa menjelang pernikahan mereka, Tuhan memberi petunjuk lain. Apa rahasia Sang Pencipta yang akan dititipkan pada Sari?
Apakah benar ini adalah jawaban jika Jojo bukan yang terbaik atau justru cobaan ini yang akan mengangkat derajat Sari?
Tangisnya berhenti ketika kantuk tak tertahankan. Ia tertidur dalam sujud panjangnya, di atas sajadah. Tempatnya memohon hingga suara penyeru subuh berkumandang.
***
Sari baru berangkat menuju bandar udara dengan taksi online. Padahal kedatangan Jojo sekitar 30 menit lagi. Ia sengaja mepet tiba di bandar udara karena malas menanti lama. Setibanya di sana, Jojo sudah datang. Menunggu di sebuah kafe sambil minum kopi.
Jojo memberi kabar pada Sari. Namun, tidak dijawab. Bukan karena balas dendam. Sari baru saja turun dari taksi. Ia hanya membaca pesan itu. Matanya langsung menuju kafe tempat Jojo menunggu. Ya, tubuh atletis itu sudah terlihat oleh mata Sari. Ia segera menghampiri dan duduk berhadapan.
Tanpa salam dan mencium punggung tangan Jojo seperti biasa yang Sari lakukan. Mereka saling diam. Jojo khawatir salah bicara. Ia putuskan menanti Sari yang berkata lebih dulu. Namun, bekas tangis gadis berkacamata itu menyisakan pada matanya terlihat seperti orang kurang tidur. Meskipun telah dikompres. Pemandangan itu membuat lelaki di hadapannya bertanya-tanya.
"Kamu…," ucap Jojo tertahan. Ingin bertanya mengenai mata Sari. Namun, tidak jadi. Ada rasa bersalah dalam hati jika benar itu adalah perbuatannya. "Mau minum apa?" tanya Jojo mengalihkan.
Sari menggeleng. Tanpa sedikit pun menatap Jojo yang tengah menatapnya tajam. Jari telunjuk kanannya mengetuk-ngetuk meja tak henti--gugup. Menanti Jojo menjelaskan. Keduanya tak ada yang mau memulai. Hingga beberapa menit terbuang begitu saja.
"Jelaskan!" seru Sari. Pertahanan diamnya berakhir.
"Apa yang harus aku jelaskan? Sekarang, aku tanya, dari mana kamu bisa berpikir aku ada wanita lain?" Sari tersenyum sengit menatap Jojo.
Sama sekali Sari tidak menyangka, Jojo masih saja berkelit. Apa yang membuatnya tidak jujur? Bahkan ia bicara dengan santai. Wajahnya pun tidak menampilkan bahwa ia bersalah. Jojo kekeh, ingin mengetahui lebih dulu, kabar dari mana yang Sari dapatkan.
"Apa sulitnya kamu langsung berkata jujur dan cerita?"
"Ya, tapi aku nggak paham. Apa ada yang memfitnahku?" Lagi. Jojo kembali berkelit yang membuat Sari menjadi geram.
Sari mengepal tangannya. Ingin ia berteriak tepat di telinga Jojo bahwa ia telah mengetahui semuanya. Namun, Sari membutuhkan kejujuran Jojo yang mungkin bisa memperbaiki hubungan mereka.
"Fitnah? Tidak ada yang memfitnah kamu. Aku melihat dengan mataku sendiri," ucap Sari.
Geram. Jojo masih kembali berkelit. Tidak mengakui lagi dan lagi. Sari mulai bercerita. Dari awal rasa curiga dalam hati yang membuncah, mendorong ia untuk pergi menemui Jojo dengan modal nekat. Hingga berakhir harus menyaksikan lelaki yang ia cari ada di sebuah kamar indekos dengan wanita lain. Semua Sari ceritakan kecuali tentang Roni, lelaki yang mengantarnya ke sana.
Jojo tercengang mendengarnya. Ia tidak percaya Sari bisa berlaku nekat seperti itu. Namun, penjelasan itu membuatnya tidak bisa bersilat lidah lagi. Tertunduk, malu. Bingung harus mengatakan apa.
"Siapa yang mengantarmu ke indekos itu?" tanya Jojo mengalihkan kesalahan.
"Tidak perlu kau tahu. Apalagi memarahi hingga memusuhi orang yang mengantarku. Aku yakin, semua memang sudah jalan dari Tuhan untuk mengetahui yang sebenarnya." Sari mulai menumpahkan air mata.
Sedari tadi, ia masih menahan bulir bening itu. Tidak menginginkan menangis di hadapan Jojo. Namun, rasa sakit mengalahkannya. Ini kali pertama ia menangis di depan Jojo. Dari sekian tahun perkenalan mereka.
Jojo pun yang sudah terpojok dan merasa salah, terdiam. Ia tidak menyangka membuat gadis yang selama ini terlihat mandiri, tidak pernah menangis di depannya, bisa menumpahkan air mata hingga tersedu tak henti.
Jojo berusaha menenangkan. Terlebih beberapa pasang mata telah memandang mereka. Jojo menghampiri jemari Sari, ingin ia genggam. Akan tetapi, Sari menarik tangan menutupi wajahnya.
Beberapa saat Jojo hanya mampu diam dan menatapnya. Tanpa bisa menenangkan. Hingga Sari puas dengan tumpahan tangis, ia mengambil tisu dari dalam tas, lalu menghapusnya.
Jojo menghela napas panjang. Hatinya memaksa untuk menjelaskan semua. Namun, mulut masih enggan bicara. Harus dari mana ia mulai? Terlalu banyak kesalahan dalam kisah ini. Bahkan ia tidak bisa mengambil keputusan, jika Sari meminta untuk memilih.
Ia tahu betul, orang tuanya sangat menyukai Sari dan pasti tidak akan pernah merestui hubungannya dengan Erika. Oleh sebab itu, ia ingin menikahi keduanya. Sari sebagai istri syah dan Erika sebagai istri simpanan.
Namun, apakah Sari bersedia?
"Dek, Mas minta maaf. Iya, dia adalah wanita yang Mas kenal empat bulan sebelum aku melamarmu. Aku sedang berusaha melupakan. Namun, terjebak oleh hati."
Kali ini mata Sari menatap Jojo tajam. Ia sangat tidak menyangka dengan pengakuan Jojo. Tubuh seperti terhantam ke lantai dengan keras. Hancur berantakan.
Lalu, jika Jojo sudah terjebak oleh hati gadis itu, mengapa yang ia ajak menikah adalah Sari? Tanya itu menguras emosi tetapi tertahan. Hanya tangis yang mampu mengungkap kesedihan Sari.
"Aku nggak bisa putus dengan dia dan nggak mau membatalkan pernikahan kita. Tolong, demi orang tua kita. Semua persiapan telah matang." Jojo mengiba.
Namun, bukan iba yang ada di hati Sari. Ia semakin marah mendengar penjelasan Jojo. Ia paham sekarang, mengapa Jojo melamarnya, lalu tidak mau membatalkan pernikahan mereka.
"Aku ingin menikah karena mencintai dan dicintai. Aku memiliki prinsip, menikah sekali seumur hidup dan tanpa dimadu atau menjadi madu. Jadi, maksud kamu gimana? Kita tetap menikah dan kamu tetap pacaran dengan dia?" Jojo mengangguk.
Sari membuang pandangan ke arah lalu lalang luar kafe. Sungguh, ia tidak pernah mengira jawaban dari Jojo. Mengapa ia bisa percaya oleh lamarannya? Mengapa Tuhan tunjukkan jalan yang sama sekali Sari tidak pernah lalui dan tidak tahu menyelesaikannya?
Sesaat ia murka dengan semua petunjuk ini. Memaki diri sendiri serta Tuhan yang merestui dirinya hingga ke jenjang lamaran. Sari merasa sudah tidak sejalan dengan kondisi yang berlangsung.
"Gila kamu, Mas!" Sari beranjak dari kursi. Jojo menahan, menarik tangan Sari.
Lalu, ikut bangkit dari kursi. Memegang pundak Sari dan mereka saling tatap.
Bersambung….
Sari menutup mulutnya dengan tangan. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihat. Sesaat ia dan Jojo saling pandang. Ada kepanikan dari raut wajah Jojo di sana."Sar… aku bisa selesaikan ini semua. Aku janji. Tolong jangan pergi." Jojo ingin meraih tangan Sari. Namun, Sari tepis dan menggeleng. Sebagai isyarat bahwa ia tidak mau.Sari mencaci dirinya sendiri dalam hati. Ia sudah tidak tahu harus berkata apa. Tubuhnya terasa sangat lemas. Kini, Ia harus ikhlas melepas Jojo. Mengubur kembali cinta yang telah bangkit.Percuma dilanjutkan, jika harus mengorbankan bayi dalam kandungan Erika. Sari tidak mau dirinya terkena karma dikemudian hari. Mundur adalah jalan yang tepat. Meski harus mengorbankan rasa malu di hadapan keluarga.
Ibu Ani kembali meraih gawai. Ia menghubungi Ibu Ning--ibu Jojo. Menceritakan apa yang baru saja terjadi dengan Sari dan meminta bantuan untuk mencari tahu melalui Jojo.[Aduh Gusti… ada apa anak-anak, ya, Bu? Acara sudah matang begini. Tolong rayu Sari, Bu. Nanti saya bicara dengan Jojo.]Ibu Ning sempat kesal mendengar cerita Ibu Ani. Menyalahkan sepihak Sari dalam hati. Namun, ia tersadar belum mendengar cerita dari Jojo. Bagaimana jika Jojo yang membuat salah sehingga membuat Sari marah dan ingin membatalkan?Ibu Ani sempat bingung tetapi ia berjanji akan menanyakan ke Jojo lebih dulu dan membantu menyelesaikan. Ia pun berusaha berulang menghubungi Jojo. Tidak ada jawaban. Nomornya masih juga belum aktif.
Dua hari berlalu. Sari merasa sudah lebih baik. Ia menghampiri meja makan untuk sarapan bersama kedua orang tuanya.Orang tuanya sama sekali tidak membahas perihal masalah ia dan Jojo. Ibu Ani pun belum bertanya lagi ke Ibu Ning. Jadi orang tuanya belum mengetahui kejadian yang sebenarnya. Mereka membiarkan Sari untuk menenangkan diri dan bercerita jika sudah siap.Namun, hari ini Sari berniat membuka obrolan."Mah, Pah. Maafin Sari, ya? Sari nggak bisa lanjut sama Mas Jojo."Keduanya menatap anak tunggal mereka. Ibu Ani hanya mengangguk."Ternyata kita tidak sejalan. Maaf Sari nggak bisa cerita jelasnya."
Jojo menjadi murung belakangan ini. Setiap pulang kerja ia memilih berdiam diri di kamar. Ingin sekali mencoba menghubungi Sari, tetapi pesan ibunya untuk bersabar menanti kabar lebih dulu dari Sari.Khawatir akan membuat Sari terganggu jika ia menghubungi. Justru gawai Jojo dipenuhi oleh pesan dan panggilan dari Erika. Sama sekali tidak dibalasnya.Di tempat lain, Erika tak henti mencari cara. Seorang teman menyarankan untuk bermain ilmu hitam. Hanya itu jalan satu-satunya membuat Jojo kembali.Namun, Erika menolak. Sering kali teman-temannya menyarankan agar ia menggunakan susuk agar menarik perhatian lelaki dan dengan mudah mendapatkan uang lebih banyak. Erika yang masih memiliki rasa takut, menolak. Ia khawatir candu atau membuat para pelanggannya tergi
Telepon Sari berdering. Namun, ia yang sedang makan malam bersama orang tuanya di lantai bawah tidak mengetahui karena gawai itu tertinggal di kamar. Hal ini membuat Jojo semakin gugup.Mengapa Sari tidak menjawab teleponnya? Jojo mengira gadis itu masih belum mau bicara. Lalu, Jojo putuskan untuk meninggalkan pesan. Sembari menstabilkan rasa grogi jika di telepon.Berulang jemari Jojo mengetik kata. Namun, berulang juga ia hapus kembali. Seolah tidak menemukan kata yang pas.[As-salamu 'alaikum, Sar. Apa kabar kamu? Aku baru saja mendapat kabar dari Ibu mengenai kelanjutan hubungan kita. Apakah itu benar? Aku tidak tahu harus bicara apa. Terlalu banyak kata terima kasih yang ingin aku sampaikan, tapi apa itu akan membuatmu percaya?]
Semua bahan yang dibutuhkan untuk ritual sudah Erika dapatkan. Ia segera kembali ke rumah Emak. Wanita tua itu sudah menanti. Sebuah baskom besar terletak di atas meja. Lalu, Emak meminta semua bahan yang dibutuhkan.Emak meletakkan baju Jojo di baskom bersama seekor ayam cemani. Mata Emak terpejam. Bibirnya tak henti komat-kamit. Merapalkan mantra. Erika sangat ketakutan. Namun, demi kembalinya Jojo, ia menahan rasa takut.Mata Erika mengelilingi ruangan. Banyak benda pusaka seperti keris tergantung di dinding.Rumah kecil itu terasa sangat menakutkan terlebih warna lampu yang seperti ingin redup. Sudut-sudut ruang tampak gelap, tidak terkena sinar lampu.Tiba-tiba Emak membuka mata. Mengang
Bagi Sari, seakan waktu berlalu begitu cepat. Tidak seperti saat ia belum memberi jawaban--waktu sangat lambat. Dua minggu lagi adalah hari yang dinanti. Di rumah Sari semua orang mulai sibuk. Mempersiapkan acara. Acara yang akan berlangsung beberapa jam saja tetapi butuh waktu persiapan berbulan-bulan hingga mengorbankan banyak tangis.Jojo mengirim pesan ke Sari. Mengatakan, bahwa tidak menyangka. Hari yang dinanti segera tiba. Terlebih wanita yang mau menerima dirinya adalah sahabatnya sendiri. Wanita yang pernah menyatakan cinta padanya.Wanita berpenampilan sederhana dan bukan tipikalnya. Jojo yang memiliki wajah tampan, sebenarnya menginginkan wanita yang sangat sempurna. Cantik, seksi, dan berpenampilan menarik. Namun, ia baru menyadari, kesempurnaan secara fisik bukanlah yang dibutuhkan dalam hidupnya. Hanya memua
Ibu Ning sedang mempersiapkan segala sesuatu untuk perlengkapan pernikahan Jojo yang akan dibawa ke Jakarta dibantu oleh kakak perempuan Jojo. Mereka berencana akan berangkat siang ini--empat hari sebelum acara. Guna mempersiapkan perlengkapan lainnya yang harus dibeli di Jakarta. Seperti isi seserahan makanan atau buah-buahan yang tidak mungkin mereka bawa dari Jogja.Keluarga besar pun tidak ikut seluruhnya. Karena mereka berencana akan mengadakan pesta di Jogja, maka yang akan menyusul satu hari sebelum acara hanyalah perwakilan keluarga serta beberapa tetangga terdekat."Ndok, sudah semua?" tanya Bu Ning kepada putrinya.Kakak Jojo kembali mengecek ulang dan memeriksanya. Seperti barang-barang seserahan yang tidak basi sudah semua masuk ke mobil. Tas is
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S