Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.
Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.
Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia lewati dengan sempurna.
Ia menahan tetesan air mata yang hampir tumpah. Sesekali dengan cepat Erika menghapus ketika tetesan itu terpaksa tumpah.
"Erika?"
Seorang wanita paruh baya berpapasan dengan Erika. Ia menghentikan kendaraan roda duanya. Lalu, memutar balik motor itu dan mengejar Erika.
"Erika?" Erika pun menghentikan langkah dan menoleh ke arah sumber suara.
"Tante Reni?"
"Ya ampun, apa kabar kamu? Lagi pulang ke rumah?"
"I-iya, Tan."
"Mampir dulu yuk, ke rumah Tante kalau kamu lagi nggak buru-buru."
Erika berpikir sejenak, ia pun menyetujui tawaran Tante Reni, sahabat almarhum ibunya. Hatinya berbisik, mungkin saja Tante Reni mengetahui tentang hubungan antara Emak dan mendiang ibunya.
Tak jauh dari tempat mereka bertemu, mereka telah tiba di rumah wanita paruh baya itu. Tante Reni pun dengan ramah menyambut tamunya. Ia telah menganggap Erika seperti anaknya sendiri. Obrolan ringan tentang mempertanyakan kabar pun terjadi. Namun, Erika menutupi tentang kabar ayahnya yang kini berada di rumah sakit jiwa. Hingga sekarang, belum juga ada yang mengetahui kabar ayahnya.
Erika dan kedua adiknya berusaha menutup rapat berita itu.
"Tan, boleh aku bertanya?" Tante Reni, menatap Erika dan menanti tanya yang siap dilontarkan gadis di hadapannya itu. "Tante kenal dengan Emak?"
"Emak? Emak siapa yang kau maksud?"
"Orang pintar yang tinggal di dusun dekat hutan itu, Tan."
Tante Reni membulatkan matanya. Ia menenggak minuman dalam cangkir yang berada di meja.
"Kenapa kau tanyakan dia? Kau ada urusan dengannya?"
"Apa hubungan Emak dengan Almarhum ibu?"
Tante Reni terdiam. Sesekali menatap Erika ragu, apa harus menceritakannya. Masa lalu yang ia ketahui tentang sahabatnya dan wanita tua itu. Beberapa menit berlalu, hening. Tante Reni masih juga ragu menceritakannya.
"Tan, tolong ceritakan. Aku butuh jawaban."
"Apa itu sangat penting? Kau harus jelaskan lebih dulu, ada hubungan apa kau dengannya?"
Erika tertunduk. Ia mulai mengisahkan tentang hubungannya dengan Jojo dari awal. Hingga membuatnya merasa tak bisa hidup tanpa lelaki itu dan memutuskan untuk mengambil jalan pintas. Erika pun menceritakan tentang mimpi serta bayang ibunya yang seolah memberikan kode.
"Dan… ibu sempat mengetahui sebelum meninggal, kalau aku ke Emak pasang susuk. Hari itu, ibu berlari setelah memintaku untuk melepas susuk dan menghentikan semua. Tanpa penjelasan. Aku mencoba mengejarnya, Tan. Tapi, dia tertabrak mobil dan tewas di tempat."
Kali pertama Erika ceritakan ke seseorang yang sebenarnya terjadi hari di mana ibunya meninggal. Tante Reni yang mendengar, tercengang. Erika telah bercucuran air mata. Perasaannya campur aduk.
Antara sedih kehilangan Jojo untuk yang kesekian kalinya, tidak mendapat jawaban tentang hubungan Emak dan ibunya. Semua campur aduk membuatnya merasa sakit tanpa luka.
"Kau sama seperti ibumu. Keras kepala, ketika sudah menginginkan sesuatu. Wanita cantik yang tidak bisa mendapatkan cinta tulus dari seorang lelaki yang dicintai. Ayahmu adalah lelaki yang sangat ibumu cinta."
Seketika Erika membulatkan matanya. Bagaimana mungkin, ibu sangat mencintai ayahnya. Sementara setiap hari mereka bertengkar tak henti. Bahkan sedikit pun tidak ada rasa hormat ibu kepada lelaki yang telah menikahinya itu. Erika memprotes cerita Tante Reni.
"Ya, itu. Karena cinta yang diambil dari jalan pintas."
"Jalan pintas? Maksud Tante?"
"Lelaki yang ibumu cinta dulu adalah lelaki bergelimang harta. Ayahmu dulu orang sukses. Apa kau tidak ingat saat kecil pernah tinggal di rumah mewah? Hidup kalian berkecukupan. Berlimpah malah."
Erika terdiam. Ia mencoba mengingat kejadian saat kecil. Namun, yang sangat teringat jelas hanyalah sebuah kebencian dari ibu terhadap ayahnya. Hingga beberapa menit kemudian ia teringat pindah rumah. Saat Tante Reni tak henti membantunya mengingat kenangan masa lalu.
Ya, semua ingatan Erika terulang. Ia ingat, hari itu. Pindah ke gubuk reot tempat tinggalnya hingga dewasa. Semua pertengkaran di mulai hari itu. Sebelumnya semua tampak baik-baik saja. Ayahnya seorang bos nelayan. Memiliki puluhan kapal untuk mencari ikan. Pekerjanya sangat banyak. Namun, perlahan usahanya bangkrut. Karena ulah ibunya yang senang berbelanja dan menghabiskan uang.
Ibunya pun mulai menjual kapal ayahnya satu persatu hanya demi suatu barang yang diinginkannya. Hingga habis semua terjual. Setelah ayahnya bangkrut, ibu Erika tidak bisa meninggalkan suaminya begitu saja. Karena perjanjian yang telah ia buat sendiri, saat dulu sangat tergila-gila dengan lelaki kaya itu.
Namun, setelah lelaki itu jatuh miskin, ia mulai tak sanggup tinggal seatap dan menginginkan perpisahan. Ia mencoba kembali datang ke Emak. Meminta untuk melepas susuk yang dipasang hanya untuk satu lelaki, sama seperti yang Erika gunakan. Namun, Emak sejak awal telah memperingati bahwa susuk itu tidak bisa dilepas begitu saja.
Tante Reni pun menceritakan semua ke Erika. Hingga membuat gadis itu tercengang yang baru mengetahui semuanya.
"Hanya kematian yang bisa menghilangkannya. Nikmati cinta peletmu itu hingga akhir hayat. Bahkan jika kau yang mati duluan, suamimu akan menjadi gila. Begitu pun sebaliknya. Kalian harus sehidup semati."
Tante Reni menirukan gaya bicara Emak. Karena saat itu memang ia yang mengantar sahabatnya itu menemui Emak.
Semenjak hari itu, ibu Erika putus asa. Ia mulai marah dengan keadaan yang menurutnya tidak adil. Setiap hari memaki suaminya dan tidak mau tahu, dari mana lelaki itu mendapatkan uang. Harus menuruti semua keinginannya.
"Kau tidak memasang pelet hanya untuk satu lelaki saja 'kan?" tanya Tante Reni.
Ia menatap Erika dalam. Berharap, gadis di hadapannya hanya memasang pelet biasa yang masih bisa dibuang.
Namun, Erika tertunduk. Tidak berani menatap mata Tante Reni. Ia merasakan ketakutan yang luar biasa. Hatinya terus berpikir, bagaimana jika sampai ia bernasib sama dengan ayahnya. Gila karena terpisah dengan Jojo.
"Erika?" panggil Tante Reni. Karena gadis itu tidak memberi jawaban apa-apa. Justru pikirannya melayang dan membuatnya terbengong.
Tante Reni menggeleng, menyadari raut wajah Erika yang panik dan ketakutan. Ia yakin, Erika pun melakukan hal bodoh seperti sahabatnya.
"Jika benar sama, aku tidak bisa membantu apa-apa, Ka."
Erika mengangkat wajahnya. Menatap Tante Reni.
"Tapi, Tan. Sepertinya masih bisa dihentikan."
"Nggak bisa, Ka. Pelet itu sangat kuat."
"Buktinya pacarku sudah bisa sadar dan melupakan aku. Kedatanganku kesini sebenarnya ingin menemui Emak dan meminta bantuannya lagi. Menambah ilmu pelet agar pacarku semakin cinta."
Tante Reni mengangkat kepalanya, menatap Erika dengan wajah tidak percaya. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran gadis cantik di hadapannya.
"Gila kau, Ka! Jika bisa dihilangkan, lebih baik dihilangkan. Kau itu gadis cantik. Aku yakin bisa mendapatkan lelaki bujang yang lebih baik dari dia. Apa cinta segitunya membuatmu buta? Belajarlah dari pengalaman dan kesalahan ibumu."
Tante Reni mulai geram. Ia tidak mau gadis di hadapannya itu bernasib sama seperti sahabatnya. Ia mencoba menasehati dan menarik Erika kembali ke jalan yang lurus.
Namun, cinta sudah benar-benar membutakan mata hati Erika. Seolah, sudah tidak ada lelaki lain di dunia yang bisa Erika cinta.
"Tan, terima kasih. Aku butuh waktu sendiri untuk merenung. Aku izin pulang, ya?"
"Sebentar."
Erika sudah hampir beranjak dari sofa. Namun, tangan Tante Reni menahannya. Ia memegang tangan Erika.
"Jawab jujur, apa kabar ayahmu? Dimana dia sekarang?"
***
"Sayang, obatnya sudah diminum?" Sari menoleh ke sumber suara dan mengangguk.
Jojo berjalan dari kamar menghampiri istrinya yang duduk di sofa ruang keluarga. Ia memeluk Sari penuh kehangatan.
"Kamu tadi dari mana, sih, Mas?" tanya Sari.
Hari ini sengaja Jojo tidak bekerja, ia mengambil cuti karena ingin menjaga istrinya. Namun, lelaki itu tadi pagi pergi tanpa izin kemana perginya. Sebenarnya Sari bukan sedang curiga, ia hanya merasa kesepian saat suaminya tadi pergi tanpa pamit.
"Aku nyamperin Erika."
Seketika jantung Sari berdetak lebih cepat. Rasa cemburu yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan lebih dari ini, terasa menyakitkan. Tanpa perkataan apa-apa, Sari memancungkan bibirnya. Jojo tersenyum melihat sikap aneh istrinya.
"Hei, dengarkan dulu. Aku ke sana melabraknya. Meminta dia untuk tidak mengganggu hubungan kita lagi. Aku marah, setelah mengetahui dia hampir mencelakai kamu dan calon anak kita. Sudah itu doang. Aku berani bersumpah."
Sari tersenyum menatap lelaki di sebelahnya itu. Ia yakin, tidak ada kebohongan dari bibir suaminya. Maka, ia pun percaya dan memaafkannya.
Bersambung….
Siapa yang tak memimpikan memiliki pasangan halal? Setiap insan pasti ingin. Namun, di zaman modern seperti sekarang apakah ada yang siap menikah dengan lelaki yang menginginkan memiliki istri lebih dari satu? Terlebih bukan karena alasan agama atau kekurangan yang dimiliki calon istrinya."Mah, batalkan saja semua persiapan pernikahanku."Seorang gadis berkacamata segera mempercepat langkah kaki menuju lantai dua rumahnya. Membiarkan wajah kedua orang tuanya terpaku tanpa penjelasan di ruang keluarga. Sesampainya di ruang kamar, segera ia mengunci pintu. Sendiri adalah obat penenang untuk saat ini.***Berulang, Sari mencoba menghubungi seseorang dari gawainya. Tak ada jawaban. Sudah minggu ke dua, lelaki yang ia harap menjadi im
Roni--lelaki yang sedang mencuci motor--bersedia mengantar Sari ke sebuah alamat yang menurutnya adalah rumah kekasih Jojo setelah Sari mengiba. Ketika tiba, Sari memintanya menunggu di luar, sedangkan ia akan masuk sendiri.Jantung Sari berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia menyusuri lorong indekos. Ragu, tetapi ia hanya ingin membuktikan apa yang dikatakan Roni. Dalam hati ia berdoa dan berharap semua kata dari Roni tidak benar.Sari semakin gugup kala tiba di depan sebuah kamar yang Roni beritahu. Berulang ia mengatur napas dan mengetuk pintu. Seorang gadis dengan celana hot pants dan tengtop merah membuka pintu. Seksi. Tersenyum, penuh tanya, mencoba
Empat hari berlalu, sejak percakapan senin lalu di telepon. Sari enggan menghubungi Jojo lebih dulu. Ia memilih menanti kabar kedatangan Jojo ke Jakarta. Memperjelas hubungan.Tiba-tiba Jojo mengirimkan foto tiket keberangkatannya ke Jakarta. Tertulis pada sebuah foto kertas itu, bahwa besok pagi ia berangkat ke Jakarta. Sari hanya membalas singkat, ia akan menjemput di bandar udara.Semalaman pikiran Sari melayang. Apa yang akan ia katakan besok ke Jojo? Seandainya harus berakhir, apa Sari bisa menjelaskan kepada kedua orang tua dan keluarga besarnya? Lalu, menanggung malu dan membuang uang dari Jojo yang terlanjur sudah membayar deposito.Jika lanjut, apa bisa Jojo cerita jujur tentang wanita itu dan mengakhirinya?
Empat hari berlalu, sejak percakapan senin lalu di telepon. Sari enggan menghubungi Jojo lebih dulu. Ia memilih menanti kabar kedatangan Jojo ke Jakarta. Memperjelas hubungan.Tiba-tiba Jojo mengirimkan foto tiket keberangkatannya ke Jakarta. Tertulis pada sebuah foto kertas itu, bahwa besok pagi ia berangkat ke Jakarta. Sari hanya membalas singkat, ia akan menjemput di bandar udara.Semalaman pikiran Sari melayang. Apa yang akan ia katakan besok ke Jojo? Seandainya harus berakhir, apa Sari bisa menjelaskan kepada kedua orang tua dan keluarga besarnya? Lalu, menanggung malu dan membuang uang dari Jojo yang terlanjur sudah membayar deposito.Jika lanjut, apa bisa Jojo cerita jujur tentang wanita itu dan mengakhirinya?
Sari menutup mulutnya dengan tangan. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihat. Sesaat ia dan Jojo saling pandang. Ada kepanikan dari raut wajah Jojo di sana."Sar… aku bisa selesaikan ini semua. Aku janji. Tolong jangan pergi." Jojo ingin meraih tangan Sari. Namun, Sari tepis dan menggeleng. Sebagai isyarat bahwa ia tidak mau.Sari mencaci dirinya sendiri dalam hati. Ia sudah tidak tahu harus berkata apa. Tubuhnya terasa sangat lemas. Kini, Ia harus ikhlas melepas Jojo. Mengubur kembali cinta yang telah bangkit.Percuma dilanjutkan, jika harus mengorbankan bayi dalam kandungan Erika. Sari tidak mau dirinya terkena karma dikemudian hari. Mundur adalah jalan yang tepat. Meski harus mengorbankan rasa malu di hadapan keluarga.
Ibu Ani kembali meraih gawai. Ia menghubungi Ibu Ning--ibu Jojo. Menceritakan apa yang baru saja terjadi dengan Sari dan meminta bantuan untuk mencari tahu melalui Jojo.[Aduh Gusti… ada apa anak-anak, ya, Bu? Acara sudah matang begini. Tolong rayu Sari, Bu. Nanti saya bicara dengan Jojo.]Ibu Ning sempat kesal mendengar cerita Ibu Ani. Menyalahkan sepihak Sari dalam hati. Namun, ia tersadar belum mendengar cerita dari Jojo. Bagaimana jika Jojo yang membuat salah sehingga membuat Sari marah dan ingin membatalkan?Ibu Ani sempat bingung tetapi ia berjanji akan menanyakan ke Jojo lebih dulu dan membantu menyelesaikan. Ia pun berusaha berulang menghubungi Jojo. Tidak ada jawaban. Nomornya masih juga belum aktif.
Dua hari berlalu. Sari merasa sudah lebih baik. Ia menghampiri meja makan untuk sarapan bersama kedua orang tuanya.Orang tuanya sama sekali tidak membahas perihal masalah ia dan Jojo. Ibu Ani pun belum bertanya lagi ke Ibu Ning. Jadi orang tuanya belum mengetahui kejadian yang sebenarnya. Mereka membiarkan Sari untuk menenangkan diri dan bercerita jika sudah siap.Namun, hari ini Sari berniat membuka obrolan."Mah, Pah. Maafin Sari, ya? Sari nggak bisa lanjut sama Mas Jojo."Keduanya menatap anak tunggal mereka. Ibu Ani hanya mengangguk."Ternyata kita tidak sejalan. Maaf Sari nggak bisa cerita jelasnya."
Jojo menjadi murung belakangan ini. Setiap pulang kerja ia memilih berdiam diri di kamar. Ingin sekali mencoba menghubungi Sari, tetapi pesan ibunya untuk bersabar menanti kabar lebih dulu dari Sari.Khawatir akan membuat Sari terganggu jika ia menghubungi. Justru gawai Jojo dipenuhi oleh pesan dan panggilan dari Erika. Sama sekali tidak dibalasnya.Di tempat lain, Erika tak henti mencari cara. Seorang teman menyarankan untuk bermain ilmu hitam. Hanya itu jalan satu-satunya membuat Jojo kembali.Namun, Erika menolak. Sering kali teman-temannya menyarankan agar ia menggunakan susuk agar menarik perhatian lelaki dan dengan mudah mendapatkan uang lebih banyak. Erika yang masih memiliki rasa takut, menolak. Ia khawatir candu atau membuat para pelanggannya tergi
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S