Dua hari berlalu. Sari merasa sudah lebih baik. Ia menghampiri meja makan untuk sarapan bersama kedua orang tuanya.
Orang tuanya sama sekali tidak membahas perihal masalah ia dan Jojo. Ibu Ani pun belum bertanya lagi ke Ibu Ning. Jadi orang tuanya belum mengetahui kejadian yang sebenarnya. Mereka membiarkan Sari untuk menenangkan diri dan bercerita jika sudah siap.
Namun, hari ini Sari berniat membuka obrolan.
"Mah, Pah. Maafin Sari, ya? Sari nggak bisa lanjut sama Mas Jojo."
Keduanya menatap anak tunggal mereka. Ibu Ani hanya mengangguk.
"Ternyata kita tidak sejalan. Maaf Sari nggak bisa cerita jelasnya."
Sari tidak mau menceritakan keburukkan Jojo. Bagaimanapun, Jojo adalah sahabatnya. Lelaki baik yang pernah ia kenal. Masalah kesalahan yang dibuatnya, cukup Sari yang merasakan sakit dan Tuhan yang Maha Mengetahui.
Selesai sarapan, Sari kembali ke kamar untuk mengambil tasnya. Namun, terdengar suara tamu datang di lantai bawah. Suara yang tak asing baginya.
Sari segera turun dan menghampiri sumber suara. Kedua orang tua Jojo sudah duduk di ruang tamu bersama orang tuanya. Tanpa mengingat rasa sakit yang Jojo tinggalkan, Sari tetap menghormati kedua orang tua Jojo.
Ia menghampiri, mencium takzim punggung tangan mereka.
Mata Ibu Ning sudah berkaca-kaca melihat Sari. Ingin ia memeluk gadis itu dan meminta maaf. Bahkan rasa malu pun menyelimuti untuk mengatakan di depan orang tua Sari.
Setelah berbasa-basi menanyakan kabar, Ibu Ning angkat bicara masalah kedatangannya. Berulang kata maaf terucap yang membuatnya banjir air mata. Seolah tidak ada kata lain lagi yang bisa terucap. Terkunci oleh malu.
Sari yang duduk di hadapannya, berpindah ke sebelah Ibu Ning. Memeluk. Air mata mengalir deras. Sari paham, wanita paruh baya itu pasti malu dengan apa yang Jojo lakukan. Namun, hati seorang ibu pasti tidak akan meninggalkan anaknya. Mereka selalu berpihak di barisan anak-anaknya.
"Mungkin Bapak dan Ibu sudah dengar dari Sari mengenai kesalahan Jojo. Saya sebagai ibunya, meminta maaf yang sebesar-besarnya."
Sari memeluk lagi dan berbisik, "Bu, jangan ceritakan keburukan Mas Jojo. Orang tua Sari tidak tahu."
Sari melepas pelukkan. Tersenyum. Berbeda dengan tatapan Ibu Ning yang tampak terkejut mendengar ucapan Sari.
Ibu Ning semakin kesal oleh sikap Jojo yang tega menyakiti gadis seperti Sari. Ia gadis yang pandai menjaga rahasia rumah tangga, menjaga nama baik suami dan keluarganya. Namun, Ibu Ning sudah tidak menaruh banyak harapan.
Pasrah dan tahu diri atas kesalahan yang Jojo lakukan. Sudah pasti membuat Sari tidak mau melanjutkan hubungan. Jojo dan keluarga telah berunding, sepakat ikhlas dengan segala keputusan Sari.
"Ibu, Bapak, Sari juga mau minta maaf. Jika ada salah. Sampaikan juga salam untuk Mas Jojo, bahwa Sari sudah ikhlas dan memaafkannya."
"Nak Sari, apa boleh kita bicara berdua?" tanya Ibu Ning.
Sari setuju dan mengajak Ibu Ning ke kamarnya untuk berbicara. Ibu Ning hanya ingin memperjelas masalah Erika. Bahwa gadis itu tidak hamil. Sari hanya diam menyimak. Ia tidak bisa memberi jawaban. Sudah terlalu sakit.
"Sekarang Ibu serahkan semua sama kamu. Jika memang harus berakhir, tidak apa. Kami terima. Semoga kelak kamu mendapatkan jodoh yang terbaik. Kamu gadis baik dan cocok mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dari Jojo," ucap Bu Ning.
Tangisnya tak henti. Sari pun ikut sedih dan lukanya terbuka lagi. Baru hari ini ia merasa lebih baik dan cukup melupakan. Namun, kembali semua bayang Jojo terlintas.
"Bu, apa boleh Sari pikirkan lagi masalah ini? Beri Sari waktu."
"Pasti. Kami menunggu. Apapun jawaban darimu. Tidak usah terburu-buru. Mantapkan saja hatimu dulu."
Tak lama mereka kembali ke ruang tamu dan Sari berpamitan untuk berangkat kerja.
***
Sari merasa waktu berjalan sangat lambat. Setiap saat ia seperti terjebak oleh waktu yang seolah berhenti. Namun, ia harus segera memberi jawaban. Agar semua selesai dan jelas.
Sepulang kerja, Sari mendapati ibunya yang sedang merapikan tanaman di teras rumah.
"As-salamu 'alaikum," ucap Sari
Ibu Ani menjawab salam sambil merapikan tanamannya. Lalu, anak tunggalnya itu mencium takzim punggung tangannya dan duduk di bangku teras.
"Menurut Mama gimana baiknya?" tanya Sari tanpa basa-basi.
Ibu Ani menghentikan aktivitasnya. Berjalan menghampiri bangku di sebelah Sari. Sejenak menatap mata Sari dengan senyum simpul.
"Setiap orang yang mau menikah pasti ada saja cobaannya. Orang bilang, ini baru permulaan dari awal sebuah hubungan. Mengapa? Karena rintangan berikutnya akan dimulai lagi setelah menikah. Mungkin jauh lebih menguras hati." Sari mengangkat satu alisnya. Mencoba memahami maksud perkataan ibunya.
"Tapi, Mama dan Papa tidak pernah terlihat memiliki masalah selama ini. Rumah tangga kalian sangat harmonis."
"Itukan yang kamu lihat. Papamu itu, lelaki sabar yang selalu mengalah pada Mama. Ia selalu bilang, Mama boleh marah tapi jangan pernah di depan kamu." Ibu Ani tersenyum.
Sari tidak habis pikir dengan keharmonisan orang tuanya yang ternyata juga memiliki masalah. Ia selalu merasa beruntung memiliki orang tua seperti mereka, saat ada teman atau orang lain menceritakan tentang orang tuanya yang bertengkar, atau sudah berpisah. Namun, Sari baru tahu semua sekarang. Itu hanya cara orang tuanya menjaga anaknya dan memberikan contoh.
"Lalu waktu Mama sama Papa mau menikah, apa kalian punya masalah juga?" Ibu Ani mengangguk. Lalu, memiringkan tubuhnya, menghadap Sari yang duduk di sebelahnya terbatas oleh meja.
"Mama punya mantan pacar, cinta pertama. Dia datang melamar Mama. Eyang Kakung sangat suka dengan kepribadiannya dan mau Mama menerima lelaki itu. Tapi, Eyang Putri marah. Mereka bertengkar hingga saling diam selama empat hari."
"Kenapa Eyang Putri nggak setuju, Ma?"
"Karena Papa kamu sudah lebih dulu melamar. Tiga minggu sebelum lelaki itu. 'Pamali! Kita sudah menerima lamaran orang lain, lalu membatalkannya dan menerima yang lain!' Eyang Putri teriak begitu ke Eyang Kakung. Mama cuma bisa diam saja."
"Jadi, pamali, Ma, menolak atau membatalkan pernikahan?"
"Beda kisah, beda jawaban. Kalau Mama sama Papa jelas, karena sudah dilamar duluan. Kalau kamu, Mama tidak tahu masalah jelasnya," ucap Ibu Ani memancing Sari agar mau bercerita.
Namun, anaknya kekeh. Ia tetap menutupi kesalahan Jojo. Bukan karena masih cinta. Akan tetapi, ia tidak mau orang tuanya ikut sedih mengetahui Jojo memiliki wanita lain dan telah berhubungan layaknya pasangan suami-istri.
Perkataan Ibu Ani semakin membuat Sari bingung. Antara melanjutkan hubungan atau tidak. Sungguh, ia tidak tega melihat wajah kedua orang tua Jojo tadi. Tangisnya tertahan dengan malu yang menyelimuti. Mengapa mereka harus tersakiti, padahal tidak berbuat apapun. Jojo yang harusnya malu.
"Mama dan Papa setuju dengan apapun keputusan Sari?" Bu Ani mengangguk. Ia mengelus punggung tangan Sari.
"Sar, kalau kamu mau batalkan, jangan khawatir masalah deposit ini-itu yang akan hangus jika kita batal mengadakan acara. Uang bisa dicari lagi. Tetapi kebahagiaan tidak bisa dibeli. Begitu pun ketika memilih lanjut, kamu harus terima dengan ikhlas kesalahan yang Jojo lakukan lalu. Berdoa meminta sama Tuhan agar Jojo diberi jalan yang lurus. Bisa menjadi imam yang baik. Apapun keputusan yang kamu ambil, pesan Mama, jangan pernah menyesal."
Sari menahan tangisnya. Sedangkan Bu Ani, mengelus punggung tangan Sari. Mencoba menguatkan putri tunggalnya.
"Ma, makasih, ya. Selalu mendukung Sari."
Tangis Sari tak tertahan lagi. Segera tumpah di pelukan Bu Ani. Setidaknya sekarang ia lega, mendengar ucapan ibunya yang sudah ikhlas dengan apapun keputusannya. Tinggal menunggu waktu, untuk berserah diri lagi kepada Tuhan.
"Oh, ya, Ma, terus mengapa Mama mau menikah dengan Papa? Kalian sempat pacaran?"
Sari menghapus bulir bening yang tertinggal di pipi. Lalu dengan semangat mendengarkan kisah orang tuanya. Mungkin dari pengalaman orang tuanya ia bisa belajar mengambil keputusan yang tepat.
"Ya, pacaran. Tidak sampai tiga bulan lalu Papa melamar. Mantan Mama tidak tahu, dipikirnya Mama masih jomlo. Makanya dia mau ajak balikan dengan menikah. Disini, kali pertama Mama melihat kedua orang tua Mama bertengkar hingga tak bicara. Betapa dilemanya."
"Terus, Ma?"
"Mama mulai jatuh cinta sama Papa. Tetapi, cinta pertama begitu banyak meninggalkan kenangan manis. Jadi, Mama cuma bisa berdoa. Hanya Tuhan yang mengetahui yang terbaik untuk hamba-Nya. Begitu pun dengan kamu, tanyakan pada hati dan diskusikan masalah ini kepada yang Maha Mengetahui. Nanti, yang akan menjalani kamu. Mama tidak mau salah ucap dengan pendapat Mama sendiri. Tenangkan diri, lalu memohon," ucap Bu Ani sambil menunjuk ke arah atas.
Bersambung….
Jojo menjadi murung belakangan ini. Setiap pulang kerja ia memilih berdiam diri di kamar. Ingin sekali mencoba menghubungi Sari, tetapi pesan ibunya untuk bersabar menanti kabar lebih dulu dari Sari.Khawatir akan membuat Sari terganggu jika ia menghubungi. Justru gawai Jojo dipenuhi oleh pesan dan panggilan dari Erika. Sama sekali tidak dibalasnya.Di tempat lain, Erika tak henti mencari cara. Seorang teman menyarankan untuk bermain ilmu hitam. Hanya itu jalan satu-satunya membuat Jojo kembali.Namun, Erika menolak. Sering kali teman-temannya menyarankan agar ia menggunakan susuk agar menarik perhatian lelaki dan dengan mudah mendapatkan uang lebih banyak. Erika yang masih memiliki rasa takut, menolak. Ia khawatir candu atau membuat para pelanggannya tergi
Telepon Sari berdering. Namun, ia yang sedang makan malam bersama orang tuanya di lantai bawah tidak mengetahui karena gawai itu tertinggal di kamar. Hal ini membuat Jojo semakin gugup.Mengapa Sari tidak menjawab teleponnya? Jojo mengira gadis itu masih belum mau bicara. Lalu, Jojo putuskan untuk meninggalkan pesan. Sembari menstabilkan rasa grogi jika di telepon.Berulang jemari Jojo mengetik kata. Namun, berulang juga ia hapus kembali. Seolah tidak menemukan kata yang pas.[As-salamu 'alaikum, Sar. Apa kabar kamu? Aku baru saja mendapat kabar dari Ibu mengenai kelanjutan hubungan kita. Apakah itu benar? Aku tidak tahu harus bicara apa. Terlalu banyak kata terima kasih yang ingin aku sampaikan, tapi apa itu akan membuatmu percaya?]
Semua bahan yang dibutuhkan untuk ritual sudah Erika dapatkan. Ia segera kembali ke rumah Emak. Wanita tua itu sudah menanti. Sebuah baskom besar terletak di atas meja. Lalu, Emak meminta semua bahan yang dibutuhkan.Emak meletakkan baju Jojo di baskom bersama seekor ayam cemani. Mata Emak terpejam. Bibirnya tak henti komat-kamit. Merapalkan mantra. Erika sangat ketakutan. Namun, demi kembalinya Jojo, ia menahan rasa takut.Mata Erika mengelilingi ruangan. Banyak benda pusaka seperti keris tergantung di dinding.Rumah kecil itu terasa sangat menakutkan terlebih warna lampu yang seperti ingin redup. Sudut-sudut ruang tampak gelap, tidak terkena sinar lampu.Tiba-tiba Emak membuka mata. Mengang
Bagi Sari, seakan waktu berlalu begitu cepat. Tidak seperti saat ia belum memberi jawaban--waktu sangat lambat. Dua minggu lagi adalah hari yang dinanti. Di rumah Sari semua orang mulai sibuk. Mempersiapkan acara. Acara yang akan berlangsung beberapa jam saja tetapi butuh waktu persiapan berbulan-bulan hingga mengorbankan banyak tangis.Jojo mengirim pesan ke Sari. Mengatakan, bahwa tidak menyangka. Hari yang dinanti segera tiba. Terlebih wanita yang mau menerima dirinya adalah sahabatnya sendiri. Wanita yang pernah menyatakan cinta padanya.Wanita berpenampilan sederhana dan bukan tipikalnya. Jojo yang memiliki wajah tampan, sebenarnya menginginkan wanita yang sangat sempurna. Cantik, seksi, dan berpenampilan menarik. Namun, ia baru menyadari, kesempurnaan secara fisik bukanlah yang dibutuhkan dalam hidupnya. Hanya memua
Ibu Ning sedang mempersiapkan segala sesuatu untuk perlengkapan pernikahan Jojo yang akan dibawa ke Jakarta dibantu oleh kakak perempuan Jojo. Mereka berencana akan berangkat siang ini--empat hari sebelum acara. Guna mempersiapkan perlengkapan lainnya yang harus dibeli di Jakarta. Seperti isi seserahan makanan atau buah-buahan yang tidak mungkin mereka bawa dari Jogja.Keluarga besar pun tidak ikut seluruhnya. Karena mereka berencana akan mengadakan pesta di Jogja, maka yang akan menyusul satu hari sebelum acara hanyalah perwakilan keluarga serta beberapa tetangga terdekat."Ndok, sudah semua?" tanya Bu Ning kepada putrinya.Kakak Jojo kembali mengecek ulang dan memeriksanya. Seperti barang-barang seserahan yang tidak basi sudah semua masuk ke mobil. Tas is
Waktu yang dinanti semakin dekat. Dua hati yang awalnya hanya seorang sahabat akan bersatu menjadi keluarga besar setelah melalui peperangan batin sebelumnya. Meski jodoh sudah berada di depan mata. Tak membuat Sari berhenti bersujud di sepertiga malam.Ia masih melaksanakan meski tidak setiap malam. Sesekali jika lelah ia melewatkan bercerita pada Tuhan mengenai kehidupannya. Malam ini adalah malam terakhir ia menyandang status sebagai gadis. Esok statusnya akan berubah menjadi seorang istri.Ibu Ani menghampiri putrinya yang sedang asik berkirim pesan dengan Jojo."Ndok," ucap Ibu Ani.Wanita paruh baya itu duduk di sebelah anaknya. Sari menutup gawai dan mengalihkan pandangan ke arah
Rasa takut pada diri Jojo sangat mengganggu. Ia benar-benar takut jika Sari membatalkan pernikahan ini dengan berdalih tidak ada emas kawin. Namun, apakah Sari seperti itu?"Bu, Sari sudah baca chat Jojo tapi tidak balas. Apa dia marah?"Ibu Ning melihat ke arah gawai Jojo. Ya, pesan itu telah tertanda menjadi ceklis berwarna biru. Lalu, Ibu Ning mengambil gawainya dari dalam tas. Ia menghubungi nomor Ibu Ani. Lama panggilan itu tidak mendapat jawaban. Hingga Ibu Ning merasakan kecemasan Jojo juga.Padahal keadaan Sari dan ibunya di rumah adalah sedang mencari sebuah cincin perak yang pernah Jojo berikan pada Sari dulu.
Erika sedang menyusuri mal bersama pria hidung belang. Mereka berhenti di depan toko tas branded. Sebuah tas berwarna merah darah menjadi tujuan Erika.Bujuk rayu dan senyuman manis Erika menggoda lelaki di sebelahnya. Berulang ia memandang diri di cermin sambil menggunakan tas pilihannya itu. Senyuman lelaki yang bersama Erika menandakan setuju dengan pilihannya.Lalu, mereka menuju kasir dan membayarnya. Tentu, hal itu membuat Erika tersenyum lebar dan bermanjaan di bahu sambil melingkarkan tangan di lengan lelaki yang lebih cocok menjadi ayahnya.Erika kembali ke jalan suram. Bukan untuk memuaskan nafsu. Melainkan mengumpulkan uang. Ada rencana besar yang sedang ia susun untuk merebut Jojo. Ia harus maksimal menggunakan jalur akal sehat selain menempuh bantuan
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S