Saat tangannya makin maju mendadak ketegangan Bumi membuatnya menghentikan semua. Kalungan tangan Bumi di leher Langit melemah. Lalu turun. Keduanya bertatapan dalam kesenyapan. Hanya derasnya hujan yang terdengar makin menggila di luar sana. “Kenapa?” tanya Langit parau. Sumpah, ia tak suka dihentikan dalam keadaan seperti ini. “Kau tak suka?” tanya Langit kaku. Semakin erat memeluk pinggang Bumi dengan kedua tangan. Betapa tak enaknya dihentikan dalam keadaan ia sudah hampir memuncak. Namun, ia tahu ini tak baik. Ia terlalu liar untuk Bumi. Sinar mata Bumi seperti menghukumnya, masih saja ada kebencian di sana. “Kenapa kamu Bumi?” “A..., aku,” wajah Bumi menunduk. Ia tak mampu menolak sentuhan Langit. Hanya saja, bagaimanapun ia tahu tubuhnya menginginknanya. Setelah banyak hal yang dilaluinya menyakitkan beberapa bulan terakhir ini. Sangat menyakitkan dan membuatnya tak berani berharap lebih pada siapapun. Kedua tangan lentik itu menutup muka, membuat Langit bingung. Dibukanya tangan Bumi, mengangkat wajah gadis itu dan memaksanya untuk menatap mata elang miliknya. Di sudut mata, telah tergenang air yang siap tumpah. Bumi menahannya sekuat tenaga. “Hei,” digoncangkannya tubuh Bumi. Helaan nafas berat Bumi membuat Langit meneliti setiap lekuk wajah oval itu. “Kau kenapa?” Bumi hanya menggeleng. “Tak suka? Kau marah?” tanya Langit beruntun. Ia tak mau hanya karena perlakuannya Bumi menjadi dingin kembali dan malah membencinya. Hening. “Kita...,” kata Bumi tidak lanjut. “Iya, kita nggak ada komitmen apapun.” Langit menyadari itu. “A... aku....” “Kenapa?” “Aku nggak bisa,” kalimat Bumi bergetar. @@@ Dikhianati dan terpuruk membuat Langit dikirim papanya mengurus kebun bunga di desa. Tanpa sengaja bertemu Bumi, cewek dingin, cuek dan jutek yang ditemuinya di sana. Meski menyebalkan, Langit penasaran dengan gadis manis nan eksotis tersebut. Ada benci yang jelas-jelas diperlihatkan Bumi untuk Langit. Langit tak pernah tahu misteri apa yang membuat Bumi begitu membencinya. Siapa Bumi? Walau benci, kenapa terjadi keintiman di antara keduanya?
View More“Lagi hmmm?” tanya Langit dengan suaranya yang masih parau di telinga Bumi. “Mau?” tanya Bumi menggoda dan melirik Langit yang memeluk tubuh polosnya erat. Tanpa banyak kata, Langit mengecup bibir eksotis itu dalam-dalam lalu melepasnya sekejap. “Nggak capek?” Bumi terdiam, meraba lembut bibir Langit dan memandangnya penuh kasih. “Hmmm, aku lapar,” sahut Bumi tak menjawab pertanyaan Langit. Mendengarnya, Langit terkekeh, lalu mengecup kening Bumi dan keluar dari selimut yang menyelubungi mereka berdua.
“Mas,” pekik Bumi kaget mendadak diangkat Langit. Langit terkekeh, lalu menempelkan hidung bangirnya ke hidung Bumi dengan sedikit menunduk. Digerakkannya perlahan dan cewek eksotis tersebut kegelian, ia mengelakkan wajahnya agak ke belakang. “Nggak berat?” tanya Bumi mengeratkan rangkulannya ke leher lelaki di hadapannya. “Berat? Segini aja?” “Segini kata Mas Langit?” sahut Bumi melotot. “Haha,” Langit terbahak. Cepat, dibawanya gadis itu masuk ke dalam, melewati dapur, dan menuju ruang tengah. Masih menggendong Bumi, Langit duduk di sofa. Sekarang, Bumi berad
“Apa yang kau lakukan?” tanya lelaki itu masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Di depannya, terlihat Dara masih dengan baju tak karuan di atas pangkuan Langit. Roknya tersingkap ke atas, asetnya masih terlihat jelas dengan warna merah hati di bagian dalam. Mulut Dara melongo, ia sama sekali tak menduga lelaki itu akan ke sini, ke tempatnya Langit. Secepat kilat, Langit melepaskan diri dari lengan Dara, ia berdiri sehingga mau tidak mau Dara turun dari pangkuan. Dara membetulkan letak roknya, kemudian kemeja yang sudah hampir memperlihatkan gunung kembar itu secara keseluruhan. Mata Langit menatap Dara tak habis pikir, lalu ke lelaki yang masih berdiri mematung. Ia menahan kemarahannya, tapi lebih dari itu, melihat ke Langit tak percaya. Begitu juga dengan Langit, menatap lelaki di hadapannya masih tak percaya.
Bab 60Sang Penggoda “Mas...,” desahan demi desahan keluar dari bibir mungil gadis manis itu. Tanpa disadari, ia menekan kepala Langit yang tengah mencium lembut aset yang dicandui Langit itu. Tangan Langit mulai bergerilya, wajahnya mendongak menatap mata Bumi yang penuh kabut. Dilepaskannya kancing kemeja teratas, lalu kancing kedua. Dari situ saja, sudah terlihat aset memikat yang masih tertutup b** warna merah. Tangan Langit menekan ujungnya, menatap lembut mata Bumi yang terpejam. “Aku ingin memilikimu, Bumi, seutuhnya,” desis Langit lirih, sangat lirih. Namun, Bumi mampu mendengarnya, membuka mata, dan menggigit bibir bawahnya pelan. Pemandangan yang mampu meluluhkan kewarasan Lang
Pagi masih berkabut, Langit dan Bumi berjalan di jalan setapak dengan kanan dan kiri tumbuhan pinus menjulang. Terkadang, mereka melewati kebun mawar yang makin ke atas makin menipis dan tersisa hanya pinus dengan aroma khasnya. “Nah, itu tempatnya, Mas,” seru Bumi kegirangan melihat ke sebelah kiri. Ada tempat landai dengan bagian atas tanaman pinus. Tapi di depannya terlihat seperti jurang menganga. Langit hanya tersenyum, ia ikuti arah jalan Bumi yang tak sabar sampai di tempat tersebut. Ada batu besar di sana, Bumi segera duduk dan merenggangkan kedua tangan ke atas. “Huh, capeknya,” serunya dengan memutar pandangan ke seluruh area berhawa sejuk itu. Belakangnya pinus rimbun menghijau dan depannya jurang, sejauh mata memandang terlihat r
“Mati lampu,” bisik Bumi. Byar! Langit menyalakan senter ponsel bersamaa hujan deras mengguyur bumi. “Ada lampu emergency?” tanya Langit menyapu seluruh ruangan. Hanya gelengan kepala dari Bumi. “Aku jarang ke sini.” “Lha ini ke sini.” “Hmmm....” Meskipun senter Langit membantu penerangan, tetap saja kurang maksimal. Beranjak dari sofa, Bumi menuju ke dalam.&nb
Tok tok tok... “Bumi, aku...” Tok tok tok. “Ga, ma... maaf,” kata Bumi menarik tubuh dari pelukan Raga. Mundur ke belakang, menyisakan tatapan Raga yang masih tetap penuh kabut. “Bumi, aku masih menginginkanmu,” ujar Raga mengabaikan kalimat yang keluar dari mulut Bumi. Tok rok tok. “Bentar Ga, ada yang ketuk pintu,” kata Bumi lagi lalu meminggirkan tubuhnya dari hadapan Raga yang terus menatapnya intens. Ia membungkukkan badan, menyambar kemeja dan memakainya dengan tergesa tanpa mengancingkan kanci
Menghela nafas dalam-dalam, Bumi memandang ke depan. Tak boleh terpengaruh Dara, tak boleh! “Minggir Dara, aku mau pergi.” “Aku nggak akan pergi sebelum kau janji tak akan mengganggu Langit!” Mengedikkan bahu, Bumi tersenyum tipis. “Maumu apa?” “Mauku, aku nggak mau lihat kamu ganggu Langit,” ucap Dara dengan tekanan penuh, telunjuknya menunjuk wajah Bumi dengan pongah. “Ganggu? Nggak salah denger aku?” Tanya Bumi melirik Dara yang masih berada di samping mobilnya.&nbs
Dara melengos.“Aku nggak ada urusan sama kamu!” katanya sombong.Mendengar jawaban Dara yang tak mengenakkan hati, muka Adit berubah.“Eh apa kau bilang?”“Aku nggak ada urusan sama kamu!” seru Dara dengan tangan bertolak pinggang.Mengabaikan kata-kata Dara, Adit bergegas melewati dengan sengaja menyenggol bahunya. Kelakuan yang membuat Dara naik pitam.“Apaan, sih?”“Nggak apa-apa, aku cuma ngak mau Bos tambah sakit dengan kedatanganmu!”“Huh, siapa bilang?”“Aku!”Dara menatap Adit dengan mata membola.“Denger, ya, bilang ke bosmu, aku akan mendapatkannya!” kata Dara bernada serius. Tanpa menunggu jawaban Adit, Dara menghentakkan kaki untuk menunjukkan kemarahannya lalu berjalan cepat. Melewati ruang tengah, ruang tamu dan keluar rumah.Melihat itu, Adit hanya menggelengkan kepala beberapa kali.
Asap menguar samar. Dentuman musik memekakkan telinga tak membuat dua insan itu tergoda. Pucuk hidung keduanya bersentuhan. Tangan kiri lelaki itu memeluk pinggang wanita erat. Sedang tangan kanan menahan punggung si wanita. Adegan panas bibir membuat orang lain yang melihat berpaling.Dalam sepersekian detik, semuanya berubah di luar kontrol. Leher jenjang si wanita yang hanya memakai kaos hitam ketat perut terbuka dan span mini telah basah oleh lumatan sang lelaki. Semakin ke bawah, remasan lelaki itu mampu membuat keduanya mendesah.“Grmmm.” Langit menggeram. Matanya merah menyala bak api membakar. Tangannya mengepal dijatuhkan ke meja. Sudah sekitar 5 menit ia menonton adegan hot kedua insan berlainan jenis itu bergumul tak melihat sekitar.Berjarak tak lebih dari sepuluh meter dari tempat duduknya, kelihatan kalau keduanya tak mengetahui Langit berada di sana. Sekarang, saatnya ambil perhitungan. Tubuhnya bera...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments