A Wife's Diary

A Wife's Diary

last updateLast Updated : 2021-12-31
By:  Yani mOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
7.7
3 ratings. 3 reviews
92Chapters
11.2Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Zahra adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Ia mengabdikan hampir seluruh hidupnya untuk suami dan anak hingga lupa mengurus dirinya sendiri. Kebahagiaan anak dan suami adalah yang utama untuk Zahra. Cerita dimulai saat Fadil-suami Zahra pindah bekerja ke luar kota. Hubungan jarak jauh yang dijalani pasangan suami istri itu mulai menimbulkan banyak masalah dan konflik. Dimulai dari hadirnya orang ketiga di hidup Fadil yang membuat pernikahannya di ambang kehancuran. 'Entah sampai kapan aku harus berperang dengan luka dan rasa tidak percaya di dalam hati. Andai dia bisa memahami perasaanku dan menjaga hati ini agar tidak kembali terluka. Tahukah dirinya bahwa tidak ada hubungan pertemanan antara pria dan wanita dewasa. Semua akan berakhir kepada hubungan terlarang dan perselingkuhan. Apakah dia tidak belajar dari kesalahannya dahulu? Bukankah menjaga jarak dengan perempuan lain yang bukan muhrim adalah lebih baik untuk dirinya?'

View More

Chapter 1

Ijin Poligami

Hari itu aku tengah sibuk berkutat membantu anak-anak yang akan tampil berpidato di acara maulid nabi. 

Baju berwarna hijau tosca senada dengan hijabnya sudah kupersiapkan untuk kedua putri kecilku.

"Mah, aku mau didandan!" pinta Kia-anak keduaku.

Ia menatapku tajam sambil memonyongkan sebagian bibirnya. Ingin rasanya kucubit bibir mungil gadis kecil yang baru berusia tujuh tahun itu.

"Iya," jawabku sambil mengangguk.

"Kakak juga mau didandan?" tanyaku kepada si sulung.

"Enggak, ah. Malu."

Luna-sulung dari tiga bersaudara itu mencebik kesal. Ia memang agak pemalu dibanding adiknya.

***

Waktu berjalan cepat, acara anak-anak akan dimulai selepas ashar. Kedua anakku tampil cantik dan anggun. 

Aku mengabadikan gambar mereka beberapa kali di layar gawai. Suasana mesjid pun semakin ramai.

Semua mata tertuju pada anak-anak yang tampil di atas panggung ketika perhatianku beralih ke layar gawai yang menyala.

Terlihat sebuah pesan gambar dari Mas Fadil-suamiku. Aku bergegas membuka layar benda pipih itu.

Nafas serasa berhenti untuk sesaat. Dada terasa sesak dan nyeri seperti di lempar sebongkah batu besar saat netra ini menatap pesan yang dikirim belahan jiwaku.

Sebuah foto Mas Fadil dan seorang perempuan asing yang bertelanjang dada membuat sendi-sendi dan seluruh tulang lumpuh.

Aku terduduk di antara keramaian untuk beberapa waktu lamanya. Kemudian bangkit dan bergegas pulang ke rumah.

[Mas, apa ini? Siapa perempuan itu]

Cecarku di balik gawai.

[Maaf, Mah. Dia Melati-pacarku]

[Asstagfirullahaladzim]

Aku beristigfar berkali-kali. Langit seolah runtuh, nyeri di dalam dada semakin terasa perih. Bagai tersayat sembilu.

[Cepat pulang!]

Aku memekik nyaring dari balik gawai, tidak perduli terdengar oleh tetangga. Bulir bening tumpah tidak terbendung lagi. 

[Iya, tapi izinkan aku kawin lagi. Aku ingin memperistri perempuan itu]

[Pulang!] pekikku semakin kencang.

Aku menangis sekencang-kencangnya bersama suara derasnya hujan yang turun. Langit seolah menangis bersamaku.

Suara petir dan kilat yang bersahutan turut mengiringi awal nestapa pernikahan yang telah berusia sebelas tahun.

Embusan angin kencang membawa bulir-bulir air hujan lewat pintu rumah yang terbuka lebar. 

Aku menatap lantai yang basah kemudian masuk ke dalam kamar dan menguncinya dari dalam.

Entah berapa lama air mata ini keluar. Aku hanya terduduk di atas lantai, di balik pintu kamar. Meratapi semua yang baru saja terjadi.

"Mah, dedek nangis."

Suara Si sulung terdengar dari balik pintu kamar diiringi suara tangisan Fariz-si bungsu yang beradu dengan suara hujan.

Aku berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaga untuk bangkit dan membuka pintu.

Kuusap kedua pipi yang telah basah itu kasar.

Aku segera mengambil Fariz dari gendongan Luna dan pergi ke rumah Ibu tanpa bicara.

Anak sulungku terlihat bingung dan cemas. Ia hanya menatapku heran, tanpa berani bertanya. 'Ah, anak yang baru berumur sebelas tahun tidak akan mengerti apapun,' pikirku dalam hati.

Aku setengah berlari menuju rumah Ibu yang terletak di depan rumah dengan membawa Farhan yang sudah agak tenang di dalam gendongan.

"Pak, lihat ini!" 

Aku menyodorkan gambar yang dikirim Mas Fadil di dalam gawai. Bapak menatapku lekat, kemudian memeriksa gambar itu.

Lelaki paruh baya itu menatapku iba. 

"Tenang dulu, mungkin itu hanya teman," ucap Bapak bijak.

"Dia pacarnya, tadi aku telp, Mas Fadil minta izin kawin lagi," jawabku lirih.

Embun yang masih menganak sungai pun kembali tumpah di depan Ibu dan Bapak.

"Asstagfirullah .... "

Ibu beristgfar berkali-kali. Wajah wanita yang paling tulus itu pun tampak basah dengan air mata. Mendung bergelayut di atap rumah.

Badai yang akan datang tidak bisa terelakkan lagi. Siap menghempas dan memporak porandakan bahtera yang sudah dibangun.

***

Siang berganti malam. Cakrawala mulai gelap. Mas Fadil datang tepat ba'da Isya. Ia duduk di ujung sofa biru tua setelah memarkirkan roda empat warna putih kesayangannya .

Aku membisu di ujung sofa lainnya. Bergelut dengan hati yang masih bergemuruh. Mencoba menenangkan ombak yang mengamuk di dalamnya.

"Mah, izinkan Ayah menikahi Melati!"

Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut Ayah dari ketiga anakku, sesampainya di rumah. 

Ia mendekat ke arahku, mencoba menggapai jemariku sebelum kuhempas kedua tangan kekar itu.

"Tidak, aku nggak mau di madu," jawabku tegas.

"Tapi Ayah sudah terlanjur jatuh cinta dan sudah melamarnya."

"Dia tahu kamu punya anak dan istri?" tanyaku geram.

"Tahu, dia itu perempuan baik. Dia mau jadi istri keduaku," jawab lelaki itu sambil tersenyum tipis.

"Perempuan baik tidak mungkin mau jadi duri dalam hubungan orang lain," jawabku sembari menatapnya tajam.

"Sudahlah, kamu izinin atau nggak?" tanyanya sambil membentak.

Mas Fadil menatapku nyalang. Lelaki itu tengah menunggu jawabanku. Sorot matanya tajam menghujam ke jantungku.

Namun, aku masih membisu dan bergelut dengan segala pikiran dan kemungkinan yang akan terjadi.

Terlintas wajah polos ketiga anakku. Bagaimana masa depannya jika kami berpisah? 

Si sulung yang akan masuk ke sekolah menengah pertama tahun depan. Azkia yang masih manja dan si bungsu yang masih menyusu. Bagaimana nasib mereka?

Namun, satu hal yang pasti. Aku tidak akan pernah memberinya izin untuk menikah lagi. Apapun yang terjadi.

"Pilih aku atau dia," jawabku tegas.

"Aku mau kalian berdua."

"Tapi aku nggak mau ada yang kedua. Kalau  Mas pilih dia, ceraikan aku."

"Jangan paksa aku. Aku cuma minta tanda tanganmu di surat izin nikah lagi nanti."

"Aku takkan sudi tanda tangan."

Kami pun terdiam. Sibuk dengan pikiran masing-masing sebelum akhirnya Bapak datang menengahi.

"Ada apa ini?" tanya Bapak sembari mengalihkan pandangan ke arah Mas Fadil.

"Ouh, ini pak. Saya mau minta izin ke Zahra untuk menikah lagi," jawab lelaki itu tak berperasaan.

Bapak diam untuk sesaat, tampak menarik nafas panjang. Aku bisa melihat luka dan embun yang bersarang di ujung manik hitam lelaki paruh baya itu.

Bapak pasti merasakan sakitnya seperti yang kurasakan. Ayah mana yang rela anak perempuannya disakiti dan dimadu? 

"Bapak sebenarnya tidak mau ikut campur. Semua keputusan ada pada Azahra," jawab Bapak sambil menatapku iba.

"Zahra nggak mau, Pak. Zahra nggak mau dimadu. Hiks."

Tangisku pun pecah. Air mata yang kubendung sedari tadi mengalir tanpa henti.

"Zahra tidak bersedia dimadu. Walaupun ajaran agama kita membolehkan tapi harus ada keikhlasan dari istri tua."

"Iya, Pak. Tapi saya terlanjur berjanji untuk menikahi perempuan itu."

"Bapak ngerti, tapi keluarga lebih penting dari orang lain. Lihat anak-anak kamu."

"Dia perempuan baik kok, Pak."

"Sudahlah, Zahra. Ikuti kata hatimu, yakinlah Allah akan menggantinya dengan yang jauh lebih baik."

Bapak pergi dengan kesal setelah menepuk kedua bahuku. Lelaki itu terlihat murung dan kecewa. 

Lelaki yang kunikahi sebelas tahun itu, kini telah asik memainkan gawainya sambil tersenyum tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Rasa cinta dan simpati perlahan terkikis. Tidak sadarkah dia telah menyakitiku dan keluargaku?

Setega dan sebuta itukah cinta? Sampai tidak bisa melihat luka yang di tebar karenanya. 

Aku pergi ke kamar dan menguncinya dari dalam. Meninggalkan Mas Fadil yang tengah dimabuk cinta.

Bersambung

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

default avatar
cepyputih
dr segi alur cerita aku suka thor, tp jujur yaa g suka bgt dgn pesan2 agama "pasrah dgn takdir". Emg takdir sekejam itu? klo manusia menyalahkan takdir, maka dia menyalahkan Allah jg. Sdgkn dlm Quran aja Firman Allah "Allah takkan merubah nasib suatu kaum jika kaum itu tdk merubah sndr". kontradiktf
2021-10-18 03:27:03
4
user avatar
Luna Fadilah
kisah yang banyak terjadi di kehidupan nyata, semangat autor
2021-08-26 20:59:57
2
user avatar
Pepee Rahmah
ditunggu update-nya ehh ..ternyata malah cerita kisah baru
2021-12-20 10:57:38
1
92 Chapters
Ijin Poligami
Hari itu aku tengah sibuk berkutat membantu anak-anak yang akan tampil berpidato di acara maulid nabi. Baju berwarna hijau tosca senada dengan hijabnya sudah kupersiapkan untuk kedua putri kecilku."Mah, aku mau didandan!" pinta Kia-anak keduaku.Ia menatapku tajam sambil memonyongkan sebagian bibirnya. Ingin rasanya kucubit bibir mungil gadis kecil yang baru berusia tujuh tahun itu."Iya," jawabku sambil mengangguk."Kakak juga mau didandan?" tanyaku kepada si sulung."Enggak, ah. Malu."Luna-sulung dari tiga bersaudara itu mencebik kesal. Ia memang agak pemalu dibanding adiknya.***Waktu berjalan cepat, acara anak-anak akan dimulai selepas ashar. Kedua anakku tampil cantik dan anggun. Aku mengabadikan gambar mereka beberapa kali di layar gawai. Suasana mesjid pun semakin ramai.Semua mata tertuju pada anak-anak yang tampil di atas panggung ketika perhatianku beralih ke layar gawai yang
last updateLast Updated : 2021-07-13
Read more
Penyesalan
"Ra, buka pintunya!"Suara Mas Fadil terdengar jelas dari balik pintu. Lelaki itu menekan pegangan pintu beberapa kali."Ra, kamu mau kan dimadu?" cecarnya beberapa kali, seperti anak kecil yang merengek meminta permen."Aku nggak mau. Sampai kapanpun aku nggak sudi dimadu!" pekikku histeris dari dalam kamar."Buka dulu pintunya?"Aku membuka handle pintu perlahan. Ia masih berdiri tepat di depan pintu bercat cokelat dengan muka memelas, kemudian masuk ke dalam kamar."Mah, maaf. Ayah sudah terlanjur jauh dengannya.""Maksudnya? Kamu ngapain aja sama perempuan murahan itu!""Sttt, kecilkan suaramu. Tetangga bisa dengar," ucapnya dengan mata membulat."Biar, biar semua orang denger. Biar orang-orang tahu keberengsekanmu!"Aku tidak menurunkan volume suaraku sedikitpun. Dada ini serasa akan meledak dan panas."Ayah yang salah, dia nggak salah. Dia bukan perempuan murahan. Ayah yang paksa perempuan itu buat me
last updateLast Updated : 2021-07-13
Read more
Pengkhianatan
Aku gelisah sepanjang hari, menunggu kabar dari Mas Fadil. Apakah lelaki itu menepati janjinya?Warna oranye sudah menghiasi cakrawala, pertanda senja telah datang. Netraku masih terpaku pada benda pipih hitam yang tidak kunjung menyala, hingga akhirnya kuberanikan diri untuk menghubunginya terlebih dahulu.Beberapa kali mencoba menghubunginya. Namun, lelaki itu tidak mengangkat panggilan dariku. Hati semakin tidak karuan. Gelisah, cemas dan takut bercampur menjadi satu.[Yah, kumohon jangan temui lagi perempuan itu!]Sebuah pesan whattshap berhasil ku kirim. Sudah centang biru, tapi tidak ada balasan.Kemana lagi harus kubagi gelisah ini? Bayangan kehancuran berputar-putar di dalam benak. Mendorong butiran bening dari pelupuk mata dan membasahi pipi.***Seminggu terasa sewindu bagiku. Mas Fadil semakin sulit dihubungi, membuatku tetap terjaga di malam hari.Hari ini seharusnya dia pulang ke rumah. Aku sudah bersiap
last updateLast Updated : 2021-07-13
Read more
Lupa Daratan
Badan Fariz semakin panas,  bocah kecil itu terlihat lemas dan menggigil.  Aku memeluknya erat sambil berlari ke rumah Ibu. "Bu,  Fariz! ""Ada apa? Astagfirullah. "Ibu terlihat sama gemasnya dengan diriku.  Fariz semakin menggigil.  Tubuhnya kejang-kejang beberapa kali. "Fariz! Fariz! " pekikku dengan air mata yang terus keluar tanpa henti. "Cepat bawa ke dokter, " ucap Ibu spontan. Aku berusaha menghubungi Mas Fadil beberapa kali. Namun nihil,  tidak ada jawaban,  bahkan direject. Aku berlari menuju rumahku untuk mengambil dompet. Kubuka perlahan benda usang berwarna merah muda itu.  Hanya ada beberapa lembar uang puluhan. "Mana cukup untuk ke dokter, " gumamku pelan. Ibu mengantar kami menuju klinik terdekat menggunakan sepeda motor.  Ibuku memang keren,  di usinya yang sudah tidak muda lagi.  Beliau masih lincah mengenda
last updateLast Updated : 2021-07-13
Read more
Talak Satu
Malam semakin larut, hawa dingin menyelusup di balik selimut. Mata ini tidak hendak terpejam, suara bising dari Mas Fadil yang sedang VC dengan selingkuhannya membuat dada ini panas dan bergemuruh. Ingin rasanya melemparkan gawai yang tengah ia pegang hingga hancur berkeping-keping. Seperti hati ini yang telah hancur tak berbentuk. "Mah, Ayah berisik. Kakak nggak bisa tidur," ucap si sulung yang tiba-tiba sudah berdiri tepat di depan pintu kamar. "Iya, nanti mamah bilangin ke Ayah biar nggak berisik."Ya-Rabb, sudah hilangkah rasa malunya?  Bermesraan dan mengumbar rayuan lewat gawai hingga terdengar anaknya sendiri. Aku menggeleng kepala perlahan dan mengetuk pintu kamar Mas Fadil. Mas Fadil memang telah menjatuhkan talak satu kepadaku. Kami masih tinggal satu atap karena memang ada anjuran seperti itu di dalam syariat islam yang bertujuan agar suami istri tersebut dapat rujuk kembali sebelum habis masa idah. Lelaki it
last updateLast Updated : 2021-07-14
Read more
Rujuk
Lelaki berperawakan sedang itu duduk bersimpuh di bawah kakiku. Ia menatap penuh pengharapan. Aku hanya bisa diam seribu bahasa. Jauh di lubuk hati, aku masih mengharapkan dirinya. Namun, bayangan pengkhianatan yang ia lakukan kembali menari di dalam benak. "Demi anak-anak," ucapnya lirih seraya menggenggam kedua tanganku erat. Aku mencoba melepaskan genggaman tangannya, tapi tenagaku jauh dibawah tenaganya. Setelah berfikir beberapa saat, membayangkan kehidupanku dan anak-anak tanpa Mas Fadil membuatku bergidik. "Iya, aku mau, tapi, bagaimana dengan perempuan itu?""kami putus semalam," jawabnya lesu. Terlihat gurat kecewa di wajahnya. Apa aku hanya pelariannya saja? ah, bukan aku pelariannya, melainkan wanita itu yang menjadi pelarian Mas Fadil ketika aku tidak di dekatnya. "Berjanjilah tidak akan menemui perempuan itu lagi!" pintaku dengan netra dipenuhi embun. "iya, aku janji. Ayah
last updateLast Updated : 2021-08-04
Read more
Pengkhianatan
Tepat pukul delapan pagi Mas Fadil datang menjemputku. Kami pergi setelah berpamitan terlebih dahulu dengan Maya dan Adi. Mobil melaju perlahan, membelah jalanan yang mulai ramai. Mas Fadil terlihat bersemangat, senyum merekah menghiasi bibirnya sepanjang hari. "Kenapa? Kok kayak lagi seneng?" tanyaku seraya mengernyitkan dahi. "Seneng dong, kan ada kamu yang nemenin aku," jawab lelaki yang duduk disampingku itu sembari mengulum senyum. Seperti ada yang disembunyikan dariku. Senyumnya memiliki arti berbeda yang membuat hati ini kembali gelisah. "Kita makan dulu di sini, aku belum makan," ucap Mas Fadil sambil memarkirkan mobil di depan sebuah rumah makan khas Sunda. Mas Fadil makan dengan lahap dan cepat. Berbeda denganku yang sulit untuk sekedar menelan makanan.  Semua yang  aku makan terasa hambar dan pahit. Aku hanya mengaduk-aduk nasi dan lauk yang ada di depanku. "Ayo, lanjut, k
last updateLast Updated : 2021-08-05
Read more
Bertahan
Aku kembali meraih gawai dan mengetik sebuah pesan. [Tolong mba, saya mohon jangan temui suami saya lagi. Mba wanita pasti bisa merasakan bagaimana klo posisi kita ditukar. saya masih menyusui anak ketiga saya, dua anak saya masih SD mba, tolong mba]Aku memohon dan memelas agar wanita itu luluh dan mau meninggalkan suamiku. Akan tetapi, syetan lebih kuat dan sudah menguasai Melati. [Hah, harusnya kamu yang mundur. Mas Fadil sudah tidak mencintaimu. kamu tahu kenapa dia pulang malam. Dia habis dari sini, klo tidak ku suruh pulang dia nggak mau pulang. Suamimu sudah jijik sama kamu, coba kamu lihat lehernya]Hatiku lebur untuk kesekian kalinya, sakit dan sesak serasa ada yang menginjak-injak harga diriku sebagai seorang perempuan. "Bnagun! Bangun, Mas!" hardikku tertahan karena khawatir si kecil terbangun. "Apaan, sih?" tanyanya dengan bola mata yang terlihat memerah. "Apa ini?" tanyaku sembari membalikkan
last updateLast Updated : 2021-08-07
Read more
Luka
Mobil melaju perlahan, bersama rintik hujan yang turun teratur. Mas Fadil sesekali terdengar berdendang untuk mencairkan suasana. Baru saja hati ini merasa damai, lelaki itu kembali menabur garam di atas luka yang masih basah. "Kamu mau kan, tanda tangan surat nikah lagi?" tanyanya sembari mengulum senyum. "Astagfirullah, aku harus ngomong berapa kali. Pilih aku atau dia.""Aku nggak bisa, aku mau kalian berdua. Ayah mohon Mah, Ayah ke bayang-bayang terus Melati. Ayah nggak bisa lupain dia," ucapnya sembari memelas. "Ayah harus berusaha, demi anak-anak. Itu semua tipu daya setan, Yah. Ayah sadar, setan menjadikan nikmat sesuatu yang dilarang oleh Allah. Kuatkan iman Ayah. Ayah pasti bisa.""Sudahlah, kamu memang tidak mengerti Ayah. Jangan ceramah di sini!""Astagfirullah, setan apa yang sudah merasukimu?"Mobil pun melaju dengan kecepatan tinggi dan hampir bertabrakan beberapa kali. Aku mengeratkan tangan pada sabuk
last updateLast Updated : 2021-08-08
Read more
Pulang
 Anak-anak terlihat bahagia melihat kedatanganku dan Fariz. Luna merengkuh Fariz seketika. Anak itu pasti sangat merindukan adiknya. Hampir satu minggu aku ikut bersama Mas Fadil dan belajar akan kesalahanku. Mempelajari penyebab badai ini datang dan bertekad untuk memperbaiki diri dan bersikap lebih baik kepada Mas Fadil. Bahagia rasanya kembali ke rumah sendiri. Aku segera membereskan rumah setelah Mas Fadil pamit untuk kembali bekerja. "Gimana perkembangan suamimu? Apa masih ketemua sama pelakor itu?" tanya Ibu geram yang tiba-tiba sudah duduk di ruang tamu sambil menggendong Fariz, tanpa kusadari. "Masih," ucapku lemas. "Pelan-pelan aja, Mamah udah minta bantu do'a sama Wa Haji," ucap wanita berdaster panjang itu dengan seulas senyum yang kubalas dengan anggukan. Kepada siapa lagi aku berbagi cerita, berbagi kesedihan dan beban pikiran, selain kepada orang tua dan keluarga. Terkadang, pengalaman n
last updateLast Updated : 2021-08-09
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status