"Hei, hei… dengar aku, Sayang. Sari akan pergi ke Makassar minggu depan. Kamu bisa tinggal di rumah dinasku sementara, gimana?"
"Kenapa harus sembunyi-sembunyi? Aku sudah bilang sama kamu, Mas. Aku mau kita segera menikah. Mumpung dia tidak disini, mengapa kita tidak menikah saja minggu depan? Jadi, aku bisa kamu bawa pulang ke rumah dinas."
Erika tampak mondar-mandir sambil berbicara. Saat Jojo mendekat dan mulai merayunya, ia kembali menghindar. Bahkan sentuhan Jojo pun ditepis.
"Mana mungkin bisa?" tanya Jojo.
"Bisa. Besok aku ke KUA dan urus semuanya. Kamu terima beres."
"Bukan itu maksud aku, Honey. Duitnya udah nggak ada. Aku nggak ada duit. Dari kemarin sudah mengambil uang tabungan Sari, bahkan tadi pagi buat pegangan uang makan pun aku minta ke dia. Gimana buat biaya nikah?"
"Aku ada uangnya. Kamu tenang saja. Lagi pula istri kamu itu banyak emasnya, kamu bisa pinjam dan ambil buat digadaikan sementara. Masa tidak bisa?"
Jojo terdiam mendengar saran Erika. Ia hanya menghela napas panjang. Lalu mengalihkan pikirannya dengan mengambil batang nikotin untuk dihisap.
***
Sari mondar-mandir di ruang tamu hingga ruang tengah. Sesekali matanya melirik arah jam dinding. Ia tidak bisa tertidur meski mata telah terasa sangat mengantuk. Tubuh pun begitu lelah. Namun, pikirannya melayang. Menuntut jawaban atas tanya yang masih menjadi misteri.
Jarum jam menunjukkan pukul sepuluh malam tetapi tanda-tanda kepulangan Jojo belum juga terlihat. Hatinya semakin cemas, bayang wajah Erika menghantui Sari. Pikirannya tertuju pada perselingkuhan yang pernah Jojo lakukan. Hatinya terus bertanya apakah kali ini Jojo sedang membohonginya lagi seperti dulu.
Nada sambung terdengar dari gawai Sari. Ia mencoba memanggil suaminya melalui gawai. Namun tak juga ada jawaban. Sari mengintip dari balik hordeng, ia melihat Roni yang sedang berjalan menuju rumah. Sari segera keluar dari dalam rumah, menghampiri pintu pagar. Sesaat Roni menoleh ke arah Sari yang terlihat tampak cemas.
"Bang Roni," panggil Sari pelan. Ia membuka pintu pagar, matanya melempar pandangan ke sekitar, mencari keberadaan suaminya. "Lembur?" tanya Sari.
"Iya. Ada apa, Mbak?" Roni sudah yakin dari tatapan mata Sari, wanita itu ingin bertanya tentang suaminya. Namun, belum sempat Sari mempertanyakan keberadaan Jojo, dari kejauhan tampak Jojo yang sedang berjalan menuju rumah. Sari membulatkan mata melihat ke arah Jojo. Lalu, ia segera berpamitan masuk ke dalam rumah dengan memberi isyarat ke Roni sebuah gelengan dan senyuman.
Roni menoleh ke arah kanan, ia melihat Jojo juga yang sudah mulai mendekat. Roni ingat, hari ini Jojo tidak lembur, ia yakin bahwa lelaki itu masih menemui selingkuhannya. Hingga larut baru pulang dan beralasan lembur.
Jojo yang berpikiran negatif segera mempercepat langkah kakinya. Saat melihat Roni di depan pagar rumahnya yang baru pulang. Serta Sari yang beridiri di depan rumah. Apakah wanita itu sengaja keluar rumah, pikir Jojo. Khawatir Roni telah membongkar rahasianya. Minimal memberitahu Sari bahwa suaminya tidak lembur hari ini. Mata Jojo menatap Roni tajam. Hingga lelaki yang menjadi tetangganya itu pun mengurungkan niat masuk ke rumah. Ikut menatap tajam.
Namun, Jojo tidak ingin berdebat. Khawatir semua orang akan mengetahui rahasianya jika ia memulai omongan dengan Roni. Jojo segera masuk ke dalam rumah dan mengalihkan pandangannya. Ia menemui Sari dengan tatapan penuh amarah.
Sari menyodorkan minum ke arah Jojo. Ia menundukkan wajah saat suaminya menatap dengan mata merah. Tidak seperti biasanya, ada apa dengan Jojo, tanya Sari dalam hati.
"Mas, minum," ucap Sari.
"Kamu dari mana?" tanya Jojo. Ia tidak menghiraukan dengan segelas air putih yang telah Sari sodorkan. Matanya menatap tajam Sari tanpa berkedip.
"Nggak dari mana-mana."
"Eh, jangan kamu pikir aku nggak lihat tadi. Kamu dari luar 'kan? Ngapain? Nemuin orang depan?" tanya Jojo beruntun.
Sari tergagap. Bukan karena ia berbohong tetapi tatapan Jojo dan nada bicaranya yang tinggi membuatnya terkejut hingga ketakutan.
"Kenapa diam? Ada hubungan apa kamu sama Roni? Kamu selingkuh sama dia?"
"Astaga, Mas. Kamu ngomong apa? Istighfar. Aku nggak ngapa-ngapain. Aku tadi cuma--"
"Cuma apa? Mana ada maling mau ngaku?"
Jojo berlalu dari hadapan Sari yang masih terpaku tidak tahu harus mengambil sikap. Sari duduk di sofa ruang tamu sambil menenangkan diri sesaat. Kini matanya meneteskan air yang tiba-tiba tumpah, tak terbendung. Namun, Jojo tidak peduli. Ia segera mengganti pakaian dan mengambil selimut. Lalu tidur di sofa ruang tengah setelah mengganti pakaiannya.
Sari mencoba menghampiri suaminya. Sikap Jojo semakin membuatnya bertanya-tanya.
"Mas…"
Tidak ada jawaban dari Jojo. Lelaki itu terdiam dan berpura-pura tidur dengan memejamkan matanya. Dalam hati, Jojo tertawa. Ia harus membuat banyak masalah dan memojokkan Sari. Sehingga bisa menjadikan ini sebuah alasan pernikahan keduanya karena sikap Sari yang kurang perhatian dan selingkuh.
Sari duduk di karpet sebelah Jojo merebahkan tubuh. Sambil menahan tangis, ia mencoba menyentuh tangan suaminya. Mengelus lembut.
"Mas, sumpah! Aku tidak selingkuh. Tadi aku cuma menyapa Roni. Aku khawatir karena telepon kamu tapi nggak ada jawaban."
Jojo masih terdiam. Bahkan hingga beberapa menit, lelaki itu masih enggan diajak berbicara. Air mata Sari semakin deras menetes. Mengapa tiba-tiba suaminya tidak mempercayai apa yang ia katakan. Padahal selama ini, ia selalu mengalah dan percaya dengan apapun yang Jojo katakan. Bahkan, sekali pun Jojo berbohong dan menyakitinya.
"Kamu mau membalas dendam?"
Sebuah kalimat yang membuat Sari membulatkan mata. Ia menghapus air mata dari pipinya. Sambil menahan isak tangis yang semakin membuatnya sakit, Sari menggeleng.
"Balas dendam gimana, Mas?"
"Ya, aku salah pernah mendua. Apa sekarang ku pun berpikir akan menduakan aku?" Senyum sinis Jojo terlihat dibarengi dengan lelaki itu bangkit dari tiduran. Duduk di sofa, menatap tajam istrinya. Sari masih menggeleng. Bibirnya mencoba menjelaskan ulang. Kekhawatiran yang menusuk, tanpa ia sadari tidak seperti biasanya.
Namun, Jojo tetap menunjukkan sikap ketidak percayaannya. Ia menutupi kesalahan yang kembali dilakukan dengan memojokkan wanita itu dan memfitnahnya. Hingga Sari tak sanggup, mendengar tuduhan yang sama sekali tidak ia lakukan. Segera wanita itu bangkit dari duduk, perlahan berjalan menuju kamar. Mencoba membaringkan tubuh di ranjang. Berharap menemukan ketenangan.
Ia mencoba menghentikan tangis. Menghapus setiap tetesan yang terlanjur membasahi pipi. Semua tanya masih belum terjawab, sebab dari sikap aneh Jojo. Bahkan berkurang dari jumlah saldo bank yang Jojo ambil pun, belum Sari dapatkan jawabannya.
Mata perih dan sembab bekas menangis, perlahan membuat Sari tertidur karena keadaan. Besok ia harus berangkat lebih awal karena ada beberapa pekerjaan yang harus dikerjakan. Bagi Sari, ia harus tetap profesional. Meski hatinya tengah mengalami masalah hebat. Pekerjaan kantor tetap tidak boleh ia lalaikan.
***
Suasana pagi itu tampak hening. Sari duduk sendiri di meja makan menyantap sarapannya. Sementara Jojo memilih tidak menyentuh sedikitpun masakan yang telah disiapkan istrinya. Tangan Jojo sibuk dengan gawai yang ia genggam, sambil berkirim pesan mesra. Siapa lagi kalau bukan Erika di balik percakapan pesan itu.
Gadis itu terus mendesak Jojo untuk segera menikahinya. Jojo hanya bisa berjanji dan janji akan mengabulkan lagi ingin si wanita selingkuhannya itu.
"Mas… Mas?" panggil Sari. Suaminya hanya melirik sebentar ke arah sumber suara. Lalu, mengabaikan seolah tak peduli dengan panggilan itu.
Sari hanya bisa menghela panjang napas, sambil berjalan menghampiri.
"Aku berangkat duluan, ya? Karena ada meeting. Aku mesti prepare data-datanya sebelum jam kerja." Sari berdiri tepat di depan Jojo yang sedang duduk di sofa. Tangannya terulur, menanti respon dari Jojo.
Namun, Jojo masih diam dan pura-pura tak peduli. Lagi, Sari hanya bisa menghela napas panjang. Tidak ada hal yang bisa ia lakukan lebih selain bersabar dan menahan tetesan tumpahan air mata. Ia memaksa tangannya menyentuh lebih dulu lelaki itu, tetapi Jojo menghindar. Bahkan ia bangkit dari sofa menuju toilet untuk mandi. Meninggalkan wanita yang sudah sangat sabar menghadapi serta menerima apa adanya.
Sari menoleh ke arah gawai yang berada di dalam tas saat sebuah panggilan masuk. Ia segera mengangkat nomor telepon tak dikenal karena meyakini itu adalah taksi online yang baru saja dipesan. Sari bergegas setelah menyadari ada sinar mobil di luar yang berdiam di depan rumahnya, terlihat dari balik hordeng ruang tamu.
[Saya ke depan, Pak.]
Sari mematikan panggilan telepon setelah menjelaskan dirinya bergegas keluar.
Sementara Jojo, setelah selesai mandi, melihat ke arah luar. Sudah tidak ada Sari di sana. Senyumnya mengembang. Lalu, ia segera membuka lemari pakaian dan mencari letak perhiasan milik istrinya.
Jojo sendiri pun tidak pernah melihat berapa banyak perhiasan yang dimiliki Sari dan disimpan dimana. Namun, imannya terguncang kala melihat benda-benda berkilauan dari sebuah kotak yang berada di laci lemari Sari. Lengkap dengan surat-surat dari emas itu.
Bersambung ….
"Berangkat gelap, pulang pun hari sudah gelap. Kamu itu kerja atau kemana?"Sari menghentikan langkah kaki. Baru saja ia membuka pintu dan ingin mengucap salam. Namun, Jojo telah lebih dulu membuatnya terkejut dengan ucapannya. Lelaki itu duduk di sofa sambil bersedekap. Perlahan berdiri menghampiri istrinya yang terpaku di depan pintu.Sari tidak paham dengan ucapan Jojo tadi. Ia hanya diam menatap suaminya dalam, penuh tanya. Mengapa sikap Jojo terus memojokkannya. Seolah semua yang ia lakukan salah."Apa kecurigaanku benar tentang balas dendammu, ya? ucap Jojo lagi."Mas, kamu kenapa sih? Jangan ngaco, deh.""Ngaco? Kamu yang mulai ngac
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S