"Berangkat gelap, pulang pun hari sudah gelap. Kamu itu kerja atau kemana?"
Sari menghentikan langkah kaki. Baru saja ia membuka pintu dan ingin mengucap salam. Namun, Jojo telah lebih dulu membuatnya terkejut dengan ucapannya. Lelaki itu duduk di sofa sambil bersedekap. Perlahan berdiri menghampiri istrinya yang terpaku di depan pintu.
Sari tidak paham dengan ucapan Jojo tadi. Ia hanya diam menatap suaminya dalam, penuh tanya. Mengapa sikap Jojo terus memojokkannya. Seolah semua yang ia lakukan salah.
"Apa kecurigaanku benar tentang balas dendammu, ya? ucap Jojo lagi.
"Mas, kamu kenapa sih? Jangan ngaco, deh."
"Ngaco? Kamu yang mulai ngaco. Alasan saja, berangkat lebih awal mau ada meeting. Terus pulang telat karena lembur. Heh! Aku lebih dulu bekerja di perusahaan pertambangan. Jarang sekali ada bagian finance yang lembur. Bahkan sampai mau meeting ke luar kota. Kamu itu sebenarnya kemana, sama siapa? Selingkuh?" Suara Jojo meninggi.
Air mata Sari mulai membendung, siap tumpah. Tuduhan apa lagi dari Jojo, pikirnya. Ia tidak habis pikir mengapa suaminya bisa berpikir demikian.
"Astaga, Mas! Kamu nggak percaya sama aku?" Jojo menggeleng sambil tersenyum sengit ke arah istrinya sebagai jawaban tanya Sari barusan.
"Kamu kalau sudah nggak cinta, nggak mau lanjutkan hubungan denganku, bilang! Jangan balas dendam. Kita bisa akhiri semuanya baik-baik. Aku salah pernah selingkuh, harusnya kamu koreksi diri. Bukannya malah ikutan selingkuh!"
"Mas, sumpah aku--"
Jojo menaruh jari telunjuknya di bibir, meminta wanita di depannya diam. Lalu, ia keluar rumah. Duduk di bangku teras sambil menyalakan batang nikotin. Senyumnya mengembang, teringat wajah panik Sari beberapa menit lalu. Hatinya pun puas bisa membuat masalah. Menjadikan alasan hebat untuk menikah dengan Erika tanpa mengotori namanya lagi.
Sementara Sari di dalam rumah, masih terkejut dan tidak percaya dengan serangan tuduhan yang sama sekali tidak dilakukannya. Ia masuk ke kamar, duduk di sudut ranjang. Tangannya bergetar, perlahan menghapus tetesan air mata yang sudah membasahi pipi sedari tadi. Sambil tersedu, ia hanya bisa menguatkan dirinya sendiri.
***
Suasana dingin masih menyelimuti hubungan rumah tangga Sari dan Jojo. Hingga akhir pekan, keadaan belum juga membaik. Tuduhan Jojo semakin menjadi, mempertanyakan setiap pesan masuk di gawai Sari. Tak peduli siapa pun yang mengirim, dengan keras Jojo selalu menuduhnya itu selingkuhan Sari.
Tangis sampai permohonan maaf pun tidak dihiraukan Jojo. Ia terus memojokkan Sari, membuat batinnya tak hanya terluka. Namun, hingga lelah membela diri.
Sari menutup telinga saat gawai yang dipegangnya tiba-tiba direbut Jojo dan melayang hingga terjatuh ke lantai. Bukan kejadian pertama, wanita itu hanya bisa diam, tanpa perlawanan.
"Siapa lagi itu Gery?" teriak Jojo.
Bibir Sari tertutup rapat. Baginya, tidak ada yang bisa ia jelaskan. Percuma saja diceritakan, Jojo pasti tidak akan percaya seperti beberapa hari belakangan ini. Sari memilih diam, merangkak. Memungut gawai yang telah pecah di lantai.
"Aku nggak kuat, begini terus sama kamu," ucap Jojo. Nada suaranya melemah. Duduk di pinggir ranjang. Tatapan Jojo kosong ke dinding di depannya.
"Mau kamu apa, Mas?" tanya Sari lirih.
"Pertanyaan yang bagus. Aku mau menikah lagi." Seketika Sari membulatkan mata. Menatap Jojo dengan bibir terbuka, tercengang. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja Jojo ucapkan. Ia berpikir apa salah dengar.
"Kamu bercanda?" ucap Sari. Ia mencoba mengatur napasnya yang mulai tersengal-sengal, menahan tangis yang siap membuat isak.
"Aku capek sama kamu, Sar. Meski kamu bisa menerima masa laluku, tetapi tidak bisa memahami sepenuhnya aku."
Kalimat Jojo semakin tidak dapat Sari pahami. Ia merasa telah berusaha keras menjadi istri yang baik. Mengerti, menerima, memaafkan. Lalu apalagi yang harus dilakukan agar dapat menjadi wanita yang mampu memahaminya.
Kini, tangis Sari sudah benar-benar turun membasahi pipi. Tak terbendung. Isak pun terdengar perlahan. Sari tak tahu, kata apa yang sekarang pantas ia lontarkan. Sambil bergetar, ia mencoba bangkit dari duduk. Perlahan berjalan keluar kamar menuju toilet.
Membasahi diri di bawah air keran yang menyala tanpa melepas pakaian. Pikirnya, air itu bisa menyamarkan tangis yang membasahi wajah, mendinginkan kepala yang seperti terbakar. Sikap aneh Jojo terputar di pikiran Sari perlahan. Helai rambut ikal di ranjang, parfum di meja rias, uang Sari yang di ambil Jojo tanpa izin, semuanya terlintas.
"Jika memang dia mau menikah lagi, mengapa harus menuduhku yang selingkuh?" tanya Sari dalam hati.
Ia yakin wanita itu masih sama, Erika. Siapa lagi. Sari teringat saat kedatangan Erika di acara ngunduh mantu, tatapan wanita itu penuh amarah dan tidak ikhlas.
"Dia menghalalkan segala cara untuk merebut suamiku."
Akhir pekan yang Sari pikir bisa menenangkan tubuh setelah seminggu bekerja. Mungkin juga bisa dapat memperbaiki hubungan dengan Jojo, tetapi ia tidak menyangka justru sebuah kejutan diluar nalar.
Sari tidak tahu harus cerita ke siapa. Jika, ia kisahkan ke orang tuanya, khawatir membuat kesedihan. Bukankah sejak awal mereka tidak mengetahui kebusukan Jojo. Jika Sari bongkar sekarang, hanya akan memperumit masalah. Perlahan ia berpikir, apa harus menerima keputusan suaminya, bukankah di agama mereka diperbolehkan lelaki menikah lebih dari satu kali.
Namun, apa yang harus ia katakan ke keluarga dan apakah hatinya bisa menerima serta ikhlas.
Tangis Sari semakin menjadi. Membayangkan keikhlasan yang harus ia lakukan untuk kebahagiaan suaminya. Seandainya Jojo harus menikah lagi, mungkin Sari bisa menerima tetapi bukan dengan wanita itu.
***
Sari keluar toilet mendapati Jojo yang sedang mengemas pakaian ke dalam sebuah koper. Baru beberapa detik lalu wanita itu mampu menghapus tangis dan memutuskan berbicara baik-baik dengan suaminya. Mencari jalan keluar bersama, yang terbaik. Namun, apa yang Jojo lakukan kini membuatnya semakin sakit dan tidak paham.
Ia masih terpaku di depan pintu kamar. Tak bisa berucap dan bertindak apapun. Hanya air mata yang mengungkapkan kesedihan. Mengiba.
Jojo berjalan membawa koper menuju pintu. Sari hanya bisa menghalangi dengan menyandarkan diri di pintu itu.
"Awas!" teriak Jojo.
"Jangan pergi, Mas. Aku mau bicara."
"Ya sudah, bicara saja."
"Apa bisa kita duduk dulu dan bicara baik-baik?"
"Kalau kamu cuma mau melarang aku menikah lagi, lebih baik kamu urungkan niat bicara. Percuma, Sar. Kamu itu sudah banyak berubah semenjak bekerja. Sibuk. Entah, apa benar sibuk dengan pekerjaan atau lelaki lain?"
Sari menggeleng. Menatap Jojo dalam. Akan tetapi lelaki di hadapannya itu tak mampu melihat lama tatapan Sari. Ia mengalihkan pandangan. Sari memberanikan diri memegang tangan Jojo, menuntun perlahan tangan lelaki yang pernah berjanji tidak akan lagi membohonginya, menyakitinya hingga duduk ke sofa kamar.
"Air mata kamu tidak menggoyahkan pikiranku," gumam Jojo.
Segera Sari menghapus air mata dan mengatur napasnya agar tidak terbata-bata saat berbicara. Ia menatap dalam lagi mata Jojo.
"Mas, maafin aku. Karena sibuk bekerja. Melupakan kewajibanku sebagai seorang istri. Percayalah, aku tidak pernah mengkhianatimu. Jika aku bekerja di luar hanya membuat perkara, baiklah. Aku berhenti bekerja. Agar sepenuhnya bisa melayanimu seperti dulu lagi."
Sedikitpun Jojo tidak membalas tatapan Sari. Ia terus melempar pandangan ke arah lain. Kini ia pun merasakan sakit pada kepalanya yang teramat. Bayang-bayang kebaikan Sari melintas. Penantian jawaban saat Sari belum memutuskan melanjutkan hubungan dengannya. Namun, seketika bayang Erika muncul. Tepat di depannya. Menghalangi saat ia bersanding di pelaminan dengan Sari.
Seperti orang terkejut, Jojo tergagap. Membuka matanya dengan napas tersengal. Membuat Sari panik dan penuh tanya. Wanita itu masih duduk di sebelahnya dengan genggaman tangan erat. Jojo segera melepas genggaman tangan Sari. Beranjak dari sofa dan pergi begitu saja meninggalkan istrinya yang masih duduk termangu, penuh tanya.
Bahkan koper yang telah Jojo siapkan pun tidak ia bawa. Dengan tangan kosong Jojo berlari keluar rumah, lalu berjalan menuju jalan raya. Duduk di halte, menghisap batang nikotin. Hingga sebuah bis ke arah kos Erika datang. Segera Jojo mematikan puntung rokok dengan menginjaknya ke tanah dan menghentikan bis itu.
Bersambung ….
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S