Bukan Istri Pemuas Nafsu

Bukan Istri Pemuas Nafsu

last updateLast Updated : 2023-02-11
By:  Helminawati PandiaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 ratings. 3 reviews
66Chapters
15.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Rinay dinikahi bukan karena cinta, tetapi karena desakan warga. Dia terpaksa menikah dengan Bagaskara, seorang pengawas proyek pembangunan irigasi di desanya. Bagas yang kesepian selama tinggal di desa tertarik kepada sang kembang desa. Dengan membubuhkan obat tidur ke dalam minuman, dia berhasil meniduri gadis itu. Warga menggerebek dan meminta pertanggungjawaban. Terpaksa Bagas menikahi Rinay, bukan karena cinta, tetapi untuk pemuas nafsu. Rinay ditinggalkan di desa begitu proyek selesai. Seminggu sekali dia datang untuk memuaskan nafsu. Tak lupa dia memberi obat anti hamil untuk melancarkan niat licik. Bagas menikah lagi di kota dengan putri Bosnya. Harta dan kedudukan adalah sasarannya. Sedangkan Rinay adalah pemuas nafsunya. Rinay memang gadis desa, lugu, polos, miskin, dan tak berpendidikan. Namun, dia tak diam saat harga dirinya dicabik-cabik. Dengan dukungan ibunya, wanita itu menuntut hak. Saat sang suami dan seluruh keluarganya menjelma menjadi musuh, Rinay berjuang sekuat daya. Memberikan balasan yang jauh lebih menyakitkan kepada Bagas dan seluruh keluarganya, adalah cita-cita yang harus diawujudkan, begitu tekatnya. Bagaimanakah perjuangan Rinay mengembalikan harga diri yang sudah tercabik-cabik? Bagaimanakah cara Rinay memberikan pembalasan buat suami dan keluarganya, hingga mereka merasakan luka parah, tapi tak berdarah? Ikuti di cerita ini, ya! Terima kasih. *****

View More

Chapter 1

Bab 1. Nafkah Batin  Seminggu Sekali

“Terima kasih, Sayang! Kamu memang pandai memuaskan suami!”  Bagas melemparkan tubuhnya di samping Rinay. Senyum penuh kepuasan tersungging di bibirnya.

“Harus, dong, Mas! Suami udah capek kerja, jauh-jauh pulang ke desa, masa enggak aku servis seistimewa mungkin, iyakan?”  sahut Rinay tersenyum manja. Hatinya berbunga-bunga. Tangan gemulainya lalu menarik selimut yang teronggok  di bagian kaki ranjang, lalu menutupi tubuh polos mereka berdua hingga sebatas dada.

“Tapi jangan lupa minum obatnya secara rutin, ya, Sayang!” Bagas menunjuk pil di atas nakas. Pil anti hamil yang sengaja dia bawa dari kota.

“Itu obat apa, sih, Mas?”  tanya Rinay merubah posisi tidurnya. Wanita itu tidur miring menghadap ke arah  Bagas. 

“Itu vitamin biar rahim kamu subur! Biar cepat hamil. Mas pengen banget kita cepat-cepat punya anak Makanya kamu jangan pernah telat minumnya, ya! Dan satu lagi, jangan sampai Ibu atau Bapak tahu kalau kamu mengkonsumsi itu! Pokoknya siapapun tak boleh tahu, hem!” jawab Bagas sambil memainkan jemarinya di pipi Rinay. Sebuah kecupan kembali dia daratkan  tepat di bibir ranum sang istri.

“Kenapa, sih, Mas? Kok pakai rahasia-rahasia segala?” Rinay lalu menenggelamkan kepalanya di dada Bagas.

“Mas malu, dong, Sayang! Nanti mereka berpikir, kok, mas ngebet banget pengen punya anak! Entar keluarga kamu tersinggung lagi, mengira mas enggak percaya akan kesuburan putri mereka, kan enggak enak!”

“Hem, begitu, ya, Mas?”

“Iya, Sayang.”

“Maaf, ya, Mas! Hingga hari ini, aku belum bisa bahagian Mas Bagas! Padahal kita udah nikah setengah tahun. Jujur aku juga pengen kayak teman-teman aku, Mas! Mereka malah dua bulan nikah langsung hamil. Malah si Ningsih, udah  langsung hamil meski belum  akad nikah. Aku malu, tau, sering diledekin gak pinter gituannya. Ada juga yang bilang Mas Bagas enggak top cer, kan aku panas juga, Mas,” adu  Rinay seraya memainkan jemari di dada sang suami.

“Ya, makanya! Rajin  minum vitaminnya, ya! Itu, udah Mas beli untuk sebulan.”

“Baik, suamiku, hehehe ….”

“Pinter!” Bagas memeluk erat tubuh sang istri.

“Mas, sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan. Bapak sama Ibu yang nyuruh. Boleh, ya, Mas?” tanya Rinay  dengan hati-hati.

“Tentang apa, Sayang? Bilang saja, Mas akan mendengarkan.”

“Eeem, tapi, janji, ya! Mas enggak akan marah?”

“Janji, bilang saja!”

“Sebenarnya aku takut, sih, ngomong ini ke Mas Bagas.”

“Eem, apakah Bapak dan Ibu minta tambahan uang mingguan yang Mas kasih? Ya, udah, besok mas tambah, ya! Udah, jangan dipikirkan! Sekarang kita bobok, mas capek banget!” Bagas lalu melepas pelukannya.

“Bu-bukan tentang uang, Mas! Tapi … anu ….” gugup Rinay semakin gelisah.

“Anu apa, Nay? Ngomong saja!”

“Eeem, Bapak sama Ibu katanya risih mendengar omongan miring tetangga tentang kita, Mas.”

“Omongan miring bagaimana?” Bagas mengernyitkan dahi.

“Bapak sama Ibu malu, karena tetangga sering ngegosip kalau aku ini cuma istri simpanan Mas Bagas. Jangan-jangan Mas Bagas sebenarnya udah punya istri di kota. Buktinya sampai detik ini aku tak pernah Mas bawa ke rumah Mas di kota! Keluarga Mas juga tak pernah datang silaturahmi ke sini. Bapak sama Ibu juga gak pernah Mas ajak bersilaturahmi ke kota, ke rumah orang tua Mas Bagas.”

“Oooh, itu masalahnya!”  Bagas lalu  tertawa, tawa yang sangat dibuat buat. “Kalau masalah itu, kamu jangan khawatir, Sayang! Mas janji,  begitu kamu hamil, mas akan bawa kamu ke kota, bilang sama Bapak dan Ibu, ya!” imbuhnya membelai lembut kepala Rinay. Itu untuk memberi sang istri rasa nyaman agar tak lagi menuntut yang macam-macam.

“Nunggu hamil dulu, ya, Mas?” tanya Rinay  kian gelisah.

“Iya, dong, Sayang! Sekalian kita beri surprise buat keluargaku. Mama dan Papa udah enggak sabar  ingin menimang cucu. Mereka pasti sangat bahagia bila kamu datang dengan kehamilan kamu, iyakan?” bujuk Bagas tak putus asa.

Rinay masih terdiam.

“Mas juga akan segera urus surat nikah kita, begitu kamu hamil. Kamu tentu pengen punya buku nikah kayak orang-orang, kan?  Enggak cuma menyandang status istri siri?  Dengar,  asal kamu hamil, Mas akan mengurus  semua itu. Mas janji,” imbuh Bagas lagi   meyakinkan Rinay.

“Serius? Mas akan mengesahkan pernikahan kita? Kita akan sah di mata hukum dan negara tak hanya di mata agama?”  tanya Rinay mulai terpedaya.

“Iya, Sayang! Kan, memang kamu istri  sah aku. Mas juga sayang banget sama kamu! Makanya, kamu rajin mengkonsumsi obat penyubur rahim itu, ya! Biar harapan dan cita-cita kita segera terlaksana, hem?”

“Iya, Mas, terima kasih!” Wanita lugu itu memeluk suaminya dengan erat. Bahagia membuncah di dalam dada.

**

“Bagas sudah pulang lagi, kan? Kenapa kamu belum dia bawa  juga ke kota?”  tanya Rusni, ibu Rinay   pagi ini.

“Kata Mas Bagas aku boleh, kok, ikut dia ke kota, tapi nanti, kalau aku sudah hamil.  Kami akan memberi kejutan buat keluarganya.  Orang tuanya pengen banget punya cucu. Mas Bagas juga janji akan mengurus surat nikah kami, agar terdaftar di negara,” jawab Rinay dengan wajah berbinar.

“Astaga, Rinay …! Artinya Bagas memang tak ingin membawa kamu! Laki-laki kurang aj*r! Dia cuma mau memanfatkanmu! Omongan tetangga itu benar! Bagas memperlakukan kamu itu tak lebih dari istri simpanan. Datang seminggu sekali untuk tidur sama kamu, lalu setelah  puas di pergi lagi!” Rusni  terlihat geram.

“Ibu, Mas Bagas bukan seperti itu! Dia cinta sama Rinay!”

“Bagaimana kalau kau tidak hamil-hamil?”

“Mas Bagas selalu membelikan aku vitamin penyubur rahim. Aku  mengkonsumsinya dengan teratur, Bu!”

“Vitamin penyubur rahim?”

“Iya.”

“Mana, ibu mau  lihat?”

Rinay tercekat, teringat pesan suaminya, bahwa siapapun tak boleh tahu tentang vitamin itu.

“Mana ibu liat!” Rusni makin memaksa.

Dengan terpaksa Rinay  berjalan ke arah nakas, meraih  lalu menunjukkan pil itu  kepada sang Ibu.

“Ibu akan bawa pil ini ke rumah Bu Bidan, ibu mau nanya, apa betul ini obat  biar cepat hamil!” Rusni buru-buru keluar dari kamar Rinay.

*

“Ini bukan vitamin  penguat rahim,  tapi anti hamil!”

Kalimat Bidan Elsa mengejutkan Rusni dan Rinay.

“Tuh, kan, dugaanku benar! Rinay  … kau telah dibodohi laki-laki itu!” Emosi Rusni langsung tersulut.  Rinay memucat.

“Apakah kalian sengaja  menunda punya anak, Nay?” tanya Bidan  Elsa hati hati.

“Ti-tidak, kok! Saya dan Mas Bagas malah sangat ingin cepat-cepat memiliki momongan,” urai Rinay membuat kedua alis sang bidan saling bertaut.

“Jangan bodoh, Rinay! Kau sudah tertipu! Kalau memang benar dia pengen cepat punya anak kenapa  dia suruh kau minum obat anti hamil?” sergah Rusni dengan wajah merah padam.

“Mas Bagas  enggak mungkin melakukan itu, Bu.” Rinay menunduk.

“Eeeh, enggak usah  kau bela suamimu itu!” Rusni mendelik tajam.

“Enggak mungkin Mas Bagas begitu, Bu. Ibu berprasangka buruk terus sama Mas Bagas. Ya, sudah, biar aku telpon sekarang. Biar Mas Bagas yang jelaskan!” Rinay mulai terisak. Sakit hatinya kalau sang suami selalu dicurigai oleh semua orang.

“Ya, sudah, cepat kau telpon! Ibu juga udah enggak sabar pengen memaki-maki dia! Enggak terima ibu kalau kau dia sembunyikan terus di sini! Malu Bapak sama ibu mendengar cemooh tetangga!”

Rinay mengeluarkan ponsel dari dalam saku rok panjangnya. Menekan nomor Bagas lalu menempelkan benda itu di dekat telinga. Seperti biasa,  panggilannya tak pernah  tersambung bila Bagas sudah kembali ke kota. Entah mengapa, sepertinya Bagas sengaja memblokir nomornya.

“Kenapa? Enggak nyambung, kan? Kenapa coba, kau tak pernah bisa menghubungi dia bila dia sudah pulang ke kota, ha? Kau tau alasannya? Jelaskan sama Ibu!” cecar Rusni semakin emosi.

Sakit hati Rinay karena suaminya selalu dicurigai, namun  jauh lebih sakit hati sang ibu karena  menyadari anaknya telah dipermainkan oleh orang kota itu.

“Cukup, Rinay! Cukup sudah, sekarang juga tetapkan di hatimu, kalau kau harus minta pisah! Paham kau!?” pungkasnya dengan suara bergetar.

“Tidak, aku enggak mau pisah sama Mas Bagas, Ibu! Kami saling cinta! Mas Bagas mencintai aku, enggak benar kalau dia macam-mcam sama aku, Bu!” sergah Rinay mulai berlinang air mata.

“Jangan bodoh, Rinay! Kau telah dipermainkan!”

“Tidak, Bu! Tidak mungkin!”

“Rinay!”

“Tolong, Bu! Jangan suruh aku pisah dengan Mas Bagas! Beri aku kesempatan untuk membuktikan kalau Mas Bagas bukan seperti yang Ibu tuduhkan! Aku akan segera hamil!  Setelah hamil kita lihat, apakah Mas Bagas benar membuktikan janjinya untuk membawa aku ke kota atau tidak!” Rinay bersimpuh di kaki Rusni, memohon sambil memeluk kaki sang ibu.

“Kau … ah, Rinay, kenapa kau senaif ini? Kau masih percaya Bagas akan membawamu ke rumah orang tuanya bila kau hamil? Setelah dia menipumu dengan pil anti hamil itu?” Rusni mengguncang bahu Rinay penuh kecewa.

“Aku yakin Mas Bagas tak sengaja, Bu! Mas Bagas gak mungkin menipu aku. Mas Bagas sngat mencintai aku.”

“Kau sudah dibutakan oleh cinta! Kau bodoh! Ibu kecewa sama kau, Rinay!” Rusni mendorong kasar  tubuh putrinya hingga terjerembab ke lantai.

“Sabar, Bu Rusni!” Bidan Elsa segera menengahi.  Segera dia bantu Rinay bangkit, lalu membimbingnya duduk di sebuah kursi pasien.

“Enggak ada salahnya kita coba penuhi permintaan Rinay. Mungkin memang suaminya khilaf. Tak mungkin seorang suami tega membohongi istrinya dalam hal seperti ini. Saya akan resepkan vitamin agar Rinay cepat hamil. Ibu setuju?” Bidan Elsa memberi saran.

Rusni terdiam lama.

“Boleh, ya, Bu? Aku akan buktikan sama Ibu dan semua warga di kampung ini, kalau Mas Bagas bukan seperti yang kalian tuduhkan! Beri aku kesempatan untuk itu, Bu!” Rinay memelas.

Rusni menghela nafas berat. Pikirannya berkecamuk. “Bagaimana kalau setelah kamu hamil, ternyata Bagas ingkar janji lagi?” tanyanya dengan tatapan gundah.

“Gak mungkin, Bu! Aku percaya sepenuhnya pada Mas Bagas! Aku akan buktikan itu kepada Ibu! Beri aku kesempatan untuk membuktikan ini, Bu! Tolong bilang juga sama Bapak!” lirih Rinay memelas.

“Baiklah, kau konsumsi vitamin dari Bidan Elsa secara diam-diam! Jangan bilang sama suamimu, kau bisa?”

“Baik, Bu.  Terima kasih!” Rinay semringah. Bidan Elsa segera meresepkan vitamin penyubur rahim yang sesungguhnya.

*****

Bersambung

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Helminawati Pandia
Mohon dukungannya pembaca tersayang, mohon sumbangan gemnya, ya. semoga semua pembaca suka dengan cerita ini. Terima kasih banyak.
2022-12-30 12:24:57
0
user avatar
Azitung
Aku udah baca Mbak. Penisirin sama kelanjutannya.
2022-12-13 09:06:39
1
user avatar
H n H
yuk... mulai baca cerita nya neh . 12/12/20 bikin gregetan baca cerita cerita nya author. semangat dan sehat selalu author...
2022-12-12 14:25:39
1
66 Chapters
Bab 1. Nafkah Batin  Seminggu Sekali
“Terima kasih, Sayang! Kamu memang pandai memuaskan suami!” Bagas melemparkan tubuhnya di samping Rinay. Senyum penuh kepuasan tersungging di bibirnya.“Harus, dong, Mas! Suami udah capek kerja, jauh-jauh pulang ke desa, masa enggak aku servis seistimewa mungkin, iyakan?” sahut Rinay tersenyum manja. Hatinya berbunga-bunga. Tangan gemulainya lalu menarik selimut yang teronggok di bagian kaki ranjang, lalu menutupi tubuh polos mereka berdua hingga sebatas dada.“Tapi jangan lupa minum obatnya secara rutin, ya, Sayang!” Bagas menunjuk pil di atas nakas. Pil anti hamil yang sengaja dia bawa dari kota.“Itu obat apa, sih, Mas?” tanya Rinay merubah posisi tidurnya. Wanita itu tidur miring menghadap ke arah Bagas. “Itu vitamin biar rahim kamu subur! Biar cepat hamil. Mas pengen banget kita cepat-cepat punya anak Makanya kamu jangan pernah telat minumnya, ya! Dan satu lagi, jangan sampai Ibu atau Bapak tahu kalau kamu mengkonsumsi itu! Pokoknya siapapun tak boleh tahu, hem!” jawab Baga
last updateLast Updated : 2022-11-02
Read more
Bab 2. Rinay Hamil, Sang Suami Menghilang
“Mas Bagas, Mas datang? Alhamdulillah!” Rinay membuka pintu kamar, lalu menghambur ke pelukan Bagas. “Kenapa minggu lalu Mas enggak datang? Mas, kan, udah janji akan datang seminggu sekali,” rajuknya menenggelamkan tubuh di dada sang suami.“Maaf, ya! Minggu lalu Mas enggak bisa datang. Mas sibuk banget urusan kantor,” sahut Bagas mengeratkan pelukan.“Biasanya juga sibuk kantor. Tapi, kan, enggak sampai bolos datang! Aku kangen, Mas!”“Iya, Sayang, Mas juga kangen. Maaf, ya!”Bagas terpaksa berdusta, minggu lalu dia tak datang karena sibuk dengan pernikahannya. Tatiana, putri sang Big Bos yang telah lama diincarnya kini sudah sah menjadi istrinya. Istri sah, bukan istri siri seperti Rinay yang sengaja dia sembuyikan di desa.Malam ini dia sengaja mencuri waktu, diam-diam mendatangi Rinay di desa. Padahal baru empat hari yang lalu dia menikahi Tatiana. Mereka bahkan masih dalam suasana bulan madu. Bulan madu yang dia rasakan sangat hambar. Setiap detik memang mereka lewatkan bers
last updateLast Updated : 2022-11-02
Read more
Bab 3. Istri Sah Bagas Di Kota
“Kamu yakin akan menyusul Bagas ke kota?” tanya Rusni saat Rinay mengemasi pakaiannya ke dalam sebuah tas berukuran sedang.“Iya, Bu. Yakin banget,” sahut Rinay memaksa mengulas senyum. Wajah cantik tanpa polesan itu terlihat sedikit pucat. Namun, senyum tetap dia ulas di sana. Sengaja, agar sang bunda tidak mengkhawatirkannya. “Baiklah, ibu akan mengantarmu,” usul Rusni bangkit dari duduknya. “Ibu akan ganti baju dulu,” lanjutnya seraya berjalan menuju kamar pribadinya, di sebelah kamar sang putri.“Enggak usah, Ibu. Ibu suka mabuk kalau naik Bus, kan? Nanti Ibu muntah lagi di perjalanan. Ibu enggak usah ikut, Rinay enggak tega. Perjalanan ke Medan itu butuh waktu empat jam, lho, dari kampung kita ini. Biar Rinay berangkat sendiri saja, ya!” cegah Rinay berusaha menghalangi ibunya.“Tapi, Ibu enggak tenang kalau kau berangkat sendiri, Nay! Bagaimana kalau terjadi apa-apa sama kamu, di sana nanti?” kata Rusni bimbang.“Memangnya apa yang akan terjadi, Ibu? Rinay datang ke rumah su
last updateLast Updated : 2022-11-02
Read more
Bab 4. Kejutan Buat Ibu Mertua
“Lho, kok, dia manggil ‘Ma’? Eh, Bik! Panggil dengan sebutan NYONYA! Kok pinter-pinteran manggil Ma! Gini, nih, kalau orang kampung baru masuk kota,” celetuk Tatiana ikut kaget.“Sabar, Sayang! Namanya juga masih adaptasi!” Rahayu menenangkan sang menantu sombong, sembari kembali mencekal dan menekan lengan Rinay dengan kencang.“Hem, ya, udah, lah, Ma! Ajarin dia etika seorang pembantu, jangan asal kepada majikan! Tian duluan, ya, mau istirahat di kamar.” Tatiana mendahului masuk. “Jangan lupa, suruh dia ke kamar kami, sikat lantai kamar mandi sampai bersih!” titahnya mengingatkan sekali lagi.“Iya, Sayang!” sahut Rahayu bernafas lega. “Eh, Rinaaaay …, kenapa kamu datang? Sama siapa kamu ke sini? Kok tahu kamu alamat rumah ini? Dapat alamat dari siapa kamu, ha?” cecarnya kemudian, sambil mengguncang-guncang lengan Rinay dengan kasar.“Sakit, Ma!” Rinay meringis dan berusaha melepas lagi cekalan di lengannya. Wajahnya memucat. Rasa kaget dan perlakuan Rahayu padanya membuatnya keh
last updateLast Updated : 2022-11-02
Read more
Bab 5. Perintah Rahayu Menggugurkan Kandungan Rinay  
Aman yang pura-pura membeli minuman buat Rinay terlihat celingukan. Dia menoleh ke kiri dan kanan jalan sekali lagi. Pria itu memastikan apakah sang Nyonya majikan tak akan mencurigai perbuatannya. Rasa iba yang tumbuh di hatinya melihat Rinay, membuatnya terpaksa nekat menelpon Bagas. “Hallo, Pak Bagas! Maaf, saya terpaksa nelpon Bapak penting!” sapa Aman begitu panggilannya dijawab oleh sang putra majikan. “Ada apa, Pak Aman?” Terdengar nada panik dari ujung sana. Itu suara Bagaskara. “Tolong Bapak pulang sekarang. Di rumah sedang ada masalah!” “Ada apa? Mama dan istri saya baik-baik saja, kan?” “Mereka baik, tapi ada satu lagi istri Bapak yang tidak baik. Eh, maksud saya, ada seorang perempuan kampung yang mengaku istri Bapak baru datang ke sini. Apa benar Bapak punya istri lain selain Nona Tatiana?” “Ma-maksud Pak Aman?” “Ini, Pak. Ada seorang perempuan kampung yang baru datang. Dia mengaku sebagai istri Bapak. Wajahnya pucat, kondisinya sangat memprihatinkan. Nyonya
last updateLast Updated : 2022-12-08
Read more
Bab 6. Rinay  Bukan Selingkuhan
“Kau jumpai dia di terminal! Kau bujuk dia agar menggugurkan kandungannya, paham!” perintah Rahayu kepada Bagas dengan suara agak berbisik. Namun, tetap terdengar oleh orang-orang di sekitarnya. Rinay tak lagi kaget mendengarnya. Sebuah garis tegas dia tarik di sudut bibir ranumnya. Senyum sinis terbentuk di sana. “Apa? Rinay hamil? Bagaimana bisa?” Terdengar nada panik dari suara Bagas di ujung telepon. Itu terdengar juga oleh Rinay. Rahayu memang sengaja mengaktifkan pengeras suara di ponsel itu. Tanpa pengeras suara, dia tak bisa mendengar suara lawan bicaranya jika melalui saluran telepon. “Kenapa kau nanya Mama? Kau yang meniduri perempuan kampung itu! Bukan Mama!” Tak sadar, Rahayu meninggikan suaranya karena terbakar emosi. “Iya, Ma. Tapi aku sudah memberi dia obat anti hamil. Kok, bisa … dia hamil, coba?” keluh Bagas. Kali ini Rinay tersentak kaget. Kalimat Bagas seperti petir menyambar gendang telinga. Salah dengarkah dia? Bukankah Bagas memberi dia obat penyubur rahi
last updateLast Updated : 2022-12-08
Read more
Bab 7.  Ramuan Penggugur Kandungan
“Baik, aku mau bukti! Dia harus mengugurkan kandungannya di depan mataku, lalu Mas Bagas harus talak dia, juga di depan mataku! Bawa perempuan ini masuk!” tegas Tatiana lalu melangkah pergi. “Begitu? Itu yang kau inginkan?” Rinay menghentikannya. “Kau berani berbicara padaku? Lihat dirimu! Apa pantas manusia rendah seperti kau berbicara dengan perempuan terhormat seperti aku, ha?” Tatiana berbalik, lalu mencengkram dagu Rinay dengan kasar. “Jangan pernah sentuh aku!” bentak Rinay menepis cengkraman di dagunya. “Jangan pernah kalian bermimpi bisa mengugurkan kandunganku! Aku bisa membesarkannya meski tanpa suami! Aku tak butuh laki-laki bangsat itu! Ambil dia untukmu!” “Aku tak butuh laki-laki bangsat itu! Ambil dia untukmu!” ketus Rinay langsung beranjak pergi. Tas kain miliknya tak lupa dia ambil dulu di dekat gerbang. “Mau ke mana kau?” Tatiana menyambar tangannya. “Kau pikir, kau bisa keluar dari rumah ini begitu saja, setelah aku tahu kau mengandung anak suamiku, ha? Si
last updateLast Updated : 2022-12-08
Read more
Bab 8. Semburan Ludah Rinay di Wajah Bagas
Dengan tangan gemetar, Bagas memutar anak kunci. Dia menguakkan daun pintu sedikit, lalu menyusup masuk. Dadanya berdebar hebat, saat netranya menemukan tubuh yang teronggok di sudut gudang.“Nay, Sayang …,” lirihnya memanggil nama wanita itu sambil berjalan cepat ke arah sudut. “Sayang, kamu baik-baik saja?” tanyanya menempelkan punggung tangan di kening sang wanita.“Kenapa menyusul ke sini? Apa benar kamu hamil, Sayang? Nay …,” bisiknya seraya memeluk sang istri.“Lepaskan aku, ba … jingan!” Dengan gerakan pelan, Rinay mendorong dada Bagas. Masih ada sisa tenaga yang dia punya. Bik Lastri tadi sempat memberinya segelas minuman hangat tadi.“Jangan sentuh aku! Mulai sekarang, haram tanganmu menyentuh tubuhku!” ancamnya dengan suara serak.“Jangan bicara begitu, Nay! Mas sayang sama kamu! Dengar, nanti Bik Lastri akan memberi kamu ramuan, kamu minum, ya! Biar cepat kuat dan pulih. Setelah kamu kuat, Mas akan mengantarkanmu pulang. Kamu tunggu di desa, Sayang! Seperti biasa. Ingat,
last updateLast Updated : 2022-12-09
Read more
Bab 9. Ramuan Penggugur Kandungan Palsu
“Aku tidak ada maksud begitu! Aku hanya tidak tega melenyapkan darah dagingku sendiri! Aku tidak mau menjadi pembunuh! Sedikitpun aku tak peduli padamu!” lirih Rinay menurunkan volume suaranya. Air mata mulai berlinang di kedu pipi. Putus asa, dia mulai kehilangan semangat.“Begini saja, kalau kau memang tak ingin kehilangan janinmu, kau ikuti saranku! Kau pulang ke desa, pura-pura tak terjadi apa-apa di sini! Jangan pernah datang ke sini, cukup aku saja yang datang seminggu sekali ke desamu, seperti bisanya, kau mau?”“Tidak!”“Kenapa? Apa masalahnya bagimu, coba? Toh, aku tetap memberi kau dan juga keluargamu jatah belanja tiap minggu? Itu sebenarnya yang kau dan keluargamu inginkan, kan? Uang, kan? Apakah orang tuamu merasa kurang? Ok, aku akan tambah dua kali lipat. Bagaimana?”“Aku tidak mau! Dari tadi aku sudah bilang kalau aku tidak mau menjadi istrimu lagi! Aku jijik padamu, Tuan Bagas! Aku jijik pada senjatamu yang kau celup sana sini itu! Perutku mual bila ingat ternyata
last updateLast Updated : 2022-12-09
Read more
Bab 10. Telepon Dari Kampung
“Kamu harus mengumpulkan tenaga dulu, biar kuat lari sebentar lagi. Biasanya jam lima sore, Nyonya mandi. Kira-kira setengah jam lagi. Non Tatiana biasanya asik nonton drama korea di kamarnya. Gunakan kesempatan itu untuk lari! Bibik ambil minum dan makanan buat kamu, ya! Biar kamu bertenaga dan kuat untuk lari,” tutur Bik Lastri mengembalikan semangat hidup Rinay. Perempuan itu lalu bangkit, kemudian berjalan menuju dapur. Menuangkan segelas air hangat ke dalam gelas, membubuhkan dua sendok gula putih ke dalamnya. Setelah mengaduk hingga gula hancur, dia meraih dua potong roti di atas meja dapur. Segera dia membawanya kembali ke dalam gudang. Rinay masih terkulai lemas di lantai gudang yang dingin dan kotor. Kepalanya terasa begitu berat, pandangannya berkunang-kunang. Wanita itu tak sanggup untuk duduk menegakkan tubuh, apalagi untuk berdiri. Tenaganya sudah terkuras habis karena berusaha melawan tadi. “Nduk, ayo, minum dan isi perut kamu sedikit, biar ada tenaga!” Bik Lastr
last updateLast Updated : 2022-12-10
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status