Beranda / Romansa / Bukan Istri Pemuas Nafsu / Bab 6. Rinay  Bukan Selingkuhan

Share

Bab 6. Rinay  Bukan Selingkuhan

last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-08 18:59:16

“Kau jumpai dia di terminal! Kau bujuk dia agar menggugurkan kandungannya, paham!” perintah Rahayu kepada Bagas dengan suara agak berbisik. Namun, tetap terdengar oleh orang-orang di sekitarnya.

Rinay tak lagi kaget mendengarnya. Sebuah garis tegas dia tarik di sudut bibir ranumnya. Senyum sinis terbentuk di sana.

“Apa? Rinay hamil? Bagaimana bisa?” Terdengar nada panik dari suara Bagas di ujung telepon. Itu terdengar juga oleh Rinay. Rahayu memang sengaja mengaktifkan  pengeras suara di ponsel itu. Tanpa pengeras suara, dia tak bisa mendengar suara lawan bicaranya jika melalui saluran telepon.

“Kenapa kau nanya Mama? Kau yang meniduri perempuan kampung itu! Bukan Mama!” Tak sadar, Rahayu meninggikan suaranya karena terbakar emosi.

“Iya, Ma. Tapi aku sudah memberi dia obat anti hamil. Kok, bisa …  dia hamil, coba?” keluh Bagas.

Kali ini Rinay tersentak kaget. Kalimat Bagas seperti petir menyambar gendang telinga. Salah dengarkah dia?  Bukankah Bagas memberi dia obat penyubur rahim selama ini?  Berarti benar yang dikatakan oleh Bidan di kampungnya? Itu bukan obat penyubur, tapi malah ibat penggugur.

“Mas, artinya kau sengaja?  Kenapa?”  lirih Rinay membatin. Dia memijit keningnya yang tiba-tiba berdenyut.   Kini dia sadar, ternyata Bagas membohonginya selama ini. Omongan para tetangga ternyata benar.  Warga kampung bukan  sekedar julid menuduh Bagas hanya menjadikan Rinay istri pemuas dahaga. Mereka sebenarnya peduli pada Rinay.

“Kalau kau beri dia obat anti hamil, tak mungkin dia hamil! Sudahlah! Tidak usah beralibi! Pokoknya kau  harus membujuk dia agar mau menggugurkan kandungannya!” tegas Rahayu mengakhiri teleponnya.

“Menggugurkan kandungan? Kandungan siapa, Ma? Siapa yang hamil?”

Rahayu tersentak kaget, wanita itu spontan menoleh ke belakang.  Wajahnya terlihat tegang dengan kedua mata membola. Tatiana sudah berdiri di belakangnya, tepat di samping Rinay.

“Ti … tian?” ucapnya terbata.

“Siapa yang hamil, Ma? Kenapa Mas Bagas harus membujuk dia menggugurkan kandungannya? Apa hubungan perempuan hamil itu dengan Mas Bagas?” cecar Tatiana masih dengan kedua mata membola.

“Tidak, Sayang. Bukan begitu maksudnya. Kamu salah dengar. Tidak ada perempuan hamil, Nak.” Rahayu membalikkan badan, lalu mengelus bahu Tatiana.

“Saya dengar semua, Ma! Mas Bagas bilang dia sudah memberi obat anti hamil, tapi kenapa perempuan itu bisa hamil juga, begitu, kan? Artinya, perempuan itu hamil anaknya Mas Bagas? Iya, kan, Ma?”

“Kamu salah dengar, Tian.”

“Tidak. Telingaku masih sangat normal. Aku tidak budek, Ma! Aku sudah berdiri di belakang Mama sejak pembantu baru ini mengikuti mama berdiri di sini. Jadi, enggak usah berdalih lagi! Bilang siapa yang hamil?” Tatiana berkeras.

“Enggak ada Tian!”

“Aku dengar dengan jelas, Ma! Ok, kalau Mama tidak mau jawab, biar aku tanya langsung sama Mas Bagas. Sini hapeku!”

“Jangan, Tian! Kamu enggak usah … telpon Bagas!”

“Sini hapeku, Ma! Mas Bagas harus jujur sama aku, siapa perempuan yang sudah dia hamili itu! Aku saja istrinya belum hamil, kok, bisa dia hamili perempuan lain! Sama siapa dia berselingkuh, Ma!”

“Tidak ada, Nak!”

“Lalu siapa perempuan yang sudah dia hamili itu?”

“Enggak ada!”

“Tadi Mama paksa dia membujuk perempuan itu agar menggugurkan kandungannya! Siapa perempuan itu!”

“Aku,” sela Rinay mengejutkan kedua perempuan yang sedang rebutan ponsel itu.

“Kamu?” sergah Tatiana menoleh ke arahnya.

“Jangan percaya dia, Tian! Dia ini hanya pembantu baru yang  baru datang dari kampung! Eh, kamu! Jangan ngaku-ngaku, ya! Kamu mau membuat kekacauan di rumah saya. Sekarang juga kau kupecat, enggak jadi kau saya terioma kerja! Amaaaaan! Cepat kau panggilkan becak! Paksa perempuan ini balik ke terminal!” teriak Rahayu memanggil sang security, seraya menarik paksa tangan Rinay.

“Iya, Nyonya!” sahut Aman datang dengan setengah berlari.

“Tunggu, Ma!” seru Tatiana menghalangi.  “Bik! Benar yang kamu bilang barusan? Kamu sedang hamil? Katakan padaku, anak siapa itu? Apa hubunganmu dengan suamiku?” Tatiana melepas cekalan tangan mertuanya di lengan Rinay. Tatapan matanya penuh selidik tepat di bola mata wanita itu.

“Jangan percaya dia, Tian! Dia hanya perempuan kampung yang bermimpi hidup enak di kota. Dia hanya ngarang! Masih ingat, kan, kamu, tadi dia juga sempat manggil aku ‘Mama’? Dia suka ngawur!” Rahayu menarik tangan Rinay lagi.

“Biar dia bicara, Ma! Lepaskan tangannya!” sergah Tatiana. “Bicara, Bik! Kamu hamil karena siapa? Apa hubungnmu dengan suamiku! Kalian berselingkuh, begitu? Jawab!” bentaknya kembali melotot tajam kepada Rinay.

“Ini anak Mas Bagas.” Rinay berkata pelan. Wajahnya yang tadi menunduk perlahan tegak. Dia menoleh ke arah Rahayu, menantang wanita itu tanpa gentar lagi.

“Apa? Jadi benar, kamu selingkuh dengan suamiku? Sejak kapan? Kok bisa suamiku  mau tidur dengan perempuan gembel seperti kamu! Lihat penampilanmu! Kau ini lebih cocok jadi babu, bukan  selingkuhan!!”

“Kami tidak selingkuh! Aku istrinya,” sahut Rinay dengan nada dingin. Suaranya terdengar begitu datar.

“Apa? Ka-kamu …!” Tatiana teperangah.

“Ya, aku perempuan yang dia nikahi secara sah. Mama juga tahu itu.” Rinay menatap tajam Rahayu. Tatiana mengikuti rah tatapan itu. “Ibu mertuaku yang terhormat ini juga hadir di pernikahan kami enam bulan yang lalu. Di desaku,” lanjut Rinay semakin dingin, namun tatapan matanya kian tajam.

“Mama? pakah dia perempuan yang terpaksa dinikahi oleh Mas Bagas di lokasi proyek waktu itu?” tanya Tatiana menuntut penjelasan kepada Rahayu.

“Eeeh, itu …eh ….” Rahayu gugup. Bola matanya bergerak liar.

“Artinya, Mas Bagas belum talak dia? Dan Mama tahu kalau Mas Bagas belum talak dia? Kalian menipu papa aku, Ma? Kalian menipu aku? Kalian bilang Mas Bagas sudah tak punya hubungan lagi dengan perempuan kampung itu, itu sebab papa aku mau melanjutkan pernikahan antara aku dengan Mas Bagas. Nyatanya kalian bohong! Bahkan perempuan kampung ini sekarang hamil, hamil anak sumiku? Begitukah, Ma?” cecar Tatiana tajam.

“Bagas sudah akan menceraikan dia, Sayang. Tapi perempuan ini terlalu licik! Dengan segala cara dia lakukan untuk mempertahankan Bagas. Tapi kamu tenang saja! Mereka hanya nikah siri. Enggak ada surat nikahnya. Sangat gampang bagi Bagas untuk jatuhkan talak padanya. Detik ini juga Bagas akan talak dia, di depan mata kamu, Sayang! Biar Mama suruh Bagas datang ke sini, ya!”

“Mama tahu hukumnya menceraikan istri yang sedang hamil, Ma? Tidak sah! Perempuan ini akan tetap berstatus sebagai istri Mas Bagas!”

“Itu sebab mama memerintahkan Bagas untuk membawa perempuan ini menggugurkan kandungannya! Mama juga ogah punya cucu dari keturunan orang kampung dan miskin seperti dia! Iiih, amit-amit! Udah, ya, Sayang, kamu enggak usah mikirin kehamilannya, ya! Bagas pasti akan menyingkirkan dia juga calon bayi di perutnya itu!”

*****

Bersambung

Bab terkait

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 7.  Ramuan Penggugur Kandungan

    “Baik, aku mau bukti! Dia harus mengugurkan kandungannya di depan mataku, lalu Mas Bagas harus talak dia, juga di depan mataku! Bawa perempuan ini masuk!” tegas Tatiana lalu melangkah pergi. “Begitu? Itu yang kau inginkan?” Rinay menghentikannya. “Kau berani berbicara padaku? Lihat dirimu! Apa pantas manusia rendah seperti kau berbicara dengan perempuan terhormat seperti aku, ha?” Tatiana berbalik, lalu mencengkram dagu Rinay dengan kasar. “Jangan pernah sentuh aku!” bentak Rinay menepis cengkraman di dagunya. “Jangan pernah kalian bermimpi bisa mengugurkan kandunganku! Aku bisa membesarkannya meski tanpa suami! Aku tak butuh laki-laki bangsat itu! Ambil dia untukmu!” “Aku tak butuh laki-laki bangsat itu! Ambil dia untukmu!” ketus Rinay langsung beranjak pergi. Tas kain miliknya tak lupa dia ambil dulu di dekat gerbang. “Mau ke mana kau?” Tatiana menyambar tangannya. “Kau pikir, kau bisa keluar dari rumah ini begitu saja, setelah aku tahu kau mengandung anak suamiku, ha? Si

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-08
  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 8. Semburan Ludah Rinay di Wajah Bagas

    Dengan tangan gemetar, Bagas memutar anak kunci. Dia menguakkan daun pintu sedikit, lalu menyusup masuk. Dadanya berdebar hebat, saat netranya menemukan tubuh yang teronggok di sudut gudang.“Nay, Sayang …,” lirihnya memanggil nama wanita itu sambil berjalan cepat ke arah sudut. “Sayang, kamu baik-baik saja?” tanyanya menempelkan punggung tangan di kening sang wanita.“Kenapa menyusul ke sini? Apa benar kamu hamil, Sayang? Nay …,” bisiknya seraya memeluk sang istri.“Lepaskan aku, ba … jingan!” Dengan gerakan pelan, Rinay mendorong dada Bagas. Masih ada sisa tenaga yang dia punya. Bik Lastri tadi sempat memberinya segelas minuman hangat tadi.“Jangan sentuh aku! Mulai sekarang, haram tanganmu menyentuh tubuhku!” ancamnya dengan suara serak.“Jangan bicara begitu, Nay! Mas sayang sama kamu! Dengar, nanti Bik Lastri akan memberi kamu ramuan, kamu minum, ya! Biar cepat kuat dan pulih. Setelah kamu kuat, Mas akan mengantarkanmu pulang. Kamu tunggu di desa, Sayang! Seperti biasa. Ingat,

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-09
  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 9. Ramuan Penggugur Kandungan Palsu

    “Aku tidak ada maksud begitu! Aku hanya tidak tega melenyapkan darah dagingku sendiri! Aku tidak mau menjadi pembunuh! Sedikitpun aku tak peduli padamu!” lirih Rinay menurunkan volume suaranya. Air mata mulai berlinang di kedu pipi. Putus asa, dia mulai kehilangan semangat.“Begini saja, kalau kau memang tak ingin kehilangan janinmu, kau ikuti saranku! Kau pulang ke desa, pura-pura tak terjadi apa-apa di sini! Jangan pernah datang ke sini, cukup aku saja yang datang seminggu sekali ke desamu, seperti bisanya, kau mau?”“Tidak!”“Kenapa? Apa masalahnya bagimu, coba? Toh, aku tetap memberi kau dan juga keluargamu jatah belanja tiap minggu? Itu sebenarnya yang kau dan keluargamu inginkan, kan? Uang, kan? Apakah orang tuamu merasa kurang? Ok, aku akan tambah dua kali lipat. Bagaimana?”“Aku tidak mau! Dari tadi aku sudah bilang kalau aku tidak mau menjadi istrimu lagi! Aku jijik padamu, Tuan Bagas! Aku jijik pada senjatamu yang kau celup sana sini itu! Perutku mual bila ingat ternyata

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-09
  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 10. Telepon Dari Kampung

    “Kamu harus mengumpulkan tenaga dulu, biar kuat lari sebentar lagi. Biasanya jam lima sore, Nyonya mandi. Kira-kira setengah jam lagi. Non Tatiana biasanya asik nonton drama korea di kamarnya. Gunakan kesempatan itu untuk lari! Bibik ambil minum dan makanan buat kamu, ya! Biar kamu bertenaga dan kuat untuk lari,” tutur Bik Lastri mengembalikan semangat hidup Rinay. Perempuan itu lalu bangkit, kemudian berjalan menuju dapur. Menuangkan segelas air hangat ke dalam gelas, membubuhkan dua sendok gula putih ke dalamnya. Setelah mengaduk hingga gula hancur, dia meraih dua potong roti di atas meja dapur. Segera dia membawanya kembali ke dalam gudang. Rinay masih terkulai lemas di lantai gudang yang dingin dan kotor. Kepalanya terasa begitu berat, pandangannya berkunang-kunang. Wanita itu tak sanggup untuk duduk menegakkan tubuh, apalagi untuk berdiri. Tenaganya sudah terkuras habis karena berusaha melawan tadi. “Nduk, ayo, minum dan isi perut kamu sedikit, biar ada tenaga!” Bik Lastr

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-10
  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 11. Rinay Kabur

    “Tidak, Bik! Aku enggak tega melihat wajah kecewa Bapak sama Ibuku, bila aku pulang ke kampung dengan situasi seperti ini. Aku kabur dari rumah suamiku, karena sumiku tak menerimaku. Tak menerima janin di perutku. Bagaimana aku bisa mengatakan hal ini kepada Bapak dan Ibu. Bagaimana caraku menjelaskan kalau ternyata suamiku sudah punya istri baru di kota ini, wanita pilihan orang tuanya, sedangkan aku dibuang begitu saja. Aku enggak tega, Bik!” “Iya, tapi kamu bisa apa? Kita ini orang miskin, lemah, enggak punya kekuatan apa-apa! Ingat, Nduk! Kita cuma bisa nerima kenyataan! Manut pada nasip yang sudah ditetapkan oleh Allah buat kita yang lemah dan miskin ini!” “Tidak, Bik! Aku yakin, Allah juga tidak mau melihat aku diinjak-injak seperti ini. Dia juga pasti ingin aku bangkit.” “Buktinya kita dia ciptakan menjadi manusia miskin, Nduk!” “Aku memang miskin, aku perempuan kampung yang sempat tertipu mulut manis laki-laki kaya tapi licik itu. Tetapi, aku bukan perempuan bodoh yang h

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-10
  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 12. Pertengkaran di Meja Makan

    “Iya … iya, ayo!” Aman buru-buru membuka pintu gerbang. Membawakan tas kain milik Rinay yang tadi dia sembunyikan di pos jaga. Bik Lastri segera melambai ke sebuah beca yang melintas. “Tolong antarkan gadis ini ke Ladang Bambu Pancur Batu. Jalan Krakatau No 40 A. Ini ongkosnya, bisa, ya, Bang!” titahnya kepada sang supir beca. “Wah, jauh banget itu! Mana cukup dua puluh ribu,” tolak sang supir cepat. “Ya, sudah, ini, aku tambahi!” Aman mengeluarkan uang sepuluh ribu. “Lima ribu lagi, kalau enggak cari beca lain saja. Jauh itu, dibayar cuma segitu!” sungut sang supir. “Ya, sudah ini … ini! Antar sampai tempat, ya!” Aman menambahi lagi. “Sementara kamu tinggal di rumah anak bibik! Nanti bibik telpon dari sini, biar dia enggak kaget kedatanganmu! Baik-baik di sana, ya, Nduk!” Rinay memeluk Bik lastri, menyalam dan mencium punggung tangan bang Aman. “Non …! Nyonya …! Non Tatiana …! Nyonya …!” Terdengar Bik Lastri berteriak-teriak panik. Segera para penghuni rumah berhamburan

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-11
  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 13. Rinay Mendapat Pekerjaan

    Bab 13. Rinay Mendapat Pekerjaan “Enggak usah minta maaf, Pa! Papa benar, Rinay itu lebih sempurna dari saya. Buktinya dia udah bisa hamil, anaknya Mas Bagas, cucu Papa. Sedangkan saya belum tentu. Saya mundur saja, Pa! Karena biar bagaimanapun, saya enggak mau dimadu. Sejak awal saya bilang, saya mau nikah sama Mas Bagas kalau dia talak perempuan kampung itu. Saya enggak mau berbagi suami, Pa. Jadi, lebih baik saya saja yang mundur!” tutur Tatiana dengan suara bergetar, seolah sedang begitu menderita. “Ya, tidak bisa, dong! Kamu itu menantu pilihan kami, biar saja Rinay yang pergi. Enggak usah dicari, toh, dia enggak hamil lagi. Enggak ada lagi ikatan antara Bagas dengan dia. Sudah, ayo makan, lupakan perempuan itu!” tukas Rahayu menyudahi. ** “Makan dulu, yuk! Biar kamu kuat! Kamu sedang hamil, janinmu butuh nutrisi!” Rina, putri Bik Lastri menghenyakkan bokongnya di tepi kasur kecil. Rinay berbaring dengan menghadap ke arah dinding di sana. “Aku tidak lapar, Kak. Terima kasi

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-11
  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 14. Bos Baru Rinay Seorang Duda

    Sekilas pria itu terlihat sangat angkuh. Dua orang wanita berdiri tak jauh dari meja makan. Keduanya mengenakan seragam kemeja berwarna biru dan celana panjang warna senada. Mereka adalah para ART di rumah ini. “Namanya Pak Aldo, semoga dia mau menerima kamu menggantikan babysitter yang akan cuti mulai hari ini, ayo, kita dekati!” ajak Heri melanjutkan langkah, Rinay mengikuti dengan hati berdebar. Dari kejauhan dia belum bisa melihat dengan jelas seperti apa bentuk wajah dan perawakan sang Bos, namun dia sudah bisa merasakan betapa kaku dan dinginnya sikap pria itu terhadap ART yang sudah lebih dulu bekerja di sana. Dua pelayan yang berdiri tak jauh dari meja makan itu terlihat begitu patuh padanya. “Selamat pagi, Pak!” sapa Heri menghentikan langkah setelah jarak merek tinggal beberapa meter saja. Rinay juga menghentikan langkah. “Hem, kau menemukan babysitter pengganti itu?” jawab sang Bos, lalu balik bertanya. Matanya tetap fokus ke layar ponsel di tangannya, sedikitpun ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12

Bab terbaru

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 66. Tamat (Bagas Menderita Gangguan Mental)

    *****“Rindi … Rin … Rindi ….” Rinay memanggil. Bocah dua tahun itu tak ada di kamarnya. Harusnya dia tidur siang di jam seperti ini. Di kamar anak-anak hanya ada Deo sedang tertidur pulas.“Ning, Rindi mana?” teriak Rinay sambil berjalan menuju dapur.“Enggak ada di kamarnya, ya, Bu? Palingan main di halaman depan, seperti biasa,” jawab Ningrung sambil mencuci piring di samping meja kompor.“Loh, kan ini jam tidur siang anak-anak, Ning? Kenapa dibiarin main?”“Non Rindi selalu terbangun di jam seperti ini, Bu! Dia udah kenyang tidur siang, kok!”“Terus, dia main sendiri di halaman depan, begitu? Enggak ada yang mengawasi?”“Biasanya juga enggak lama, Bu. Bentar lagi juga balik. Dia marah kalau saya ikutin. Katanya dia mau main sendiri. Lagian di depan kan ada penjaga dan satpam.”“Lain kali, tolong jangan biarkan anak anak main sendiri! Meskipun ada penjaga di depan!”“Baik, Bu! Saya akan susul Non Rindi!”“Enggak usah, biar saya susulin sendiri!”***“Ooom …. Oooom …!” Seorang

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 65. Tatiana Melabrak Rinay

    *****“Bapak … saya … saya tidak percaya ini?” lirih Rinay kembali menundukkan wajah basahnya.Aldo kembali meraih dagu wanita itu, membawanya tengadah, lalu mengikis jarak di antara mereka. Embusan napas keduanya saling menerpa wajah masing masing. Betapa Rinay ingin menunduk, namun tak bisa lagi karena Aldo menahannya.Tak ada yang bisa dia lakukan selain memejamkan mata, saat wajah Aldo kian mendekat, hingga tak ada lagi jarak. Sebuah kecupan lembut mendarat di keningnya. Sentuhan paling lembut yang pernah dia terima. Bahkan Bagas tak pernah seperti ini caranya. Sentuhan sang manta suami selama ini teramat brutal, selalu membabi buta mengacak acak setiap senti kulit wajahnya.“Aku mencintaimu, Rinay! Tolong terima aku dan anakku! Kumohon,” pinta Aldo berbisik lembut di dekat telinganya.Tak ada penolakan, tak ada gelengan kepala. Namun, Rinay juga tak sanggup meski sekedar untuk mengangguk. Aldo telah menyatukan mulut dan bibir mereka.Wanita yang tengah hamil tiga belas mingg

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 64. Lamaran Aldo Saat Rinay Ketakutan

    *****Aldo pulang lebih awal sore ini. Keputusan Hendrawan yang akan memecat Bagas dan memaksa pria itu menceraikan Tatiana sangat mengganggu pikirannya. Bagas pasti akan marah dan bis saja melampiaskannya kepada Rinay. Tatiana juga sama. Dengan status jandanya dia pasti akan datang mengacau kehidupan Aldo selanjutnya. Semua itu akan berdampak pada Rinay. Wanita itulah yang akan menjadi sasaran mereka selanjutnya.“Rinay di mana?” tanyanya begitu memasuki rumah, Bik Yuni yang menyambutnya.“Di kamar Den Deo, Pak,” jawab Bik Yuni seraya meraih tas kerja sang majikan.“Ya, saya akan langsung menemuinya!” Aldo menuju tangga. Itu membuat Bik Yuni gelisah.“Maaf, Pak. Saya duluan, ya!” pamit seraya berjalan cepat menapaki anak tangga. Sikapnya yang gelisah dan buru-buru sempat membuat Aldo curiga, namun dia urung menegurnya. Dengan langkah tenang dia mengikuti Bik Yuni. Langkahnya terhenti di ambang pintu kamar putranya.“Nay …! Bangun! Bapak Datang! Nay …! Nanti Bapak marah, kalau nge

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 63. Rahasia Bagas Terbongkar

    “Anda … pasti berbohong!” Hendrawan menatap Aldo dengan tajam.“Saya tidak bohong, sebenarnya saya tak ingin mengatakan hal ini kepada Om. Saya berharap Om akan mengetahui sendiri nanti, tapi tidak dari mulut saya. Nyatanya Om membuat saya emosi. Maaf, Om harus mendengar informai tak enak ini,” tutur Aldo dengan nada rendah. Betapa dia khawatir sekarang, dia takut Hendrawan kenapa-napa.“Jadi, perempuan kampung itu ada di kota ini? Peremupan licik, murahan, tak tau malu! Buat apa dia mengejar Bagas ke sini? Baik, aku akan mengembalikannya ke kampung sana dengan caraku! Tapi, kenapa Bagas dan Tatiana merahasiakan ini dariku?” Hendrawan yang awalnya emosi, berubah sayu. Dengan tatapan menerawang dia lalu mendesah berat.“Om mengenal Rinay?” tanya Aldo kebingungan.“Bagaimana dia bisa hamil, bukankah Bagas sudah menalak dia begitu proyek irigasi itu selesai waktu itu? Lalu, Bagas meninggalkannya di kampung sana. Bagas juga berjanji tak akan pernah tidur dengan perempuan itu. Tapi, ke

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 62. Pertengkaran Ado Dengan Ayah Tatiana

    “Masuk, Om!” sapa Aldo langsung bangkit dan keluar dari mejanya. Pria itu berjalan menyongsong Hendrawan.“Apa kabar, Om?” tanya Aldo lalu mengulurkan tangan hendak menyalam pria yang sebaya dengan papanya itu. Namun, tangannya mengambang di udara. Hendrawan tak mau menerima uluran tangannya.“Nih, Lihat!” Hendrawan melemparkan dua lembar kertas foto di lantai, tepat di kaki Aldo.“Ini hasil perbuatan Anda, bukan? Anda puas?” bentaknya menunjuk wajah Aldo.“I-ini, ini apa, Om?” Aldo terkejut. Pelan dia berjongkok, lalu meraih kedua foto itu. Gambar sebuah mobil yang sudah remuk terlihat di foto itu. Sesaat Aldo berfikir dn mencoba mengingat, dia seperti mengenal mobil itu. Tetapi lupa, di mana dan mobil siapa.“Oh, ini … mobil Pak Bagas. Ya, saya ingat sekarang, ini mobil Pak Bagas,” ucap Aldo kemudian. Kini dia paham, apa maksud kedatangan Hendrawan. Pasti untuk menuntut dirinya, karena anak buah Aldo yang telah menghancurkan mobil itu.“Apa maksud Anda melakukan ini, Pak

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 61. Mertua Bagas Mendatangi Aldo  

    “Lepaskan saya, Pak?” kata Rinay setelah semua penyerang bar-bar itu diusir paksa oleh anggota Aldo.“Oh, iya, maaf! Kamu baik-baik saja?” Aldo spontan melepas pelukannya.“Hem, terima kasih. Untung Bapak datang, dari tadi saya mengetuk pintu kamar, tapi Bapak tidak bukakan,” lirih Rinay mengusap pergelangan tanganya yang memar karena bekas cekalan paman Maya tadi.“Aku tidak mendengar, bukan tidak mau membukakan. Aku terbangun justru karena mendengar tangis Deo. Astaga, itu artinya Deo yang menyelamatkanmu, Rinay!” Aldo bagai tersadar.“Begitukah? Bapak terbangun karena mendnegar tangisnya, itu artinya ikatan batin di antar kalian begitu kuat, Pak.”“Sepertinya dia sengaja membangunkanku, karena pengasuh yang sangat dia sayangi dalam bahaya.”“Oh.”“Hem. Kamu mungkin tidak sadar, ikatan batin justru terjalin antara kau dan Deo. Bukan dengan Maya.” Aldo menatap Rinay dengan lekat.Rinay menunduk. “Maaf, saya pamit ke kamar Den Deo. Permisi, Pak!” pamitnya merasa jengah.“Ya, Bik Yuni

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 60. Talak Tiga Untuk Maya

    “Permisi, Pak, maaf, Bapak udah bangun kah?” ulang Rinay mengetuk pintu dengan lebih keras. Dadanya berdebaran, menanti reaksi dari sang majikan. Dia juga mencoba menajamkan pendengaran, berharap ada gerakan dari dalam yang mendekat ke arah pintu kamar.“Hem, sepertinya Pak Aldo masih lelap banget, Nay! Bagaimana ini, ya, tamu dari kampung itu sudah tak sabar.“ Bik Yuni makin gelisah.“Lalu, aku harus bagaimana, Bik? Kalau aku turun, aku takut mereka mengeroyok aku. Kalau aku enggak hamil, aku enggak takut. Tapi, kalau hamil begini, aku takut mereka menyakiti perutku.” Rinay tak kalah.“Eh, ini orangnya, Paman! Ini yang sudah merusak rumah tanggaku, Seret dia keluar dari rumah ini, Paman!”Rinay dan Bik Yuni terperanjat kaget. Maya tiba-tiba sudah berdiri di ujung tangga. Tiga orang pria dewasa mendampinginya. Mereka menatap Rinay penuh kebencian dan amarah yang berkobar.“Seret PELAKOR itu Paman! Campakkan saja ke bawah tangga itu!” perintah Maya menunjuk Rinay.Ketiga pria i

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 59. Rinay Diamuk  Keluarga Maya

    “Kamu …!” Aldo berdiri kaku melihat Maya di kamar utama. Netranya membulat sempurna. Sedikitpun tak percaya dengan pemandangan di depan matanya. Tangannya meraba di kening, memijit dengan kencang. Sakit karena kantuk belum hilaang dengan sempurna. Sakit karena hasrat sempat melanda, namun tak tuntas pelampiasannya.“Mas, masuklah! Kenapa mematung di situ? Deo sudah tak bersuara, kan? Dia sudah tenang. Kita lanjutkan permainan, ya? Msih tanggung yang tadi,” sambut Maya seraya mengukir senyum di bibirnya. Perempuan yang belum tak berbusana itu, masih menunggunya.“Kau …!” Aldo tercekat. Dia telan saliva dengan susah payah. Sedikitpun dia tak percaya apa yang Maya perbuat.“Sayang, masuk … sini!” kata Maya datang mendekat. Tubuh polosnya melangkah anggun di depan Aldo. Tubuh yang dulu sangat dikagumi oleh pria itu. Yang dia impi dan rindui setiap detik. Ciptakan dahaga namun tak pernah ada puas-puasnya. Bahkan teramat sering dia sengaja pulang dari kantor hanya untuk mengobati daha

  • Bukan Istri Pemuas Nafsu   Bab 58. Aldo Tanpa Sehelai Benang

    “Nay, kenapa kamu turun? Udah selesai makannya?” Bik Yuni terkejut saat Rinay berjlan lemas ke arah dapur. Bik Yuni tengah membersihkan bekas memask bubur untuk Rinay tadi. Sementara Ningrum sudah masuk ke kamarnya.“Anu, Bik! Saya belum selesai makan sebenarnya. Baru juga beberapa sendok. Tapi, Bu Maya mengusir saya lagi.” Rinay menghenyakkan bokong di kursi kecil di dekat meja kompor.“Bu Maya? Dia naik lagi ke lantai atas?” Bik Yuni mengernyitkan dahinya dengan kencang.Bik Yuni tak habis pikir, kenapa sang Nyonya sebegitu bencinya kepada Rinay. Rinay salah apa, coba? Cemburu? Bukankah harusnya dia lebih cemburu kepada Ningrum? Jelas-jelas Ningrum masih gadis. Kenapa dia malah cemburu kepada Rinay?“Iya, Bik. Saya diusir. Saya tidak boleh tidur di kamar Den Deo. Bagaimana ini, ya? Bagaimana kalau tiba-tiba Den deo terbangun dan nyariin saya? Den Deo bisa mengamuk lagi. Pak Aldo bisa marah. Saya khawatir sekali, Bik.” Rinay meremas jari jemarinya sendiri. Mata cantik yang biasa b

DMCA.com Protection Status