Buntu. Jojo tidak bisa berpikir jernih. Pesan yang dikirim ke Erika pun tidak kunjung ada balasan. Kenapa wanita ini? Ia kembali mengirim pesan ke Erika, mencaci wanita itu. Menyalahkan semua kepadanya. Satupun pesan dari Jojo tidak direspon, hanya tawa Erika yang semakin geli membaca pesan-pesan itu.
Jojo putus asa, meninggalkan gawainya begitu saja di meja ruang tamu. Ia berjalan menghampiri Sari yang berada di kamar. Namun, pintu terkunci. Ia mengetuk pintu dan memanggil nama istrinya. Beberapa kali tidak ada jawaban, sunyi.
"Sar… tolong buka. Ayo, kita bicarakan." Rayu Jojo mengiba.
"Apa lagi, Mas? Kebohongan lagi?" teriak Sari.
"Sar, kita sudah dewasa. Ayo, kita bicarakan. Jangan seperti ini."
"Dewasa? Bukankah dia yang tidak dewasa. Masih saja melakukan kesalahan seperti anak-anak," gumam Sari.
"Sar, beri aku kesempatan untuk menjelaskan. Aku salah. Iya, aku salah. Ayolah, buka dulu."
Sari bangkit dari ranjang dan membuka pintu kamar. Lalu ia duduk di tepi ranjang. Sementara Jojo mengikuti dan duduk di lantai, tepat di depan kaki Sari. Ia menggenggam tangan Sari dan menciumnya. Menumpahkan air mata penyesalan. Memohon kata maaf berulang.
"Aku akan jelaskan. Terserah kamu mau percaya atau tidak. Aku… tidak tahu kenapa semua bisa terjadi. Berjalan tanpa sadar. Tapi, setelah aku sadar, segera aku mengakhiri hubungan dengannya."
Sari menggeleng tidak percaya. Alasan yang tidak masuk akal. Apa mungkin hubungan jauh mereka berjalan tanpa Jojo sadari? Bagaimana bisa, mereka melakukan aktivitas tanpa sadar?
"Berapa lama hubungan kalian setelah pernikahan kita? Apa kamu tidak pernah putus dengannya selama ini?"
Jojo menggeleng, tidak percaya dengan dugaan Sari. Ia menghela napas panjang dan siap menceritakan semua.
"Aku putus, sungguh. Tapi, setelah honeymoon dan aku kembali kesini, kita ketemu lagi. Maafin aku." Sari membulatkan matanya.
"Kamu yang nemuin?" Jojo mengangguk.
"Dia berusaha bunuh diri, Sar. Aku cuma mau minta maaf dan mencoba bangkitkan semangatnya lagi. Sudah, itu saja. Setelahnya entah apa yang terjadi, semua terasa aneh. Aku… nggak ingat, Sar."
"Mana mungkin kamu tidak mengingatnya? Apa kamu hilang ingatan? Tolong, jujur dan kasih jawaban yang logis."
"Sar, jujur, sungguh. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Cuma yang aku ingat, ya, aku melakukan kesalahan besar. Selingkuh. Semua diluar kendali dan terasa seperti mimpi. Please, percaya sama aku."
Omong kosong apa yang sedang Jojo katakan? Rasa percaya yang dulu mudah Sari berikan, kini sulit. Pengkhianatan untuk yang kedua kali, apa boleh dimaafkan? Alasan apa yang akan Sari gunakan untuk mempertahankan hubungan rumah tangga dengan Jojo?
Air matanya membasahi pipi. Namun, wanita itu menggunakan kedua tangannya untuk menghapus jejak kesedihan yang sangat terlihat. Tak mau terlihat bodoh apalagi gampangan, ia mencoba tegar.
"Oke. Beri aku alasan yang kuat agar hubungan kita tetap berjalan," ucap Sari.
"Apa?"
"Itu yang harus kamu pikirkan, caranya dengan apa."
Sari bangkit dari duduk dan meninggalkan Jojo yang masih terdiam di lantai.
***
Jojo menempuh perjalanan dengan motor menemui Erika di kafe tempatnya gadis itu bekerja. Ia berjanji pada Sari akan menyelesaikan semua dan bisa merekam percakapan mereka saat bertemu sebagai bukti. Maka Sari pun berjanji akan mempertimbangkan kesalahan suaminya lagi.
Ruang kafe tampak remang dan cukup padat pengunjung. Wajar saja karena ini akhir pekan. Jojo duduk di sebuah bangku sambil mencari keberadaan Erika. Tangannya mengacung, memanggil seorang pelayan.
"Silakan menunya, Kak," sapa seorang pelayan.
"Mbak, saya mau ketemu Erika. Apa dia ada?"
"Erika? Ada."
"Bisa tolong dipanggilkan dan ini saya pesan kopi cappucino satu, ya?"
Pelayan tersebut pun kembali ke belakang, menyiapkan pesanan dan menemui Erika. Gadis itu sudah mau pulang karena waktu kerjanya telah selesai. Ia baru saja mengganti seragam dan ingin bergegas dari tempat itu.
"Ka, dicariin," ucap pelayan yang dititipkan pesan.
"Siapa?"
"Cowok. Mau ketemu katanya."
"Oke, makasih." Senyum gadis itu mengembang. Ia tahu siapa lelaki yang datang mencarinya.
Erika mengintip dari kejauhan, mencari keberadaan orang yang mencarinya. Tebakannya benar, tentu saja lelaki itu adalah Jojo. Segera ia menggunakan parfumnya dan menghampiri Jojo.
Erika duduk di depan Jojo. Lelaki itu menatapnya tanpa berkedip. Ia sudah menyalakan sebuah rekaman suara pada gawai dan diletakkan di meja. Erika mengibaskan rambutnya ke belakang dengan tatapan mata yang terlempar jauh ke sekitar. Hanya sesekali memandang Jojo dengan senyum sengit.
"Mau apalagi, ya, kesini?"
"Aku yang harusnya bertanya. Apa maksud kamu mengganggu hubunganku lagi?"
Erika tersenyum, kini tatapan matanya beralih ke Jojo. Mereka saling terpaku.
"Tidak, Jo. Kita sudah usai. Seperti yang kau katakan melalui pesan. Tidak ada keberanian menemuiku dan mengakhiri semuanya secara langsung."
Denyut jantung Jojo bergetar hebat kala tatapan mereka tak lepas. Mengapa wajah Erika sangat cantik hari ini, membuatnya semakin gila dan tidak bisa berhenti mencintainya. Terlebih aroma parfum yang menyeruak. Padahal gadis itu duduk di depannya tetapi parfum yang dikenakan tercium jelas. Seolah kini tubuh Erika tengah memeluknya erat.
Jojo mengalihkan pandangan. Mengerjapkan mata berulang dan membuang napas dalam. Ia merasakan ada magnet yang mendorong untuk menyatakan perasaannya saat ini. Namun, sekuat tenaga pikirannya menolak.
"Oke. Aku tidak tahu tujuanmu apa tapi berharap kamu tidak lagi mengirim benda-benda aneh ke rumahku. Jauhi aku dan istriku. Aku pun berdoa semoga kau mendapatkan kehidupan yang lebih baik."
Jojo menenggak kopinya. Lalu bergegas dari hadapan Erika tanpa pamit. Gadis itu hanya tersenyum sengit, menyadari kegelisahan Jojo yang tertahan.
"Yap, pergilah, Jo. Pergi untuk kembali. Aku yakin karena hafal betul wajahmu yang tengah menahan rindu," gumam Erika. Ia membiarkan Jojo berlalu.
Namun, sesekali Jojo menoleh ke arah Erika. Hal yang lagi-lagi tidak dapat ia tolak. Seolah ada magnet yang sedang menariknya. Mata tak kuasa, hanya ingin menatap gadis itu lagi. Seperti tarikan kuat yang meminta untuk tetap menatap Erika. Memuji kecantikannya yang jelas sangat jauh dibandingkan Sari. Entah.
Setibanya di motor, Jojo bisa bernapas lega karena sudah tidak tampak Erika sejauh mata memandang. Ia mengusap wajahnya. Lalu mengendarai roda dua itu dan kembali pulang. Rekaman berakhirnya hubungan mereka pun sudah didapatkan.
Meski hatinya tak henti mempertanyakan penampilan Erika yang sangat memukau. Membuat ia tidak bisa dengan mudah melepas gadis itu. Bisikan perselingkuhan pun menggiring untuk melakukan hal bodoh lagi.
"Tidak, Erika. Tidak!" gumam Jojo.
***
Sementara Sari di rumah menanti dengan was-was. Apakah kali ini suaminya benar akan membuktikan hubungan dengan Erika berakhir. Suara motor Jojo sudah berada di teras rumah. Sari meremas kedua tangannya penuh cemas. Bagaimana jika Jojo tidak bisa membuktikan hubungan mereka berakhir? Apa pernikahan mereka yang harus diakhiri?
"Ndok," sapa Jojo. Ia berjalan menghampiri Sari dan duduk di sebelahnya. Lalu mengeluarkan gawai dan memutar percakapan yang terjadi sejak Jojo tiba di kafe.
[Ndok, aku akan buktikan. Kamu bisa dengar, ini aku baru sampai kafe. Suaranya bising. Aku masuk dulu. Rekaman pun tidak akan aku matikan.]
Sengaja semua Jojo rekam sejak awal tiba agar Sari percaya, tidak berpikiran bahwa itu hanya sebuah kejadian yang dimanipulasi. Semua percakapan jelas, tidak ada kejadian yang meninggalkan kecurigaan. Jojo berhasil membuat Sari percaya.
Kini tangis bahagia keduanya pecah, mereka pun larut dalam pelukan. Berulang Jojo mengucap kata maaf dan terima kasih. Lalu, ia kembali berjanji tidak akan menyakiti kekasih halalnya lagi.
"Aku janji, Sar…," bisik Jojo.
Sari yang tidak mau keluarga besarnya bersedih jika rumah tangga yang baru ia jalani beberapa bulan sudah hancur, tentu kembali menerima maaf itu dan memegang janji Jojo. Ia hanya bisa berharap dan berdoa semoga Tuhan melindungi hubungan mereka. Jangan sampai bercerai. Bukankah Tuhan tidak melarang perceraian tetapi membenci orang yang bercerai?
Sebuah kalimat yang Sari pegang teguh. Ia tidak mau mengecewakan keluarga besarnya dan keluarga Jojo juga. Melupakan sakit hati yang menerpa dan memilih bungkam untuk menutup aib suami tercinta.
Bersambung….
Selama seharian, Jojo tak henti memikirkan Erika. Bayang wajah gadis itu mengusik terus. Senyumnya menggoda, seolah membuat Jojo tak tahan ingin memeluk. Bau parfum, masih terasa melekat di hidung. Hingga Jojo merasakan hadir Erika setiap detik harinya.Ia tak paham, meski sudah berusaha menepis semua tetapi Erika sangat nyata dalam pikirannya. Bahkan tawanya sesekali terdengar, suara lembut Erika pun selalu berbisik kata cinta. Apa yang terjadi? Apa ini kejadian lagi seperti kemarin saat dia berusaha melepas Erika. Akan tetapi, kali ini rasanya lebih ada tarikan yang memperkuat.Tatapan Jojo kosong, mengedarkan pandangan ke jendela bis yang menampilkan hutan dengan pepohonan di sepanjang perjalanan. Bahkan suara bising dari teman-teman yang sedang mengobrol selama perjalanan pulang tidak dapat ia dengar. Hanya ada suara Erika
Seperti biasa, selepas melaksanakan Solat Subuh, Jojo bersiap berangkat kerja. Saat ia membuka pintu, percikan merah di teras mengganggu pandangannya. Matanya terbelalak menyaksikan."Sar, Sari…," teriak Jojo. Istrinya bergegas menghampiri sumber suara. Matanya ikut terbelalak saat mengarahkan pandangan ke tempat jari telunjuk Jojo."Apa itu, Mas?" Mereka saling pandang. Percikan itu tidak sedikit tetapi dari teras hingga ke pintu pagar. Bahkan ada bau anyir yang berseliweran.Segera Jojo menghampiri salah satu percikan merah itu. Mencoba mencium bau dan menerka."Amis," ucap Jojo. Pikiran negatif Jojo kembali merasuk, apa ada hubungan dengan Erika? "Kalau di kampung ini namanya&hellip
Lelaki bermata sipit itu bergegas mengenakan pakaiannya saat melihat waktu sudah pukul sebelas malam. Erika yang sudah tertidur pulas, terbangun mendengar suara ikat pinggang Jojo terjatuh ke lantai."Kamu, mau kemana, Honey?" tanya gadis itu."Aku harus kembali ke rumah.""Nggak nginep aja?""Tidak. Istriku bisa curiga. Aku pasti kembali."Jojo meninggalkan kecupan pada kening Erika dan menghampiri ojek yang telah ia pesan melalui aplikasi online. Langkahnya sedikit terburu-buru dan ketika menemui supir ojek pun ia meminta untuk cepat mengantar. Tidak ingin Sari berpikir aneh atau curiga.
Sepasang suami-istri itu tengah menikmati makan pagi yang terlanjur siang di warung dengan sangat menikmati. Mereka saling berkomentar tentang cita rasa masakan yang baru kali pertama dicoba. Bahkan Jojo yang masih merasa belum kenyang, membuka buku menu lagi. Ia penasaran dengan sebuah gambar yang menampilkan makanan dibungkus dengan daun pisang."Golla kambu," ucap Jojo. "Ndok, tolong pesan ini seporsi. Kamu mau tambah makanan lainnya nggak?""Hmmm apa itu, Mas, golla kambu?""Entah. Kayanya menarik. Makanya kita harus coba.""Ya sudah, aku pesan es pisang ijo. Tapi, bantu habiskan, ya, Mas?" Jojo mengangguk menanggapi. Sari segera memanggil pelayan dan memesan lagi.
"Ayo, Ndok. Cepetan!" teriak Jojo. Sari bergegas menghampiri sumber suara dan mengikuti langkah Jojo yang sudah berjalan lebih dulu.Mereka kembali ke bibir pantai untuk menikmati makan malam. Suasana terlihat ramai, beberapa orang sudah asik bercengkrama dengan orang terdekat mereka. Sepasang suami-istri itu pun memilih bangku tempat makan dan memesan beberapa menu masakan laut yang menggoda.Saat menanti makanan disajikan, Jojo meminta Sari melihat ke langit. Malam yang cerah bertabur bintang. Tak lama ada kembang api menghiasi langit. Mencerahkan suasana gelap. Lalu, Jojo mencium tangan istrinya. Membuat wanita berbibir tipis itu mengalihkan pandangan ke lelaki di depannya."Ndok, aku udah mengganti kalungnya," ucap Jojo. Ia mengulurkan sebuah kotak mera
Seperti biasa, Jojo telah bersiap berangkat kerja sejak selesai Solat Subuh. Begitu pun Sari yang ikut bersiap-siap membersihkan diri. Ia juga akan pergi pagi karena ada panggilan wawancara kedua.Jojo berangkat lima menit setelah jadwal bis jemputan tiba. Saat ia sampai di halte, tentu bis pun sudah tidak ada. Ia segera menghentikan bis dari seberang jalan dan menyebrang.Suara ketukan di kamar kos Erika membuat gadis itu yang baru bangun tidur segera menghampiri dengan malas karena kantuk masih mengganggu. Namun, seketika tubuhnya melonjak kala mengetahui tamunya yang datang pagi-pagi itu."Wow! Keras banget pelukan kamu, Honey?" ucap Jojo, terkejut yang mendapat perlakuan dari Erika."Iya,
Jojo menaiki bis jemputan seperti biasa. Ia duduk di sebelah Roni, salah satu bangku yang masih kosong. Jojo menyapa lelaki di sebelahnya itu dan mengajaknya berbincang."Gimana, Bro, persiapan nikah sudah semua?" tanya Jojo."Sudah semua, Bro. Tinggal tunggu waktu. Gue juga udah bikin surat pengajuan rumah dinas. Tinggal tunggu buku nikahnya," jawab lelaki itu."Wah… sudah matang semua. Semoga lancar dan dipermudah.""Aamiin. Lu sendiri gimana hubungan rumah tangga dengan istri? Baik-baik saja?" Jojo berdehem mendapat pertanyaan Roni. "Istri sudah hamil?" tanya Roni lagi. Baginya ini kesempatan untuk memancing obrolan. Mungkin saja bisa menyadarkan Jojo.
[Mas, Papa kepalanya terbentur. Itu yang membuatnya di rawat.][Terus gimana kondisi beliau sekarang, Sayang? Apa aku perlu cuti menemani ke Jakarta?][Tidak apa, Mas. Kamu kerja saja. Aku cuma mau minta izin, mungkin disini akan menemani sedikit lebih lama hingga Papa lebih baik.][Iya, Sayang. Kamu bantu Mama saja mengurus Papa. Kalau sudah selesai urusan baru kembali, tidak apa.]Lampu hijau menyala. Pertanda baik untuk hubungan tersembunyi Jojo dan Erika. Senyum Jojo semakin mengembang. Setidaknya ia memiliki waktu beberapa hari bersama Erika di rumah. Tanpa harus ketahuan orang luar, seperti Roni yang hampir mempergoki hubungan mereka.Kabar baik
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S