"Sayang, hari ini kita liburan di rumah, ya? Aku lagi capek banget. Seminggu ini banyak lembur," ucap Jojo. Tangannya memeluk lingkar pinggang Sari yang sedang berdiri di dapur, mencuci piring.
"Iya, Mas. Ya sudah kamu istirahat saja."
"Oh, ya. Gimana lamaran kerja kamu, apa sudah ada balasan?"
"Belum, Mas."
"Ya sudah, kamu sabar saja dulu. Biasanya maksimal satu bulan. Nanti aku cari tahu info lowongan kerja di tempat lain juga."
Sari mengeringkan tangan dengan kain yang berada di dinding di sampingnya. Lalu, ia membalikkan badan, melingkarkan tangan pada leher Jojo.
"Iya, Sayang. Terima kasih, ya, Mas. Kamu sudah mendukung aku untuk kembali bekerja. Terima kasih juga atas sikap manis kamu, perubahan sikap untuk menjadi lebih baik agar hubungan rumah tangga ini tetap terjaga."
Seperti tertampar, Jojo merasakan sakit mendengar ucapan Sari tadi. Bagaimana jika Sari mengetahui yang sebenarnya. Apa yang akan ia lakukan? Jojo merapatkan tubuhnya, memeluk dengan erat. Menutupi wajah yang tampak malu.
Malu karena telah mengkhianati cinta dan kepercayaan Sari. Apa semua akan berakhir jika Sari mengetahui yang sebenarnya? Mata Jojo kini telah berkaca. Dalam pelukan ia menghapusnya perlahan.
Tiba-tiba dari luar terdengar suara bel, Sari melepaskan pelukan. Tanpa menyadari wajah penyesalan Jojo yang hampir menumpahkan air mata. Lalu wanita itu meninggalkan kecupan pada bibir suaminya dan izin membuka pintu. Seorang lelaki mengaku pengantar paket datang. Seperti sebelumnya, tidak ada nama pengirim di sana. Begitu pun si pengantar tidak mengetahui karena beralasan hanya mengantar.
"Paket apaan, Sayang?" tanya Jojo dari depan pintu masuk.
"Nggak tahu, Mas," jawab Sari sedikit teriak. Karena ia berdiri di depan pagar. Lelakinya berjalan, segera menghampiri.
"Nggak ada nama pengirimnya, Pak?" tanya Jojo ke kurir.
"Iya, saya juga tidak tahu. Hanya ada nama penerima dan alamat. Tapi, ini benar alamatnya disini?"
Jojo melihat paket itu, sebuah map berwarna coklat yang ditujukan untuk Sari lagi.
"Mungkin kabar dari perusahaan yang kamu ngelamar kemarin, Sayang. Ini seperti surat isinya."
Sari pun akhirnya menerima surat itu dan mereka masuk ke dalam rumah.
"Aku nggak mau buka, Mas. Coba kamu yang buka."
"Kenapa? Kamu takut ada aneh-anehnya lagi?"
"Iyalah… Mas, mungkin nggak ya, kodok itu dari Erika?"
Jojo yang sedang membuka amplop membulatkan mata. Ya, memang ia sudah duga juga kalau itu perbuatan Erika. Siapa lagi kalau bukan dirinya. Selama ini, Jojo tidak memiliki masalah dengan orang lain kecuali Erika.
"Tapi, kenapa dia tahu alamat baru kita, Mas? Kamu… nggak kasih tahu 'kan?"
"Sudah ya, Sayang. Aku nggak mau kamu berpikiran buruk. Sekalipun sama dia dan aku juga nggak tahu seandainya itu benar dia yang kirim, kenapa tahu alamat ini. Sumpah, aku sudah berakhir dan putus komunikasi."
Pengakuan Jojo membuat Sari percaya. Ya, memang mereka telah putus komunikasi. Akan tetapi, belum lama ini. Bukan semenjak menikah. Jojo masih saja pandai menyembunyikan bangkai itu.
Perlahan lelaki bermata sipit itu membuka amplop dan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya. Mata kecilnya membulat, tidak percaya. Segera ia memasukkan lagi barang yang tadi telah dilihatnya. Sari curiga melihat ekspresi Jojo. Kini ia mengejar langkah Jojo yang sudah sampai halaman depan dengan membawa sebuah korek api, siap membakar amplop coklat beserta isinya.
"Mas, tunggu dulu. Apa isinya?" tanya Sari. Ia berusaha merebut amplop coklat itu tetapi Jojo menghalangi.
"Kamu nggak perlu tahu. Percayalah, kalau kamu melihatnya, ini tidak baik untuk kelangsungan hubungan kita."
"Iya, tapi apa?"
Jojo tidak menjawab. Ia segera menyalakan korek dan mengarahkannya ke amplop coklat. Gegas, tangan Sari merebut karena penasaran dengan isinya. Jojo memohon untuk mengembalikan dan membiarkan ia membakar. Namun, Sari menolak.
"Kenapa harus langsung dibakar? Aku cuma mau tahu sebentar. Ini pasti ada kaitannya dengan kodok. Pengirim yang sama. Iya 'kan?"
"Sar, percayalah. Ini tidak baik untuk kamu ketahui."
Sari tidak peduli, matanya menatap Jojo dalam dengan tangan yang segera meraih isi dari amplop coklat itu. Ia mengeluarkan beberapa lembar kertas dari sana.
Wanita itu menutup mulutnya dengan tangan, tidak percaya apa yang baru saja ia lihat. Sementara Jojo yang sudah tampak panik, terlihat pasrah dengan mengusap wajahnya berulang.
"Kamu, kamu masih berhubungan dengan dia, Mas?" tanya Sari. Bibir tipisnya bergetar. Ia tak kuasa menahan tangis. Namun, langkahnya segera kembali masuk ke dalam rumah. Khawatir akan ada tetangga yang melihat pertengkaran mereka.
Sari duduk di sofa ruang tamu, membuka satu persatu lembar foto yang berada di tangannya. Deretan foto Jojo bersama Erika yang tampak mesra. Bahkan ada gambar yang memperlihatkan mereka hanya menutup badan dengan selimut. Apa yang mereka lakukan? Kapan kejadian ini?
Semua tanya mulai ia lontarkan saat Jojo berdiri di sebelahnya dengan wajah pucat.
"Aku bisa jelaskan semua," jawab Jojo.
"Apa? Kamu mau bilang ini foto lama, iya 'kan?"
"Iya, memang begitu kenyataannya. Sar--"
"Cukup, Mas!" Sari menghindar saat Jojo ingin menyentuh tangannya. Ia memilih menggunakan kedua tangan untuk menutup wajah. Menahan tangis yang telah tumpah tak tertahankan hingga sesenggukan.
Hatinya tidak bisa percaya begitu saja dengan jawaban Jojo. Bukan karena rasa cemburu telah membakar tetapi ia tahu bahwa ini adalah foto baru atau setelah mereka menikah. Sari bisa jamin itu. Matanya jeli melihat setiap detail gambar dengan saksama. Namun, ia sangat ingin Jojo berkata jujur tanpa ia yang membuka aibnya.
"Jawab jujur, Mas. Apa kamu membohongi aku lagi? Kamu masih berhubungan dengan wanita itu?"
"Astaga, Sar. Demi Tuhan. Tidak. Kamu lebih percaya dengan foto ketimbang aku yang sudah jelas suamimu?"
"Mas, lihat ini." Suara Sari merendah sambil menunjuk sebuah foto yang menampilkan tangan Jojo dengan sebuah jam pemberiannya. Jelas, kado yang ia belikan setelah mereka menikah. "Dan aku nggak nyangka yang ini." Kini wanita itu menunjukkan gambar di mana Erika menggunakan sebuah kalung yang sama persis dengan miliknya.
Kalung pemberian Jojo saat mereka honeymoon. Erika juga memilikinya? Entah, saat ini wanita itu tidak bisa berpikir jernih. Apakah Sari yang lebih dulu diberi atau Erika. Mengapa?
Jojo menjatuhkan diri di sofa, kepalanya bersandar sambil melihat langit-langit rumah. Apa yang harus ia jawab. Erika benar-benar membuka aibnya, membeberkan semua dan berusaha menghancurkan rumah tangga yang tengah ia perbaiki.
Sementara Sari membuka kalung pemberian Jojo dan meletakkan di tangan suaminya. Lalu ia berjalan menuju kamar. Entah apa yang ingin dilakukan. Semua tampak kilat. Tidak pernah ia bayangkan, Jojo kembali mengkhianatinya. Padahal baru saja ia memuji sikap lelaki itu yang sudah menunjukkan kebaikan untuk berubah dan bangkit dari keterpurukan.
Sari hanya bisa menangis sejadi-jadinya di kamar dengan memeluk erat guling. Saat ini, ia tidak tahu, jalan mana yang harus diambil. Sementara ia telah berjanji kepada ibunya untuk tetap bersama Jojo, apapun yang terjadi karena ini sebuah pilihan yang sudah ia yakini.
Namun, apa bisa hatinya mempertahankan rumah tangga setelah diselingkuhi dan dibohongi lagi? Sudah tertangkap basah, Jojo masih berkelak pula. Kini, apalagi yang Jojo sembunyikan? Apa lebih dari itu?
Sari menumpahkan semua tangisnya yang tertahan dengan raungan kesedihan.
Sementara Jojo yang masih duduk di sofa, mengambil gawai dari sakunya. Membuka blokir nomor Erika.
[Mau kamu apa? Aku sudah tidak ingin melanjutkan denganmu. Tolong, Erika. Jangan ganggu aku lagi.]
Erika terbahak membaca pesan itu. Semua rencananya berhasil. Ia yakin, Jojo sedang bertengkar hebat dengan Sari. Tinggal menanti kejutan berikutnya yang lebih besar.
"Sabar dulu, Honey. Buru-buru banget. Kalau saja kamu tidak memutuskan aku, kamu bisa mempertahankan hubungan dengan dia dan aku. Semua akan baik-baik saja. Tapi, nyatanya kamu ingin bermain denganku," gumam Erika yang diakhiri dengan tawa.
Bersambung….
Buntu. Jojo tidak bisa berpikir jernih. Pesan yang dikirim ke Erika pun tidak kunjung ada balasan. Kenapa wanita ini? Ia kembali mengirim pesan ke Erika, mencaci wanita itu. Menyalahkan semua kepadanya. Satupun pesan dari Jojo tidak direspon, hanya tawa Erika yang semakin geli membaca pesan-pesan itu.Jojo putus asa, meninggalkan gawainya begitu saja di meja ruang tamu. Ia berjalan menghampiri Sari yang berada di kamar. Namun, pintu terkunci. Ia mengetuk pintu dan memanggil nama istrinya. Beberapa kali tidak ada jawaban, sunyi."Sar… tolong buka. Ayo, kita bicarakan." Rayu Jojo mengiba."Apa lagi, Mas? Kebohongan lagi?" teriak Sari."Sar, kita sudah dewasa. Ayo, kita bicarakan. Jangan
Selama seharian, Jojo tak henti memikirkan Erika. Bayang wajah gadis itu mengusik terus. Senyumnya menggoda, seolah membuat Jojo tak tahan ingin memeluk. Bau parfum, masih terasa melekat di hidung. Hingga Jojo merasakan hadir Erika setiap detik harinya.Ia tak paham, meski sudah berusaha menepis semua tetapi Erika sangat nyata dalam pikirannya. Bahkan tawanya sesekali terdengar, suara lembut Erika pun selalu berbisik kata cinta. Apa yang terjadi? Apa ini kejadian lagi seperti kemarin saat dia berusaha melepas Erika. Akan tetapi, kali ini rasanya lebih ada tarikan yang memperkuat.Tatapan Jojo kosong, mengedarkan pandangan ke jendela bis yang menampilkan hutan dengan pepohonan di sepanjang perjalanan. Bahkan suara bising dari teman-teman yang sedang mengobrol selama perjalanan pulang tidak dapat ia dengar. Hanya ada suara Erika
Seperti biasa, selepas melaksanakan Solat Subuh, Jojo bersiap berangkat kerja. Saat ia membuka pintu, percikan merah di teras mengganggu pandangannya. Matanya terbelalak menyaksikan."Sar, Sari…," teriak Jojo. Istrinya bergegas menghampiri sumber suara. Matanya ikut terbelalak saat mengarahkan pandangan ke tempat jari telunjuk Jojo."Apa itu, Mas?" Mereka saling pandang. Percikan itu tidak sedikit tetapi dari teras hingga ke pintu pagar. Bahkan ada bau anyir yang berseliweran.Segera Jojo menghampiri salah satu percikan merah itu. Mencoba mencium bau dan menerka."Amis," ucap Jojo. Pikiran negatif Jojo kembali merasuk, apa ada hubungan dengan Erika? "Kalau di kampung ini namanya&hellip
Lelaki bermata sipit itu bergegas mengenakan pakaiannya saat melihat waktu sudah pukul sebelas malam. Erika yang sudah tertidur pulas, terbangun mendengar suara ikat pinggang Jojo terjatuh ke lantai."Kamu, mau kemana, Honey?" tanya gadis itu."Aku harus kembali ke rumah.""Nggak nginep aja?""Tidak. Istriku bisa curiga. Aku pasti kembali."Jojo meninggalkan kecupan pada kening Erika dan menghampiri ojek yang telah ia pesan melalui aplikasi online. Langkahnya sedikit terburu-buru dan ketika menemui supir ojek pun ia meminta untuk cepat mengantar. Tidak ingin Sari berpikir aneh atau curiga.
Sepasang suami-istri itu tengah menikmati makan pagi yang terlanjur siang di warung dengan sangat menikmati. Mereka saling berkomentar tentang cita rasa masakan yang baru kali pertama dicoba. Bahkan Jojo yang masih merasa belum kenyang, membuka buku menu lagi. Ia penasaran dengan sebuah gambar yang menampilkan makanan dibungkus dengan daun pisang."Golla kambu," ucap Jojo. "Ndok, tolong pesan ini seporsi. Kamu mau tambah makanan lainnya nggak?""Hmmm apa itu, Mas, golla kambu?""Entah. Kayanya menarik. Makanya kita harus coba.""Ya sudah, aku pesan es pisang ijo. Tapi, bantu habiskan, ya, Mas?" Jojo mengangguk menanggapi. Sari segera memanggil pelayan dan memesan lagi.
"Ayo, Ndok. Cepetan!" teriak Jojo. Sari bergegas menghampiri sumber suara dan mengikuti langkah Jojo yang sudah berjalan lebih dulu.Mereka kembali ke bibir pantai untuk menikmati makan malam. Suasana terlihat ramai, beberapa orang sudah asik bercengkrama dengan orang terdekat mereka. Sepasang suami-istri itu pun memilih bangku tempat makan dan memesan beberapa menu masakan laut yang menggoda.Saat menanti makanan disajikan, Jojo meminta Sari melihat ke langit. Malam yang cerah bertabur bintang. Tak lama ada kembang api menghiasi langit. Mencerahkan suasana gelap. Lalu, Jojo mencium tangan istrinya. Membuat wanita berbibir tipis itu mengalihkan pandangan ke lelaki di depannya."Ndok, aku udah mengganti kalungnya," ucap Jojo. Ia mengulurkan sebuah kotak mera
Seperti biasa, Jojo telah bersiap berangkat kerja sejak selesai Solat Subuh. Begitu pun Sari yang ikut bersiap-siap membersihkan diri. Ia juga akan pergi pagi karena ada panggilan wawancara kedua.Jojo berangkat lima menit setelah jadwal bis jemputan tiba. Saat ia sampai di halte, tentu bis pun sudah tidak ada. Ia segera menghentikan bis dari seberang jalan dan menyebrang.Suara ketukan di kamar kos Erika membuat gadis itu yang baru bangun tidur segera menghampiri dengan malas karena kantuk masih mengganggu. Namun, seketika tubuhnya melonjak kala mengetahui tamunya yang datang pagi-pagi itu."Wow! Keras banget pelukan kamu, Honey?" ucap Jojo, terkejut yang mendapat perlakuan dari Erika."Iya,
Jojo menaiki bis jemputan seperti biasa. Ia duduk di sebelah Roni, salah satu bangku yang masih kosong. Jojo menyapa lelaki di sebelahnya itu dan mengajaknya berbincang."Gimana, Bro, persiapan nikah sudah semua?" tanya Jojo."Sudah semua, Bro. Tinggal tunggu waktu. Gue juga udah bikin surat pengajuan rumah dinas. Tinggal tunggu buku nikahnya," jawab lelaki itu."Wah… sudah matang semua. Semoga lancar dan dipermudah.""Aamiin. Lu sendiri gimana hubungan rumah tangga dengan istri? Baik-baik saja?" Jojo berdehem mendapat pertanyaan Roni. "Istri sudah hamil?" tanya Roni lagi. Baginya ini kesempatan untuk memancing obrolan. Mungkin saja bisa menyadarkan Jojo.
Emak berjalan ke arah pintu. Tak peduli dengan tanya Erika. Ia meminta gadis itu keluar dari dalam rumahnya. Tatapan mata wanita tua itu sinis. Erika semakin tak paham. Ia sempat kekeh duduk di bangku rumah wanita tua itu. Hingga Emak benar-benar marah dan berteriak mengusirnya.Erika bangkit dari bangku dengan banyak tanya yang berkeliaran di kepalanya. Ia menatap balik Emak saat berpapasan di depan pintu dengan wanita tua itu. Wajahnya sempat mengiba, meminta pertolongan. Namun, Emak tak peduli. Ia segera menutup pintu saat Erika sudah berada satu langkah dari dalam rumahnya.Erika tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Ia berjalan kaki tanpa tahu arah. Pikirannya semakin kacau. Ia tak habis pikir, semua perjuangannya sia-sia. Cinta tulus yang ia berikan ke Jojo kandas dengan cara seperti ini. Padahal semua hampir ia
Setibanya Ambar di depan rumah Sari, ia melihat pintu pagar yang terbuka serta pintu rumahnya. Perasaan Ambar semakin tidak enak. Ia berlari masuk sambil memanggil nama Sari berulang. Saat ia memasuki ruang keluarga, Ambar mendapati Sari yang sudah terkulai di lantai tak berdaya. Wajahnya pucat pasi dengan keringat bercucuran."Ya ampun, Mbak. Kenapa?" Sari sudah tidak sanggup untuk berkata-kata.Seluruh tubuhnya terasa sangat lemas. Ia hanya mengeluarkan air mata, memandang Ambar penuh harapan. Meminta pertolongan."Tunggu sebentar, ya?"Ambar berlari keluar rumah, mencari orang dan meminta pertolongan. Tak lama beberapa warga datang dan membantu Ambar mengangkat Sari ke mobil tetangganya. Mereka
[Kamu kemana aja, sih? Susah banget dihubungi?][Jo! Aku serius tanya. Jawab!][Astaga! Kamu benar-benar mau membatalkan pernikahan kita karena wanita itu? Mana janjimu?]Pesan tak henti berbunyi sejak tadi pagi. Tak satupun sudah terbaca. Ya, karena tadi Jojo tidak membawa gawai saat ruqyah. Benda pipih itu tertinggal di nakas. Erika tak henti mengirim pesan singkat serta panggilan telepon. Ia yang baru sadar dari minuman alkohol tadi pagi, segera meneror kekasihnya itu.Namun, Erika tak ingat bahwa Jojo semalam sakit. Ia berpikir bahwa Jojo meninggalkannya semalam tanpa sebab.Sari membaca semua pesan masuk dari Erika. Lalu, ia menghapus semua
Sebuah taksi online telah tiba di depan rumah Sari. Ia dan Jojo segera menghampiri taksi itu. Mereka pun segera menuju tempat sesuai dengan lokasi yang Sari pesan.Baru masuk ke dalam mobil beberapa menit, rasa kantuk pada mata Jojo tak tertahan. Sari memang sengaja memberi Jojo obat demam setelah sarapan. Obat yang mengandung efek ngantuk. Karena agar Jojo tidak curiga mereka akan berobat kemana.Ya, Sari mengambil kesempatan demam Jojo untuk alasan membawanya ke klinik. Padahal mereka menuju rumah ruqyah yang telah disarankan Ambar. Perjalanan pun lumayan lama, jadi Jojo harus tertidur, pikir Sari. Agar suaminya tidak banyak bertanya.Setelah menempuh perjalanan hampir lima puluh menit, mereka pun tiba di sebuah tempat. Sari membangunkan Jojo. Lelaki itu
Dering gawai mengejutkan Sari yang tengah berpikir. Panggilan masuk datang dari orang tuanya di Jakarta. Ia segera mengangkat. Setelah saling menanyakan kabar, Sari memberikan kabar baik tentang tubuhnya yang telah berbadan dua tanpa memberitahu masalah yang sedang terjadi.Senyum mengembang dari wajah kedua orang tuanya, mendengar kabar itu. Sari pun ikut bahagia melihatnya.[Terus, sekarang Mas Jojo mana, Ndok?][Belum pulang, Ma. Lembur.][Kalau begitu kamu jangan capek-capek, ya. Jangan sering lembur juga.][Aku hari ini mengundurkan diri, Ma.][Lho, kenapa?]
Beberapa pesan singkat Erika masuk ke gawia Jojo, tetapi tak satupun yang dibalas. Jojo hanya melihatnya sebentar, lalu kembali ia masukan gawai ke dalam saku.Selama dalam perjalanan pulang, Jojo terdiam. Suara bising obrolan rekan-rekannya tak terdengar, seolah sunyi. Tanpa ada suara apapun. Pikirannya melayang, teringat bayang-bayang foto USG yang Sari kirimkan tadi siang. Bagaimana nasib bayi itu ketika lahir, pikirnya.Bagaimanapun juga janin itu adalah darah dagingnya. Ada rasa sedih dalam hati, memikirkan jika calon anaknya nanti membencinya karena tahu ia telah mengkhianati Sari dan menyia-nyiakan mereka begitu saja. Bayang-bayang rasa bersalah terus menghantui sepanjang perjalanan. Hingga Jojo tiba di halte tempatnya turun.Seturunnya dari bis, Joj
Erika berdeham. Menahan malu dan amarah yang bergelut dalam pikirannya. Ia meraih rokok dari nakas dan segera menyalakannya. Setelah satu hisapan bisa terlepas, ia merasakan sedikit lega dan bisa mengembalikan keberanian bicara lagi."To the point aja, tujuan anda kesini ada apa?" tanya Erika ketus.Sari masih mempertahankan senyum tipis pada bibirnya. Menatap gadis yang berani menggoda suaminya lagi. Sambil mengangguk ia pun menjawab, "Iya, pertanyaan bagus. Saya cuma mau tanya, benar kamu mencintai Jojo dan kalian akan segera menikah?"Erika kembali tergelak sambil menghisap batang racun nikotin yang berada di jarinya. Senyum sengit ia lontarkan, seolah meledek."Hmmm… sepertinya Jojo suda
Entah, hari itu mengapa Sari sama sekali menurut perkataan Jojo yang meminta segera membuang amplop cokelat, bukti perselingkuhannya. Perlahan, ingatan Sari mundur. Jojo seperti membakar sesuatu di halaman belakang. Bodohnya lagi, ia tidak curiga. Rasa lelah membuatnya tak peduli. Mempercayai apa saja yang keluar dari bibir Jojo.Bahkan keesokan pun Sari tidak memperhatikan sampah yang ia buang keluar. Apakah ada amplop itu atau tidak. Penyesalan sangat menusuk. Ternyata Jojo begitu lihai bermain lidah dan hati. Begitu pun dirinya yang sangat bodoh dan mudah dibohongi.Ambar menceritakan semua tentang pertemuan hari itu perlahan. Lalu, ia pun mengeluarkan gawainya dari saku. Mencari foto dan video yang pernah suaminya kirim untuk di cetak. Menurut Ambar, sekarang waktu yang tepat untuk memberitahu Sari semuanya. Rasa kasi
Sari mengejar Jojo keluar rumah yang sudah tidak terlihat. Ia menghentikan langkahnya saat menyadari air mata yang telah membasahi wajah. Bagaimana mungkin bisa keluar rumah untuk mengejar Jojo. Apa pantas menyelesaikan masalah di tempat umum, tanyanya dalam hati. Pikiran waras masih dapat mengontrol emosi.Sementara Ambar yang sedang menyapu di teras rumahnya, melihat wajah sembab Sari. Ia yakin telah terjadi sesuatu dengan tetangganya itu.Ambar bergegas membuka pintu pagar dengan sedikit berlari menghampiri rumah Sari. Sari yang menyadari kedatangan Ambar segera menghapus semua tanda kesedihan yang sebenarnya sudah tidak bisa ia tutupkan."Mbak, nggak apa-apa?" Ambar berjalan menghampiri Sari.S