Sari meraih kotak merah muda yang terjatuh di lantai. Mencari apakah ada pesan di dalamnya. Nihil. Bahkan di plastik hitam pembungkus kotak pun hanya ada nama dan alamat lengkap Sari. Ia hanya bisa mengelus dada berulang, mencoba memahami maksud dari semua. Kira-kira siapa pelakunya?
Wanita itu menggeleng, menolak pikiran yang langsung tertuju pada Erika. Sari memilih mengambil gawai dan ia memfoto kotak itu. Lalu mengirimkannya kepada Jojo dan menceritakan kejadian aneh yang baru saja terjadi. Mungkin, Jojo mengetahui pelakunya.
Orang yang mengetahui alamat baru mereka hanya teman-teman kerja Jojo. Tidak mungkin Erika tahu, pikir Sari.
Sementara Jojo yang baru membuka pesan Sari, terdiam. Tentu, pikirannya langsung tertuju ke Erika, sama seperti Sari. Ia sadar, gadis itu tidak akan dengan mudah melepaskan. Namun, kenapa baru sekarang mengusik kehidupan rumah tangganya?
Sesaat Jojo menepis pikiran itu. Tidak ingin istrinya menjadi khawatir dan mencari tahu sebab Erika kembali mengusik. Ia mencoba menenangkan hati Sari.
[Aku nggak tahu siapa pelakunya, Ndok. Nggak usah kamu berpikir macam-macam, ya. Mungkin orang iseng.]
Namun, Sari tidak bisa begitu saja menuruti perkataan Jojo. Hatinya terus bertanya apa maksud dari kelakuan pengirim paket ini.
***
Erika baru saja tiba di rumah Emak. Wanita tua itu telah menanti kedatangannya. Lagi-lagi tawanya menampilkan gigi yang penuh dengan bekas sirih. Setelah Erika masuk dan mereka duduk berhadapan, Emak memulai percakapan. Ia menanyakan kabar hubungan dengan Jojo. Erika pun menceritakan semua.
"Saya sudah bersikap manis. Tapi, dia malah mengakhiri hubungan."
"Lalu, bagaimana sekarang? Kau mau apa?"
"Kirim santet ke istrinya dan pasang susuk. Agar lelaki itu segera kembali ke pelukanku. Begitu pun istrinya, mati."
Emak tergelak-gelak mendengar jawaban Erika. Gadis itu sudah mulai sadis, hal yang sangat ia suka. Tentu, begitu pun dengan para jin yang menjadi pengikutnya.
"Baiklah. Kau ada foto wanita itu?" Erika mengangguk. Mengeluarkan foto Sari yang didapatkan dari akun Jojo dan telah dicetak.
"Hari ini kita ritual santet dulu. Sementara susuk, akan menyusul dilain hari."
"Apa tidak bisa sekalian, Mak?"
"Tidak. Aku butuh istirahat untuk memulihkan tenaga."
"Kalau begitu, aku mau susuk duluan." Emak mengerutkan dahi. "Iya, karena aku nggak bisa jauh dari lelaki itu, ingin segera bertemu lagi dengannya."
Tawa wanita tua itu kembali menggelegar. Mengagetkan Erika yang sedang bicara serius.
"Anak muda yang haus belaian ternyata. Baiklah. Jadi, apa sudah kau putuskan, susuk apa yang akan dipasang?"
***
[Fem, udah lu kirim?]
Erika mengirim pesan singkat ke Femi.
[Udah dong, tadi siang. Lu gimana, udah jadi pasang susuknya?]
[Udah. Ternyata nggak sakit seperti yang gue takutkan.]
[Terus santetnya?]
[Belum bisa sekarang, Fem. Nunggu waktu.]
"Kak, ayo, kita makan," ucap Meli. Erika menaruh gawainya di ranjang dan bergabung dengan keluarganya untuk makan malam.
Semua tampak diam, tidak ada yang berbicara selama makan.
"Kamu sudah tidak ada niat bunuh diri lagi 'kan?" tanya ibunya. Semua yang telah menyelesaikan makan malam, menatap Erika. Erika pun meneguk air putih sebelum menjawab.
"Memang kenapa, Bu? Apa itu yang Ibu inginkan, aku mati?" Wanita paruh baya itu tertawa lepas.
"Mana mungkin Ibu menginginkan kamu segera mati. Siapa yang akan menafkahi kami nanti? Kau tahu sendiri, ayahmu tidak berguna."
"Stop, Bu! Jika Ayah tidak berguna, Ibu bisa pergi dari rumah ini dan berpisah dengan Ayah. Aku juga muak dengan ucapan Ibu yang selalu menghina Ayah."
Semua terdiam dan kaget mendengar jawaban Erika. Bahkan wanita paruh baya itu tidak menyangka apa yang baru saja keluar dari mulut anaknya.
"Hei, kau mengusirku dari sini?" Wanita paruh baya itu memukul meja makan dengan mata terbelalak menusuk tatapan Erika.
"Cukup, Erika! Jaga bicaramu," ucap ayah Erika.
"Ayah juga, kenapa selalu diam saja ketika dihina, hah?"
"Kalian semua masuk ke kamar!" teriak ayah Erika. Kedua adiknya sudah meninggalkan meja makan, sedangkan Erika memandang sinis kedua orang tuanya. Tidak paham dengan mereka.
***
Erika baru saja membuka pintu rumah, sudah terdapat ibunya di sana. Menatapnya penuh amarah. Ia tidak paham maksud dari tatapan itu. Gadis seksi itu memilih menghindar dan segera membereskan barang-barangnya. Semua ritual pemasangan susuk telah selesai, tidak ada alasan baginya berlamaan di rumah gubuk.
"Bagus, ya! Kau tahu dampak dari perbuatanmu itu?" teriak ibu Erika. Erika hanya diam di hadapannya penuh tanya. "Dasar Pelacur!"
"Maksud Ibu apa?" balas Erika. Matanya terpaku pada tatapan tajam wanita paruh baya itu.
"Kau mau tahu sebab ayahmu tidak pernah meninggalkanku dan mengapa aku terjebak disini? Kau akan menyesal seperti aku!"
Erika yang semakin tidak paham hanya bisa menggeleng dan melenggang. Pikirnya, wanita paruh baya itu hanya ingin meminta uang. Mencari alasan dan ulah seperti biasa.
"Erika! Untuk apa kau pasang susuk? Hah?"
Erika menghentikan langkah, tercengang. Dari mana ibunya mengetahui tentang susuk yang baru saja ia pasang?
"Bodoh! Sebelum terlambat, kau kembali ke Emak dan lepas susuk itu!"
"Ibu ngomong apa? Aku tidak paham!"
"Apa? Tidak paham! Kau bisa membohongi semua orang. Tapi tidak denganku. Kau pikir selama ini aku tidak tahu pekerjaanmu di kota apa? Lalu, sekarang, kau pasang susuk. Untuk apa? Menggaet lelaki? Sebelum semua terlambat dan kau terjebak seperti aku, lepaskan!"
"Maksud, Ibu?"
Tanya dalam hatinya membuncah. Namun, wanita paruh baya itu tidak menjelaskan apa-apa. Ia pergi meninggalkan Erika yang masih mematung penuh tanya.
Wanita paruh baya itu berlari keluar, entah kemana. Erika berusaha tidak peduli. Akan tetapi hati meminta untuk mengejarnya. Tampak dari kejauhan wanita yang ia kejar mengarah ke jalan besar. Erika terus mengejar tetapi tiba-tiba sebuah bis yang sedang melaju kencang menabraknya.
"Ibu, awas!" teriak Erika dari kejauhan. Ia terus mengayunkan kaki mendekat. Terlambat, wanita itu telah tersungkur ke aspal dengan wajah berlumuran darah. Namun, matanya terbuka, menatap Erika tajam.
"Ka-kau ak-akan me-nye-sal," ucapnya terbata. Napas berhenti begitu saja. Erika teriak histeris dan membuat warga sekitar berkumpul.
***
Entah apa maksud dari pesan terakhir ibunya. Erika tidak paham. Apa ada maksud dari susuk yang ia pakai? Lalu, bagaimana ibunya mengetahui Emak dan Erika meminta bantuan wanita tua itu?
"Sebelum semua terlambat dan kau terjebak seperti aku, lepaskan!"
Kata itu masih terngiang pada telinga Erika. Ia tidak tahu pasti, apa tebakannya benar. Namun, berulang hatinya membantah.
"Ka, woiiii…," teriak Femi.
Erika segera tersadar bahwa ia sedang melamun. Teringat kembali ibunya berpulang dengan cara menyedihkan.
"Ngelamunin Jojo?" tanya Femi lagi.
"Nggak, Fem. Gue lagi inget nyokap."
"Sabar, ya, Ka. Tapi, bukannya lu senang nyokap lu udah nggak ada jadi nggak ada lagi orang yang maksain lu ini-itu?"
Erika tidak menjawab. Ia membenarkan perkataan Femi. Namun, kini yang membuatnya teringat mendiang ibunya bukan karena itu. Melainkan karena maksud perkataan terakhirnya yang belum terpecahkan. Apa wanita paruh baya itu juga memasang susuk? Jika iya, siapa yang ia gaet? Apakah lelaki yang kini menjadi suaminya?
"Ka?"
"Eh, iya, Fem."
"Bengong lagi. Ya udah, lu istirahat deh. Pasti lu masih cape banget baru pulang. Gue tinggal, ya?"
Femi pun beranjak dari kamar kos Erika. Erika menghela napas panjang lalu merebahkan diri pada ranjang.
"Sudahlah… sekarang gue harus mikir cara bertemu dengan Jojo lagi. Lu tunggu ya, Sar. Akan ada kejutan selanjutnya dari gue."
Erika menepis pikiran tentang semua perkataan ibunya di akhir hayat. Mungkin hanya sebuah kebetulan wanita itu mengetahui. Bisa jadi ia hanya melihat Erika yang singgah ke rumah Emak. Lalu, menebak anaknya pasang susuk. Bukan 'kah Emak memang terkenal di kampungnya, orang dari jauh manapun yang datang ke sana ya, kalau tidak pasang susuk, mengirim santet.
Bersambung….
"Sayang, hari ini kita liburan di rumah, ya? Aku lagi capek banget. Seminggu ini banyak lembur," ucap Jojo. Tangannya memeluk lingkar pinggang Sari yang sedang berdiri di dapur, mencuci piring."Iya, Mas. Ya sudah kamu istirahat saja.""Oh, ya. Gimana lamaran kerja kamu, apa sudah ada balasan?""Belum, Mas.""Ya sudah, kamu sabar saja dulu. Biasanya maksimal satu bulan. Nanti aku cari tahu info lowongan kerja di tempat lain juga."Sari mengeringkan tangan dengan kain yang berada di dinding di sampingnya. Lalu, ia membalikkan badan, melingkarkan tangan pada leher Jojo."Iya, Sayang. Teri
Buntu. Jojo tidak bisa berpikir jernih. Pesan yang dikirim ke Erika pun tidak kunjung ada balasan. Kenapa wanita ini? Ia kembali mengirim pesan ke Erika, mencaci wanita itu. Menyalahkan semua kepadanya. Satupun pesan dari Jojo tidak direspon, hanya tawa Erika yang semakin geli membaca pesan-pesan itu.Jojo putus asa, meninggalkan gawainya begitu saja di meja ruang tamu. Ia berjalan menghampiri Sari yang berada di kamar. Namun, pintu terkunci. Ia mengetuk pintu dan memanggil nama istrinya. Beberapa kali tidak ada jawaban, sunyi."Sar… tolong buka. Ayo, kita bicarakan." Rayu Jojo mengiba."Apa lagi, Mas? Kebohongan lagi?" teriak Sari."Sar, kita sudah dewasa. Ayo, kita bicarakan. Jangan
Selama seharian, Jojo tak henti memikirkan Erika. Bayang wajah gadis itu mengusik terus. Senyumnya menggoda, seolah membuat Jojo tak tahan ingin memeluk. Bau parfum, masih terasa melekat di hidung. Hingga Jojo merasakan hadir Erika setiap detik harinya.Ia tak paham, meski sudah berusaha menepis semua tetapi Erika sangat nyata dalam pikirannya. Bahkan tawanya sesekali terdengar, suara lembut Erika pun selalu berbisik kata cinta. Apa yang terjadi? Apa ini kejadian lagi seperti kemarin saat dia berusaha melepas Erika. Akan tetapi, kali ini rasanya lebih ada tarikan yang memperkuat.Tatapan Jojo kosong, mengedarkan pandangan ke jendela bis yang menampilkan hutan dengan pepohonan di sepanjang perjalanan. Bahkan suara bising dari teman-teman yang sedang mengobrol selama perjalanan pulang tidak dapat ia dengar. Hanya ada suara Erika
Seperti biasa, selepas melaksanakan Solat Subuh, Jojo bersiap berangkat kerja. Saat ia membuka pintu, percikan merah di teras mengganggu pandangannya. Matanya terbelalak menyaksikan."Sar, Sari…," teriak Jojo. Istrinya bergegas menghampiri sumber suara. Matanya ikut terbelalak saat mengarahkan pandangan ke tempat jari telunjuk Jojo."Apa itu, Mas?" Mereka saling pandang. Percikan itu tidak sedikit tetapi dari teras hingga ke pintu pagar. Bahkan ada bau anyir yang berseliweran.Segera Jojo menghampiri salah satu percikan merah itu. Mencoba mencium bau dan menerka."Amis," ucap Jojo. Pikiran negatif Jojo kembali merasuk, apa ada hubungan dengan Erika? "Kalau di kampung ini namanya&hellip
Lelaki bermata sipit itu bergegas mengenakan pakaiannya saat melihat waktu sudah pukul sebelas malam. Erika yang sudah tertidur pulas, terbangun mendengar suara ikat pinggang Jojo terjatuh ke lantai."Kamu, mau kemana, Honey?" tanya gadis itu."Aku harus kembali ke rumah.""Nggak nginep aja?""Tidak. Istriku bisa curiga. Aku pasti kembali."Jojo meninggalkan kecupan pada kening Erika dan menghampiri ojek yang telah ia pesan melalui aplikasi online. Langkahnya sedikit terburu-buru dan ketika menemui supir ojek pun ia meminta untuk cepat mengantar. Tidak ingin Sari berpikir aneh atau curiga.
Sepasang suami-istri itu tengah menikmati makan pagi yang terlanjur siang di warung dengan sangat menikmati. Mereka saling berkomentar tentang cita rasa masakan yang baru kali pertama dicoba. Bahkan Jojo yang masih merasa belum kenyang, membuka buku menu lagi. Ia penasaran dengan sebuah gambar yang menampilkan makanan dibungkus dengan daun pisang."Golla kambu," ucap Jojo. "Ndok, tolong pesan ini seporsi. Kamu mau tambah makanan lainnya nggak?""Hmmm apa itu, Mas, golla kambu?""Entah. Kayanya menarik. Makanya kita harus coba.""Ya sudah, aku pesan es pisang ijo. Tapi, bantu habiskan, ya, Mas?" Jojo mengangguk menanggapi. Sari segera memanggil pelayan dan memesan lagi.
"Ayo, Ndok. Cepetan!" teriak Jojo. Sari bergegas menghampiri sumber suara dan mengikuti langkah Jojo yang sudah berjalan lebih dulu.Mereka kembali ke bibir pantai untuk menikmati makan malam. Suasana terlihat ramai, beberapa orang sudah asik bercengkrama dengan orang terdekat mereka. Sepasang suami-istri itu pun memilih bangku tempat makan dan memesan beberapa menu masakan laut yang menggoda.Saat menanti makanan disajikan, Jojo meminta Sari melihat ke langit. Malam yang cerah bertabur bintang. Tak lama ada kembang api menghiasi langit. Mencerahkan suasana gelap. Lalu, Jojo mencium tangan istrinya. Membuat wanita berbibir tipis itu mengalihkan pandangan ke lelaki di depannya."Ndok, aku udah mengganti kalungnya," ucap Jojo. Ia mengulurkan sebuah kotak mera
Seperti biasa, Jojo telah bersiap berangkat kerja sejak selesai Solat Subuh. Begitu pun Sari yang ikut bersiap-siap membersihkan diri. Ia juga akan pergi pagi karena ada panggilan wawancara kedua.Jojo berangkat lima menit setelah jadwal bis jemputan tiba. Saat ia sampai di halte, tentu bis pun sudah tidak ada. Ia segera menghentikan bis dari seberang jalan dan menyebrang.Suara ketukan di kamar kos Erika membuat gadis itu yang baru bangun tidur segera menghampiri dengan malas karena kantuk masih mengganggu. Namun, seketika tubuhnya melonjak kala mengetahui tamunya yang datang pagi-pagi itu."Wow! Keras banget pelukan kamu, Honey?" ucap Jojo, terkejut yang mendapat perlakuan dari Erika."Iya,