Erika diam seribu bahasa. Tidak percaya dengan apa yang dilakukan Jojo. Lelaki itu pergi begitu saja. Tidak menghiraukan tangisnya. Sesak pada dada Erika semakin menjadi. Ia terisak sendiri tanpa seorang pun yang menjadi penenang. Namun, ia sadar, Jojo sudah tidak mencintainya lagi. Mungkin juga efek parfum pelet telah memudar.
Apa ia harus menemui Emak lagi, menambah ilmu pelet? Atau menemui Sari, memberitahu hubungan gelap dengan suaminya agar wanita itu yang pergi meninggalkan Jojo?
Sementara Jojo yang tiba di dalam mobil, mencaci dirinya. Ia tidak tahu mengapa bisa sejauh ini mencintai Erika dan tidak bisa melepaskan gadis itu. Disisi lain, Jojo pun tidak rela melepaskan wanita seperti Sari yang sudah menerima masa lalunya. Penyesalan itu semakin menjadi, kala bayang Erika muncul dalam benaknya, bermain dengan lelaki lain.
Jojo tidak rela jika gadis itu masih bersama lelaki lain. Namun, ia juga tidak bisa mengikuti ingin Erika.
"Ah! Brengsek!" teriak Jojo. Tangannya memukul stir mobil berulang.
Lalu, ia segera melaju dengan mobil menuju kantor cabang dengan penuh amarah. Kakinya pun menginjak gas semakin dalam. Menjadikan ini sebagai pelarian hati yang kecewa.
***
Erika mengemasi barangnya. Sesekali isak tangis masih menemani gadis seksi itu. Sesaat ia berdiri di depan pintu kamar, saat di lorong. Menengok ke arah kamar sebelah yang tertutup rapat, ingin menemui Sari. Namun, langkah kakinya tertahan. Hatinya berbisik, bukan jalan yang terbaik. Justru memperkeruh keadaan.
"Bukankah Jojo sedang mencintai wanita itu dengan tulus? Tanpa ada bantuan goib seperti yang aku lakukan sekarang?" gumam Erika.
Gadis itu mengurungkan niat dan segera membawa barang-barangnya. Langkahnya membawa diri menuju lobi untuk melakukan check-out. Ambar yang melayani Erika, merasa heran. Mengapa gadis itu keluar hotel sendiri?
"Ini kartu identitasnya, ya, Bu. Terima kasih telah menginap di hotel kami," ucap Ambar.
Sesaat Erika terdiam memandang kartu Jojo yang berada di tangannya.
"Mbak, bisa tolong…"
***
Erika tiba di kediaman Emak. Lagi-lagi wanita tua itu menyambut dengan senyuman lebar kedatangan Erika. Gadis itu tampak bingung. Tidak tahu arah, kemana lagi mengadu? Meminta pertolongan? Percaya pada Tuhan saja, tidak. Baginya, saat ini yang bisa menolongnya adalah si dukun tua itu.
Meski Erika malas menemuinya, ia memaksakan diri bersabar sedikit agar mendapatkan apa yang diinginkan.
"Tertarik pasang susuk?" tanya Emak tanpa b**a-basi.
Belum sempat Erika melangkah masuk ke rumah wanita tua itu, sebuah tanya membuatnya mematung di depan teras. Apakah itu yang Erika ingin? Pasang susuk? Sebelumnya ia menolak. Namun, apakah sudah ia putuskan secepat ini?
Emak tersenyum lebar sambil menggosok sirih ke giginya. Setelah membuang sirih yang baru saja ia masukkan ke mulut, ia mengajak Erika masuk. Mempersilakan gadis itu duduk di dalam.
Erika mengunci pandangannya ke wanita tua itu. Berpikir berulang bahwa keputusannya benar. Dengan berat hati, menarik napas dalam.
"I-iya, Mak. Saya mau pasang susuk," ucap Erika.
Sebuah keputusan yang ia ambil ketika marah. Akankah membawa kebenaran? Namun, Erika tidak peduli. Saat ini yang Erika pikirkan hanyalah bagaimana cara menjadikan ia satu-satunya wanita yang Jojo cinta dan dinikahi.
"Dimana?" tanya Emak lagi.
"Saya… saya tidak tahu. Bagusnya gimana, Mak? Agar lelaki itu seutuhnya menjadi milik saya. Saya ingin dia bercerai dengan istrinya dan menikahi saya."
Tawa Emak melengking, membuat Erika terkejut. Ia menundukkan pandangan. Apa ada yang salah dengan tanya itu? Namun, memang begitu kenyataannya yang sangat Erika inginkan.
"Kau yakin? Tidak mau dengan lelaki lain?"
Erika tidak menjawab. Kedua tangannya saling meremas. Tatapan Emak pun semakin tajam, membuat Erika menjadi ragu. Bukankah wanita tua itu yang memberi saran untuk pasang susuk? Mengapa kini tatapan tajam milik Emak justru membuat pelanggan di hadapannya tidak yakin?
"Hei! Aku tawarkan kau susuk bukan hanya untuk menggaet satu lelaki. Tapi lelaki manapun yang kau inginkan. Tapi, jika kau hanya ingin satu lelaki…," ucap Emak seolah mengetahui isi hati Erika.
Erika menajamkan pandangan sedangkan telinga menanti ucapan selanjutnya dari Emak. Namun, wanita tua itu kembali tergelak, tak tahan melihat wajah Erika yang begitu serius dan penasaran.
Hal itu membuat Erika kesal. Ia membuang kasar napasnya dan mengalihkan pandangan dari wajah Emak.
"Apa maksud tawa dari wanita tua ini?" ucap Erika dalam hati. "Jika bukan karena Jojo dan aku memiliki kenalan dukun lainnya, sudah pasti tidak akan kembali kesini."
"Pantas saja lelaki itu berhenti mencintaimu," kata Emak.
Erika membulatkan matanya, menatap kembali wajah wanita tua itu. Apakah Emak akan membantunya? Mengapa justru menyalahkan Erika tanpa tahu sebabnya?
"Apa maksud Emak?"
"Hei, Gadis Cantik. Pelet itu tidak bekerja sendiri. Bukan berarti kau telah semprotkan parfum itu, lantas lelakimu akan terus jatuh hati. Meski kau berbuat semena-mena. Pelet yang kuberikan dosis terendah."
"Dosis? Seperti obat saja," ketus Erika.
"Ya, memang seperti obat. Semakin rendah dosisnya semakin murah bayarannya, begitu pun sebaliknya dan kau, jangan semena-mena memperlakukan lelaki itu. Kau juga harus tetap menjaga sikap dan sifat egoismu. Terlebih jika kau ingin memasang susuk yang terkhusus lelaki itu. Tidak murah dan banyak ritual yang harus dijalani. Serta ancamannya nyawa. Maka, aku tanyakan lagi, apa siap dan yakin? Tidak mau mencoba yang biasa saja?"
"Kenapa Emak tidak jelaskan dari awal tentang menjaga sikap?" Emak kembali tergelak mendapat tanya dari Erika. "Apa sih maksudnya, dari tadi saya bicara, Emak malah tertawa tanpa menjawab?"
"Rileks, Gadis Cantik. Kau terlalu terburu-buru untuk mendapatkan lelaki itu. Saranku sekarang, kau dekati dia dan berikan rayuan manis lagi. Karena aku yakin, jika sekarang kau pasang susuk, uangmu tidak cukup. Bukankah tadi dia hanya memberimu uang lima ratus ribu?"
Erika menunduk. Darimana wanita tua itu tahu?
"Jangan kau tanyakan dari mana. Kembalilah ke kota dan temui dia lagi. Jika efek dari pelet parfum itu memudar, dan kau sudah memiliki uang lebih, kita atur waktu untuk melakukan ritual pasang susuk."
Erika mengalah dan menuruti perkataan Emak. Lalu, ia pamit pulang. Tidak menuju rumah orang tuanya. Ia malas mendengar keributan jadi Erika putuskan langsung kembali ke kos. Menenangkan diri sejenak dan menyusun rencana lagi untuk berbaikan dengan Jojo
Sementara Jojo yang telah menyelesaikan pekerjaannya, ia bersama Sari melakukan check-out hotel.
"Ini kartu identitasnya, Bu. Terima kasih telah menginap di hotel kami," ucap Ambar.
"Loh?" Sari menatap heran kartu identitas yang diberikan Ambar ada dua. Mengapa kartu Jojo juga ada di hotel ini?
Belum sempat tanya Sari terlontar, Jojo segera meraih kartu miliknya. Melenggang pergi dari lobi menuju parkiran. Wajahnya yang pucat ia netralkan dengan tidak menunjukkan ke Sari.
Sari yang masih bingung hanya bisa saling pandang dengan Ambar dan segera mengejar langkah Jojo. Tak ada penjelasan apapun dari mulut Jojo mengenai kartu identitasnya. Mereka saling diam selama perjalanan. Wajah cemas dan gelagat aneh sangat terlihat dari wajah suami Sari. Namun, wanita itu tak berani bertanya. Menanti waktu yang tepat untuk mendapatkan jawaban.
Bersambung….
Suasana sunyi masih menyelimuti perjalanan Jojo dan Sari. Lelaki itu tidak tahu, bagaimana cara menjelaskan ke Sari tentang kartu identitasnya. Apa yang dipikirkan Erika? Mengapa ia sengaja menitipkan kartu Jojo ke resepsionis. Padahal bisa saja ia berikan nanti saat bertemu.Bukankah mereka berdua harus bertemu dan menjadikan kartu itu sebagai alasan? Apa Erika sengaja ingin membuka perselingkuhan mereka di depan Sari? Jika iya, lelaki yang dicintainya sudah pasti tidak akan kembali lagi, justru benar-benar menjauh.Suara klakson mobil dari belakang mengagetkan Jojo. Matanya melirik ke arah rambu lalu lintas yang sudah berubah hijau. Sementara Sari hanya bisa berpikir positif bahwa suaminya sedang memiliki masalah di pekerjaan sedangkan tentang kartu itu, ia tak bisa menerka-nerka. Khawatir terjadi pemikiran buruk yang memperk
"Ndok, taksinya sudah datang," teriak Jojo dari depan pintu masuk. Lelaki bermata sipit itu menghampiri mobil yang terparkir di depan rumah dinas dan meminta supir menanti sebentar.Tak lama Sari berjalan keluar tanpa tas besar karena memang kepergian ke Jakarta hari ini untuk mengambil barang-barang yang masih ada di rumah orang tuanya. Jadi dia tidak membawa banyak barang agar kepulangan ke Kalimantan pun tidak terlalu banyak bawaan lagi.Ia menghampiri suaminya lalu mencium dengan takzim punggung tangan Jojo yang telah membukakan pintu taksi."Kamu, hati-hati di jalan, kabarin aku kalau sudah sampai, ya?""Iya, Mas.""Jangan lupa salam
[Sayang, maaf. Semalam kamu video call aku sedang di toilet. Terus lupa mau balas karena ketiduran. Kamu sudah sarapan?]Sari tersenyum membaca pesan singkat Jojo. Baru juga satu malam mereka berjauhan, tetapi rasa rindu telah bergejolak mengusik hati. Ingin segera kembali bertemu.[Aku lagi buat sarapan. Kamu sarapan apa, Mas?][Kamu masak apa? Aku lagi cari sarapan sambil lari pagi.]"Pagi, Pak, Bu. Silakan menikmati sarapannya," ucap seorang wanita paruh baya yang baru saja menyajikan nasi goreng seafood ke meja tempat Jojo dan Erika duduk. Jojo pun segera meletakkan gawai dan menikmati sarapan bersama pacar gelapnya di tepi pantai.Tentu jaw
Panggilan telepon dari Erika tak henti, mencari kabar tentang kekasihnya yang belum juga memberi jawaban. Hilang tanpa sebab. Bukankah kemarin baru saja mereka bersenang-senang? Apa yang direncanakan Jojo sekarang? Apa lelaki itu sengaja?Semua tanya mengguncang hati Erika. Kegelisahan akan kehilangan lagi pun merasuk. Namun, Erika mencoba bersikap baik dan wajar. Ia mengirim pesan manis meski amarah telah terlontar dengan kasar dari bibir berulang."Ah! Ada apalagi, sih? Lihat saja kau wanita perebut pacar orang, aku akan membuatmu menderita juga. Tak 'kan aku biarkan dengan mudah Jojo kembali," ucap Erika dengan bibir bergetar.Ia yakin, pasti ada sesuatu lagi yang terjadi dengan Jojo. Namun, pikiran Erika tidak dapat menebak. Ia hanya bisa melontarkan am
Rumah masih tampak sepi, Jojo baru saja selesai membersihkan diri setelah bekerja seharian. Ia duduk di pinggir ranjang. Mengecek beberapa pesan masuk. Embusan napas kencang keluar dari hidungnya, merasa lega. Tidak ada satu pun pesan dari Erika atau Femi yang menandakan gadis itu baik-baik saja, pasti. Pikiran Jojo melayang. Ia masih tak menemukan jawaban atas sikapnya kemarin yang telah tega menduakan Sari. Perasaan bersalah pun terus mengusik. Hingga jemarinya mulai menghapus jejak tentang hubungan terlarang. Dimulai dari percakapan pesan, panggilan, struk booking hotel dan lain-lain. Jojo terlelap dalam tidur setelah menyelesaikan semua. Kurangnya beristirahat membuat ia begitu cepat pulas malam ini. Sementara Erika bersama beberapa temannya, asik
Sari meraih kotak merah muda yang terjatuh di lantai. Mencari apakah ada pesan di dalamnya. Nihil. Bahkan di plastik hitam pembungkus kotak pun hanya ada nama dan alamat lengkap Sari. Ia hanya bisa mengelus dada berulang, mencoba memahami maksud dari semua. Kira-kira siapa pelakunya?Wanita itu menggeleng, menolak pikiran yang langsung tertuju pada Erika. Sari memilih mengambil gawai dan ia memfoto kotak itu. Lalu mengirimkannya kepada Jojo dan menceritakan kejadian aneh yang baru saja terjadi. Mungkin, Jojo mengetahui pelakunya.Orang yang mengetahui alamat baru mereka hanya teman-teman kerja Jojo. Tidak mungkin Erika tahu, pikir Sari.Sementara Jojo yang baru membuka pesan Sari, terdiam. Tentu, pikirannya langsung tertuju ke Erika, sama seperti Sari. Ia s
"Sayang, hari ini kita liburan di rumah, ya? Aku lagi capek banget. Seminggu ini banyak lembur," ucap Jojo. Tangannya memeluk lingkar pinggang Sari yang sedang berdiri di dapur, mencuci piring."Iya, Mas. Ya sudah kamu istirahat saja.""Oh, ya. Gimana lamaran kerja kamu, apa sudah ada balasan?""Belum, Mas.""Ya sudah, kamu sabar saja dulu. Biasanya maksimal satu bulan. Nanti aku cari tahu info lowongan kerja di tempat lain juga."Sari mengeringkan tangan dengan kain yang berada di dinding di sampingnya. Lalu, ia membalikkan badan, melingkarkan tangan pada leher Jojo."Iya, Sayang. Teri
Buntu. Jojo tidak bisa berpikir jernih. Pesan yang dikirim ke Erika pun tidak kunjung ada balasan. Kenapa wanita ini? Ia kembali mengirim pesan ke Erika, mencaci wanita itu. Menyalahkan semua kepadanya. Satupun pesan dari Jojo tidak direspon, hanya tawa Erika yang semakin geli membaca pesan-pesan itu.Jojo putus asa, meninggalkan gawainya begitu saja di meja ruang tamu. Ia berjalan menghampiri Sari yang berada di kamar. Namun, pintu terkunci. Ia mengetuk pintu dan memanggil nama istrinya. Beberapa kali tidak ada jawaban, sunyi."Sar… tolong buka. Ayo, kita bicarakan." Rayu Jojo mengiba."Apa lagi, Mas? Kebohongan lagi?" teriak Sari."Sar, kita sudah dewasa. Ayo, kita bicarakan. Jangan