Lentera tidak memiliki keinginan untuk menikah meskipun usianya sudah lebih dari matang untuk berumah tangga. Perempuan dengan segala sikap independentnya itu merasa hidupnya lebih dari sempurna tanpa sosok lelaki yang hanya akan menyusahkannya. Sayangnya, keluarganya tidak tinggal diam dan mencarikan jodoh untuknya. Adalah seorang lelaki bernama Raynar yang pada akhirnya menjadi sosok suami pilihan orang tuanya. Pernikahan yang pada awalnya dia kira membosankan, ternyata membuka sedikit demi sedikit tabir kehidupan menyedihkan suaminya. Sampai dia terjebak di dalamnya dan tidak bisa lagi keluar. ***
View More“Berhentilah mengirimkan bunga ke kantorku dan berhenti bersikap seolah kamu adalah suami yang baik. Kita sudah sepakat menjalani hidup kita masing-masing di belakang keluarga kita.”
Suara Lentera memenuhi ruangan keluarga di mana terdapat Raynar yang duduk di sofa dan tengah menekuni tabletnya. Hari sudah malam dan Lentera baru saja pulang dari kantor. Pertama, karena dia sengaja pulang telat agar dia bisa menghindari Raynar. Kedua, dia memang sangat gila kerja.
Ketika Raynar menoleh dan menatap sosok Lentara, aura hitam sudah menguar dari dalam tubuh istrinya. Tatapannya dipenuhi permusuhan dan tidak ada kehangatan dalam sorotnya. Sikap itulah yang selalu dia terima dari Lentera sejak mereka menikah satu bulan yang lalu.
Raynar memutuskan untuk meletakkan tabletnya di atas meja, lalu berdiri menghadap Lentera. Menatap wajah lelah bercampur amarah milik istrinya sebelum menanggapi ucapan perempuan itu.
“Ini sudah larut malam dan kamu perlu istirahat setelah seharian bekerja. Kamu pasti capek. Kalau ada yang nggak puas tentang sesuatu, kita bisa bicarakan besok.” Begitulah jawaban yang diberikan oleh Raynar kepada Lentera dengan nada yang lembut.
Jawaban tenang Raynar memantik api amarah yang ada dalam diri Lentera. Dia muak dengan sikap pura-pura baik suaminya. Seharusnya lelaki itu membalas setiap ucapannya dengan kata-kata tajam dan keras sehingga bisa membuat Lentera memiliki alasan jika mereka memang tidak pernah cocok.
Sayangnya, Raynar memilih bersikap sebaliknya dan hal itu membuat Lentera kesal luar biasa. Sejak mereka menikah, Raynar selalu bersikap selayaknya seorang suami yang baik. Hal itu membuat Lentera merasa kebenciannya bertambah berkali lipat.
“Jangan berpura-pura lagi. Tunjukkan saja sifat aslimu dan tidak perlu bersikap baik kepadaku,” tantang Lentera dengan nada tegas sembari menatap Raynar. “Jangan merecoki hidupku dengan segala tindakan bodoh yang kamu lakukan!”
Selama satu bulan ini sejak dia sah menjadi istri Raynar, lelaki itu terus saja mengirimkan bunga ke kantornya. Bunga yang dikhusukan untuk Lentera. Bagi orang yang melihat, itu adalah sebuah tindakan romantis, tetapi bagi Lentera, itu sebagai sebuah petaka.
Raynar memang tengah berusaha menarik perhatian istrinya. Namun, semua tindakannya tidak cukup mampu meluluhkan hati perempuan itu.
“Jangan buat aku semakin membenci kamu, Ray. Sejak awal aku sudah bilang, aku benci pernikahan. Sekeras apa pun kamu mencoba, aku tidak akan luluh dan mengubah pendirianku,” tegas Lentera dengan tajam. “Pernikahan ini akan berakhir sia-sia karena aku dan kamu tidak akan pernah menjadi kita!”
Di awal pernikahan mereka, Lentera sudah menunjukkan sikap antipatinya. Bahkan memberikan penawaran kepada Raynar agar mereka bisa segera berpisah di waktu yang sudah ditentukan. Sayangnya, Raynar menolak dan dia akan tetap melanjutkan pernikahan mereka.
“Kalau sejak awal kamu mundur, kita tidak akan terlibat dalam hubungan gila seperti ini!” imbuh Lentera mengeluarkan emosi yang tak terbendung. “Bunga-bungamu itu, setiap pesan yang kamu kirimkan, itu sangat menggangguku. Jadi, hentikan mulai sekarang. Satu-satunya hal yang aku inginkan adalah bercerai denganmu.”
Sikap berapi-api yang ditunjukkan oleh Lentera berbanding terbalik dengan ketenangan yang ditunjukkan oleh Raynar. Lelaki itu seolah tidak terpengaruh dengan konfrontasi yang ditunjukkan istrinya kepadanya. Namun, bagi Lentera, sikap Raynar ini hanyalah topeng yang digunakan untuk menutupi kebusukannya.
Setelah lelaki itu lelah menghadapinya suatu hari nanti, Raynar pasti akan memperlihatkan watak aslinya. Oleh karena itu, Lentera selalu membuat masalah dengan suaminya tersebut agar Raynar bisa menunjukkan sifatnya yang sebenarnya.
Lelaki itu mendekat ke arah Lentera. Menatap wajah cantik perempuan itu lebih dekat lagi, lalu dia bersuara, “Seperti halnya kamu yang ingin mengakhiri pernikahan kita, aku justru ingin tetap mempertahankannya. Jadi, perpisahan yang kamu inginkan tidak akan pernah kamu dapatkan.”
Inilah yang membuat rasa kesal Lentera kepada Raynar berkali-kali lipat. Lelaki itu tidak mudah dihadapi dan keras kepala. Jika mereka memiliki misi yang sama, semuanya pasti akan mudah diatasi. Namun, keinginan mereka jelas-jelas bertolak belakang.
Lentera dengan keinginan untuk berpisah, sedangkan Raynar ingin tetap bertahan. Mereka pun sama-sama kukuh dengan keinginan mereka masing-masing.
“Kamu benar-benar memuakkan dan aku sangat membencimu. Harusnya kamu bisa paham jika aku menolakmu, menolak pemberianmu, dan menolak keberadaanmu.”
Lentera tidak pernah menahan ucapannya di depan Raynar. Membuat Raynar sakit hati karenanya adalah tujuan utamanya agar lelaki itu tak tahan dan pergi dari kehidupannya. Pada awalnya, Lentera tidak menyalahkan lelaki itu. Namun, Raynar tidak bisa diajak bekerja sama.
Pernikahan mereka terjadi karena sebuah perjodohan gila yang dilakukan oleh para orang tua. Dua keluarga itu menjodohkan anak-anak mereka tanpa peduli Lentera menentang rencana tersebut.
Suaranya seolah tidak didengarkan dan itu membuat Lentera marah luar biasa kepada orang tuanya. Namun, usianya yang tidak memiliki pilihan. Dia seorang gadis berusia 34 tahun dan tidak memiliki rencana untuk menikah. Menurutnya, dia tak perlu melibatkan diri dengan drama rumah tangga seperti orang-orang di luar sana.
Atas dasar itulah perjodohan tersebut dilakukan tidak peduli jika Lentera sudah menolak mati-matian.
“Apa kamu berpikir setelah mengakhiri pernikahan kita, lantas masalahmu akan selesai sampai di sana?” tanya Raynar tiba-tiba menahan langkah Lentera yang hampir pergi. “Kalau bukan aku, akan ada orang lain yang mengisi posisiku sebagai suamimu.”
Lentera diam tidak menjawab. Tidak bisa dipungkiri jika ucapan Raynar memang benar. Kalau bukan Raynar, pasti ada lelaki lain yang akan menjadi suaminya. Namun, menikah juga tidak masuk dalam list kehidupannya. Dia merasa cukup dengan dirinya sendiri.
Sejak dulu, Lentera selalu menganggap pernikahan hanyalah beban dan dia tak perlu terlibat dengan drama rumah tangga yang menyebalkan.
“Kalau sejak awal kamu menolak, maka semuanya akan menjadi mudah dan kita tidak akan pernah berada di dalam kondisi yang seperti ini. Sayangnya, kamu terlalu lemah untuk menolak keinginan konyol orang tuamu.”
“Tapi, sejak awal pun aku tidak pernah menolak rencana mereka,” beber Raynar.
Seketika rahang Lentera menguat mendengar penuturan Raynar. Dia ingat betul saat mencoba menemui Raynar untuk membicarakan masalah perjodohan mereka kala itu. Maksud Lentera adalah agar Raynar juga menolak rencana tersebut, tetapi saat itu Raynar tidak bisa ditemui.
Tahu-tahu, lelaki itu sudah menjadi suaminya dengan melakukan ijab qabul di hari pernikahan mereka. Saat itulah, kali pertama Lentera bertemu dengan seorang Raynar Sujatmiko. Lelaki yang sudah sah menjadi suaminya.
“Jadi, itu adalah alasannya kenapa kamu sengaja tidak mau menemuiku saat itu?” tanya Lentera setelahnya. “Kamu sengaja menghindar agar pernikahan itu tetap berjalan.”
“Itu adalah salah satunya. Tapi, ada hal yang lebih penting yang harus aku kerjakan di luar sana.”
Lentera tidak akan pernah melupakan usahanya ketika dia mencoba untuk menghubungi Raynar. Mulai dari mencari kontaknya, mendatangi kantornya, dan segala macam cara sudah dia lakukan. Sayangnya, semua usahanya gagal.
Sekarang, dia mengerti jawabannya. Raynar memang sengaja tidak ingin bertemu dengannya karena lelaki itu tahu jika Lentera akan memintanya untuk menolak perjodohan tersebut.
“Demi Tuhan, Raynar, sikapmu ini membuatku semakin membencimu.” Di sisa-sisa kewarasannya, Lentera menekankan kalimat kebencian itu kepada Raynar agar lelaki itu sadar.
Sayangnya jawaban Raynar tak sesuai yang diharapkan. “Tapi, aku menyukaimu. Itulah kenapa aku bersedia dijodohkan denganmu.”
***
Lentera merasa tenang akhir-akhir ini karena sudah ‘berdamai’ dengan keadaan. Bukan dia dengan mudah menyerah, tetapi faktanya, dia tidak bisa melakukan banyak hal karena semua keluarganya menghalangi usahanya.Maka jalan satu-satunya adalah dengan menerima pernikahan ini dengan caranya. Lantas akan sampai kapan semua ini berlaku? Lentera pun tidak tahu. Dia akan menjalani saja sampai benar-benar lelah.Ketukan pintu kamar Lentera membuat si empunya harus mendesah panjang. Matahari belum muncul dan Lentera masih tiduran di atas ranjang sambil memaninkan ponselnya. Namun, dia mau tak mau harus bangun dan melihat siapa yang sudah mengetuk pintu.“Selamat pagi, Tera.” Raynar tersenyum dengan cerah bak mentari pagi ketika menatap Lentera yang ada di depannya. “Ini hari minggu dan aku mau ajak kamu jalan-jalan. Kamu nggak ada kegiatan apa pun ‘kan?” tanya Raynar.“Tiba-tiba banget.” Tidak ada rasa antusias yang dirasakan oleh Lentera dengan ajakan Raynar.“Jalan kaki selama tiga puluh meni
Aroma lezat itu terdeteksi oleh hidung Lentera ketika dia baru saja turun dari lantai dua. Dengan langkah panjang, dia segera masuk ke dalam ruang makan dan melihat Raynar berdiri di depan kompor.Secara alami, Lentera mendekat untuk melihat apa yang dimasak oleh Raynar. Itu adalah nasi goreng dengan suiran ayam. Dia tak mengatakan apa pun dan hanya melihat bagaimana lincahnya Raynar mengaduk nasi tersebut di atas wajan.Mengambil sendok, Raynar menyendokkan sedikit nasi tersebut sebelum memberikan kepada Lentera. “Cobalah. Kalau rasanya kurang pas, aku bisa memperbaikinya.”Tanpa diminta dua kali Lentera langsung menerima nasi itu dari suapan Raynar. “Udah pas rasanya.” Begitu katanya.“Kalau begitu, kamu duduk aja. Aku akan menyiapkan untukmu.” Raynar tersenyum kecil dengan penuh ketulusan.Lentera lagi-lagi menurut. Dia memilih untuk duduk di kursi makan dan menunggu Raynar. Tak lama, Raynar membawa dua piring nasi goreng dan meletakkan satu piring di depan Lentera dan satu lagi te
Lentera menatap punggung Raynar yang menjauh dari pandangannya. Tidak bisa dipungkiri ucapan Raynar itu adalah pukulan telak untuk hatinya. Pertama kalinya, Raynar berbicara dengan nada ketus. Itu tanda jika lelaki itu benar-benar tengah dalam kondisi perasaan yang tidak baik-baik saja.Dia hanya bisa berdiri dengan tubuh yang terasa membeku. Tiba-tiba saja dia merasa perasaannya juga tidak nyaman.“Astaga.” Begitu katanya dengan hembusan napas panjang. “Kenapa aku harus merasakan ini?” Lentera berlalu dari tempat itu untuk masuk ke dalam rumah.Dia tak menemukan Raynar di ruang keluarga, pasti lelaki itu ada di ruang kerjanya atau bahkan di kamarnya. Lentera tidak ingin mengganggu lelaki itu dan memilih untuk pergi ke kamarnya sendiri.Kejadian hari itu pada akhirnya, membuat hubungan Raynar dan Lentera yang tadinya hampir membaik pun kembali renggang. Bahkan, Lentera jarang sekali melihat kemunculan Raynar di rumah mereka. Dia yang entah kenapa mengubah jadwal kerjanya menjadi lebih
“Kalau aku mau egois, aku akan memaksamu untuk melakukan apa yang aku mau, Lentera. Tapi, aku nggak mau melakukannya karena keterpaksaan. Jadi, lupakan saja apa yang aku katakan tadi.”Kalimat itu adalah kalimat yang Raynar katakan ketika mereka sudah sampai di depan kantor Lentera. Raynar tahu betul Lentera tidak nyaman dengan permintaannya dan dia memang sengaja memberikan jeda untuk Lentera berpikir. Faktanya ketika dia meminta hal itu, Lentera terdiam seribu bahasa.Tidak ada penolakan, tetapi ekspresi wajahnya tidak menentu. Ada keraguan yang terlihat, tetapi dia seolah berpikir untuk menerimanya.Setelah mengantarkan Lentera, Raynar memilih kembali ke kantor. Namun, dia tak lagi mengambil lembur karena dia tahu kondisi fisiknya belum benar-benar membaik. Dia pulang saat matahari masih berkuasa.Membaringkan tubuhnya di kasur, Raynar menatap langit-langit kamar. Setelah Lentera nanti pulang, mungkin pembahasan tentang Raynar dan keluarganya masih akan menjadi topik obrolan mereka
Raynar sejak tadi hanya terus memasang wajah dinginnya. Lentera menyaradi itu, tetapi dia tak bisa berbuat apa pun kecuali hanya diam. Ini adalah pertama kalinya dia duduk bersama suami dan juga ayah mertuanya. Ditambah lagi ada kakak iparnya yang mengatakan jika dia ‘membenci’ Raynar.Tentu saja situasi mereka sangatlah canggung luar biasa. Raynar tampaknya tidak berniat mengawali obrolan dan terlihat tak acuh.“Kamu mau tambah sesuatu?” Namun, pada akhirnya dia menoleh pada Lentera dan menawarkan sesuatu. Tadinya dia yang duduk di depan Lentera memilih pindah dan duduk di samping istrinya.“Nggak. Aku udah kenyang,” jawab Lentera.“Kalau begitu, kita bisa pergi sekarang?”“Ya, pergi saja, Raynar. Anggap saja tidak ada kami di sini.” Brian menjawab ucapan Raynar membuat situasi semakin tidak nyaman.Raynar yang tadinya menatap Lentera itu pun segera mengalihkan tatapannya ke arah Brian. Tatapannya pada kakaknya itu dingin dan tajam. Mereka tak ubahnya seperti musuh yang berlindung da
“Bapak.” Bagas terkejut melihat bosnya muncul di kantor. “Bapak sudah lebih baik?” Bagas mengekori Raynar yang masuk ke dalam ruangannya. “Seharusnya Bapak tetap di rumah biar saya saja yang datang nanti.”Raynar terkekeh kecil. “Saya sudah lebih baik. Saya bosan kalau harus tetap berada di rumah.” Lelaki itu duduk di kursi sambil sesekali mengernyitkan dahinya. Ekspresinya itu tertangkap oleh netra Bagas dan kekhawatiran itu terlihat.Raynar mengangkat tangannya saat Bagas ingin mendekatinya. “Kamu berikan saja berkas yang perlu saya cek. Saya sudah sehat, Bagas.”Bagas menurut dan dia akhirnya hanya mengangguk. Membalikkan badannya untuk keluar dari ruangan Raynar sebelum dia mengambil berkas dari mejanya.“Bapak ingin dibuatkan minuman apa?” tanya Bagas setelah meletakkan tumpukan berkas di atas meja Raynar. “Bapak untuk sementara tidak boleh minum kopi dulu.”“Saya tahu. Nanti siang saja kamu bisa pesankan saya kelapa muda.” Bagas mengangguk dan menyetujui permintaan Raynar. “Dan
“Pagi.” Sambutan pagi itu membuat Lentera sedikit mengernyitkan dahinya. Raynar yang kemarin masih terlihat lemah itu kini sudah duduk di kursi makan sambil menatap lurus pada tabletnya. Tengah membaca berita pagi atau mungkin melihat bursa saham.Lelaki itu bahkan sudah rapi dengan kemeja kantornya dan jasnya diletakkan di kursi lainnya. Pemandangan itu terlihat sangat biasa, tetapi kali ini tentu saja sedikit berbeda karena Raynar dalam kondisi yang tidak baik. Setidaknya itulah yang ada di dalam pikiran Lentera.“Kamu udah mau kerja?” Lentera menatap suaminya dengan ekspresi heran. Raynar masih terlihat sedikit pucat, tetapi tampaknya, lelaki itu tidak memedulikan kesehatannya sama sekali. “Udah sehat?” lanjutnya lagi merasa penasaran.Lentera bahkan harus meneliti wajah Raynar dengan seksama untuk memastikan jika laki-laki itu benar-benar sudah sehat. Namun, dilihat dari segi mana pun, Raynar masih belum sembuh betul.“Ya, lumayan.” Raynar mendongakkan kepalanya dan menatap Lenter
Lentera tidak pernah membayangkan sebelumnya jika dia akan berada di ranjang yang sama dengan seorang lelaki yang berstatus sebagai suaminya. Dia berpikir, pernikahan hanyalah sebuah beban. Setelah dia menjalaninya, pemikiran itu tidaklah salah. Menikah hanya membuat masalah baru dalam hidupnya.Terlebih lagi, lelaki yang sekarang ada di sampingnya itu adalah pusat masalahnya. Raynar yang menjadi beban terberat dalam pikirannya. Lelaki yang penuh dengan misteri dan tetak-teki.“Aku dengar kamu mencariku ke mana-mana.” Suara Raynar terdengar mengalun di bawah keheningan ruangan luas bernuansa putih tersebut.Lentera pikir, Raynar sudah tidur, tetapi lelaki itu masih terjaga. Menolehkan kepalanya ke arah kanan, Lentera bisa melihat sisi wajah Raynar. Lelaki itu menatap ke langit-langit kamar dengan kedua tangan berada di atas perutnya.“Aku hanya nggak mau disalahkan kalau terjadi sesuatu sama kamu. Status istri ini ternyata memberatkan.” Lentera menjawab dengan sedikit rasa kesal. “Seb
“Boleh aku tahu kenapa kalian nggak akur?” tanya Lentera yang kini sudah menegakkan tubuhnya dan meredam gedoran jantungnya yang tiba-tiba saja semakin meningkat tajam.Lentera terus menatap Brian yang tengah menikmati makan siangnya. Dia berusaha untuk menahan diri agar tidak tergelung emosi yang tiba-tiba saja muncul. Dia sekarang sedang berhadapan dengan seorang kakak ipar yang seharusnya Lentera bisa menjaga sikap.“Raynar itu susah diajak bicara, keras kepala, dan serakah. Di mana pun dia, selalu saja merepotkan orang lain. Masalah yang tidak ada bahkan diada-adakan. Trouble maker.” Brian menatap Lentera ketika mengatakan dua kata terakhir. “Dia juga lelaki tidak tahu diri. Merasa dirinya paling tinggi dibandingkan orang lain. Dia sudah diperlakukan baik oleh kami, tetapi dia semakin tidak tahu diri.”Brian menyuapkan makanan terakhir sebelum meminggirkan piring ke sisi kirinya. Tatapannya pada Lentera pun tak putus sampai dia menenggak minumannya.“Aku sangat membencinya,” imbuh
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments