Pengantin Kedua Janardana

Pengantin Kedua Janardana

last updateLast Updated : 2024-08-25
By:  Olivia YoyetCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
143Chapters
1.9Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Menjadi istri kedua Arudra Janardana, itulah takdir yang harus dijalani Zivara Nadadhianti. Pernikahan mereka merupakan hasil perjodohan Ayah masing-masing, yang merupakan teman saat SMU. Arudra pada awalnya menolak untuk menikahi Zivara, karena dia telah memiliki kekasih, yakni Lanika Aqila, sekretaris di kantor rekan bisnisnya. Demi memenuhi permintaan ayahnya, Arudra bersedia menikah dengan Zivara, tetapi setelah dirinya menikahi Lanika. Pada Zivara, Arudra menerangkan jika dirinya tidak akan menyentuh perempuan tersebut. Selain itu pernikahan mereka juga hanya akan berlangsung selama setahun. Zivara mengiakan syarat itu, tanpa menduga bila pernikahan tersebut akan menjadi awal kisah cintanya yang tragis bersama Arudra.

View More

Chapter 1

A 01 - Istri Kedua

"Aku akan menikahimu, setelah aku dan Lanika menikah," tukas Arudra Janardana.

"Ehm, maksudnya, aku jadi istri kedua?" tanya Zivara Nadadhianti.

"Ya. Itu syarat yang kuajukan pada Papa, jika beliau tetap ngotot menjodohkan kita," terang Arudra. Dia mengamati perempuan berparas manis di kursi seberang. "Bagaimana?" tanyanya.

Zivara tertegun. Dia tidak menduga jika hal itu yang akan dibicarakan Arudra, saat menelepon dan mengajaknya bertemu siang tadi. "Apa aku boleh minta waktu untuk berpikir, Mas? Karena ini bukan hal sepele. Selain mengikatku dalam pernikahan, itu artinya keluarga kita juga terikat," pintanya.

"Kita hanya menikah selama setahun, dan aku tidak akan menyentuhmu. Supaya setelah kita bercerai nanti, kamu masih suci."

Zivara kembali terpegun. "Apa Mas paham hak dan kewajiban suami serta istri dalam pernikahan?"

"Aku paham. Kamu tidak perlu khawatir, tentang materi dan waktu bersama, aku tetap berusaha adil. Kecuali bagian itu, karena aku mencintai Lanika dan hanya dia yang akan memilikiku seutuhnya. Begitu pula sebaliknya."

"Adilnya seperti apa?"

"Aku akan memberimu nafkah lahir dalam jumlah yang sama, dengan yang kuberikan pada Lanika. Aku juga akan membeli dua rumah berharga dan luas yang sama, dengan perabotan lengkap. Hanya berbeda tempat. Demikian pula dengan waktu. Senin sampai Rabu, aku akan tinggal di rumahnya. Kamis hingga Sabtu, aku di rumahmu."

"Minggu, di mana?"

"Gantian. Misalnya, Minggu pertama dan ketiga, di sana. Minggu kedua dan keempat, bersamamu."

"Jika Mas tugas ke luar kota, bagaimana dengan pengaturan harinya?"

Arudra terkesiap. Dia melupakan bagian itu dan belum memiliki jawabannya. Pria berparas manis memaksa otaknya berpikir cepat untuk menemukan solusi.

"Tetap sesuai jadwal tadi, Zi," ungkap Arudra.

"Oh, berarti kalau ke luar kotanya Kamis sampai Minggu, pulangnya Mas langsung ke tempat dia, begitu?" desak Zivara.

"Ya."

"Itu nggak adil buatku."

"Ehm, gini aja, bagian itu kita bicarakan lagi nanti."

"Nanti, kapan?"

"Setelah kita menikah."

Zivara menggeleng. "Aku nggak mau begitu, karena mungkin saja aku yang akan dirugikan."

"Lalu, gimana? Apa kamu punya usul?"

"Hu um." Zivara memajukan badannya, sambil bertumpu pada kedua siku yang ditempelkan ke meja. "Aku tadi minta waktu berpikir. Nah, Mas juga ikut berpikir. Saat aku sudah punya jawabannya, Mas juga telah siap dengan solusinya," ungkapnya.

Arudra memerhatikan perempuan yang harus diakuinya sangat manis. Dia tidak mengira jika Zivara ternyata cerdik. "Oke, deal," paparnya sambil mengulurkan tangan kanan

Perempuan bergaun panjang biru muda, memandangi tangan lelaki yang terulur di depannya selama beberapa saat. Kemudian Zivara mengangkat tangan kanannya untuk berjabatan dengan kuat.

"Deal," ucap Zivara. "Minggu depan, aku hubungi Mas dan kita bertemu kembali untuk membicarakan hal ini," lanjutnya sembari menarik tangan.

"Oke, aku siap," balas Arudra.

Keduanya saling menatap selama beberapa saat, kemudian mereka sama-sama mengalihkan pandangan ke arah yang berbeda.

Puluhan menit terlewati, keduanya telah berada di mobil MPV putih milik Arudra. Presdir Janardana Grup tersebut meminta sopir sekaligus ajudannya, yakni Bilal, untuk mengarahkan kendaraan menuju wilayah Soekarno-Hatta.

Sepanjang perjalanan menuju kediaman orang tua Zivara, tidak ada seorang pun yang urun suara. Bilal mengemudi sambil bertanya-tanya dalam hati, penyebab bosnya tidak terlihat akrab dengan Zivara.

Bilal menjadi satu-satunya orang di luar keluarga Janardana yang mengetahui rencana perjodohan Arudra dan Zivara. Bilal juga menjadi pemegang rahasia bosnya, yang telah menjalin kasih dengan Lanika Aqila semenjak dua tahun terakhir.

***

Selama beberapa hari berikutnya, Zivara benar-benar serius memikirkan perkataan Arudra. Gadis berusia 25 tahun tersebut sampai melakukan salat istikharah, agar mendapatkan ketetapan hati.

Malam terakhir sebelum berjumpa dengan Arudra, Zivara mencatat beberapa poin persyaratan yang akan diajukannya pada anak sulung dari keluarga Janardana.

Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu. Pagi itu, Zivara mengirimkan pesan pada Arudra untuk mengatur janji temu. Pria tersebut langsung mengiakan dan mengatakan akan menjemput ke tempat kerja Zivara.

Akan tetapi, Zivara menolak. Dia hendak berangkat sendiri, karena ingin mandiri dan tidak mau dianggap lemah oleh Arudra. Zivara meyakini jika dirinya harus kuat mental untuk menghadapi ujian kehidupan selanjutnya.

Sore itu, seusai menjadi instruktur yoga, Zivara bergegas mandi dan berganti pakaian di ruang khusus pengelola. Gadis berambut panjang menyempatkan untuk menunaikan salat Asar, lalu berias minimalis agar terlihat lebih segar.

Zivara keluar dari ruangan khusus. Suitan menggoda dari rekan-rekannya sesama instruktur maupun anggota pusat kebugaran, dibalas Zivara dengan senyuman lebar.

Gadis bergaun panjang abu-abu melambaikan tangan pada orang-orang di sekitarnya, kemudian Zivara jalan menuruni tangga hingga tiba di lantai satu.

Sementara itu di tempat tujuan, Arudra datang terlebih dahulu. Sebab Bilal tengah libur, Arudra datang sendirian untuk memenuhi janji temu dengan Zivara.

Arudra mengecek penampilannya di kaca spion, kemudian dia menegakkan badan. Pria berkemeja hijau lumut mengayunkan tungkai menuju pintu utama pusat perbelanjaan terkenal di kota kembang.

Belasan menit berikutnya, Zivara tiba. Dia bergegas turun dari taksi, lalu melangkah tergesa-gesa memasuki lobi utama. Zivara berhenti sesaat untuk menelepon Arudra yang keluar dari toko kesukaannya, lalu melambaikan tangan untuk memanggil sang gadis.

"Sorry, aku terlambat," cetus Zivara.

"Enggak apa-apa. Aku juga baru selesai belanja," sahut Arudra. "Mau langsung ke restoran, atau kamu mau belanja dulu?" tanyanya.

"Ke restoran aja. Aku haus."

Arudra mengangguk mengiakan. Dia memutar badan, lalu melangkah berdampingan dengan Zivara. Keduanya tetap diam hingga tiba di restoran khas Korea. Mereka menempati meja sudut kanan agar bisa berbincang dengan serius.

"Apa kamu sudah punya jawabannya?" tanya Arudra, sesaat setelah pelayan restoran menjauh dari tempat mereka berada.

"Mas dulu, deh," kilah Zivara.

"Ehm, ya. Aku sudah memikirkan masalah waktu itu dengan matang," ungkap Arudra. "Aku mengubah jadwal kunjungan khusus setelah dinas, yakni akan mendatangi istri yang belum mendapatkan waktu bersama," paparnya.

"Berarti, hari kunjungan tetapnya, diubah, gitu?"

"Ya, nggak harus sama seperti jadwal. Tapi tetap hanya tiga hari."

"Oke, itu sudah bagus."

"Lalu, gimana denganmu?"

Zivara mengamati pria yang balas menatapnya lekat-lekat. "Ya, Mas. Aku setuju untuk menjadi istri kedua. Tapi, aku punya beberapa persyaratan yang harus Mas penuhi, sebelum menikah dengan pacar Mas.”

Zivara mengambil kertas dari tasnya. Kemudian memberikan benda itu pada Arudra. "Silakan dibaca dan dipahami dulu. Setelah itu, ditambahkan ke surat perjanjian kita."

Arudra membaca lima poin tambahan yang diminta Zivara. Dia mengerutkan dahi saat membaca poin terakhir. Arudra mengalihkan pandangan pada perempuan di seberang meja yang tengah memperhatikan sekeliling.

Pria berambut lebat hendak menanyakan tentang poin kelima, tetapi kemudian dibatalkannya. Arudra tidak mau menyebabkan Zivara gusar, karena bisa saja perempuan tersebut akan membatalkan kesepakatan.

"Oke, aku setuju dengan semua syaratmu," ungkap Arudra sambil meletakkan kertas ke meja.

"Ya, terima kasih," balas Zivara. "Aku senang, Mas ternyata sangat bijak," lanjutnya seraya tersenyum.

"Kapan kamu siap untuk tanda tangani surat perjanjian?"

"Kapan pun Mas memanggil, aku akan segera datang."

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
143 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status