Istriku Berubah Pelit

Istriku Berubah Pelit

last updateLast Updated : 2023-05-17
By:  Arumi Nazra  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
46Chapters
14.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Arum Nurhaziza sebenarnya bukan lah istri yang pembangkang. Namun, Akmal selalu menyalahkan sang istri atas sikapnya yang selalu dianggap pelit karena tidak mau menuruti keinginannya. Arum pun tidak lagi bisa diatur. Wanita itu sering membantah bahkan menolak untuk menolong keluarga Akmal yang kesusahan. Padahal Arum sendiri sudah memiliki penghasilan lebih setelah dirinya mulai terjun dalam dunia kepenulisan. Posisi Akmal semakin tersudut apalagi sekarang ia hanya lah seorang pengangguran dan terpaksa menggantungkan hidup pada istrinya. Apalagi setelah tidak bekerja, Akmal malah mewariskan banyak hutang pada Arum dan membuat wanita itu bekerja lebih keras. Rasa lelah dan kecewa yang mendera, membuat Arum menjadi pribadi yang sedikit berbeda. Sehingga riak-riak kecil kehidupan yang dulunya diabaikan berubah menjadi gelombang besar yang menghantam keduanya. Lalu, bagaimana nasib pernikahan keduanya? Mampukah Arum bertahan dalam pernikahan yang mulai tidak sehat itu?

View More

Latest chapter

Free Preview

Bab 1 Pinjam Uang

“Dek, mereka mau pinjam, nanti juga dibalikkan, kok. Kamu kok pelit banget, sih, sekarang?” ucap Akmal mulai kehilangan kendali melihat Arum, istrinya. Sementara Arum masih santai memasukkan suapan demi suapan rujak mangga yang dibuat oleh Mbak Rima, kakak iparnya.Arum terus saja menikmati rujak berbumbu pedas itu tanpa memedulikan ucapan memelas sang suami. Ia bahkan belum ada meminum seteguk air pun dari gelas yang berisi air putih yang sudah disediakan Akmal.“Dek, kamu dengar, tidak, sih?” Suara Akmal mulai naik satu oktaf. Karena itu, Arum memandangnya sekilas, kemudian melanjutkan kegiatannya menggigit mangga muda itu satu persatu. Akmal menelan ludah, membayangkan betapa kecutnya buah yang berwarna putih kehijauan itu.Akmal merasa kesal, karena Ibu dan kakaknya sudah menunggu di dapur sejak tadi. Mereka terus saja mendesak Akmal, agar Arum mau meminjamkan uang sebesar tiga juta untuk membayar hutang bank mertuanya yang sebentar lagi akan jatuh masa tempo.Meminjam, Akmal suda

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
46 Chapters

Bab 1 Pinjam Uang

“Dek, mereka mau pinjam, nanti juga dibalikkan, kok. Kamu kok pelit banget, sih, sekarang?” ucap Akmal mulai kehilangan kendali melihat Arum, istrinya. Sementara Arum masih santai memasukkan suapan demi suapan rujak mangga yang dibuat oleh Mbak Rima, kakak iparnya.Arum terus saja menikmati rujak berbumbu pedas itu tanpa memedulikan ucapan memelas sang suami. Ia bahkan belum ada meminum seteguk air pun dari gelas yang berisi air putih yang sudah disediakan Akmal.“Dek, kamu dengar, tidak, sih?” Suara Akmal mulai naik satu oktaf. Karena itu, Arum memandangnya sekilas, kemudian melanjutkan kegiatannya menggigit mangga muda itu satu persatu. Akmal menelan ludah, membayangkan betapa kecutnya buah yang berwarna putih kehijauan itu.Akmal merasa kesal, karena Ibu dan kakaknya sudah menunggu di dapur sejak tadi. Mereka terus saja mendesak Akmal, agar Arum mau meminjamkan uang sebesar tiga juta untuk membayar hutang bank mertuanya yang sebentar lagi akan jatuh masa tempo.Meminjam, Akmal suda
Read more

Bab 2 Hutang Baju

“Arum pulang, ya, Bu.” Arum kembali berpamitan setelah naik di boncengan. Ia mengeratkan rangkulan di pinggang Akmal sebelum motor itu mulai melaju.“Jangan pernah ke sini lagi, ya ....” teriak Rima dari balik jendela. Meski tak berani menampakkan batang hidungnya, tapi suara cemprengnya terdengar jelas ke telinga Arum.Bu Rahma mendelik ke arah jendela, ia meletakkan jari telunjuk di bibir agar Rima berhenti dan tidak mengatakan apa pun lagi yang mungkin akan menyinggung hati Arum. Bagaimana pun, mereka sangat membutuhkan bantuan Arum. Sekali pun harus berpura-pura lemah dan terhina di hadapannya.Arum yang mendengar suara cempreng Rima hanya tersenyum simpul, lalu mengalihkan pandangan ke arah lain.Akmal terus berpikir sepanjang jalan. Sebenarnya, ia kesal pada Arum dan sungguh tidak menyangka jika istrinya yang dulunya polos dan tidak berani membantah keinginannya itu, kini sudah mulai berani dan menjadi pembangkang.Akmal merasa karena Arum sudah berpenghasilan besar, sehingga si
Read more

Bab 3 Drama Paket

Arum, Arum, baru juga kali ini aku menganggur. Kamu sudah sangat keberatan mengeluarkan uang untukku. Pelit banget, sih kamu! Ujar Akmal pelan setelah sang istri tak lagi terlihat dari pandangan mata.Tanpa disangka, siang itu Bu Rahma dan Rima datang ke rumah kontrakan Akmal dengan mengendarai motor matic keluaran terbaru milik Rima. Motor berwarna merah seharga puluhan juta itu masih terlihat sangat mengkilap, bagian platnya juga masih kosong.Kendaraan yang dibeli secara kredit itu begitu berkilau di bawah terpaan teriknya matahari. Membuat mata siapa pun yang memandang ikut terpukau, terlebih pengendaranya juga berpakaian necis. Rima membalut tubuhnya dengan kaos ketat yang menampilkan lekuk tubuh, sendal wedges berwarna merah yang menghiasi kakinya, juga topi dan kacamata hitam sebagai pelengkap penampilannya. Sedangkan Bu Rahma mengenakan setelan longgar dan jilbab berpayet, pun dengan kaca mata hitamnya.Kedua wanita dengan setelan tinggi itu rela diterpa panas matahari yang be
Read more

Bab 4 Uang Rokok

“Oh, iya, tadi Mbak Rima bilang apa, ya? Bisa diulangi lagi?”Arum berucap sembari menyunggingkan senyum yang bagi Akmal begitu mengerikan. Ia bukan bertanya, tapi lebih kepada mengintimidasi.Akmal sengaja berdiri di belakang Arum, agar dirinya leluasa memberikan kode pada Bu Rahma dan juga Rima. Tangannya melambai ke udara tanda jangan. Ya, jangan, agar kedua wanita itu jangan membicarakan hal itu lagi. Kemudian Akmal menggunakan kedua tangan untuk mencekik lehernya, ia memejamkan mata sembari menjulurkan lidah. Artinya, jika ibunya dan Rima masih tetap bicara, bisa-bisa ia akan mati dibuat Arum.Kedua wajah wanita itu menjadi tegang. Akan tetapi, Rima yang memiliki jiwa petarung itu tak bisa diam. Ia ingin sekali melawan dan berperang mulut dengan Arum. Untungnya, bu Rahma segera mencubit pahanya yang dibalut celana leging hitam yang ketat. Akhirnya, ia pun mengangguk dan terpaksa bungkam.“Enggak, tak jadi Rum. Ibu cuma antarkan ini saja. Dimakan, ya. Kami mau pulang!” ujar bu Rah
Read more

Bab 5 Gara-gara Kaki

“Brum ... brum ... brum!”Suara motor Akmal terdengar sangat bising. Karena sudah terbiasa, akhirnya Zulham hanya menoleh sekilas, lalu kembali berkutat dengan buku di tangannya.Sok cool banget gayanya! Gerutu Akmal geram.Lelaki yang sudah menganggur selama setengah tahun itu melajukan motor menuju warung langganannya, membeli sebungkus rokok untuk persediaan. Walaupun pengangguran, kebiasaannya masih sama seperti dulu, membeli sebungkus rokok sekaligus karena ia paling anti dengan rokok ketengan. Gengsi, dong!“Bu, rokok, ya, sebungkus!” ucap Akmal pongah, tangannya merogoh kantong celana untuk mengambil uang yang diberikan Arum tadi.Akmal terenyak, saat tangannya malah meraba secarik kertas yang licin, tidak kasar layaknya tekstur uang kertas biasa.Benar saja, saat ia tarik, kertas yang terasa licin tadi bukanlah selembar uang, melainkan secarik kertas origami berwarna merah.“Ini, rokoknya,” ucap bu Nur, pemilik warung bercat dominan putih dan merah itu. Tangannya menyodorkan s
Read more

Bab 6 Hutang Baru

Aku mencubiti kaki ini, menyesali keteledoranku dalam mengendalikannya. Karena pertengkaran yang terjadi barusan, Arum pasti akan mengunci kamar semalaman sehingga aku terpaksa tidur di luar.TingPonselku tiba-tiba bersuara, menandakan masuknya sebuah pesan. Dengan malas tanganku menggapai benda pipih itu. Ini pertama kalinya aku menyentuhnya dalam sehari ini, sejak pagi kubiarkan saja benda itu tergeletak di atas meja. Aku tak berselera menatapnya, karena ponsel canggihku sudah kehabisan data internet. Tak ada lagi yang perlu kuperbuat jika tak bisa berselancar di dunia maya. Aku tidak punya uang untuk membeli datanya, biasanya juga hanya modal hotspot dari ponsel Arum.Tapi beberapa hari ini, ia tak pernah lagi mengaktifkan hotspot-nya. Maklum, dia 'kan pelit.Tanpa semangat, kutekan tombol oke untuk membuka pesan yang masuk dari Mbak Rima.[Mal, jangan banyak alasan. Besok harus kamu bawa uangnya!]Pesan dari Mbak Rima membuat otakku yang kusut semakin mengkerut. Bagaimana caraku
Read more

Bab 7 BERTENGKAR

Hah, Firda? Aku melongo, dengan tampang bingung dan tak percaya. Setahuku gadis itu sedang kuliah di Ibu kota, meneruskan pendidikannya di sana bersama sepupunya."Firda udah selesai kuliahnya dan besok dia mau ke sini, mau silaturahmi katanya." Mbak Rima menjawab, seakan mengerti arti mimik wajahku."Kamu besok ke sini, ya. Temani kami ngobrol-ngobrol sama dia. Siapa tahu nanti kalian bisa ...." ucap Mbak Rima terhenti."Bisa apa, Mbak?""Ah, enggak. Bisa kerja sama, soalnya Firda mau buka bisnis baru di sini." Mbak Rima cengengesan, disambut tawa renyah dari Ibuku.Ah, ada-ada saja keluargaku ini. Hanya untuk kedatangan Firda mereka menyiapkan makanan sebanyak ini. Seperti tamu spesial saja. Kulihat jam di tanganku sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Artinya setengah jam lagi Arum akan pulang. Aku pun bergegas pamit pada Ibu dan Mbak Rima, menaiki kuda besi bututku untuk membelah jalanan aspal di depanku.**"Dek, Ibu kamu ngapain ke sini?" tanyaku karena sehabis magrib Ib
Read more

Bab 8 Bertemu Firda

Arum sudah sangat keterlaluan. Bisanya hanya mengungkit kejadian yang telah lewat. Menghilangkan perjuanganku sebagai kepala keluarga selama menikah hanya karena aku tidak bekerja lagi. Awas saja akan kubuktikan padanya bahwa aku bisa membayar hutangku, tanpa bantuan darinya. Aku menaiki motorku menuju rumah Ibu. Ke mana lagi kalau bukan ke sana? Rumah ibulah yang selalu membuatku tenang dan merasa nyaman. Tak aku pikirkan bagaimana Arum nanti pergi kerja, mau jalan kaki atau menumpang pada orang lain, bukanlah urusanku. Biar ia rasakan sendiri akibat dari melawan suami.Ketika tiba di rumah Ibu, kulihat ada sebuah mobil berwarna merah terparkir di sana. Namun, seperti tidak asing bagiku, seolah aku pernah melihatnya.Aku masuk melalui pintu belakang, mengintip dari dapur siapa kiranya tamu yang sedang bertandang ke rumah Ibu. Tidak kelihatan, hanya suaranya saja yang terdengar mendayu-dayu."Hayo, ngapain kamu?" Suara Mbak Rima sangat mengagetkanku. Jantungju seperti hendak lompat d
Read more

Bab 9 SUARA HATI ARUM

POV Arum( Flashback setahun yang lalu ) Perkenalkan namaku Arum Nur Haziza, orang-orang biasa memanggilku Arum. Umurku baru menginjak dua puluh empat tahun ketika aku mengandung anak pertamaku. Buah cinta pernikahanku dengan Mas Akmal, pria yang telah menikahiku dua tahun yang lalu.Ibu mertua awalnya baik padaku. Namun, perlahan ia mulai menunjukkan sisi lain dari dirinya seiring gesekan dari Mbak Rima yang semakin hari berusaha mendominasi Ibu.Sejak pertama Mas Akmal mengenalkan aku pada keluarganya, sudah bisa kutebak gelagat Mbak Rima yang sepertinya kurang menyukaiku. Kata Mas Akmal karena saat itu ia pun sedang menjodohkan adiknya itu dengan perempuan lain. Tapi, Mas Akmal menolak dan lebih memilihku, gadis kampung sederhana ini.Awalnya, aku merasa bahagia dinikahi oleh Mas Akmal yang keluarganya terkenal sebagai orang yang berada. Walau tidak mempunyai mobil, tapi rumah mereka sangat besar dan mereka dikenal sebagai keluarga yang punya banyak tanah. Walau sebenarnya, aku t
Read more

Bab 10 Pindah ke Kontrakan

Esoknya kami ke sana dan menemukan sebuah rumah sederhana dengan dua kamar yang memang dikontrakkan karena sang pemilik rumah sudah pindah ke kota. Empat juta untuk pertahunnya, dan kurasa itu tidak menguras kantong terlalu dalam.Malam itu, aku dan Mas Akmal bermaksud untuk menyampaikan keinginan kami untuk pindah ke kontrakan. Rencananya kami akan mulai pindah hari Minggu. Tentunya saat Mas Akmal libur kerja."Kenapa harus pindah, Mal? Rumah ini sudah cukup besar untuk kalian." Ibu terlihat tidak senang dengan keinginan kami."Kami pindah supaya Arum tidak terlalu capek karena bolak-balik melewati jalanan yang rusak, Bu," ucap Mas Akmal pelan, kusambut dengan anggukan penuh harap."Kalau kamu pergi Ibu sama siapa, dong?" Wajah Ibu hampir menangis. Ia tidak lagi peduli pada sinetron yang sedang ditontonnya."Kan ada Mbak Rima, ada Lila juga," bujuk Mas Akmal tersenyum manis ke arah Ibu. Meskipun bukan cucu kandungnya, tapi Lila sangat akrab dengan Ibu. Gadis itu sering menginap dan t
Read more
DMCA.com Protection Status